Analisis Situasi Indonesia, dengan Studi Kasus Tentang Perluasan Cakupan Menuju UHC.
Strategi dan Manfaat dari Mencakup Sektor Informal: Komitmen Politik dan Dimensi Teknis.

Sesi kali ini disampaikan oleh Usman Soemantri, Sekjen Kementrian Kesehatan: Opsi Kebijakan dan Strategi untuk Mencakup Sektor Informal. Kedua, Prastuti Soewondo dari Kantor Sekretariat Wakil Presiden dengan materi Hasil Evaluasi Cepat Sektor Informal Kabupaten Terpilih. Ketiga, Ferry-Dinkes Provinsi DKI dengan paparan Pengalaman Jaminan Kesehatan Sektor Informal. Panel ini dimoderatori oleh Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MSc, PhD dari Universitas Indonesia.

Prastuti Soewondo menyampaikan perlu adanya assesment - mengenai gambaran apa yang sudah berjalan. Pengumpulan data sekunder dan primer-masukkan dana bergerak. Jamkesda yang dibiayai APBD, dibagi antara kabupaten dan kota, ada dua provider dalam pelaksanaan BPJS, mulai dari layanan dari provider sendiri atau kolaborasi antara Askes dan provider. Manajemen yang terbaik atau tidak, ada data yang dobel atau tidak. Ada pula pemeriksaan tanpa analisa sehingga tidak ada pemeriksaan lebih lanjut, tidak ada informasi status pekerjaan. Badan amil Zakat untuk mendekatkan dengan warga (Padang). Kerjasama dengan local leaders saat BPJS 2014 dimulai. Dibutuhkan training manajemen-akunting-dibutuhkan. Pola membayar listrik-jadi bisa melalui institusi apapun untuk membayar. Maka, intermediary agent harus diperjelas.

Apa yang paling mungkin untuk mewujudkan mitra dalam pembiayaan ini? Pertama, agen komunitas lokal-kader kesehatan, bisa termasuk marketing-registrasi dan lain-lain. Kedua, PPOB. Ketiga, virtual. Keempat, e-money atau e-wallet. Kelima, pelibatan tenaga kesehatan misalnya bidan nakes atau pekerja di kantor kecamatan.

Ferry, Dinkes DKI. Waga DKI sekitar 9,57 juta warga, 4,7 juta nya menerima Kartu Jakarta Sehat (KJS) atau 50 persen dari jumlah warga. KJS terbagi menjadi dua, yaitu warga miskin dan rentan. Premi yang dibayar yaitu 23 ribu dibayar Pemda DKI atau sekitar 1,3 Trilyun per tahun. Penduduk miskin Jakarta yang terdata dalam BPS: 1,2 juta. Sektor informal: warga rentan yang penghasilannya tidak pasti. 3,2 juta pendaftar namun baru 2,9 juta yang kartu KJS-nya tercetak. Warga rentan yang mempunyai ciri khas sendiri, banyak warga yang kurang berminat atau belum tertarik pada KJS.

Jumlah kunjungan sejak ada KJS meningkat. Kunjungan pasien di RS naik sekarang sudah stabil. Kepesertaan tidak masalah, pelayanan-pembiayaan yang masih bermasalah. Warga rentan: penyakit kronis dan rawat inap. Utang, calo, tidak diijinkan pulang masalah yang sering ditemui dalam pelaksanaan KJS.

Masalah ini budaya atau pemahaman yang kurang?

Kebijakan yang memudahkan, pertama, status kepesertaan-nomor registrasi sudah masuk ke KJS. Kedua, pembiayaan di kelas III. Ketiga, memaksakan pada RS untuk melaksanakan skema INA CBGs. Solusi meliputi perbaikan pola rujukan berjenjang, perbaikan tarif, perbaikan kerjasama dengan penyedia faskes swasta, perbaikan sarana dan prasarana. Kedua, pelaksanaan KJS-memperbaiki fasilitas dan sistem pembiayaan yang dilakukan yang Layak.

Penanya: Prof. Charles Suryadi dari Universitas Atmajaya: pemulung memiliki pola paternalistik ada kelompok menengah ada yang bosnya ada pula yang termiskin.

Lalu, Prof. Rohr, kontribusi terbesar 10 ribu rupiah, Jamkesda-KJS 25 ribu rupiah, ekpektasinya akan seperti apa?

Kemudian, Odang Mochtar bertanya sembari mengkritisi melalui pertanyaan jika pola Purbalingga 120 ribu/tahun ditambah 10% penyelenggara dari Askes akankah secara nasional bisa bertahan? 86 juta PBI apakah mungkin 1/3 nya informal yang tergolong mampu? Miskin dekat miskin dihitung sebagai PBI. UU SJSN UU Kesehatan menggalang contibute risk.

Prof. Budi Sampurna menambahkan rekomendasi Prastuti bagaimana rekomendasi bisa diadaptasi? Kita lebih membutuhkan bukti yang lebih rasional. Pengalaman KJS yang akan terjadi juga di BPJS. BPJS di tahun 2014 akan booming. JKN produk superior-nanti bisa orang kehilangan kepercayaan jika dibuat murah. Simulasi uang yang cukup besar untuk manajemen resiko.

Usman: sektor informal-> skemanya akan ditanggung pemerintah. Lombok Barat-masalah sustainability menjadi tantangan terbesar meski bupati turun ke lapangan. Enam bulan tidak sakit, mereka tidak bayar. DJSN mereka melakukan evaluasi secara rutin terkait perekonomian juga. DJSN bagaimana kebutuhan fiskal, kebutuhan negara. Hal ini sebenarnya masalah komitmen. Bupati Purbalingga memiliki komitmen yang luar biasa, meski pendapatannya rendah. Mau tidak mau orang yang mampu akan membayar sendiri. Biaya kesehatan elastisitasnya luar biasa. Seberapa baik pelayanannya itu yang dikhawatirkan.

Prastuti menambahkan PBI mana yang cukup untuk membiayai? Individu, keluarga atau grup? Variabel income, jenis pekerjaan belum diklasifikasi formal/informal. Rumah tangga yang meng-klaim 5-7%. KJS jalan, 12 RS mundur Dinkes siap memberi alasan yang kuat. Setelah masuk banyak pasien yang mendaftar KJS. Ini masalah yang rumit. KJS : pelayanan-pola rujukan. RS Tarakan kelas III: 30% dan ini sangat membebani. Hal ini yang masih diperjuangkan oleh Pemprov DKI. RSUD penuh, KJS-berapa kami dibayar, bayar pakai INA CBGs. Lalu, pasien KJS banyak yang ditolak. Produk inferior atau normal-jika below market cost swasta tidak bisa ikut. KJS: program baru INA CBGs di Jakarta, selama ini tidak menjalankan Jamkesmas. Barang publik diatur pemerintah.