Masyarakat Praktisi Rencana Induk Bidang Kesehatan

  Deskripsi

Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 Pasal 409 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023, pendanaan kesehatan dialokasikan sesuai program kesehatan nasional dan kebutuhan kesehatan daerah dengan memperhatikan penganggaran berbasis kinerja yang perlu dituangkan dalam rencana induk bidang kesehatan. Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) merupakan dokumen perencanaan dan penganggaran bidang Kesehatan yang bersifat adaptif terhadap transformasi kebijakan yang disusun berdasarkan kebutuhan pembangunan Kesehatan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Rencana Induk Bidang Kesehatan ini mempunyai tujuan untuk menjadi alat dalam upaya melakukan harmonisasi target Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta pemangku kepentingan lainnya dan harmonisasi perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja bidang Kesehatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta pemangku kepentingan lainnya. Rencana Induk Kesehatan berperan strategis untuk menggantikan kebijakan mandatory spending.

  Tujuan

  1. Mengkaji Pasal-Pasal dalam UU Kesehatan yang mengatur mengenai Rencana Induk Kesehatan (RIK)
  2. Mengusulkan rekomendasi praktis dan kebijakan di tingkat pemerintah pusat pemda, dan pemangku kepentingan liannya (sektor lain) untuk aturan turunan UU Kesehatan.
  3. Melakukan kegiatan pelatihan dan pendampingan bagi daerah untuk menjalankan RIK di propinsi dan kabupaten-kota
  4. Melakukan monitoring pelaksanaan kebijakan RIK dengan menggunakan pendekatan riset implementasi.

  Bentuk kegiatan:

  1. Pengkajian Pasal Undang-undang yang terkait dengan RIBK (diskusi paper UU Kesehatan)
  2. Diskusi program kesehatan yang dibutuhkan menyelesaikan masalah kesehatan di lapangan
  3. Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan melalui dokumen perencanaan dan penganggaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Rentra, Renja, DPA)
  4. Webinar series penguatan perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja untuk mendukung RIBK sesuai dengan perintah Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan
  5. Melakukan Training ke perencana daerah.
  6. Melakukan penelitian-penelitian

  Anggota yang diharapkan:

  1. Kementerian Kesehatan
  2. Kementerian / Lebaga terkait kesehatan
  3. Kepala dinas kesehatan
  4. Kepala dinas terkait kesehatan
  5. Kepala puskesmas
  6. Koordinator program kesehatan di dinas dan puskesmas
  7. Asosiasi profesi kesehatan masyarakat dan yang terkait
  8. Kepala daerah
  9. Kepala desa dan perangkat desa urusan kesehatan dan sosial
  10. Aktivis LSM Kesehatan
  11. Perusahaan swasta di unit tanggungjawab sosial lingkungan perusahaan swasta (CSR)
  12. Peneliti dan akademisi
  13. Donor Agencies

 

Bagi yang berminat silahkan mendaftar menjadi anggota masyarakat praktisi pada link berikut

Pendaftaran

 

 

 

 

 

 

 

Masyarakat Praktisi Bencana Kesehatan Dalam Undang-Undang Kesehatan No.17 Tahun 2023

  Deskripsi

Tinggal di wilayah Indonesia, semua unsur dari masyarakat, swasta, hingga pemerintah diharuskan siap dan tanggap menghadapi situasi bencana. Baik bencana alam maupun bencana non alam seperti wabah penyakit menular dapat mengancam sistem kesehatan, fasilitas kesehatan dan masyarakat kita kapan saja. Oleh karena itu, urusan kebencanaan telah diatur dalam peraturan tertinggi yakni undang-undang hingga peraturan turunannya, sampai ke peraturan di tingkat sub nasional.

Sektor kesehatan, tidak luput dalam upaya kesiapsiagaan dan tanggap bencana ini. Sektor kesehatan telah mengatur manajemen bencana dalam Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 hingga digantikan oleh Undang-Undang Kesehatan No.17 Tahun 2023 baru-baru ini. Terdapat lebih dari 40 kata bencana disebutkan dalam keseluruhan bab dan pasal di UU Kesehatan No.17 tahun 2023. Istilah bencana kesehatan menjadi sebutan dalam undang-undang kesehatan terbaru ini.

Divisi Manajemen Bencana Kesehatan, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM bekerjasama dengan Pokja Bencana FK-KMK UGM sejak pasca bencana Tsunami Aceh tahun 2004 berfokus pada upaya pengkajian manajemen bencana kesehatan di Indonesia, termasuk melakukan berbagai kegiatan pelatihan dan advokasi manajemen bencana kesehatan. Tim ini juga turut terlibat dalam upaya penanganan baik ditanggap darurat maupun pada masa transisi hingga pemulihan bagi daerah terdampak di Indonesia. Tim ini juga turut mengikuti dan berpartisipasi pada proses perumusan Undang-Undang Kesehatan, khususnya pada hal-hal terkait bencana dan krisis kesehatan.

Berdasarkan hal tersebut, tim ini mengajak rekan sekalian baik dari pemerhati manajemen bencana kesehatan maupun pemerhati kebijakan dan pemerhati kegiatan kemanusiaan untuk berdiskusi. Diskusi ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk peraturan turunan dari undang-undang kesehatan bagi kepentingan masyarakat yang terdampak akibat bencana khususnya di sektor kesehatan kedepannya.

  Tujuan

  1. Mendiskusikan perubahan-perubahan yang terjadi pada bidang bencana kesehatan yang terdapat di Undang-Undang Kesehatan
  2. Memberikan usulan untuk peraturan turunan dari Undang-Undang Kesehatan terkait urusan bencana kesehatan

Diskusi / Webinar Terkait

Urusan Bencana Kesehatan dalam Undang-Undang Kesehatan No.17 Th 2023

Narasumber Madelina Ariani, MPH (Peneliti dari PKMK FK-KMK UGM)

selengkapnya

 

 

Pengelola:

  1. Madelina Ariani, MPH
  2. Ns. Maryami Yuliana Kosim, S.Kep., M.Kep., Ph.D
  3. dr. Alif Indira Larasati 

 

Klik lebih lanjut:

  • Jadwal dan topik pembahasan bencana kesehatan
  • Bahan bacaan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Masyarakat Praktisi Kebijakan Pendidikan Dokter Spesialis

  Deskripsi

Ditetapkannya Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2023 Kesehatan turut mereformasi proses pendidikan profesi dokter spesialis (PPDS) diIndonesia. UU tersebut memberikan ruang bagi keberadaan dua model pendidikan dokter spesialis, yaitu pendidikan dokter spesialis oleh Perguruan Tinggi (university-administered) dan pendidikan dokter spesialis oleh Rumah Sakit Penyelenggara Pendidikan (college-administered). Perkembangan pendidikan dokter spesialis dari satu menjadi dua model tersebut perlu untuk dilihat dalam dua cara pandang:

  1. Cara pandang retrospektif: Bagaimana sebenarnya implementasi kebijakan pendidikan profesi dokter spesialis sebelum UU 17/2023, sehingga mendorong Pemerintah Pusat (melalui Kementerian Kesehatan) memutuskan untuk menambah pendidikan PPDS oleh Rumah Sakit Penyelenggara Pendidikan dalam pemenuhan dokter spesialis?
  2. Cara pandang prospektif: Bagaimana agar implementasi kedua model tersebut dapat menghasilkan dokter spesialis dengan kualitas yang sama baiknya dan mampu memenuhi kebutuhan dokter spesialis di seluruh pelosok Indonesia?

Masyarakat Praktisi Kebijakan Pendidikan Dokter Spesialis ini dibentuk sebagai sarana yang secara komprehensif memahami, mendiskusikan, dan mengusulkan berbagai kebijakan terkait pendidikan dokter spesialis dari beragam perspektif stakeholders. Masyarakat Praktisi ini dilaksanakan dengan mengedepankan analisis IPO (input-process-output) dalam mengkaji suatu fenomena yang terjadi pada pendidikan dokter spesialis. Sehingga, rekomendasi yang dihasilkan oleh Masyarakat Praktisi ini harapannya dapat akurat (sesuai dengan konteks terkini), operasional, solutif, dan dapat diterima oleh seluruh stakeholders terkait.

  Tujuan

  1. Menyediakan forum diskusi yang sistematis dan komprehensif dalam menggambarkan pendidikan dokter spesialis di Indonesia pra- dan paska-terbitnya UU 17/2023;
  2. Menyediakan rekomendasi (baik verbal, visual, dan tertulis) dalam mengimplementasikan pendidikan dokter spesialis berdasarkan UU 17/2023.

Kebijakan Residen Sebagai Tenaga Kerja

Diskusi ke-11 UU Kesehatan
Undang-Undang Kesehatan dan Kontrak Perorangan antara Residen dengan RS

Diskusi dibuka oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. (Konsultan PKMK FK-KMK UGM) dilanjutkan dengan Pembicara utama oleh Letnan Kolonel Ckm dr. Khairan Irmansyah, Sp. THT-KL., M.Kes yang dimoderatori oleh dr. Diaz Novera, BMedSc(Hons), MPH

selengkapnya

 

Kebijakan Sistem Kesehatan Akademik

*Dalam Pengembangan

Kebijakan Insentif Residen

*Dalam Pengembangan

 

  Bentuk kegiatan:

Kegiatan yang diselenggarakan Masyarakat Praktisi Kebijakan Pendidikan Dokter Spesialis dikategorikan berbasis pada subjek. Terdapat tiga subjek utama dalam Masyarakat Praktisi ini, yaitu: (1) Residen, (2) Tenaga pengajar, dan (3) Wahana Pendidikan. Kajian dan diskusi pada masing-masing subyek akan dirinci secara runtut dan mendalam, serta dibahas secara multi-perspektif (akademisi, praktisi, payer, dan regulator).

Beberapa isu yang diusulkan sebagai topik pembahasan Masyarakat Praktisi ini tertuang pada tabel di bawah ini:

Subyek Input Process Output
Residen
  • Mekanisme seleksi
  • Status
  • Kontrak
  • Hak dan kewajiban
  • Pendidikan bermartabat (anti-perundungan)
  • Insentif
  • Distribusi residen dan lulusan baru di DTPK/daerah yang membutuhkan
  • Retensi lulusan baru di DTPK

Tenaga Pengajar

(Dosen/instruktur di RS/Wahana Pendidikan)

  • Peningkatan jumlah dosen/instruktur
  • Persyaratan rekrutmen dosen/instruktur
  • Status kepegawaian
  • Insentif bagi dosen/instruktur
  • Penjaminan mutu
  • Resource sharing
  • Pelatihan dan pengembangan
RS/Wahana Pendidikan
  • Peningkatan jumlah RS/Wahana Pendidikan
  • Persyaratan dan standar:
    • rumah sakit pendidikan
    • Puskesmas sebagai wahana pendidikan
    • Rumah Sakit Penyelenggara Pendidikan
  • Unit Cost
  • Skema pembiayaan khusus dari BPJS Kesehatan bagi RS/Wahana Pendidikan
  • Penjaminan mutu
  • Pengembangan jejaring RS/Wahana Pendidikan

Bentuk kegiatan yang diselenggarakan dalam Masyarakat Praktisi ini diantaranya:

  1. Literature review (termasuk di dalamnya adalah review artikel ilmiah, regulasi maupun standar);
  2. Sharing best practices yang telah diupayakan dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan dokter spesialis;
  3. Webinar series dan focus group discussion dalam mengkaji dan mengembangkan rekomendasi terhadap berbagai topik yang teridentifikasi, dengan melibatkan lintas stakeholders;
  4. Seminar Nasional untuk diseminasi hasil diskusi Masyarakat Praktisi Kebijakan Pendidikan Dokter Spesialis.

  Anggota yang diharapkan:

  1. Perangkat Daerah (Pimpinan Daerah, Pengelola Bidang Perencanaan, Pengelola Bidang Kesehatan, Pengelola Bidang Kepegawaian, Inspektorat)
  2. Unsur Kementerian (Kemendikbudristek, Kemenkes, Kemendagri, KemenPAN-RB)
  3. BPJS Kesehatan
  4. Pengelola Perguruan Tinggi
  5. Kolegium
  6. Asosiasi Profesi terkait
  7. Pengelola rumah sakit/wahana pendidikan
  8. Pengelola fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas, Klinik Pratama, Klinik Utama, RS)
  9. Ahli Pendidikan Kedokteran
  10. Ahli Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
  11. Peneliti
  12. Filantropis
  13. Masyarakat yang tertarik dengan isu kebijakan pendidikan dokter spesialis

 

Bagi yang berminat silahkan mendaftar menjadi anggota masyarakat praktisi Kebijakan Pendidikan Dokter Spesialis

Pendaftaran 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pelatihan Internal Para Peneliti-Konsultan PKMK FK-KMK UGM UU Kesehatan dan Penyusunan Penulisan Aturan Turunan

Pelatihan Internal untuk Para Peneliti-Konsultan PKMK FK-KMK UGM
UU Kesehatan dan Penyusunan Penulisan Aturan Turunan

Tahap 1: tanggal 8 Agustus 2023 – 26 Agustus 2023
tahap 2: tanggal 28 Agustus 2023 – 8 Oktober 2023

 

PENDAHULUAN

 Pendahuluan

Undang-Undang Kesehatan yang dibentuk berdasarkan metode Omnibus Law baru saja disahkan pada tanggal 11 Juli 2023 lalu, dan saat ini telah mendapatkan penomoran sehingga penyebutannya adalah Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Dengan menggunakan pendekatan OBL. Ada berbagai UU yang kini dicabut dengan adanya Undang-Undang No, 17 Tahun 2023, seperti:

  1. UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
  2. UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
  3. UU No. 36 Tahun 2009 Kesehatan
  4. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
  5. UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran
  6. UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa
  7. UU No. 36 Tahun 2014 tentang Keperawatan
  8. UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
  9. UU No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan

Karakteristik peraturan yang dibentuk berdasarkan metode ini adalah memiliki banyak muatan, sesuai dengan namanya Omnibus yang berarti satu bus yang memiliki banyak muatan (Calage dalam Christiawan, 2021). Berdasarkan isinya yang bermacam-macam maka umum disebut sebagai aturan payung untuk merujuk pada perubahan-perubahan yang terjadi pada peraturan yang kekuatan hukumnya di bawah Undang-Undang, seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Kementerian dan peraturan lain sesuai dengan hirarki yang terdapat di Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Metode ini lazim dilaksanakan pada negara yang memiliki sistem hukum common law, yang mana sempat menimbulkan reaksi publik yang cukup kuat terutama pada proses pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja pada tahun 2019. Kemudian terdapat cacat formil di dalamnya karena unsur partisipasi masyarakat yang minim. Oleh karena itu pada saat Undang-Undang Kesehatan disusun dengan metode OBL, kesempatan partisipasi publik dibuka lebih banyak dibanding Undang-Undang Cipta Kerja. Jejak partisipasi masyarakat dapat ditelusuri dari rekaman-rekaman rapat dengar pendapat dan sosialisasi yang diumumkan melalui bantuan teknologi sehingga bisa diakses kapan saja.

Reformasi Kesehatan

Isu penting dalam UU Kesehatan ini adalah mengenai fungsi sebagai landasan hukum untuk reformasi Kesehatan. Reformasi kesehatan secara luas didefinisikan sebagai sebuah perubahan berkelanjutan dan terarah untuk meningkatkan efisiensi, pemerataan, dan efektivitas sektor kesehatan. Ditinjau dari metafora klasik mengenai Health System Control Knobs, reformasi kesehatan yang sejati terjadi jika lebih dari satu knobs dikelola secara bersamaan melalui siklus reformasi (Roberts et al. 2004). Gambar di bawah ini menunjukkan metafora reformasi.

knobMetafora ini menyatakan bahwa system Kesehatan dapat direformasi dengan mengubah berbagai tombol secara bersaman Tidak hanya 1 tombol tapi diharapkan semua tombol. Dengan merubah semua tombol tersebut diharapkan ada peningkatan status Kesehatan masyrakat, peningkatan kepuasan, dan melindung risiko terhadap penyakit katastropik.

Di Indonesia, belum pernah ada Reformasi Kesehatan secara menyeluruh sebelum pandemi Covid-19. Berbagai UU terkait kesehatan (sekitar 10) disusun dalam kerangka waktu lebih dari 15 tahun. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi tumpang-tindih dan ketidak sinkronan kebijakan di sector Kesehatan. Sebagai catatan 2 UU terkait Kesehatan tidak masuk dalam OBL ini yaitu UU mengenai SJSN di tahun 2004, dan UU mengenai BPJS di tahun 2011.

Pada tahun 2019 sebelum terjadi Covid19 pernah ada wacana untuk melakukan Reformasi Kesehatan, namun tidak sampai dalam tahap merubah seluruh berbagai UU dengan metode OBL. Ketika terjadi Covid19, dirasakan bahwa memang diperlukan perubahan menyeluruh. Dengan pengalaman Covid-19, Transformasi Sistem Kesehatan dicanangkan sebagai langkah awal percepatan Reformasi Sistem Kesehatan di Indonesia. Gambar di bawah ini menunjukkan komitmen Kementerian Kesehatan dalam Transformasi Kesehatan.

Metafora yang digunakan dalam Transformasi Kesehatan berbeda dengan yang ada di reformasi Kesehatan. Akan tetapi prinsipnya sama dimana harus ada outcome yang terukur untuk sebuah transformasi. Dalam metafora rumah ini , di atas ada tujuan yang mewujudkan visi Presin Jokowo agar terjadi masyarakat yang sehat, produktif, mandiri, dan berkeadilan. Untuk mewudjudkannya terdapat 6 pilar tranformasi. Undang-Undang Kesehatan dirancang sebagai dasar hukum dari Transformasi Sistem Kesehatan yang terdiri dari 20 Bab dimana setiap bab dan pasalnya saling terkait sesuai dengan prinsip reformasi. Sebagai contoh, dengan masuk ke UU No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, kesehatan jiwa diharapkan dapat dikelola dengan lebih baik termasuk dalam hal pendanaan, SDM Kesehatan, teknologi, obat-obatan, dan berbagai pendukung lainnya yang tercantum dalam UU Omnibus Law (OBL) Kesehatan. Dengan demikian ada harapan dapat dikembangkan Kesehatan jiwa yang bertransformasi. Harapan ini bergantung pada kualitas penulisan regulasi turunan UU Kesehatan yang diharapkan dapat lebih aplikatif dan dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat khususnya kesehatan jiwa.

Pasca Pengundangan

Setelah diundangkan dan kini memiliki kekuatan hukum, partisipasi masyarakat untuk mengawal Undang-Undang Kesehatan tidak berhenti begitu saja karena masih terdapat peraturan-peraturan turunan yang harus diselesaikan oleh Pemerintah. Tanpa ada aturan pelaksanaan yang baik, pelaksanaan UU OBL ini dapat gagal.
Oleh karena itu, peneliti di PKMK UGM perlu menguasai cara untuk memahami perubahan-perubahan yang terjadi dengan analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan. Analisis peraturan perundang-undangan dibutuhkan untuk melihat lebih dalam konten-konten yang terdapat di perundang-undangan. Masalah yang umumnya timbul dalam peraturan perundang-undangan antara lain adalah, tidak mampunya perundang-undangan berfungsi secara efektif sehingga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap keandalan perundang-undangan menurun, tatanan hukum yang tidak berjalan dengan baik, daya guna peraturan perundang-undangan rendah dan kurang memberi kepastian hukum.

 

 

LAMPIRAN

A. Materi Dasar

1. Pedoman Analisis dan Evaluasi (ANEV)

Materi yang perlu diketahui oleh pelaku analisis dan evaluasi perundang-undangan akan diambilkan dari Pedoman Analisis dan Evaluasi (ANEV) yang telah dibuat oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) (Kemenkumham BPHN, 2019). Pada materi ANEV tersebut memuat setidaknya langkah-langkah yang perlu dilaksanakan untuk mendapatkan hasil ANEV yang baik:

1. Inventarisasi bahan

Bahan yang dimaksud antara lain adalah peraturan perundang-undangan yang akan dilakukan analisisi dan evaluasi, terutama yang berkaitan dengan isu yang akan diangkat. Ketentuan peraturan yang akan diinventaris tidak terikat pada Undang-Undang saja, tetapi juga bisa peraturan-peraturan turunannya. Kemudian, juga terdapat data pendukung seperti:

  1. Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai hasil pengujian Undang-Undang
  2. Putusan Mahkamah Agung mengenai hasil pengujian peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang
  3. perjanjian Internasional yang terkait
  4. Hasil penelitian hukum dan/atau non hukum
  5. Hasil kajian hukum dan/atau nonhukum
  6. Kebijakan Pemerintah
  7. Masukan masyarakat yang antara lain berasal dari hasil seminar, lokakarya, focus group discussion, diskusi publik, serta media massa baik cetak atau elektronik

2. Analisis

Proses analisis jika merujuk pada metode yang digunakan BPHN terdapat 6 Dimensi. Dimensi ini digunakan sebagai variabel penilaian, yang terdiri dari:

  1. Dimensi Pancasila, variabel Pancasila digunakan untuk menilai sejauh mana sebuah peraturan perundang-undangan menginternalisasi nilai-nilai Pancasila.
  2. Dimensi Ketepatan Jenis Peraturan Perundang-Undangan, berarti variabel yang melihat pada jenis dan hierarki. Perjenjangan berdasarkan hierarki perlu dicermati supaya tidak ada yang bertentangan dengan peraturan yang lain, berdasarkan asas hukum bahwa peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi
  3. Dimensi Potensi Disharmoni Pengaturan
  4. Dimensi Kejelasan Rumusan
  5. Kesesuaian Norma dengan Asas Materi Muatan
  6. Dimensi Efektivitas Pelaksanaan Peraturan Perundang-Undangan

 

2. Pasal-Pasal dalam Undang-Undang no 17 2023 tentang Kesehatan. klik pada link berikut
3. OBL dan Reformasi Kesehatan

 

 

Bab V. Upaya Kesehatan - Bagian Kedelapan Gizi

 

  Silahkan diskusikan pada kolom komentar dibawah

Bab V. Upaya Kesehatan - Bagian Kesembilan Kesehatan Gigi dan Mulut

 

  Silahkan diskusikan pada kolom komentar dibawah

Bab V. Upaya Kesehatan - Bagian Kesepuluh Kesehatan Penglihatan dan Pendengaran

 

  Silahkan diskusikan pada kolom komentar dibawah

Bab V. Upaya Kesehatan - Bagian Kesebelas Kesehatan Jiwa

 

  Silahkan diskusikan pada kolom komentar dibawah