Aspek- Aspek Pengawasan Pelaksanaan Kebijakan BPJS 2014


Konsep Pengawasan BPJS oleh OJK

Nurhasanah, Ak., AAAIK, M.Acc & Fin.

Penerapan SJSN yang akan dijalani oleh BPJS pada tahun 2014 perlu diawasi oleh suatu lembaga yang independen, mengingat banyak aliran dan alokasi dana yang akan terjadi di dalamnya. UU SJSN tidak secara spesifik siapa yang akan melakukan pengawasan. Barulah pada UU BPJS dijelaskan bahwa pengawas independen eksternal dilakukan oleh DJSN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). DJSN akan memonitor dan mengawasi jalannya program. Belum ada pembagian resmi tentang tugas DJSN dan OJK. Pengawas internal terdiri dari dewan pengawas BPJS yang bekerja seperti komisaris.

Tugas dari BPJS sendiri terdiri dari lima aspek, dimana hanya terdapat satu aspek kesehatan dan empat aspek lainnya merupakan bidang tenaga kerja. Pengelolaan dana pada bidang kesehatan lebih pada mobilitas dan likuiditas dana, dimana terjadi pemutaran dana yang cepat dibanding bidang tenaga kerja.

Berdasarkan UU no. 21 tahun 2011, fungsi OJK adalah menyelenggarakan system pengaturan dan pengawasan terhadap sektor perbankan, pasar modal, asuransi, dana pension, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya (termasuk di dalamnya pengawasan pada BPJS bidang kesehatan).

Struktur OJK sendiri terdiri dari sembilan dewan komisioner, dimana tiga diantaranya mengepalai sektor tertentu dalam jasa keuangan, salah satunya kepala eksekutif pengawas industri keuangan non-bank yang mengawasi BPJS, atau lebih tepatnya Deputi Komisioner Pengawas IKNB II. Tanggung jawab seluruh dewan tersebut adalah kolektif kolegial yang masing- masing akan melakukan koordinasi.

Model pengawasan OJK adalah yang berbasis risiko dari compliant based, dimana apa yang ada di peraturan dengan yang terjadi sebenarnya selalu dinilai sama. Pengawasan dilakukan pada hal- hal yang berisiko. Pengawasan ini juga lebih bertujuan untuk mencari solusi dibandingkan mencari pelanggaran. Pengawasan akan dibagi- bagi menjadi beberapa aspek dari penerimaan iuran, pembayaran premi, dan lain- lain. Tindak lanjut yang dilakukan OJK setelah pengawasan adalah pemberian rekomendasi atau masukan, tidak hanya untuk BPJS, namun juga kepada DJSN dan pemerintah.

Di masa mendatang, diperlukan aturan yang jelas pembagian tugas antara DJSN dan OJK. Ruang lingkup tentang pengawasan OJK juga perlu diperjelas, dimana di UU belum dijelaskan secara rinci.

 

Dr. Tono Rustianto, MM

Perubahan PT. ASKES dari sebuah BUMN yang mencari keuntungan menjadi sebuah institusi negara nirlaba dan mengurus jaminan kesehatan seluruh rakyat Indonesia merupakan perubahan yang sangat besar dan signifikan. Dana yang diterima oleh BPJS didapat dari iuran sebagai jaminan sosial dan dana operasional. BPJS harus melakukan perluasan cakupan jaminan.

Pengawas dibutuhkan dalam memantau aliran dana tersebut. Sebagai contoh OJK dibutuhkan untuk mencari keseimbangan antara iuran, manfaat, dan tarif dimana ketiga hal ini penting dalam keberlangsungan program. Menurut UU, pemerintah memiliki tanggung jawab apabila risiko penyakit tidak dapat ditutup oleh dana sosial BPJS. Peraturan yang mencakup system pengawasan tidak menjelaskan konsekuensi apabila BPJS melakukan suatu pelanggaran. Hal ini perlu dibenahi sebagai bentuk konsekuensi atau hukuman.

Keberlangsungan program pendanaan kesehatan sangat penting. Komunikasi dengan penyedia layanan perlu dilakukan dengan intens. Sayangnya, masih banyak klinisi yang masih berpikir tentang profit melalui fee for service. Penyusunan peraturan yang masih dalam pembahasan sekarang kurang mendapat masukan dari dunia akademik. Penentu kebijakan sangat membutuhkan opini dan pandangan lain dalam menentukan peraturan cara kerja BPJS. Pengaduan dari masyarakat seiring berjalannya BPJS sangat penting agar semua stakeholder memiliki peran dalam pengawasan jaminan kesehatan masyarakat ini. BPJS adalah milik negara dan peranan dari setiap kelompok menjadi krusial.

Oleh Wega Wisesa Setiabudi