JKN Menyediakan Obat-obatan Berkualitas
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terbukti menyediakan obat-obatan berkualitas dalam melayani masyarakat Indonesia. Tak mengabaikan hal tersebut, JKN berarti tak merugikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
"Kalau pasien dikasih obat yang tidak berkualitas kan, jadi lama sembuhrtinya lama juga dirawat di rumah sakit. Berarti BPJS Kesehatan harus mengeluarkan dana lebih. Lama-lama keuangan menipis, bisa rugi BPJS. Ini bukan masalah nama baik BPJS yang jadi taruhan, tetapi lebih kepada kerugian yang ditanggung," ujar Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dokter Zaenal Abidin di Jakarta, Selasa (08/04/2014).
Menurut dokter Zaenal, JKN saat ini dan seterusnya sangat membutuhkan obat-obat inovatif yang murah dan berkualitas. Untuk itu, JKN berharap industri farmasi multinasional bisa mengakomodirnya.
"Ini bukan membeda-bedakan atau adanya diskriminasi. Kalau harga obat dari masing-masing industri farmasi sama mungkin tidak masalah. Ini kan, harganya beda-beda. Kami belum melihat ada perlakuan diskriminasi pemerintah terhadap perusahaan farmasi multinasional," jelas Zaenal.
Ia menambahkan bahwa sebelumnya pasien menerima obat apa, tetapi sekarang harus berdasarkan diagnosa.
"Dulu, pasien bisa minta diresepkan obat untuk keluarganya yang lain, sekarang tidak lagi. Dulu, pasien boleh minta obat antibiotik, sekarang harus berdasarkan resep dokter. Dulu, sakit sedikit dikasih obat, sekarang dilihat diagnosanya, kalau sakitnya ringan-ringan ya dikasih vitamin saja," terang Zaenal.
"Tindakan tersebut untuk menjaga ketersediaan obat, yang tentunya juga menguntungkan si pasien agar tidak disusupi obat-obat yang tidak diperlukan tubuh," kata Zaenal.
"PB IDI meminta Kementerian Kesehatan memperbaiki peraturan terkait tarif INA-CBGs," imbuh Zaenal.
Sedangkan, Executive Director IPMG Parulian Simanjuntak menyatakan melalui sistim e-katalog, peran harga sangat menentukan, sehingga bahkan memungkinkan pemerintah menomorduakan kualitas.
"Seyogyanya semua industri farmasi naik nasional maupun multinasional boleh turut serta dalam e-katalog melalui skrining harga dan kualitas. Dengan adanya kompetisi sehat dimana semua industri farmasi diperkenankan turut serta, pasien BPJS-K akan lebih terjamin dalam mendapatkan obat berkualitas dalam jumlah yang cukup yang dibutuhkannya. BPJS-K juga tetap dapat mengontrol biaya kesehatan yang dikeluarkannya," papar Parulian.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal juga mengimbau JKN kembali menggunakan tarif lama: Fee for Services. "Sistem INA-CBGs (Indonesia Case Based Groups) justru jadi penghambat berjalannya JKN sesuai UU BPJS dan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), tegas Said.
Hal tersebut terungkap setelah Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menegaskan tidak akan mengembalikan sistem tarif menjadi Fee for Services lagi. Baginya, sistem INA-CBGs melihat semuanya dalam satu bagian. Hal tersebut, baginya justru mendorong efisiensi rumah sakit dan tidak mengada-ada.
"INA-CBGs bukanlah barang baru. Sistem ini sudah ada sejak tahun 2010," kata Nafsiah.
"Contoh RS Annisa Tangerang, mereka sudah melakukan persiapan menghadapi JKN dengan menggunakan tarif INA-CBGs. Mereka bisa surplus 19 persen untuk rawat jalan dan 32 persen untuk rawat inap. Ini namanya efisiensi," terang Nafsiah. [aji]
sumber: gayahidup.inilah.com