Keynote Speech Desain Advokasi Kebijakan Kesehatan
Sesi Keynote Speech Desain Advokasi Kebijakan Kesehatan
Shita Listya Dewi, PhD sebagai moderator membuka sesi Keynote Speech tentang desain Advokasi Kebijakan kesehatan dengan mengundang Assoc. Prof Sauwakon Ratanawijitrasin, PhD, dari Mahidol University. Prof Saukawon menyampaikan bahwa untuk menuju Universal Health Coverage (UHC) memerlukan waktu yang lama. Skema UHC tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan jumlah peserta, namun dampak dari skema tersebut harus menjamin bahwa penduduk yang sakit/sehat mendapatkan layanan kesehatan ketika diperlukan. Kebijakan UHC memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan kemampuan fiskal negara, dimana ketika suatu negara memiliki kemampuan ekonomi yang baik maka negara tersebut dapat mengembangkan paket manfaat. Kita harus melihat sejarah tentang UHC yang menjelaskan dimana Jerman memerlukan waktu hampir seratus tahun dan baru dapat mengembangkan paket manfaat yang diberikan. Jerman telah memiliki kemampuan ekonomi yang baik sehingga dapat melakukan perluasan manfaat dan menghitung cut cost “nilai ambang batas untuk penjaminan”.
Mandat kebijakan pemerintah yang kuat sangat mempengaruhi pencapaian UHC, seperti di Thailand, Thaksin Sinawatra (perdana menteri saat itu) memiliki kekuasaan yang sangat besar dan UHC dapat berhasil dicapai pada 2002. Pemimpin yang kuat ini berhasil membuat percepatan UHC di berbagai daerah di Thailand, bahkan pemimpin daerah berkomitmen untuk mencapai target UHC sebelum waktu yang ditentukan. Namun pencapaian tersebut memang tidak mudah dan beberapa ekspektasi keberhasilan tidak terpenuhi dalam kebijakan-kebijakan tersebut. Kebijakan UHC/JKN ini adalah kebijakan publik yang mendapatkan tekanan dari berbagai kepentingan dan wewenang. Prof Sauwakon mengilustrasikan seorang pria yang berdiri di perempatan jalan dan banyak mobil yang lewat, pria tersebut adalah kebijakan publik.
Faktor politik menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kebijakan publik sehingga diperlukan advokasi kebijakan yang cukup terencana, Advokasi kebijakan membutuhkan keahlian untuk mengindentifikasi pemangku kepentingan maupun aktor politik dari masing-masing kebijakan yang disasar. Advokasi kebijakan yang dijalankan harus berdasarkan desain advokasi dan tidak boleh secara kebetulan. Advokasi kebijakan harus dilakukan suatu jaringan karena tidak bisa hanya dilakukan oleh satu orang saja.
Materi Keynotes dapat di akses pada link berikut
klik disini video
Reporter: Relmbus Biljers (PKMK UGM)
Analisis dan Advokasi Kebijakan JKN di Level Nasional
Analisis dan Advokasi Kebijakan JKN di Level Nasional
Sesi pleno yang berbentuk talkshow kali ini terbagi menjadi dua sesi, yaitu sesi 1 dengan judul Draft Awal Analisis Kebijakan JKN: Apakah Memerlukan Revisi UU SJSN dan UU BPJS? serta sesi 2 dengan judul Advokasi Kebijakan Level Nasional dan Daerah. Sesi pleno dimoderatori oleh Dr. dr. Andreasta Meliala , DPH. M.Kes, MAS dengan pembicara utama yaitu Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD serta pembahas dari beberapa institusi terkait.
Diawali dengan paparan Prof. Laksono mengenai draft analisis kebijakan di level pusat, yang dimulai dari proses kebijakan publik, peran analisis kebijakan, langkah-langkah analisis dan draft sementara. Hal menarik dari proses ini adalah saat penentuan kriteria dimana antara analis kebijakan dan pemerintah memiliki ideologi masing-masing. Laksono menyampaikan bahwa kesimpulan masalah kebijakan ada dua yaitu: 1) asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang merupakan tujuan UU SJSN dan UU BPJS menjadi masalah utama pelaksanaan kebijakan JKN dan, 2) efektivitas pemberian pelayanan JKN dalam kaitan mutu pelayanan masih dipertanyakan. Salah satu opsi kebijakan adalah merevisi UU SJSN dan UU BPJS terkait permasalahan sifat BPJS yang single pool.
Paparan Prof Laksono ini kemudian ditanggapi oleh para pembahas yaitu Aditya Syarif dari Kantor Staf Presiden, John Langenbrunner dari BANTU-USAID dan Elizabeth dari Ternyata Ltd. John menyarankan agar BPJS, Kementerian Kesehatan serta para akademisi bekerjasama untuk merumuskan model purchasing yang terbaik. Banyak pilot project yang sudah dikerjakan oleh berbagai universitas termasuk UGM yang dapat dikemas menjadi evidence untuk bahan advokasi.
John mengatakan bahwa disparitas yang tinggi di Indonesia menyebabkan BPJS tidak berjalan baik di beberapa daerah. Elizabeth Pisani menambahkan bahwa selama ini ia melihat adanya perbedaanantara UU yang ada dengan implementasi. Elizabeth mengingatkan bahwa tidak semua uji coba yang dilakukan di tingkat daerah cocok danbisaditerapkan secara nasional. Kebijakan berbasis bukti yang ditujukan untuk policy makers adalah yang berbasis ilmu dan kuantitatif. Prof. Laksono menjelaskan bahwa analisis dengan realist evaluation ini berbasis demografis yang dapat mengantisipasi disparitas yang besar di Indonesia.
sesi 1 video
Pada sesi kedua, Laksono mempresentasikan rencana advokasi kebijakan untuk mendorong perbaikan kebijakan JKN. Terdapat tiga pendekatan advokasi yang dilakukan JKKI yaitu direct persuasion, building support dan kolaborasi. Sebagai catatan, universitas-universitas yang tergabung dalam JKKI memiliki keterbatasan dalam advokasi sehingga diperlukan kerjasama dengan kelompok LSM, organisasi profesi serta perhimpunan lembaga pelayanan kesehatan.
Menanggapi presentasi Prof. Laksono, drg. Doni Arianto, MKM dari P2JK Kementerian Kesehatan mengakui bahwa regulasi sering berubah karena proses pembuatan kebijakan yang tidak mudah. Mengenai perubahan UU SJSN dan UU BPJS sampai saat ini belum ada pembicaraan di tingkat Kementerian Kesehatan, tetapi upaya harmonisasi antar regulasi sudah dilakukan salah satunya agar regulasi di pusat dan di daerah tidak tumpang tindih atau tidak sejalan, yang menyebabkan perbedaan dalam implementasi. Hasil kajian yang sudah dilakukan berbagai lembaga memang nyata adanya tetapi Doni mengatakan banyak hal yang akhirnya terbentur dengan regulasi. Saat ini Kementerian Keuangan masih melakukan proses audit kepada BPJS.
Di sisi lain, dr. James Allan Rarung, Sp.OG, MM selaku Ketua Umum Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu merasa ada ketidak jujuran dari pemerintah yang sebetulnya pemerintah sendiri belum mampu menjalankan SJSN. James mengatakan banyak peraturan tumpang tindih dan tidak jelas. Adanya regulasi yang menyebutkan bahwa BPJS berada di bawah presiden secara langsung menyebabkan kekacauan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan. Peraturan yang tidak jelas terhadap peserta yang tidak membayar iuran, serta sistem yang pada akhirnya dana untuk orang miskin jadi digunakan untuk membantu yang kaya juga dianggap tidak tepat. James dan Laksono beranggapan bahwa orang-orang kaya tidak bisa dipaksakan untuk menjadi peserta JKN. Sifat masyarakat kita yang heterogen menyebabkan seharusnya masyarakat bisa memilih apakah menjadi peserta JKN atau asuransi kesehatan lainnya.
sesi 2 video
Penulis: Novika Handayani (PKMK UGM)
Keynote speech: Arah Kebijakan Pemerintah untuk JKN Pasca 5 Tahun
Keynote speech: Arah Kebijakan Pemerintah untuk JKN Pasca 5 Tahun Pelaksanaan (2019 – dan seterusnya)
Forum Nasional VIII bertempat di Auditorium Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, sesi kali ini dengan pembicara dr. Donald Pardede, MPPM yang menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Bidang Pembangunan dan Pembiayaan Kesehatan Kementerian kesehatan RI. Moderator kali ini Dr. dr. Deni Sunjaya, DES dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung. Sesi kali ini membahas arah kebijakan pemerintah untuk JKN 5 tahun pelaksanaan. Donald Pardede menyatakan bahwa kita selalu berdiskusi tentang JKN. Dalam perjalanannnya, bahwa sistem JKN harus dirapikan, pada tingkatan mana yang akan diperbaiki? Yaitu pada kebijakan strategis, kebijakan manjerial, kebijakan teknis operasional. Harus membutuhkan evidence untuk melihat, hal yang sudah positif maka ditingkatkan dan yang negatif harus diperbaiki.
Bagaimana menjalankan JKN dengan prinsip sosial harus sesuai dengan tujuan, kepeserataan masyarakat harus dilihat dengan hati - hati, pada kelompok mana masyarakat mengikuti JKN. Saat ini konteks mana kita sudah mencapai tujuan dan bisa meningkatkan untuk ke depannya. Namun harus diperlukan evaluasi yang komprehensif untuk JKN. Donald Pardede menegaskan bahwa dengan JKN demand health care meningkat, akses kesehatan juga meningkat, berarti ada yang menolong bagi publik, juga fasilitas publik meningkat. Semua fasilitas kesehatan berusaha menyambut JKN dengan meyiapkan fasilitas, dengan adanya JKN sebagian fasilitas memiliki kepastian bayar. Juga terjadi peningkatan mutu pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan.
Hal yang menjadi tantangan adalah karena peserta mengalami peningkatan dan tidak diiringi dengan penambahan fasilitas kesehatan maka mutu pelayanan kesehatan menjadi tantangan. Mestinya penggalangan kontribusi menjadi yang utama, faktanya kontribusi terbesar terhadap JKN adalah dari pemerintah. Terjadi sharing pada kelompok PBI dengan PBPU. Karena pada PBI risikonya kecil sedangkan PBPU risikonya besar dengan pemasukan yang kecil. Donald Pardede menyampaikan bahwa negara ini memliih asuransi sosial, namun tidak siap dengan asuransi sosial. Harus diuji kembali, apakah sudah baik pengendali - pengendalian yang dilakukan?
JKN sebagai suatu pilihan, membutuhkan empirical evidence. Apa yang positif harus diidentifikasi harus dipertahankan, yang negatif harus dicarikan solusinya. Pada tingkat mana yang harus diperbaiki. Tata kelola JKN harus diperbaiki. Donald Pardede menyampaikan Architecture of strategic Purchasing Issues yaitu Benefit JKN including Formularies, Price setting, Credentialing, contracting & recredentialing, Provider payment, URM including medical audit, Cost contaiments policy, Anti fraud policy. Pada akhir pemaparan, Donald Pardede mengatakan bahwa berbagai pekerjaan rumah yang ada harus dicermati dan dilakukan dengan baik. Perlu adanya masukan dan sinergi dari berbagai pihak untuk keberlanjutan JKN.
materi keynotes speech dapat disimak pada link berikut
klik disini
Husniawan Prasetyo (PKMK UGM)
Kesimpulan Seminar dan Penutupan
Sesi Kesimpulan Seminar / Penutupan
Prof Laksono menutup rangkaian acara Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan VIII dengan membahas prinsip penggunaan bukti yang bermutu secara lebih baik dalam penyusunan kebijakan di sektor kesehatan. Prinsip pertama yaitu komunikasi riset kebijakan yang lebih bermutu dan efektif. Forum ini menyampaikan bukti - bukti dampak dari suatu kebijakan dengan pendekatan mix method berbasis riset independen. Riset kebijakan ini diselenggarakan di 10 provinsi untuk melihat bukti capaian 8 sasaran peta jalan JKN menggunakan metode realist evaluation. Penelitian ini merupakan bentuk komunikasi riset kebijakan dari UGM dan perguruan tinggi lainnya yang dimulai pada 2018 hingga 2019. Prinsip kedua yaitu pembelanjaan untuk riset kebijakan kesehatan yang lebih banyak dan lebih baik. Kebijakan yang telah menggunakan dana sebesar 200 Trilyun namun dana untuk riset kebijakan JKN masih sangat kecil. Dewan Jaminan Sosial Nasional selaku lembaga yang ditunjuk untuk melakukan monitoring dan evaluasi program JKN tidak memiliki dana riset evaluasi. BPJS Kesehatan selaku penyelenggara program JKN memiliki dana untuk evaluasi, namun bukan lembaga independen. Sehingga riset tersebut tidak dapat dikatakan komprehensif. Prinsip ketiga yaitu data dan informasi yang lebih baik pengelolaan ketersediaannya dan dapat diterima. Harapannya terdapat akses data BPJS Kesehatan baik level nasional, provinsi maupun kabupaten/kota berdasarkan Pasal 86 Perpres Nomor 82 Tahun 2018.
materi video
Penelitian evaluasi kebijakan akan dilakukan selama 2 tahun berjalan (2018 - 2019). Dana riset berasal dari UGM dan Perguruan Tinggi lainnya. Kesempatan untuk bergabung dengan riset evaluasi JKN masih terbuka. Keuntungan bagi perguruan tinggi yang bergabung yaitu dapat menerbitkan paper maupun buku terkait evaluasi JKN di provinsi masing-masing. Analisis dan advokasi kebijakan akan dimulai pada 2019. UGM membuka diri bagi semua LSM maupun perhimpunan profesi untuk menggunakan data dan informasi dari penelitian ini dalam melakukan advokasi kebijakan yang harapannya dapat mempengaruhi pemikiran level pusat.
Sebelumnya, pembagian award kepada best poster dan best oral presentation mengawali penutupan rangkaian kegiatan Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan VIII. Best poster pertama diberikan kepada Endra Dwi Mulyanto dari SurveyMETER Yogyakarta dan best poster kedua kepada Rani Tyas Budiyanti dari AKK FKM Universitas Diponegoro. Dwijo Susilo dari Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) UI memperoleh best oral presentation pertama dan Radesa Guntur Budipramono dari Pascasarjana Hubungan International Universitas Ritsumeikan, Kyoto, Jepang meraih gelar best oral presentation kedua. Pembagian award diserahkan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc. PhD.
Seluruh informasi terkait riset ini dapat diakses melalui “www.kebijakankesehatanindonesia.com”.
Reporter : Afifah Nasyahta Dila (PKMK UGM)