Pendidikan, Kunci Peningkatan SDM Kesehatan Di Era Pasar Bebas ASEAN
Terbukanya pasar bebas ASEAN, termasuk bidang jasa kesehatan akan menimbulkan masalah jika tidak didukung sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan memiliki nilai saing baik di tingkat regional maupun global. Akan banyak tenaga kesehatan asing yang bekerja, sehingga menggusur tenaga kesehatan Indonesia.
Hal itu dikemukakan Andreasta Meliala, dosen dan peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam pralokakarya Nasional (Loknas) Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan 2014, yang digelar di Jakarta, pada Rabu (27/8) malam.
Dalam Loknas yang akan berlangsung hingga Jumat (29/8) itu menampilkan pembicara lain Kutut Priyambada, Kepala Laketmas Bapelkes Jawa Timur dan Direktur Politeknik Kesehatan Kalimantan Timur, H Ramli.
Upaya peningkatan mutu SDM kesehatan, lanjut Andreas, harus dimulai dari sistem pendidikan. Masih banyak fakultas kedokteran di Indonesia yang belum menerapkan kurikulum yang sama, minim sarana dan prasarana yang memadai serta tidak memiliki evaluasi internal maupun eksternal.
"Di Thailand, sebagian besar fakultas kedokteran didirikan oleh pemerintahnya. Sementara di Indonesia, justru lebih banyak FK swasta dibanding negerinya. Sehingga sulit mengontrol output FK kita," ujarnya.
Begitupun dengan input-nya, Andreasta mencontohkan lagi Thailand, yang dalam penerimaan mahasiswa baru FK menerapkan passing grade (batas kelulusan) dengan angka 90. Sementara di Indonesia rata-rata pada angka 64.
"Karena itu, banyak lulusan dokter kita yang tidak siap 100 persen langsung praktek. Tetapi harus ikut pelatihan ini dan itu dulu, baru percaya diri," ujarnya.
Hal senada dikemukakan Kutut Priyambada. Sebagai institusi yang mengurusi pelatihan bagi tenaga kesehatan, pihaknya banyak menerima tenaga kesehatan yang ingin meningkatkan keahliannya.
"Meski permintaan berlimpah, kami tetap menerapkan standar tertentu. Tidak asal terima. Sehingga pelatihan kesehatan ini bisa terukur output-nya, karena dari input-nya benar," ucap Kutut.
Ia sempat menyayangkan pelatihan bagi tenaga kesehatan yang asal untuk memenuhi kegiatan rutin. Dampaknya, kualitas tenaga kesehatan tak kunjung naik, meski sudah digelar pelatihan sana sini.
"Itu yang kami tidak mau. Pelatihan harus dibuat dengan benar, agar hasilnya terlihat. Kompetensinya juga harus dilihat agar yang ikut tidak orang yang itu-itu saja, karena sekadar memenuhi kegiatan rutin," kata Kutut menegaskan.
Sementara itu, Kepala Poltekkes Kaltim, H Ramli mengungkapkan, kendala yang dihadapi daerah dalam mengembangkan SDM kesehatan, mulai dari minimnya tenaga pengajar, fasilitas sarana dan prasarana yang kurang memadai seperti internet yang sering mati, hingga minimnya tempat praktik bagi mahasiswa.
"Kendala ini jadi tantangan bagi kami untuk rajin menjalin kerjasama dengan banyak pihak. Selama ini kendala bisa kita hadapi meski hasilnya belum optimal," kata Ramli menegaskan. (TW)
{jcomments on}