Sesi 3. 2c.

Pengembangan Inisiatif Millenium Acceleration Framework
di Provinsi Jawa Tengah

Pembicara I: Dr. Arum Atmawikarta, MPH
(Sekretaris Eksekutif MDG's Nasional BAPPENAS

32c2

Provinsi Jawa Tengah telah mengembangkan Inisiatif Millenium Acceleration Framework (MAF). MAF adalah kerangka metodologis yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah dan stakeholders berupa pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan bottleneck dalam upaya mencapai target MDGs dengan kategori off-track sekaligus solusinya. Tujuannya untuk Memberikan kontribusi untuk mengejar ketertinggalan pencapaian target MDGs dengan langsung menangani 'intervensi' utama secara efektif. Ada 4 langkah MAF yaitu: 1) Penentuan prioritas untuk melakukan intervensi secara spesifik, 2) Mengidentifikasi dan menyusun prioritas untuk mengatasi bottleneck secara efektif, 3) Menetukan solusi bersama multistakeholders dalam mengatasi bottlenecck, 4) Perencanaan dan pemantauan implementasi dari solusi yang ditentukan.

Metode MAF telah diimplementasikan di 15 negara di 3 benua. Di Indonesia penerapan pertama metode MAF dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah dengan pertimbangan daerah tersebut memiliki komitmen yang tinggi dan akan berdampak terhadap sasaran nasional. Dalam proses penyusunan MAF memerlukan kerja sama yang kuat antara berbagai stakeholders yang berasal dari Pemerintah, universitas, organisasi profesi, lembaga kemasyarakatan, media, mitra kerja internasional, swasta.

Tahapan penerapan MAF di Provinsi Jawa Tengah: 1) Penjajakan baik dipusat maupun didaerah untuk menyamakan persepsi tentang area MAF yang akan digarap (Komunikasi dengan kementrian kesehatan, komunikasi dengan Kementrian PPN/Bappenas, komunikasi dengan UN, 2) Pemilihan kandidat lokasi (komitmen Pemda tinggi dan akan berdampak terhadap sasaran secara nasional), 3) permintaan resmi dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah kepada UN, 4) mulai melakukan persiapan (Rapat koordinasi, menyusun agenda kerja, merekrut konsultan, menyusun TOR untuk pelaksanaan MAF, 5) berkunjung ke Provinsi Jawa Tengah (bertemu dengan Bappeda dan stakeholder lain menyampaikan gagasan MAF dan menyampaikan persepsi, stakeholder: Pemerintah, perguruan tinggi, Organisasi Profesi, Lembaga Swadaya Masyarakat.

Proses penyusunan MAF di Jawa Tengah dapat digunakan sebagai lesson learned untuk mempercepat pencapaian sasaran MDGs 5 atau MDGs kategori off track lainnya dengan berbagai penyesuaian sesuai dengan kondisi daerah.

Pengalaman Dinas Kesehatan Provinsi Papua dalam mendukung implementasi perencanaan berbasis bukti Sektor KIA di 7 Kabupaten di Provinsi Papua


 

Pembicara II: drg.Agnes Ang

32c1

Pada sesi ini dr. Agnes Ang selaku Kabid Bina Program dan Pengembangan Kesehatan Wilayah Dinkes Provinsi Papua berbagi pengalaman tentang Perencanaan Berbasis Bukti yang berlangsung di 7 Kabupaten di Papua. Perencanaan Berbasis Bukti (PBB) adalah inisiatif yang bertujuan untuk membuat perencanaan di level kabupaten/kota menjadi lebih sistematis dan menggunakan data kesehatan yang spesifik untuk daerah. Perencanaan Berbasis Bukti juga menggunakan bottleneck analysis framework dan mengedepankan penggunaan 66 intervensi yang berbasis bukti, atau yang telah terbukti efektif menurunkan angka kematian ibu dan anak. Melibatkan 3 kelompok yaitu masyarakat, keluarga hingga klinisi, selain itu dapat dijadikan sebagai bahan advokasi untuk pembiayaan dan bisa menggunakan strategi-strategi prioritas bagi daerah.

Tingginya AKI dan AKB di indonesia dan adanya kesempatan yang diberikan dalam era desentralisasi keleluasaan untuk merencanakan sesuai dengan kebutuhan daerah. mendorong Provinsi Papua untuk melakukan perencanaan dan penganggaran yang lebih tepat didaerah (bottom up) yang dipadu dengan top down. Namun ada berbagai tantangan Provinsi Papua dengan dengan luas Wilayah 316.553,1 dan jumlah penduduk 2.833.381 jiwa. Hampir separuh dari total penduduk papua berdomisili di wilayah pegunungan dan 60% penduduk Papua berdomisili daerah yang bertopografi sulit. Ada berbagai tantangan yang dihadapi seperti perencanaan yang tidak sistematis, kapasitas lokal yang terbatas, tidak digunakannya data lokal dalam perencanaan, SDM terbatas terutama untuk daerah pemekaran, apalagi di daerah yang terlibat konflik. Hampir separuh dari total penduduk papua berdomisili di wilayah pegunungan dan 60% penduduk Papua berdomisili daerah yang bertopografi sulit. Papua Kendalanya biaya tinggi, transportasi sulit bahkan ahanya ada 3 Provinsi yang bisa dilalui jalur darat, biaya transportasi tinggi

PBB di Papua telah berlangsung di 7 kabupaten dan telah menunjukkan adanya peningkatan anggaran untuk kesehatan ibu dan anak. Perencanaan berbasis bukti memiliki nilai tambah bagi Provinsi Papua 1) PBB menegaskan perlunya Intervensi efektif menjadi pedoman dalam program mengurangi kematian ibu dan anak, 2) PBB dapat memberikan gambaran kuantitatif untuk intervensi efektif dan bottlenecknya. Sebagian data dapat dipergunakan sebagai alat monitoring untuk UPK4, 3) PBB dapat memberikan gambaran besaran anggaran untuk meningkatkan intervensi efektif, 4) PBB dapat dipergunakan untuk memperbaiki alokasi sumber daya : mana yang prioritas untuk investasi. Kedepannya di diharapkan perencanaan dan penganggaran kesehatan di Kab/Kota dapat menggunakan pendekatan yang sistematis, PBB dikembangkan secara open-system dalam proses perencanaan dan penganggaran di daerah, Perencanaan menggunakan PBB hanya dapat berjalan apabila ada pendamping (tim fasilitator). Selain itu perlu mengembangkan sejumlah fasilitator/ technical assistance (TA), melembagakan kegiatan fasilitator dengan dana yang tersedia setiap tahun (misal dengan dana dekonsentrasi), dana ini akan komplemen dengan anggaran Perencanaan Mikro PKM dari BOK.

Ditulis oleh: Armiatin