Reportase Diskusi Refleksi 2015 dan Outlook 2016 Sesi Pembukaan dan Pengantar Umum

30des-1

oleh: Edna Novitasari 

Membuka Seminar Kaleidoskop 2015 dan Outlook 2016 PKMK FK UGM (Rabu, 30/12/2015)yang digelar di Hotel Santika Yogyakarta; Direktur PKMK FK UGM, dr. Yodi Mahendradhata, PhD berharap hasil dari seminar tahunan kali ketiga ini akan semakin mendorong perubahan- perubahan sektor kesehatan ke arah yang lebih baik. Bukan hanya sebagai academic exercise, diharapkan diskusi tahunan seperti ini akan dapat melontarkan isu yang lebih tajam demi perbaikan sektor kesehatan. Tidak hanya sehari ini saja, rencananya mulai Januari 2016, akan digelar pula diskusi maraton sebagai kelanjutan dari seminar kali ini untuk membahas 12 isu penting sektor kesehatan.

Masuk ke sesi pengantar, pengantar umum yang dimoderatori oleh Ni Luh Putu Eka Andayani, M. Kes, pembahasan refleksi 2015 dan outlook 2016 menghadirkan Ketua Board PKMK FK UGM, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M. Sc, PhD dan Direktur PKMK FK UGM yaitu dr. Yodi Mahendradhata, PhD sebagai pembicara. Sesi pengantar umum menyoroti kondisi sektor kesehatan di tahun 2015 dan menuju 2016 dilihat dari dua aspek yakni aspek global dan aspek nasional. Dari aspek global, Yodi Mahendradhata menjelaskan bahwa keyword yang tepat untuk lepas dari 2015 dan landas ke 2016 adalah "transisi". Pada tahun 2016, MDG akan digantikan oleh SDG, dengan sejumlah goal yang lebih banyak lagi. Namunironisnya, masih banyak stakeholder yang bingung dengan goal-goal dan target dalam SDG, sementara sejumlah permasalahan dalam MDG pun belum sepenuhnya terselesaikan. Ada 17 goals dalam SDG, dengan 169 target yang merupakan angka yang tidak sedikit. Sehingga banyak pihak yang sinis dengan deklarasi pencapaian ini, karena dengan banyaknya target terkesan tidak ada prioritas terhadap pencapaian tertentu. Adapun untuk sektor kesehatan yang masuk dalam goal 3 dengan 9 target, ada fakta menarik untuk dicermati tentang UHC yang masuk peringkat 8 dari 9 target. Sehingga mencerminkan UHC tidak termasuk skala prioritas, sedangkan ironisnya di pembukaan SDG tercantum kata-kata tentang pencapaian UHC. Sementara kaitannya dengan sektor kesehatan di Indonesia, lemahnya perbaikan masalah berbagai sektor di Indonesia salah satunya disebabkan masih kurangnya pemanfaatan bukti riset untuk pembuatan kebijakan, yang masih didominasi oleh tekanan politis.

Dari aspek nasional, Laksono Trisnantoro mencoba merefleksikan realita pelaksanaan kebijakan pembiayaan kesehatan melalui JKN, yang merupakan tahun kedua pelaksanaan JKN di tahun 2015. Tidak dipungkiri meski membawa banyak manfaat untuk membantu masalah pembiayaan kesehatan di Indonesia, namun pelaksanaannya masih memiliki banyak kekurangan. Mulai dari sisi monitoring pemanfaatan dana, kerancuan antar lembaga terkait, mutu pelayanan, pemerataan klaim JKN, hingga dampaknya terhadap peningkatan status kesehatan. Hubungan antara kebijakan pembiayaan kesehatan dengan kebijakan kesehatan lain juga disoroti oleh Laksono Trisnantoro, seperti hubungan dengan kebijakan pengembangan supply side, kebijakan peranan antar lembaga, kebijakan alokasi dan kebijakan promkes; yang masih kurang harmonis bila diamati. Berbagai kebijakan tersebut tentunya saling terkait satu sama lain, karena bila ada hubungan yang kurang harmonis maka akan mempengaruhi sektor yang lain. Fakta di tahun 2015, kebijakan pembiayaan kesehatan masih mendominasi dengan kurangnya balancing hubungan dengan kebijakan lain.

{jcomments on}