Menkes: kesehatan adalah hulu kesejahteraan

Menteri Kesehatan Nila Moeloek menegaskan pentingnya kesehatan sebagai awal dari kesejahteraan dan mengimbau masyarakat untuk dapat menjaga kesehatan dengan mengutamakan perilaku promotif-preventif dibandingkan kuratif.

"Kita sendiri harusnya menjaga kesehatan kita, karena harus kita sadari dengan kita sehat, kita akan bisa berpendidikan karena otak kita berkembang. Dan kalau otak kita berpendidikan, kita akan sejahtera. Jadi kesehatan adalah hulunya," ujar Menkes usai peringatan puncak Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-50 di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Kamis.

Meski demikian, Menkes mengatakan pemerintah tetap memperkuat pelayanan kesehatan terutama fasilitas pelayanan kesehatan primer seperti puskesmas sebagai tujuan awal pasien dalam sistem rujukan di BPJS Kesehatan.

"Jadi memang harus dimulai dari layanan primer. Yang memang harus dirujuk (ke fasilitas kesehatan sekunder) nanti akan dirujuk," ujarnya.

Program BPJS Kesehatan saat ini telah diikuti oleh lebih dari 125 juta warga Indonesia dengan 86,4 juta orang diantaranya merupakan penerima bantuan iuran (PBI) yang preminya dibayarkan oleh pemerintah.

Presiden Joko Widodo kemudian memperluas program tersebut dengan memasukkan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) kedalam program Kartu Indonesia Sehat yang telah dibagikan kepada 400 ribu warga dari total 1,7 juta orang yang terdata.

Sedangkan cakupan universal BPJS Kesehatan terhadap seluruh warga Indonesia diharapkan terwujud pada tahun 2019.

"Semua rakyat Indonesia harusnya tercakup oleh JKN," kata Menkes.

Sementara itu, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani menyebut pemerintah akan memperbarui data terkait pelayanan kartu-kartu tersebut dibawah BPJS Kesehatan.

"Kita kerja sama dengan BPJS, kita memerlukan masa transisi untuk membuat seluruh kartu jadi satu kartu untuk kami integrasikan. Masih dalam proses untuk kemudian dikoordinasikan dengan seluruh pihak terkait," ujarnya.

sumber: http://www.antaranews.com

Ketua IDI: Dokter Tak Boleh Tergoda Materi

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zainal Abidin mengingatkan para dokter agar tidak menulis resep berdasarkan pesanan perusahaan farmasi.
Dokter juga dilarang melakukan diagnosa abu-abu yang bisa menjadi dasar untuk menggiring pasien menebus obat sesuai pesanan perusahaan farmasi.

Menurut Zainal, dokter harus jujur dan melakukan diagnosa sesuai pertimbangan profesional. Ia juga minta para dokter senantiasa memilih obat yang paling murah untuk pasiennya.

"Kalau ada lebih dari satu pilihan obat dan dokter tahu semua obat itu khasiatnya sama, kasih yang lebih murah supaya tidak merugikan pasien," kata Zainal kepada Tribun di kantor Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Zainal menuturkan, para dokter juga harus independen dan berhati-hati dalam menuliskan resep. Para dokter tidak boleng terpengaruh iming-iming materi dari produsen-produsen obat.

Zainal menjelaskan, perusahaan obat boleh memfasilitasi dokter mengikuti kegiatan ilmiah yang bertujuan meningkatkan pengetahuan di bidang kedokteran.

Misalnya memberangkatkan dokter mengikuti seminar luar negeri. "Asalkan istri dan anak si dokter tidak ikut," katanya.
Fasilitas tersebut tidak mengikat si dokter. Artinya, sepulang dari mengikuti seminar, dokter tidak wajib meresepkan obat buatan perusahaan yang telah memfasilitasinya. Dokter tetap independen dalam menulis resep.

Zainal juga mengatakan, memang ada perusahaan obat yang selalu mengutus staf pemasarannya untuk menemui para dokter dan menjelaskan produk-produk terbarunya.

Mereka biasanya juga memberikan brosur tentang obat baru tersebut.Namun, menurut Zainal, dokter tetap harus independen dalam menulis resep.
Menurut Zainal, bila ada produsen obat yang menyuap dokter, hal tersebut tetap akan ketahuan.

"Perusahaan obat itu sendiri pasti akan ngomong. Kalau terjadi masalah maka perusahaan obat itu pasti akan teriak, akan ngomong, saya sudah kasih ke dokter ini... ini... ini... Kalau begitu yang malu dokternya," katanya.

Zainal menjelaskan bahwa antara IDI dan asosiasi perusahaan farmasi ada kerja sama. Isi kerja sama itu, IDI dan asosiasi perusahaan farmasi mengawasi anggota masing-masing.

Menurut Zainal, asosiasi perusahaan farmasi juga memiliki aturan yang melarang staf-staf pemasaran obat atau medical representative menawarkan hadiah kepada dokter.

"Bagi yang melanggar ada sanksi dari perusahaannya. Medrep menemui dokter untuk menjelaskan tentang produk barunya, bukan menawarkan uang atau yang lain. Kalau ada yang menawarkan hadiah, itu kampungan," katanya.

Bagi dokter yang melanggar larangan menerima hadiah dari perusahaan obat juga bisa dituduh melanggar kode etik dan dikenai sanksi.
Zainal juga mengatakan, para medrep juga kerap meminta tanda tangan dokter. Namun hal itu bukanlah tanda tangan yang menunjukkan dokter telah menerima hadiah dari medrep.

Menurut Zainal tanda tangan itu menjadi bukti bahwa si medrep telah menemui dokter dan telah menjalankan tugasnya dalam memasarkan produk.

Zainal menerangkan, pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) bakal menutup peluang terjadinya kongkalikong antara perusahaan farmasi dan dokter.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sebagai pelaksana SJSN dan pengganti Askes, sudah menentukan obat-obat yang dapat diresepkan oleh dokter.

"Kalau dokter meresepkan obat di luar daftar itu, bisa-bisa dokter tersebut tidak dibayar oleh BPJS. Kan yang rugi dokternya. Karena itu bersamaan pengaktifan BPJS, sektor obat juga ditata. Para dokter diberi daftar obat yang ditanggung BPJS," ujarnya.

Pada kasus lain, bisa saja pasien bersedia membeli sendiri obatnya. Karena itu, ia bisa meminta dokter menuliskan resep obat di luar daftar obat yang ditanggung BPJS.

BPJS akan melakukan pengawasan terhadap dokter. Zainal yakin mekanisme seperti itu akan mengikis kecurigaan para dokter kongkalikong dengan perusahaan obat.

Apalagi, setiap dokter akan diaudit. "Ada audit medik. BPJS bisa melihat, dokter mana yang menulis obat di luar daftar," ia menegaskan.

sumber: http://www.tribunnews.com/

 

Kalbe Farma Fokus pada Obat Penyakit Degeneratif

Product Manager PT Kalbe Farma Budi Hartono mengatakan, dari sisi produk Kalbe Farma sudah cukup lama fokus pada pengobatan penyakit degeneratif. Bahkan tahun ini, sebanyak 20% dari seluruh produk Kalbe merupakan obat-obatan untuk penananganan penyakit degeneratif ini baik dari pencegahan hingga pengobatan.

"Tahun depan kami akan meluncurkan produk baru untuk penyakit degeneratif ini yaitu autostis. Ini obat khusus bagi hyper kolesterol," ujarnya.

Workshop Kalbe Academia digelar bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Cabang DIY. Workshop tersebut diikuti lebih dari 600 lebih dokter dan farmasi dari seluruh Indonesia.

Kalbe fokus menggarap penyakit tersebut karena berdasarkan hasil riset kesehatan dasar Kementrian Kesehatan 2013 diketahui prevalensi penyakit degenaratif di Indonesia cukup tinggi terutama untuk jantung koroner, stroke dan diabetel militus.

"Berdasarkan angka prevalensi jantung koroner sebesar 1,5 persen, penyakit stroke 12,1 per seribu penduduk dan diabetetes militus 2,1 persen. Sedangkan hipertensi 9,4 persen, angka yang cukup tinggi. Karena itulah, Kalbe Farma sebagai produsen obat-obatan konsen terhadap pengobatan penyakit tersebut," kata Budi.

sumber: http://www.solopos.com/

Demam Berdarah Masih Jadi Ancaman Dunia Kesehatan

Seiring dengan merebaknya wabah Ebola di Afrika Barat, terdapat keprihatinan bahwa ada penyakit lain, yang mematikan dan membunuh banyak orang di dunia, yang secara luas terabaikan.

Demam Dengue atau di Indonesia sering disebut "Demam Berdarah" yang ditularkan oleh nyamuk, terus meluas di negara-negara termasuk India dan Malaysia, di mana hampir separuh dari penduduk dunia tinggal. Tetapi, vaksin yang telah lama dicari, yang memberikan perlindungan terhadap dengue itu, akan segera tersedia.

Demam dengue atau "deman berdarah" menyebabkan kelesuan seperti gejala flu, gatal, sakit kepala dan pegal-pegal pada persendian. Karena gejala itulah, maka disebut "penyakit tulang punggung".

Seperti Ebola, dengue dianggap penyakit yang berkaitan dengan darah, menyebabkan kematian dalam kasus yang parah. Demikian keterangan penasihat senior dan ilmuwan konsorsium internasional di Dengue Vaccine Initiative, Scott Halstead, yang mengabdikan diri pada pengembangan vaksin.

Tidak seperti Ebola, yang dalam wabah sekarang ini – telah menjangkiti lebih dari 14,000 orang di Afrika Barat, Halstead mengatakan, lingkup demamdengue sangat besar, sampai 100 juta orang yang terinfeksi, kebanyakan di seluruh Asia.

"Saya pikir orang yang bekerja di bidang demam dengue merasa, 'Ooh, kami akan diabaikan. Tetapi karena ratusan ribu, mungkin jutaan orang memerlukan perawatan klinis, maka itu merupakan masalahyang kita hadapi di semua tempat," kata Scott Halstead.

Ada empat virus demamdengue, semuanya disebarkan oleh nyamuk. Selamat dari ke-empat jenis virus itu akan memberikan kekebalan seumur hidup terhadap virus itu, namun tidak melindungi orang itu dari infeksi lain pada masa mendatang.

Dua tahun lalu, percobaan vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi Perancis, Sanofi Pasteur diuji coba pada sebuah kelompok terdiri atas 4.000 anak sekolah di Thailand dan tidak manjur seperti yang diharapkan. Hanya 30 persen anak yang terlindungi dari infeksi. Tujuan para peneliti adalah menciptakan vaksin yang 70 persen manjur melawan semua jenis virus dengue.

Kini, dalam uji coba klinik lanjutan yang dilakukan di 5 negara Amerika Latin, yang melibatkan hampir 21.000 anak sehat, perusahaan itu menjanjikan hasil vaksin yang sama.

Halstead mengatakan, vaksin itu gagal di Thailand karena kebanyakan diberikan kepada anak-anak yang terjangkit dengan dengue tipe 2, virus yang terbukti paling sulit di antara ke-4 jenis virus yang paling sulit dicegah.

Dengan uji coba klinis yang direncanakan, para peneliti Sanofi berharap akan belajar tentang bagaimana vaksin itu memberikan perlindungan terhadap demam dengue, dengan meningkatkan kemanjurannya.

sumber: http://www.voaindonesia.com/

 

Kemkes Kembangkan Budaya Minum Jamu

Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek akan kembangkan budaya minum herbal berkhasiat atau jamu di lingkungan kantor kementerian kesehatan. Caranya dengan menyajikan minuman jamu dalam setiap rapat maupun acara, menggantikan minuman teh atau kopi.

"Sejak seminggu lalu, dalam setiap rapat atau acara, sudah disediakan minuman herbal berkhasiat mulai dari kunyit asam, beras kencur hingga wedang jahe yang lebih bermanfaat bagi tubuh," kata Menkes Prof Dr dr Nila F Moeloek SpM (K) usai menyaksikan pengukuhan profesor riset kepada Dr dr Lestari Handayani M.Med, peneliti senior Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), di Jakarta, Senin (24/11).

Profesor Riset merupakan jabatan karir tertinggi peneliti, yang dikukuhkan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Dr Ir Iskandar Zulkarnain. Orasi Ilmiahnya mengangkat topik "Budaya Minum Jamu dalam Mendukung Pelayanan Kesehatan di Indonesia".

Dengan adanya Profesor Riset maka keberlangsungan pembinaan karir serta kaderisasi peneliti dapat berlangsung. Selain juga adanya sosok panutan terutama dalam menjaga kualitas peneliti dan kegiatan penelitian.

Saat ini peneliti di Balitbangkes berjumlah 444 orang, dengan rincian 176 peneliti pertama, 155 peneliti muda, 92 peneliti madya, dan 21 peneliti utama. Jumlah profesor riset di Balitbangkes saat ini sebanyak 11 orang, namun 4 orang pensiun, dan 2 orang meninggal dunia.

Menkes menambahkan, pengukuhan Lestari Handayani merupakan indikator penting bahwa kegiatan penelitian jamu telah berlangsung secara masif dan menantang untuk diteruskan. Sehingga jamu menjadi bagian penting dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat.

Mengutip data riset kesehatan dasar (rikesdas) 2013, sekitar 30,4 persen penduduk Indonesia telah memanfaatkan kesehatan tradisional, dan 49 persen diantaranya menggunakan ramuan jamu.

"Hampir semua yang mengkonsumsi jamu menyatakan bahwa jamu bermanfaat bagi kesehatan," ujarnya.

Sejalan dengan hal itu, sejak 2010 lalu Kemkes telah mengeluarkan kebijakan Permenkes No 3/2010 tentang saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan, yang bertujuan untuk landasan ilmiah penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.

Saintifikasi jamu, menurut Prof Lestari Handayani, menjadi penting. Keamanan suplemen itu terkait dosis yang dianjurkan, efektifitas, interaksi terhadap obat lain dan efek samping yang merugikan.

"Penelitian suplemen berbahan jahe dan bawang putih, misalkan, tak boleh diminum bersama aspirin, clopidogrel atau warfarin karena berbahaya terhadap perdarahan spontan," ujar dokter lulusan Universitas Airlangga, Surabaya, tahun 1987 itu.

Begitupun dengan penggunaan mengkudu, lidah buaya atau jambu biji, kata Lestari Handayani, harus dihindari konsumsi bersama obat anti diabetes karena memiliki pengaruh menurunkan glukosa darah. Wanita hamil dilarang mengkonsumsi herba atau akar comfrey karena dapat menganggu kehamilan.

"Pengembangan produk saintifikasi jamu yang teruji khasiat dan keamanannya, merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam memupuk budaya minum jamu," kata perempuan dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Bidang Humaniora Kesehatan, Balitbangkes.

Untuk itu, menurut doktor lulusan Universitas Brawijaya Malang, jamu tersaintifikasi dan fitofarmaka serta OHT (obat herbal terstandar) dapat dipertimbangkan menjadi bagian dari perbekalan farmasi untuk upaya pelayanan kesehatan.

"Kelompok jamu tersebut perlu dimasukkan dalam Formularium Nasional, yaitu obat terpilih yang dibutuhkan dan harus disediakan di fasillitas pelayanan kesehatan sebagai acuan dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," kata Master of Medicine in Public Health dari National University of Singapore menandaskan. (TW)

{jcomments on}

Indonesia Tuan Rumah Simposium Kesehatan Asia Pasifik

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Simposium Penelitian Pembangunan Kesehatan se-Asia Pasifik ke-2 yang diselenggarakan di Hotel Sahid, Jakarta, 18-20 November 2014.

Dalam sambutannya, Menteri Kesehatan Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek Sp.M(K) mengatakan, workshop dan simposium ini sangat penting untuk menghimpun hasil riset dan kajian terkait Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan kebijakan pembangunan kesehatan yang dapat menjadi sumber informasi dalam pengambilan kebijakan kesehatan.

Menteri Kesehatan berharap simposium ini dapat memberikan poin-poin rekomendasi kebijakan kepada Kementerian Kesehatan terkait dengan penguatan Sistem Kesehatan Nasional ke depan, dalam rangka pencapaian Universal Health Coverage.

Simposium ini bertujuan untuk saling bertukar pengetahuan, ide dan pengalaman berdasarkan data dan informasi hasil riset dari berbagai negara yang memiliki sistem jaminan kesehatan, khususnya di wilayah Asia Pasifik.

Simposium ini menghadirkan 71 pembicara dan diikuti oleh sekitar 543 peserta yang berasal dari Indonesia dan luar negeri seperti dari Arab Saudi, Oman, Filipina, Australia, Thailand dan Korea Selatan. Dalam acara ini, Menkes juga meluncurkan sekitar 50 buku yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemkes RI.

sumber: http://analisadaily.com/

 

TPA (Taman Pengasuhan Anak), Solusi Pengasuhan di Tempat Kerja

21novMenkes Nila F Moeloek bersama ibu dan anak peserta lomba balita berprestasi,JAKARTA (Suara Karya): Meningkatnya ibu bekerja menimbulkan risiko terabaikan periode emas perkembangan anak. Untuk itu, pentingnya TPA (Taman Pengasuhan Anak) dibuka tempat kerja, agar ibu bisa menyusui sekaligus melihat anaknya secara berkala.

"Saat istirahat kerja ibu bisa ke TPA untuk menyusui dan bermain dengan anaknya, sehingga meski ibu bekerja ikatan dengan anak tetap terjaga," kata Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek saat peresmian TPA Terintegrasi "Serama" di kantor Kementerian Kesehatan (Kemkes), di Jakarta, Jumat (21/11).

Dalam sambutannya, Menkes Nila mengapresiasi penggunaan kata 'pengasuhan' dalam TPA, menggantikan kata 'penitipan' yang biasa digunakan sebelumnya.

"Karena anak kita kan bukan barang. Kalau pakai kata penitipan nantinya seperti penitipan sepeda. Kalau menggunakan kata pengasuhan berarti kan ada sentuhan kasih sayang," ucap Menkes.

TPA dalam paradigma baru harus menjadi sarana tumbuh kembang anak, bukan sekadar tempat menitipkan anak karena ibunya harus bekerja. Untuk itu, TPA harus identik dengan pola pengasuhan yang mengandung filosofi mencakup tugas dan tanggung jawab orangtua terhadap pemenuhan hak anak.

"Pola asuh, asah dan asih merupakan kebijakan setiap orangtua memenuhi kebutuhan anak, untuk mendidik, mencintai dan membina dalam kehidupan sehari-hari," ujarnya.

Selain itu, lanjut Nilai Moeloek, TPA paradigma baru juga mengembang tugas lainnya berupa kegiatan promosi dan preventif kesehatan bagi para ibu dan anak seperti deteksi dini penyakit, vaksinasi dan penyuluhan gizi. Penting pula setiap TPA dilengkapi kegiatan edukasi seperti aneka permainan edukasi untuk kecerdasan otaknya.

"Faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang antara lain pemenuhan ASI (air susu ibu), gizi lengkap dan seimbang, imunisasi bagi pertumbuhannya. Untuk perkembangan kognitif, tergantung pada stimulasi lingkungan dan kasih sayang. Selain ada faktor genetik," katanya.

Ditanya soal penerapan Peraturan Pemerintah (PP) ASI yang mewajibkan perkantoran dengan karyawan diatas 100 orang membuka TPA, Menkes mengakui, hal itu memang belum diterapkan secara optimal. Terutama di kantor-kantor swasta.

"Kami tidak punya angkanya berapa perusahaan yang telah menerapkan TPA di tempat kerja. Karena ini sifatnya hanya anjuran. Tetapi di kantor-kantor pemerintahan hampir sebagian besar sudah ada TPA," ujarnya.

Karena itu, Nila Moeloek berharap pada kalangan swasta untuk saling membahu membuka TPA di tempat kerjanya. Karena upaya ini bisa memperbaiki kualitas manusia Indonesia di masa depan.

Kemkes sebelumnya telah memiliki TPA dan ruang menyusui di lantai 4, namun ruangannya dirasakan kurang memadai. Sehingga perlu dibuat TPA dengan ruang yang lebih besar di lantai dasar.

"Tempat lama di lantai 4 khusus untuk bayi usia 3-18 bulan. Sedangkan lantai dasar adalah ruang bermain untuk anak usia mulai 2 tahun ke atas," ujar Nila. (TW)

{jcomments on}

Menkes Dorong Produksi Alat Kesehatan Dalam Negeri

Bertempat di Silang Monas Jakarta, Kementerian Kesehatan (Kemkes) menggelar Pameran Pembangunan Kesehatan selama tiga hari dalam rangkaian Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-50, yaitu tanggal 14-16 November 2014.

Pameran ini terbuka bagi masyarakat dengan menampilkan sekitar 150 stan, mulai dari stan pemerintah, dunia usaha, organisasi masyarakat, akademisi, sampai ke penggiat dunia maya.

"Saya sangat mengapresiasi pameran pembangunan kesehatan ini dan mendorong betul produk-produk dalam negeri agar lebih giat diproduksi karena yang saya lihat tadi di pameran, inovasi alat kesehatannya ternyata banyak sekali," kata Menteri Kesehatan Nila Moeloek usai meninjau area pameran, Jumat (14/11).

Menurut Nila, Indonesia seharusnya sudah tidak lagi bergantung pada produksi luar negeri. "Inovasi alat kesehatan seperti tempat tidur untuk orang sakit, alat untuk mereposisi patah tulang, itu bagus sekali. Jadi, kenapa kita harus impor," tambah Nila.

Pujian juga dilontarkan Nila terhadap perusahaan dalam negeri yang sudah berhasil memproduksi alat suntik sekali pakai yang dilengkapi safety lock untuk mencegah plunger terlepas dari barel.

"Banyak sekali inovasi yang harus kita angkat untuk pembangunan kesehatan di Indonesia," tambah Nila Moeloek.

sumber: http://www.beritasatu.com/