Notulensi Forbes Indonesia Healthcare Summit 2014
Ritz Carlton, 18 September 2014

Healthcare summit 2014 ini diselenggarakan oleh Forbes Indonesia, yang merupakan anak perusahaan dari Mayapada Group, bekerjasama dengan Roche Pharmaceutical.
Kegiatan ini dihadiri oleh top executive dari berbagai rumah sakit, serta berbagai stakeholder kesehatan di Indonesia. Aylie Widjaja, GM Roche Indonesia, dan Justin Doebele, Chief Editor majalah Forbes Indonesia, membuka Health Care Summit 2014.

Sesi 1: Healthcare Landscape and Its Development in Indonesia

Ada empat pembicara dalam sesi ini, yaitu Prof. Hasbullah Thabrany dari Universitas Indonesia, Prof. Laksono Trisnantoro dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Fahmi Idris sebagai Kepala BPJS, dan Claudia Suessmuth Dykerchoff sebagai Direktur McKinsey.

Prof. Hasbullah Thabrany dalam diskusi panel menjelaskan salah satu permasalahan BPJS, yaitu kurangnya sumber daya, baik fasilitas kesehatan maupun – sumber daya manusia. Hal ini diperparah lagi dengan belum bergabungnya seluruh fasilitas kesehatan ke dalam BPJS. Kekurangan sumber daya ini menyebabkan pasien menumpuk di fasilitas-fasilitas kesehatan yang telah bergabung dengan BPJS. Proses ini memang baru berlangsung selama 8 bulan, tetapi pada tahun 2015, mau tidak mau seluruh fasilitas kesehatan harus mau menerima pasien JKN. Menurut Hasbullah, jika swasta bisa berkembang baik, maka pemerintah tidak perlu lagi menyediakan fasilitas kesehatan, karena swasta dengan sendirinya akan berusaha mengisi pasar dan bersaing dalam hal mutu dan biaya. Pemerintah bisa mengelola dana untuk pelayanan kesehatan.

Dr Fahmi Idris menyebutkan tantangan utama JKN adalah adverse selection, yaitu ketika sebagian besar pasien yang terdaftar di JKN adalah mereka yang sakit dan miskin, sementara hanya sebagian kecil pasien yang berusia muda dan sehat. BPJS harus berusaha untuk mendorong kelompok masyarakat yang muda dan sehat ini untuk masuk kedalam program JKN. Saat ini masyarakat tidak terlalu percaya dengan kualitas pelayanan kesehatan, terutama di puskesmas dan pelayanan primer lainnya. BPJS harus berusaha untuk membuat masyarakat percaya bahwa sistem JKN ini adalah sistem terbaik untuk Indonesia. Di samping itu, tantangan lainnya adalah proses pendaftaran di kantor-kantor BPJS juga sudah overload. Saat ini sudah dikembangkan sistem e-registration, akan tetapi juga masih bermasalah. BPJS berusaha memperbaiki sistem e-registration tersebut. Perusahaan asuransi swasta tidak perlu khawatir dengan keberadaan BPJS, karena BPJS tidak bersaing dengan asuransi swasta.

Prof. Laksono Trisnantoro dalam diskusi panel tersebut menekankan pada pentingnya memahami landscape kesehatan Indonesia. Secara politis JKN ini bagus untuk pemerintah, tetapi kita harus menyadari bahwa Indonesia itu negara yang besar, dan ada gap yang lebar antara kaya dan miskin. Jangan hanya melihat Indonesia sebagai satu negara, tetapi perhatikan juga kabupaten dan kotanya. Indonesia adalah negara archipelago, yang terdiri dari banyak pulau. Bagaimana bisa menjangkau masyarakat di pulau-pulau kecil dan terpencil. Sebagian besar spesialis berada di Jakarta. Ketidakseimbangan konsentrasi spesialis saat ini sudah sangat ekstrim. Di NTT baru ada satu dokter spesialis Orthopedi, itupun baru tiba bulan Mei 2014. Dalam 3-4 tahun lagi akan dibangun lebih banyak lagi RS di Jawa, di samping itu ada juga adverse selection. Partisipan yang membayar sendiri adalah kelompok kelas menengah. Dengan biaya murah mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang tidak terbatas. Oleh karena itu skema pembiayaan ini sangat menguntungkan orang-orang kaya, yang terutama tinggal di pulau Jawa. Ini adalah bentuk ketidakadilan sosial, dimana orang-orang di luar Jawa mendukung kebutuhan orang-orang Jawa. Masalah lain yang tidak kalah penting adalah fraud. Ada banyak sekali jenis-jenis fraud dalam sistem asuransi kesehatan. Di AS sekitar 3-10% anggaran kesehatan itu diselewengkan. Fahmi harus mengatasi hal tersebut. Oleh karena itu benefit JKN harus dibatasi, klaim yang diajukan rumah sakit juga harus dibatasi. Jika tidak maka seluruh RS akan berusaha meningkatkan jumlah klaimnya ke pemerintah. BPJS juga tidak perlu berinvestasi, itu adalah tanggung jawab pemerintah. Pemerintah harus berinvestasi untuk membangun sarana kesehatan publik di daerah-daerah terpencil. Saat ini baru swasta yang masuk kesana.

Claudia S Dykerchoff dari McKinsey menekankan pada pentingnya memperhatikan aspek demand dan supply. Belanja kesehatan pemerintah Indonesia sangat rendah, sekitar 2,5% dari GDP atau sekitar 24 trilliun rupiah. McKinsey percaya bahwa pengeluaran itu akan meningkat secara signifikan. Dari sisi demand, pola penyakit juga menjadi hal yang perlu diperhatikan. Indonesia menghadapi double burden of disease, kita menghadapi penyakit infeksi dan penyakit kronis, dan double burden ini jelas meningkatkan demand terhadap pelayanan kesehatan. Berita baiknya adalah pertumbuhan ekonomi di Indonesia sangat tinggi, terjadi urbanisasi. Diperkirakan pada tahun 2030, 75% populasi akan berada di kota. Consuming class yang semakin besar proporsinya juga diperkirakan akan bersedia untuk membayar sendiri demi mendapatkan pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, kita bisa mengabaikan BPJS karena semakin banyak masyarakat yang mampu membayar biaya kesehatan sendiri. Dalam hal supply, kita masih kekurangan SDM, seperti dokter dan perawat. Akan tetapi jika kita melihat GDP, kita mengharapkan akan mendapatkan trend yang baik, yaitu akselerasi GDP dalam beberapa tahun. Peningkatan GDP juga akan berdampak pada peningkatan besar pembelanjaan kesehatan. JKN adalah sistem yang sangat sangat bagus, akan tetapi juga sangat sangat besar. Bagaimana pemerintah bisa membuatnya sustainable. Jadi, harus dipikirkan masalah sumber pembiayaannya. Bagaimana peran perusahaan farmasi dan perusahaan alat-alat kesehatan? Public-Private Partnership akan memegang peran penting. Tanpa bantuan dari pihak swasta akan sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemerintah harus memikirkan bagaimana memberikan peran pada swasta supaya mereka bisa berinovasi.

Sesi 2. Upcoming Healthcare Trend and Its Influence

Pembicara dalam sesi ini adalah Antonio del Santo sebagai Direktur Medis Regional APAC Roche, Rhenu Buller sebagai senior Vice President Healthcare Frost&Sullivan, Oemin Hadajanto sebagai CEO Zurich Topas Life, dan Saiful Hidajat sebagai VP Innovation and Sinergy Telkom Indonesia.

Antonio Del Santo menyampaikan tentang perkembangan penyakit di dunia saat ini, dimana trend penyakit berkembang ke arah penyakit kanker dan kardiovaskular, serta penyakit degeneratif. Pengobatan kemoterapi memegang peranan penting. Saat ini terapi pengobatan modern melibatkan imaging, pembedahan. Inovating berarti mengobati penyakit berat dengan solusi yang lebih baik dengan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan lebih sedikit medical error. Kami bekerjasama dengan ilmuwan dari berbagai institusi terbaik di dunia. Dengan penelitian kami berhasil berkontribusi untuk ilmu pengetahuan. Di Roche ada divisi diagnostik dan pharmaceutical di bawah satu atap yang sama, dan kedua departmen ini terus menerus berinovasi. Salah satu inovasi terbaru kami adalah personalized healthcare, yaitu memberikan terapi spesifik untuk sekelompok kecil pasien dengan prognosis yang buruk yang bisa diperbaiki prognosisnya dengan terapi ini. Roche telah menjadi salah satu perusahaan yang menghasilkan beberapa terapi esensial yang diakui WHO, dan kami bangga tentang itu. Roche telah menginvestasikan banyak uang untuk R&D untuk menemukan solusi, terapi yang lebih sederhana tetapi dapat menyembuhkan penyakit. Di Indonesia, penyakit infeksi masih menjadi penyakit utama, stroke di posisi kedua dan kanker ada di posisi ketiga. Kita harus memberikan terapi yang mempunyai target spesifik untuk menyembuhkan penyakit ini. Roche ingin memastikan pasien bisa mengakses terapi yang ditawarkan oleh Roche. Roche juga ingin mengembangkan kerjasama dengan pemerintah dan institusi akademik di Indonesia untuk bersama sama mengembangkan terapi yang efektif dan terjangkau.

Rhenu Buller dari Frost&Sullivan memulai pemaparannya dengan menanyakan audiens siapa yang memiliki aplikasi kesehatan di mobilephone-nya atau pernah mencari informasi kesehatan di internet. Lebih dari 80% pasien merasa bahwa ketika mereka bertemu dokternya, dokter tidak memberitahukan apa adanya. Ini adalah tantangan kita. Saat ini teknologi memungkinkan kita untuk berkomunikasi lebih baik dengan pasien dengan berbagai cara yang juga lebih baik. Jika belum ada jaringan yang baik, kita juga bisa memanfaatkan fasilitas SMS yang lebih sederhana. Tidak perlu menunggu sampai memiliki jaringan yang baik. Sehingga kemampuan untuk menjangkau pasien dan berkomunikasi dengan mereka adalah suatu keunggulan. Pasien diabetes seringkali diminta untuk memeriksa secara rutin kadar gula darahnya. Akan tetapi banyak pasien yang tidak memahami mengapa mereka harus melakukan pemeriksaan gula darah secara rutin, dan apa yang harus dilakukan setelah melakukan pemeriksaan. Program pencegahan, harus dimulai lebih dini, bahkan sejak usia muda. Karena dengan pencegahan penyakit kita bisa menghemat banyak sekali dana. Jika kita bisa mendiagnosis penyakit pada saat yang lebih dini, ketika penyakit itu masih bisa diobati juga akan menghemat banyak biaya. Kita harus berusaha untuk bisa menjangkau masyarakat sebelum mereka menjadi pasien. Mengapa kita tidak bisa mendiagnosis penyakit ketika penyakit itu masih bisa dengan mudah diobati? Ketika membicarakan kesehatan, kita harus keluar dari rumah sakit, kita harus menjangkau masyarakat di komunitasnya, kita harus menggunakan teknologi. Isu lain yang terkait dengan akses pasien adalah sistem transparansi rekam medis. Dalam sistem yang ada saat ini, data pasien yang tersimpan di rekam medis tidak begitu saja bisa diakses oleh pasien, ada prosedur khusus untuk mengaksesnya. Hal ini sebenarnya menghalangi hak pasien untuk bisa mengakses data pribadinya dengan mudah. Kita harus melihat lagi regulasi yang ada, supaya kita bisa membuat akses ke kesehatan menjadi lebih mudah.

Oemin Hadajanto, CEO Zurich Topas Life menceritakan tentang penetrasi asuransi swasta yang sangat kecil, hanya 1,6%, jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara lain. Di Korea, penetrasi asuransi swasta bisa mencapai 11%, di Malaysia sudah mencapai 5%. Ini berarti bahwa pasar asuransi jiwa di Indonesia masih sangat luas.

Saiful Hidajat dari Telkom Indonesia menjelaskan bahwa Telkom saat ini menjadi satu-satunya industri telekomunikasi yang bergerak di bidang kesehatan. Telkom bergerak di kesehatan karena Telkom memahami bahwa kesehatan adalah dunia yang kompleks dengan banyak stakeholder. Oleh karena itu mereka membutuhkan sistem yang bisa berkomunikasi dan berinteraksi untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Telkom menawarkan integrated self-services Hospital Information System. RS sudah banyak yang menggunakan HIS, tetapi implementasi ini tidak mudah, banyak masalah yang sulit diselesaikan. Telkom menawarkan sistem yang integratif dengan sistem yang telah ada, dengan dukungan teknisi handal, dengan begitu RS bisa lebih efisien. Telkom menawarkan sistem paperless claim, yang sudah digunakan oleh RS Mayapada. Dengan sistem ini claim bisa dibayarkan oleh perusahaan asuransi dengan lebih cepat. Telkom juga menawarkan sistem telemedicine, sehingga dokter di rural area bisa mendapatkan pelayanan dari dokter di kota besar. Selain itu, sistem ini juga bisa men-support proses pendidikan, sehingga dokter di daerah terpencil bisa memberikan pelayanan yang lebih baik. Sayangnya saat ini kecepatan jaringan yang dimiliki Telkom baru 500 kbps, diharapkan kecepatan akses internet ini bisa terus ditingkatkan. Telkom juga telah bekerjasama dengan beberapa universitas untuk mengembangkan aplikasi-aplikasi yang diperlukan oleh masyarakat. Saat ini, baru 1% pendapatan Telkom yang diinvestasikan untuk R&D, tetapi diperkirakan akan terus meningkat jumlahnya.

Sesi 3. Expanding Access to Healthcare

Sesi ketiga ini diisi oleh Lucia Erniawati sebagai Direktur Corporate Affairs and Access Roche, Jonathan Tahir sebagai Deputi Kepala Group Mayapada, dan Arry Basuseno sebagai CEO AXA Mandiri Financial Services.

Lucia Erniawati dari Roche Pharmaceutical menyampaikan bahwa akses adalah permasalahan yang sangat kompleks, baik itu akses ke supply dan akses ke pelayanan, ditambah lagi permasalahan tentang ketersediaan layanan, keterjangkauan/affordability, dan penerimaan masyarakat terhadap produk yang ditawarkan (acceptability). Ada banyak sekali inovasi yang telah dikembangkan, tetapi tidak semua bisa memahami manfaat dari inovasi yang dibuat. Oleh karena itu kita harus memastikan bahwa inovasi yang dikembangkan dapat benar-benar bermanfaat untuk pasien, terjangkau oleh masyarakat, dan masyarakat bisa mendapatkan manfaat yang optimal. Roche telah bekerjasama dengan berbagai stakeholder di bidang kesehatan, termasuk pasien sebagai konsumen. Peran pasien di masa yang akan datang akan semakin meningkat. Kami harus memastikan bahwa pasien sudah informed dan engaged dalam pelayanan yang kita berikan. Jadi, pertama inovasi, lalu menginformasikan pada pasien supaya pasien bisa mengambil keputusan yang terbaik. Capacity building pasien juga menjadi salah satu fokus, terutama untuk patient support group atau patient assistance program. Roche terlibat dalam JKN dan berhasil memasukkan beberapa item obat kedalam e-catalog. Roche juga menerapkan pricing strategy dengan bekerjasama dengan pemerintah. Dialog antara provider kesehatan dengan farmasi juga penting. Farmasi juga mempunyai mimpi yang lebih dari sekedar menjual obat. Kami juga ingin ikut meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena dialog yang terbuka dan transparansi menjadi hal yang penting.

Jonathan Tahir dari Mayapada Group menyampaikan pentingnya infrastruktur yang baik. Untuk menjadi penyedia pelayanan yang terbaik, dibutuhkan bantuan dari seluruh stakeholder. Pasien adalah pihak yang akan menjadi korban jika kita tidak memiliki infrastruktur yang baik. Saat ini kita sudah kehilangan milyaran rupiah akibat perginya pasien-pasien Indonesia ke negara-negara tetangga. Bagi Mayapada Group, kesehatan tidak hanya sekedar bisnis, tetapi juga mimpi dan passion karena pelopor Mayapada selalu ingin bisa melayani masyarakat. Tetapi memang kesehatan ini adalah bisnis yang baik. Penting untuk membuat masyarakat lebih perhatian terhadap kesehatannya sehingga mereka akan membelanjakan lebih banyak uang untuk kesehatan. Ide JKN ini sudah sangat tepat, tetapi perlu beberapa tahun untuk masyarakat dapat memahami tujuan dari program ini.

Arry Basuseno dari AXA Mandiri menyebutkan bahwa perusahaan berada ditengah, diantara pasien dan penyedia layanan kesehatan. Ada 250 juta penduduk indonesia dan belum semuanya memanfaatkan pelayanan kesehatan. Sebagian adalah kelompok middle class yang mampu membayar sendiri biaya kesehatannya. Tetapi masih sedikit yang memahami pentingnya asuransi. Diperlukan edukasi terus menerus. AXA sudah melakukan roadshow untuk mempromosikan asuransi. Saat ini kontribusi asuransi untuk GDP masih sangat kecil, hanya 1,2%. Sangat kecil tetapi juga sangat menjanjikan. AXA Mandiri tidak merasa tersaingi oleh BPJS, dan justru malah terbantu karena BPJS juga sudah melakukan edukasi yang luar biasa pada masyarakat mengenai pentingnya asuransi. Masyarakatlah yang kemudian menentukan asuransi apa yang akan diambil.

Sesi 4. Lucrative Investment and Opportunities in Healthcare

Sesi ini diisi oleh Dr. Grace Frelita sebagai Direktur Siloam Hospital, Boenjamin Setiawan pendiri PT Kalbe Farma, Sachin Chaudary dari McKinsey, dan Dr. Ng Chin Siau.

Grace Felita dari Siloam Group meyakini bahwa sistem JKN yang ada saat ini sudah bagus. Mau tidak mau pada tahun 2019 nanti seluruh fasilitas kesehatan harus menjadi bagian dari JKN. Kebutuhan masyarakat akan kesehatan itu sangat-sangat tinggi. Akan tetapi kita juga harus lebih efisien lagi. Kita harus memberikan pengobatan yang efisien. Kita tidak bisa lagi menerapkan fee for service lagi. Arahnya saat ini adalah menuju salary based. Siloam sejak 2 tahun yang lalu membangun RS khusus kelas 3. Saat ini BOR kami selalu di atas 90%, margin tentu saja masih ada. "We treat people and we train our doctors" untuk menjadi lebih efisien lagi. Dalam lima lima tahun ini terdapat kesempatan investasi yang sangat besar di Indonesia Timur, karena disana akses ke pelayanan kesehatan masih sangat sulit. Siloam sudah ekspansi ke Indonesia Timur dan dapat menjalankan bisnis dengan baik. Meskipun begitu diperlukan proses birokrasi yang sangat lama, sampai empat tahun, untuk bisa membangun RS di Indonesia Timur. Dalam 20 tahun GDP meningkat, proporsi anggaran kesehatan dari GDP juga akan meningkat sampai 8%, dan pendapatan juga akan meningkat 20 kali dari yang kita terima sekarang. Masyarakat bisa membiayai kesehatannya sendiri. Selain itu kita juga harus memperhatikan masuknya Asean Economic Community, akan semakin banyak masyarakat yang lari keluar negeri karena memang mutu pelayanan kesehatan kita masih belum bagus. Ditambah lagi dengan pajak untuk alat kesehatan yang masih tinggi, 10%. Jadi, mutu SDM Kesehatan harus ditingkatkan.

Prof John Wong dari National University Health System (NUHS) menekankan bahwa jika manusia hidup lebih lama maka permintaan kesehatan akan semakin meningkat. Pemerintah Singapore berusaha mempersiapkan sistem kesehatan untuk menghadapi berbagai permasalahan yang akan timbul di masa depan sehingga setiap orang Singapore dapat hidup lebih lama, lebih baik dengan tenang. Ada tiga hal penting yang harus dilakukan, yaitu mentransformasi model pelayanan kesehatan, meningkatkan cost-effectiveness dan meningkatkan produktifitas, serta membangun enablers diseluruh sistem kesehatan. Sistem kesehatan yang terintegrasi adalah salah satu kuncinya. Integrasi ini melibatkan community care, specialist care dan community support. Community care memberikan layanan preventive, seperti skrining dan pencegahan penyakit menular, dan pelayanan primer melalui poli klinik, dokter praktek swasta maupun dokter keluarga. Specialist care diberikan di rumah sakit dan merupakan pelayanan sekunder/tertier. Community support diberikan untuk perawatan jangka panjang yang bisa diberikan di tempat khusus, misalnya Hospice Care atau Nursing Home, atau di rumah pasien/di luar faskes, misalnya melalui pelayanan home care, centre-based care, befriending dan outreach. Keseluruhan layanan ini terintegrasi dan dimasukkan dalam kurikulum pendidikan kesehatan di Singapore. Sehingga ada kerjasama antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan dalam membangun sistem kesehatan nasional di Singapore. NUHS percaya bahwa dengan menyatukan akademisi dan klinisi maka akan memberikan dampak yang lebih besar pada kesehatan masyarakat. Nilai-nilai yang berusaha dibangun NUHS antara lain pertama: Excellence in Care coupled with innovation, yaitu dengan:

  • Defining standards of care given principal education role.
  • Developing & assessing new models of care as an academic health system
  • Accessing other disciplines through NUS, eg. Informatics and analytics to improve healthcare.

Kedua, dengan mempercepat realisasi manfaat penelitian dengan menciptakan lingkungan yang mendukung translasi yang lebih cepat dari penelitian ke implementasi pada pasien. Ketiga, dengan membangun SDM Kesehatan masa depan yang lebih baik dengan mengembangkan School of Health Science dan mengembangkan kompetensi-kompetensi baru yang harus dimiliki oleh SDM Kesehatan yang akan berdampak pada proses pelayanan kesehatan.

Di Singapura, jumlah pasien lansia dengan penyakit kronik semakin meningkat, dan ini berdampak pada biaya kesehatan yang tinggi. Laporan dari IOM 2010 menunjukkan bahwa sebenarnya banyak waste dalam pelayanan kesehatan. Diperkirakan USD 210 billion terbuang untuk pelayanan yang tidak perlu, USD 130 billion terbuang untuk pelayanan yang tidak efisien, dan USD 55 billion terbuang untuk pencegahan yang tidak dilakukan (primary, secondary and tertiary prevention). Keseluruhan biaya ini terbuang percuma dan jelas merugikan pasien dan pemerintah. Oleh karena itu mengoptimalkan value dari pelayanan kesehatan adalah kuncinya dengan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Mencapai kesehatan yang lebih baik adalah tujuannya, bukan memberikan lebih banyak pengobatan.

Boenjamin Setiawan, pendiri PT Kalbe Farma, banyak menyampaikan ide-ide menarik dalam diskusi panel ini sekaligus juga meyakinkan bahwa potensi investasi di Indonesia sangat luas dan menguntungkan. Hanya saja mindsetnya perlu diubah. Contohnya, seringkali dikeluhkan kurangnya jumlah dokter di Indonesia. Dokter, bisa jadi overeducated, mereka ingin mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi. Perawat atau barefoot doctor bisa dididik untuk memberikan pelayanan kesehatan didaerah yang belum ada dokternya. Perawat harus tinggal di daerah-daerah terpencil. Teknologi bisa digunakan untuk membantu pekerjaan mereka, misalnya dengan smartphone. Public-Private Partnership sudah menjadi suatu keharusan. Pemerintah dalam hal ini sebaiknya berfungsi sebagai katalisator, memberikan insentif. Jika pemerintah tidak bisa mengeluarkan lebih banyak dana untuk kesehatan, maka biarkan swasta berpartisipasi untuk mengurusi kelompok masyarakat yang sudah mampu, dan biarkan pemerintah berfokus pada kelompok masyarakat miskin. Dengan begitu bisa ada dual insurance system, insurance for the poor and insurance for the middle/high class. Permasalahan lainnya adalah mutu pelayanan kesehatan yang masih dinilai rendah oleh masyarakat. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang berobat ke luar negeri. Salah satu hal yang mendasari adalah buruknya komunikasi antara dokter – pasien. Seorang dokter yang sudah sangat terkenal bisa menerima pasien hingga pukul 3 pagi, dan pasien harus antri sejak tiga bulan sebelumnya. Kita harus membuka pintu untuk dokter-dokter asing, sehingga secara alami terjadi kompetisi antara dokter asing dan dokter lokal. Kartu sehat dan kartu pintar yang diajukan oleh pemerintah baru seharusnya bisa dikembangkan menjadi "beyond kartu sehat and kartu pintar". Investasi harus diberikan untuk pengembangan sistem pendidikan dan kesehatan yang lebih baik, sehingga terbentuk generasi masa depan yang lebih baik pula.

Sauchin Kaudary menyampaikan keyakinannya bahwa dalam 15 tahun lagi proporsi anggaran kesehatan dari GDP akan meningkat menjadi 5-6%. Ini adalah peningkatan yang sangat tinggi, dan harus diingat bahwa pendapatan pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, juga akan semakin tinggi, sehingga besaran nilainya juga lebih tinggi. Jika kita membicarakan pembangunan RS baru, libatkan swasta, atau contracting out, dengan begitu beban pemerintah bisa lebih berkurang. Pharmasi harus mengedepankan inovasi dalam bisnisnya untuk mendapatkan produk baru yang lebih baik. People will pay more to get more.

Forbes Healthcare Forum Summit ditutup dengan closing keynote oleh Prof. dr Ali Ghufron Mukti, MPH, PhD. Beliau menyampaikan sejarah asuransi di Indonesia dan sistem JKN yang saat ini berlaku di Indonesia.