IDI Ajukan Judicial Review UU No 36/2014

9jul15Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang (UU) No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

Sebab UU tersebut telah memuat pasal-pasal "siluman" yang memporakporandakan profesi dokter.

"Organisasi profesi dirugikan karena kewenangan organisasi profesi dalam me­rumuskan standar profesi dokter menjadi domain dan kewenangan pemerintah. Semua diatur pemerintah. Ini berbahaya," kata Ketua Umum PB IDI, Zaenal Abidin kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (7/7) petang.

Hadir dalam kesempatan itu, Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Bambang Suprihatno dan Ketua Umum PDGI, Frischa Hanum serta perwakilan dari organisasi kedokteran lainnya.

Zaenal menuturkan, pihaknya pernah ikut pembahasan dalam RUU No 36/2014 pada sekitar awal 2012. Dalam kesempatan itu ditegaskan agar tenaga medis tidak masuk dalam bahasan RUU tentang tenaga kesehatan tersebut.

"Pada 2013, pembahasan RUU No 36/2014 ini sempat vakum. Tiba-tiba pada Oktober 2014, telah disahkan UU No 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan yang isinya justru tenaga medis di dalamnya. Dan isinya jelas-jelas mencampuradukan profesi dokter dengan tenaga kesehatan," ucapnya.

Padahal, lanjut Zaenal Abidin, tenaga medis yang terdiri dari dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis su­dah diatur dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

"Lembaga indenpenden Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) terkena imbasnya. Dengan adanya UU No 36/­2014, lembaga tersebut secara hukum dibubarkan. Padahal KKI merupakan lembaga penegakan disiplin dan kompetensi dokter," ujarnya.

Ditambahkan, UU Tenaga Kesehatan juga mengandung banyak kerancuan. Karena pengaturan semua tenaga kesehatan disatukan, sehingga potensi bertentangan dengan UU yang ada, seperti UU Kesehatan dan UU Praktik Kedokteran.

"Padahal, kewenangan tenaga medis, paramedis, atau tenaga kesehatan itu berbeda. Jika digabung, menimbulkan kerancuan," katanya.

UU Tenaga Kesehatan mengelompokkan tenaga kesehatan dalam 13 jenis, termasuk tenaga medis. Tenaga kesehatan lain di antaranya tenaga psikologi klinis, keperawatan, kebidanan, kefarmasian, kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, dan gizi.

Selain itu ada tenaga keterapian fisik, keteknisian medis, teknik biomedika, kesehatan tradisional, dan tenaga kesehatan lain.

"Melalui UU ini pengobat tradisional (battra) menjadi sejajar dengan dokter. Begitupun tukang gigi dan praktik dokter gigi. Itu jelas merugikan masyarakat penerima layanan kesehatan," katanya. (TW)

{jcomments on}

Anggaran Kesehatan Naik

Kenaikan anggaran fungsi kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 akan difokuskan pada penguatan fasilitas kesehatan primer dan pemberdayaan masyarakat. Titik beratnya pada program promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.

Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Untung Suseno, Sabtu (4/7), di Jakarta. Dalam APBN 2016, anggaran fungsi kesehatan mengalami kenaikan menjadi 5,05 persen dalam APBN 2016. Selain ada di Kementerian Kesehatan, anggaran kesehatan itu tersebar di kementerian dan lembaga lain termasuk dalam Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). "Kami tak memperkirakan bakal mendapat anggaran 5 persen," ujarnya.

Pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan tahun 2016 dalam APBN adalah Rp 109 triliun (5,05 persen dari APBN) atau naik daripada tahun 2015 yang Rp 75 triliun (3,45 persen dari APBN). Itu termasuk iuran penerima bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sementara anggaran Kementerian Kesehatan tahun 2016 Rp 74,8 triliun (3,7 persen APBN).

Pemberdayaan warga

Dengan mempertimbangkan pola penyakit dan penerapan JKN, Kementerian Kesehatan akan memakai anggaran itu untuk memperkuat puskesmas sebagai fasilitas kesehatan primer dan pemberdayaan warga. Program promosi kesehatan dan pencegahan penyakit dengan pendekatan keluarga juga akan digalakkan. Harapannya, puskesmas jadi penjaga gawang beragam penyakit yang tak perlu dirujuk.

"Kalau mengalokasikan anggaran besar hanya untuk rumah sakit, batasnya langit. Berapa pun diberi akan habis. Setelah diperkuat, anggaran bagi puskesmas akan sama dengan anggaran untuk RS," kata Untung.

Petugas di puskesmas nantinya tak lagi menanti warga datang, tetapi aktif menjangkau masyarakat dengan pendekatan keluarga. Jika promosi kesehatan dan pencegahan penyakit berjalan bagus, biaya kesehatan JKN bisa turun.

Penguatan puskesmas itu antara lain dengan menambah sarana dan prasarana puskesmas, menambah dana bantuan operasional kesehatan (BOK) dua kali lipat, dan menambah kekurangan tenaga kesehatan. Jika puskesmas tak sanggup mengerjakan program promosi kesehatan, dengan anggaran cukup, puskesmas bisa mempekerjakan promotor kesehatan dari pihak luar, misalnya klinik.

Secara terpisah, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Zaenal Abidin menyatakan, peningkatan anggaran kesehatan harus dipakai untuk menjalankan program kesehatan yang bagus. Penambahan anggaran untuk sarana prasaran puskesmas dinilai masih bersifat kuratif.

Untuk itu, Kementerian Kesehatan perlu memfokuskan program kesehatan pada aspek promosi kesehatan yang selama ini terabaikan. Contohnya, peningkatan akses sanitasi lingkungan, jamban, dan air bersih.

"Hal terpenting, harus ada korelasi positif yang terlihat setelah menggunakan anggaran kesehatan yang besar. Misalnya, ada peningkatan derajat kesehatan," kata Zaenal.

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany menilai, anggaran kesehatan yang besar sebaiknya dipakai untuk membiayai kenaikan iuran peserta penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan. Dengan demikian, BPJS Kesehatan terhindar dari klaim biaya kesehatan yang defisit dan masyarakat tak mampu bisa menikmati manfaat JKN secara langsung. (ADH)

sumber: http://health.kompas.com/

 

Anggaran Kesehatan Tahun Depan Rp 109 Triliun

Pada 2016, pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebesar Rp 109 triliun atau naik 3,7 persen dibandingkan dengan anggaran tahun ini yang sebesar Rp 74,8 triliun.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Untung Suseno, Sabtu (4/7), di Jakarta, mengatakan, anggaran yang naik adalah anggaran fungsi kesehatan secara keseluruhan. Besarnya anggaran kesehatan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

"Anggaran kesehatan tersebut sudah termasuk anggaran untuk iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Namun, kami juga belum tahu berapa banyak PBI yang iuran peserta BPJS Kesehatannya akan ditanggung pemerintah," tutur Untung.

Kenaikan anggaran kesehatan tersebut, ujar Untung, berarti bukan hanya anggaran Kementerian Kesehatan yang naik, melainkan juga anggaran Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, serta dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) kesehatan. Anggaran fungsi kesehatan di kementerian lain pun meningkat.

Untung mengemukakan, kenaikan anggaran kesehatan akan diarahkan untuk memperkuat puskesmas sebagai fasilitas kesehatan primer, pemberdayaan masyarakat, dan program lain yang terkait pengendalian dan eliminasi penyakit infeksi. Tidak hanya program yang berada di bawah Kementerian Kesehatan, tetapi juga sejumlah program kesehatan yang dilakukan Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan kementerian lain.

Misalnya, pemberdayaan masyarakat desa melalui program desa sehat yang dilakukan bersama Kementerian Dalam Negeri. Kemudian, program pembangunan rumah sehat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga dilakukan bersama Kementerian Kesehatan. Selain itu, ada juga program pelabelan makanan olahan bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan yang detail programnya sedang digodok.

Untung menambahkan, kenaikan anggaran juga akan dipakai untuk memperkuat puskesmas. Besaran anggaran untuk puskesmas tidak jauh berbeda dengan anggaran untuk rumah sakit.

Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany menyampaikan, penambahan anggaran kesehatan sebaiknya dipakai untuk meningkatkan iuran peserta PBI BPJS Kesehatan. Hal itu akan dapat menghindarkan BPJS Kesehatan dari defisit dan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bisa berkesinambungan.

"Akar masalah implementasi JKN selama tahun 2014 adalah besaran iuran PBI dan kapitasi yang rendah. Iuran PBI yang sekarang Rp 19.225 per orang per bulan naikkan saja menjadi minimal Rp 40.000 per orang per bulan. Kapitasi juga naikkan menjadi Rp 15.000-Rp 20.000 agar dokter termotivasi," tutur Hasbullah.

Pada kesempatan terpisah, Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf berharap kenaikan anggaran kesehatan lebih digunakan untuk program promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. Selama ini, hal itu belum mendapat perhatian memadai.

sumber: http://print.kompas.com/

 

 

Dokter: Indonesia Tercatat sebagai Negara Nomor 5 Terpendek di Dunia

Saat ini, pertumbuhan anak yang mengalami stunting (pendek karena gizi buruk) di Indonesia semakin meningkat. Pada 2007, World Health Organization (WHO) mencatat, 36,8 persen anak Indonesia mengalami stunting, kemudian pada 2010, 35,9 persen dan pada 2013, angkanya malah melesat jadi 37,2 persen.

"Padahal, batas yang ditentukan WHO untuk anak stunting di satu negara adalah 5 persen. Kalau lebih, berarti pelayanan kesehatannya tidak bagus. Kita bahkan tercatat sebagai negara nomor 5 terpendek di dunia," ujar dokter spesialis anak, konsultan nutrisi, dan penyakit metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Dr dr Damayanti R Sjarif, Sp.A(K), pada jumpa pers Tetra Pak di Jakarta, Kamis (2/7).

Menurutnya, pencegahan stunting sebenarnya sederhana, yakni dengan mengonsumsi protein berkualitas tinggi (mengandung asam amino esensial lengkap). Saat anak mulai mengonsumsi Makanan Pendukung Air Susu Ibu (MP-ASI), yakni pada usia enam bulan, sebaiknya banyak mengonsumsi protein, zat besi, zinc dan kalsium untuk pertumbuhannya. Sedangkan untuk pertumbuhan linear (tinggi badan), nutrisi yang sangat berperan adalah nitrogen, asam amino esensial, potasium dan zinc.

"Kadar konsumsi protein berpengaruh pada pertambahan tinggi dan berat badan pada anak berusia di atas enam bulan. Pada penelitian yang saya lakukan pada 2014 di Jakarta terhadap 300 batita (1-3 tahun), ditemukan anak yang mendapat protein 15 persen dari total asupan kalori memiliki badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang hanya mendapat protein 7,5 persen dari total asupan kalori," terangnya.

Selain itu, dilanjutkannya, banyak penelitian membuktikan, pemberian protein dari hewan membantu pertumbuhan linear. Protein hewani mengandung asam amino esensial yang lengkap. Contohnya susu sapi, telur ayam, daging ikan kembung, daging ayam (dada), dan daging sapi cincang.

"Namun, pada awal mengenalkan rasa kepada anak, tetap harus dikenalkan pada banyak rasa makanan. Tapi, agar pertumbuhan linearnya maksimal, coba difokuskan pada protein hewani, yakni memberikan 13 gram protein berkualitas tinggi per harinya," tandas Damayanti.

Dijabarkannya, pada 28 gram daging ayam (dada) mengandung 136 protein berkualitas, pada 50 gram telur ayam mengandung 132 protein berkualitas, 28 gram daging sapi cincang mengandung 136 protein berkualitas, pada 28 gram daging ikan kembung, terdapat 148 protein berkualitas dan pada 250 ml susu sapi terdapat 136 protein berkualitas.

sumber: http://www.beritasatu.com/

 

BPJS Kesehatan: Faskes Milik Perusahaan Dialihkan jadi FKTP

Guna memberi pelayanan kesehatan yang optimal, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan mengalihkan status klinik-klinik kesehatan milik perusahaan menjadi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Sehingga karyawan tetap bisa berobat di FKTP tersebut.

Hal itu dikemukakan Direktur Kepesertaan BPJS Kesehatan, Endang Tidarwati usai menyaksikan penandatanganan kerjasama Kantor Cabang BPJS Kesehatan Papua dengan Faskes PT Freeport Indonesia, di Jakarta, Rabu (1/7).

Endang mengatakan, setiap kantor cabang kini diminta untuk segera menjalin kerja sama dengan fasilitas kesehatan (faskes) milik perusahaan dan badan usaha milik negara (BUMN) yang telah bergabung dengan BPJS Kesehatan. Sehingga layanan kesehatan bisa berjalan optimal.

"Kerja sama itu bisa dilakukan asalkan memenuhi syarat, seperti ada izin operasional dan tenaga medisnya. Proses rekrutmen tenaga medisnya pun harus sesuai peraturan," ujarnya.

Pemenuhan kriteria teknis, kata Endang, selanjutnya akan dilengkapi selama satu tahun kerja sama berjalan. Untuk kompetensi tenaga medisnya, BPJS Kesehatan akan mengikutsertakan FKTP terpilih tersebut untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang digelar BPJS Kesehatan.

Endang menuturkan, masalah pemenuhan fasilitas kesehatan sesuai dengan rasio jumlah penduduk menjadi tantangan terbesar bagi BPJS Kesehatan dalam 5 tahun kedepan. Mengingat, membangun fasilitas kesehatan (faskes) yang baru membutuhkan dana yang tidak sedikit.

"Untuk itu, jalan keluar masalah ini adalah dengan menjalin kerja sama dengan faskes milik perusahaan atau BUMN yang sudah bergabung dengan BPJS Kesehatan. Jadi tak menunggu lama, layanan kesehatan bisa langsung berjalan," ujarnya.

Endang mengakui rasio jumlah dokter dengan jumlah peserta terdaftar masih belum ideal. Melalui kerjama ini, diharapkan rasio ideal sudah bisa dicapai. Meski hasilnya belum optimal.

"Kami menargetkan rasio jumlah dokter dengan jumlah peserta terdaftar adalah satu berbanding 4 ribu pada 2019. Saat ini jumlahnya masih 1 berbanding 10 ribu peserta terdaftar," ucapnya.

Endang berharap kerja sama dengan faskes PT Freeport bisa menjadi contoh bagi perusahaan atau BUMN dalam proses pengalihan statusnya menjadi FKTP.

Saat ini BPJS Kesehatan telah melakukan kerja sama dengan 23.653 faskes yang terdiri dari 19.304 faskes primer, 1.771 faskes lanjutan dan 2.578 faskes penunjang. Angka itu akan terus berkembang setiap bulannya.

"Kami menerapkan seleksi kualitas provider sebelum bekerja sama. Dengan harapan kualitas pelayanan tetap terjaga," kata Endang menandaskan. (TW)

{jcomments on}

Mudik Lebaran: Kemenkes Siagakan 870 Pos Kesehatan

Guna mengantisipasi kemungkinan terjadinya kecelakaan lalu lintas selama mudik lebaran, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) siagakan 870 Pos Kesehatan, 1.094 puskesmas serta 1.554 rumah sakit di sepanjang jalur Sumatera, Jawa dan Bali.

"Jumlah pos kesehatan ditambah sebagai antisipasi atas lonjakan pemudik tahun ini yang diperkirakan mencapai 20 juta orang," kata Menteri Kesehatan (Menkes) Nila FA Moeloek usai apel siaga kesiapan bidang kesehatan mudik lebaran 2015/1436 Hijriah di halaman Kantor Kemenkes, Selasa (30/6).

Selain itu, Kemenkes juga menyediakan 21 ambulans dan 8 kendaraan khusus, seperti kendaraan roda empat untuk promosi kesehatan, logistik dan pemeriksaan kesehatan pengemudi.

Menkes menambahkan, arus mudik terutama terjadi di 10 provinsi yakni Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Selatan.

"Peningkatan arus pemudik harus diwaspadai dari sisi kesehatan dan keselamatan jiwa pemudik. Untuk itu, kami siagakan tim kesehatan sebagai langkah antisipasi kemungkinan terjadinya kecelakaan selama mudik," ujarnya.

Menkes mengutip peta kecelakaan yang dilansir Kepolisian RI pada mudik 2024 lalu sebanyak 3.122 kasus kecelakaan. Dari jumlah itu, yang meninggal mencapai 701 orang. Meski demikian, jumlah kecelakaan selama 2014 lebih sedikit dibanding 2013.

"Kecelakaan menimbulkan kematian atau kecacatan seumur hidup, itu yang harus kita cegah. Satu kecelakaan itu sudah terlalu banyak, jadi harus waspada," kata menkes.

Nila mengemukakan, perjalanan mudik juga berisiko terjadinya keracunan makanan, infeksi berbagai penyakit menular serta meningkatnya kekambuhan penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes melitus dan asma. Untuk itu, Menkes mengingatkan masyarakat agar tidak lupa membawa obat-obatan yang diperlukan selama perjalanan mudik.

"Jangan jajan sembarangan, khususnya bagi anak-anak dan wanita hamil agar tidak terjadi keracunan makanan. Pilihlah tempat makan yang higienis serta biasakan mencuci tangan sebelum makan," ucap Nila Moeloek. (TW)

{jcomments on}

Tahun Depan Anggaran Kesehatan Dijanjikan 5% APBN

Mandatori anggaran kesehatan 5% dari APBN akan dipenuhi 2016. Jika dipenuhi, maka itu menjadi yang pertama kali sejak UU Kesehatan diundangkan enam tahun lalu.

Kesanggupan memenuhi amanat UU No 36/2009 tentang kesehatan itu disampaikan pemerintah dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR yang membahas Pokok-Pokok Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat RAPBN 2016, Senin (29/6).

Dalam paparannya, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyampaikan pemenuhan anggaran kesehatan 5% APBN di luar gaji itu menjadi salah satu kebijakan umum belanja pemerintah pusat tahun depan.

"Angka persisnya berapa, nanti menunggu Pak Presiden menyampaikan nota keuangan Agustus," jawab Askolani seusai pemaparan.

Ruang fiskal yang sempit membuat anggaran kesehatan tidak pernah memenuhi kewajiban sesuai UU Kesehatan.

Tahun ini, anggaran kesehatan dialokasikan Rp74,2 triliun atau 3,7% dari APBN, a.l. yang tersebar di kementerian/lembaga, belanja non K/L, transfer ke daerah, dan pembiayaan.

Wakil Ketua Banggar Said Abdullah menyoroti sisi infrastruktur kesehatan yang masih kurang memadai di tengah pelaksanaan program penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesehatan sejak 1 Januari 2014.

"Ada PBI, tapi kalau supply side bermasalah, sama saja. Rumah sakit di kabupaten banyak menolak. Alasannya, kamar tidur tidak ada. Atau, ada kamar, tapi kasur tidak ada," ungkapnya.

Sekjen Kementerian Kesehatan Untung Suseno Sutarjo mengakui kapasitas pelayanan di puskesmas masih lemah, tecermin dari pemenuhan fasilitas yang baru 70%-80%. Kelemahan pelayanan juga terlihat pada tingginya jumlah pasien yang harus dirujuk ke rumah sakit, yakini hingga 20%.

Untuk itu, kementerian tahun depan akan berkonsentrasi pada penguatan pelayanan di puskesmas atau disebut pelayanan kesehatan primer.

Pagu indikatif belanja Kemenkes tahun depan diusulkan Rp75,4 triliun atau naik hampir 47% dari anggaran tahun ini. Upaya itu diharapkan dapat menurunkan angka rujukan menjadi 10%-15%.

"Biayanya sangat mahal kalau dirujuk ke rumah sakit. Oleh karena itu, pilihannya adalah memperkuat layanan primer," tutur Untung.

Selain peningkatan layanan puskesmas, Kemenkes akan meningkatkan pemenuhan sumber daya manusia.

Untung mengatakan masalah SDM tidak hanya menyangkut produksi, tetapi juga distribusi yang tidak merata di Tanah Air.

Kementerian akan memperkuat tenaga tugas belajar dengan memberikan subsidi kepada dokter yang menempuh pendidikan spesialis.

Syaratnya, tenaga spesialis harus mau kembali ke daerah. Sebanyak 4.500 dokter akan dikirim untuk belajar dengann anggaran Rp390 miliar.

"Kalau tidak, enggak ada gunanya. Semua akan berkumpul di kota besar," ujar Untung.

sumber: http://finansial.bisnis.com

 

Aturan Kandungan Lokal Alkes Tidak Berjalan

Pelaku industri alat kesehatan menilai kebijakan pemerintah terkait tingkat kandungan dalam negeri pada produk alat kesehatan sama sekali tidak berjalan walaupun pengusaha telah menaati ketentuan tersebut.

Budi Sanyoto, Direktur Operasional PT Sugih Instrumendo Abadi, produsen alat kesehatan, mengatakan sertifikat TKDN alat kesehatan yang diterapkan oleh PT Sucofindo dan menelan biaya yang cukup tinggi tidak berlaku dalam lelang milik pemerintah.

Untuk satu jenis produk biaya sertifikasi mencapai Rp20 juta. Nyatanya dalam lelang pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan dan lembaga lain seperti BKKBN tidak pernah menerapkan TKDN, ujarnya kepadaBisnis,Minggu (28/6).

Menurutnya, pengusaha telah melayangkan protes kepada PT Sucofindo terkait tidak diberlakukannya ketentuan TKDN dalam lelang milik pemerintah, namun, pemegang lelang berdalih belum ada regulasi teknis terkait TKDN alat kesehatan.

Padahal, sesuai Instruksi Presiden RI No. 2/2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah dijelaskan pengadaan barang atau jasa pemerintah memberikan preferensi harga untuk barang produksi dalam negeri dan penyedia jasa.

Akibatnya, produsen alat kesehatan yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) dan berjumlah 61 anggota serta memiliki sertifikat TKDN tidak berkenan memperpanjang masa TKDN produk yang telah habis.

Sertifikat TKDN yang dikeluarkan oleh PT Sucofindo berlaku hanya dua tahun. Konsepnya, bagi yang masa berlaku sertifikatnya telah habis tidak dapat mengikuti lelang proyek pemerintah, namun, di lapangan produsen dalam negeri berhadapan dengan produk impor tanpa TKDN.

Tidak berjalannya ketentuan TKDN pada alat kesehatan, lanjutnya, selain karena belum adanya ketentuan teknis seperti peraturan pemerintah, juga karena Instruksi Presiden RI No. 2/2009 tidak menyebutkan sanksi bagi lembaga pemerintah yang tidak menerapkan TKDN.

Padahal, saat ini sejumlah produsen alat kesehatan dalam negeri telah mampu menyediakan TKDN hingga 53%. Bahkan, sejumlah produsen alat kesehatan dalam negeri merupakan pemasok utama pada alat kesehatan merek global.

Dia mencontohkan, perusahaannya telah membuka pabrik baru di China untuk memasok komponen alat kesehatan ke merek-merek global. Ekspansi ke luar negeri karena pasar dalam negeri dinilai terlalu kecil dan tidak menerapkan TKDN. Saat ini 80% produksi untuk ekspor.

sumber: http://industri.bisnis.com/

  • slot resmi
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot