Diskusi 4.2
Apakah ada situasi Principle-Agency Relationship dalam hubungan antara BPJS dengan pemerintah dan masyarakat?
Diskusi 4.1 | Diskusi 4.2 | Diskusi 4.3 |
Apakah ada situasi Principle-Agency Relationship dalam hubungan antara BPJS dengan pemerintah dan masyarakat?
Diskusi 4.1 | Diskusi 4.2 | Diskusi 4.3 |
Menurut anda apakah kasus di Minggu 4 merupakan:
Diskusi 4.1 | Diskusi 4.2 | Diskusi 4.3 |
{jcomments on}
Di akhir pembahasan ada pernyataan mengenai masalah kebijakan. Masalah-masalah yang ada dapat dikelompokkan menjadi 2 hal besar yaitu:
Silahkan anda memberi komentar dibawah atau tambahan untuk masalah kebijakan yang ada di balik Kasus tersebut.
KasusPada tahun 2016 ini kebijakan JKN dengan dasar 2 UU yaitu UU SJSN (2004) dan UU BPJS (2011) telah berjalan di tahun ke tiga. UU ini disahkan dalam proses penyusunan kebijakan yang menarik. |
Jauh sebelum tahun 2004, sekelompok akademisi di UGM di tahun 1997 mengajukan ke PT Askes, sebuah naskah akademik mengenai RUU asuransi kesehatan social. Naskah akademik ini fokus pada pendanaan bagi masyarakat miskin oleh negara. Masyarakat yang mampu harus membayar sendiri. Perkembangan berikutnya menunjukkan bahwa kebijakan politik tidak fokus pada masyarakat miskin saja. UU SJSN dan UU BPJS memberi tempat bagi masyarakat menengah ke atas untuk menjadi anggota.
Dalam proses ini tercatat, UU SJSN disahkan pada saat hari terakhir Presiden Megawati. Menariknya UU SJSN hanya bisa berlaku andaikata UU BPJS ada. Fakta menunjukkan pemerintahan Presiden SBY, pemerintah bersama DPR membutuhkan waktu lama untuk mengesahkan UU BPJS. 7 Tahun. Pengesahan dilakukan dalam suasana yang pro dan kontra terhadap isi RUU dengan demonstrasi besar-besaran di Gedung DPR Senayan pada tahun 2011.
Sebagai hasilnya UU BPJS dilaksanakan pada tahun 2014. Dua tahun berselang, di awal tahun tahun 2016 ini ternyata berbagai masalah dihadapi dalam pelaksanaan UU BPJS dan SJSN , antara lain:
Sementara itu asosiasi lembaga pelayanan kesehatan, perhimpunan profesi, akademisi, peneliti, dan berbagai pihak mempunyai pendapat yang berbeda-beda tentang pelaksanaan JKN.
|
Kerja Mandiri:
Setelah mengikuti kegiatan ini, harap anda pikirkan konsep-konsep kebijakan kesehatan yang ada di balik permasalahan kebijakan dalam kasus.
yang perlu dipelajari lebih lanjut. Konsep-konsep ini merupakan Tujuan Pembelajaran (Learning Objective).
|
Harap hari ini para peserta diharapkan dapat mencari berbagai referensi untuk memahami Tujuan-tujuan pembelajaran tersebut. Besok pagi kita akan mulai diskusi untuk lebih memahami Tujuan dengan konteks kasus yang ada.
Apakah daftar di atas cocok dengan yang anda pikirkan? Selanjutnya mohon anda pelajari Tujuan Pembelajaran melalui berbagai referensi yang ada.
Catatan:
Silakan Anda aktif dalam 3 Diskusi pembahasan Tujuan Pembelajaran dalam Minggu 1 dengan latar belakang kasus: |
Diskusi 1.1
Diskusi ini bertujuan membahas Tujuan Pembelajaran mengenai Konsep Kebijakan, Kebijakan Publik, dan Kebijakan Kesehatan. Pertanyaan pemicu dalam diskusi ini adalah: apakah UU SJSN dan UU BPJS merupakan kebijakan kesehatan?
Diskusi 1.2
Diskusi ini bertujuan membahas Tujuan Pembelajaran mengenai Konsep Segitiga Kebijakan yang mencakup aktor-aktor, Isi, Konteks, dan Proses.
Pemicu diskusinya adalah bagaimana kedua UU ini dilihat dari:
Apakah Evidence Based Policy sudah digunakan?
Diskusi 1.3
Membahas Tujuan Pembelajaran mengenai Konsep Ideologi dalam Kebijakan.
Apa ideologi negara Republik Indonesia dalam hal pelayanan kesehatan? Apakah kebijakan JKN yang dipicu dengan UU SJSN dan UU JKN sudah menerapkan ideologi negara atau belum?
Setelah mengikuti kegiatan minggu ini anda harus menyimpulkan perjalanan anda memahami berbagai konsep kebijakan. Ada beberapa hal penting dalam laporan ini:
"Saya sadar bahwa ternyata saya (pilih salahsatu):
Tuliskan jawaban anda
Harap anda beri tanda, derajad pemahaman anda sebelum dan sesudah melakukan diskusi di web, atau mempelajari berbagai referensi mengenai Tujuan Pembelajaran.
1 = Sama sekali tidak paham
2 = Tidak paham
3 = Paham
4 = Sangat paham
|
Tujuan Pembelajaran untuk memahami: |
Sebelum |
Sesudah |
||||||
1-1 |
|
1 |
2 |
3 |
4 |
1 |
2 |
3 |
4 |
1-2 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1-3 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1-4 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Dari proses pembelajaran di minggu ini saya merasakan ada kebutuhan bagi saya untuk lebih memahami konsep-konsep kebijakan kesehatan untuk keperluan pekerjaan saya.
Konsep-konsep yang perlu saya pelajari lebih lanjut adalah:
-...
-...
-...
Uraikan cara anda untuk memahami lebih lanjut.
Laporan ini juga dapat di download pada lampiran berikut
daftar fasilitator akan di tentukan segera
Dunn W.N. 2003. Pengantar. Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Bab 1,2, dan 3.
Gauld R. 2009. The New Health Policy. Open University Press.
Proses penyusunan Perda yang macetPada tahun 2012 DPRD DIY menginisiasi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Kegiatan ini bekerjasama dengan pegiat pengendalian tembakau yang tergabung dalam Forum Jogja Sehat Tanpa Tembakau (JSTT) untuk mengembangkan naskah akademis untuk pengembangan kebijakan tersebut. Pembahasan Raperda sudah masuk pada Prolegda atau Program Legislasi Daerah dimana public hearing sudah dilakukan sampai tahap akhir.Namun pada saat akan ditandatangani pada Januari 2013, salah satu partai menyatakan mengundurkan diri (diikuti dengan partai-partai lainnya) karena adanya protes dari masyarakat kretek (petani tembakau). Sampai sekarang Perda tersebut tidak pernah ditandatangani dan anggota DPR sudah berganti. |
Bagaimana asal muasal dan situasi penyusunan RPP tersebut?
Di DIY kebijakan yang mengatur tentang Kawasan Dilarang Merokok (KDM) sudah ada yaitu Peraturan Gubernur No. 42 Tahun 2009dan merupakan amanah dari Perda nomor 5 Tahun 2007 tentang Pengendalian Pencemaran Udara khususnya Pasal 11. Peraturan ini dianggap lemah karena tidak dapat memberikan sangsi pada pelanggar dan dianggap kurang disosialisasikan oleh pemerintah daerah.
Studi yang dilakukan oleh QTI atau Quit Tobacco Indonesia (salah satu pegiat pengendalian tembakau) terhadap 1032 responden tentang efektivitas PerGub dan pengamatan terhadap beberapa tempat merokok menemukan bahwa 90,3% responden menyatakan peraturan tidak efektif walaupun 96,3% menyatakan setuju dengan PerGub tersebut (dan hanya 1,8% yang menolak).
Oleh karena itu, dan oleh karena amanah dari UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Pasal 115 tersebut, Perda KTR yang mempunyai kekuatan hukum dianggap perlu untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk asap rokok. Sebelumnya, telah banyak kegiatan untuk perlindungan asap rokok dan pengurangan jumlah perokok di DIY yang dilakukan oleh QTI dan yang juga bersama-sama dengan pegiat pengendalian tembakau membentuk Forum JSTT. Para aktivis ini juga membantu DPRD provinsi dan 3 kabupaten lain yang menginisiasi Perda KTR sejak 2012-2013 dengan mengembangkan naskah akademik. Naskah akademik ini telah didiskusikan dan disetujui sehingga Raperda telah dimasukkan dalam Prolegda.
Tahap-tahap pembahasan dari Raperda dan public hearing telah dilakukan sampai tahap akhir, namun pada saat penandatangan akan dilakukan di tahun 2013, komponen masyarakat yang bernama "Masyarakat Kretek dan Petani Tembakau" menyatakan protes dan tidak menyetujui Raperda tersebut dan menuntut Raperda tidak ditandatangani. Alasan yang mereka kemukakan adalah tidak dilibatkannya petani tembakau dan pabrik rokok dalam pengembangan Raperda. Satu per satu fraksi di DPRD akhirnya mengundurkan diri, karena menurut mereka Raperda adalah cacat hukum dan akan merugikan petani tembakau.
Untuk menyurutkan kegiatan pengendalian tembakau oleh para aktivis, kelompok masyarakat tersebut melayangkan somasi kepada Forum JSTT atas kegiatan-kegiatannya yang dianggap akan mematikan petani tembakau. Karena kesibukan menggalang kekuatan untuk menahan somasi tersebut, maka kegiatan pengendalian tembakau kurang gencar dilaksanakan pada saat ini.
Sampai sekarang Raperda KTR di Provinsi DIY tidak ditandatangani, walaupun terdapat dua kabupaten di DIY telah memiliki Perda KTR pada saat ini yaitu Kulon Progo dan Gunung Kidul. Hasil ini terjadi dikarenakan advokasi terus-menerus dari eksekutif kelegislatif.
|
Kerja Mandiri:
Setelah mengikuti kegiatan ini, harap anda pikirkan konsep-konsep kebijakan kesehatan yang ada di balik permasalahan kebijakan dalam kasus.
Daftar tujuan pembelajaran (minimal) yang harus dipelajari dalam kasus ini.
|
Harap hari ini para peserta diharapkan dapat mencari berbagai referensi untuk memahami konsep tersebut. Besok pagi kita akan mulai diskusi untuk lebih memahami konsep dalam kasus ini.
Silakan Anda aktif dalam pembahasan diskusi konsep-konsep yang merupakan tujuan pembelajaran dengan latar belakang kasus: |
Diskusi 2.1
Kasus RPP KT di Propinsi DIY menunjukkan arti kekuasaan dalam sebuah sektor. Bagaimana teori 3 dimensi kekuasaan dapat menerangkan hal ini? Siapa sebenarnya pemegang kekuasaan di kasus ini?
Catatan:
DI halaman 28 Buse ada kesalahan penterjemahan.... Kekuasaan sebagai bahan pengambil keputusan.... seharusnya Kekuasaan bukan pengambil keputusan
Diskusi 2.2
Harap dibahas mengenai penggunaan konsep analisis stakeholders dan kemampuan advokasi-lobby dalam kasus ini. Lebih lanjut apa peran media dalam proses penyusunan kebijakan, dan hubungannya dengan stakeholders?
Diskusi 2.3
Apakah kasus ini dapat dipakai untuk menerangkan terpakainya teori Black Box dalam pengambilan Keputusan? Dalam teori ini apakah benar bahwa peran perusahaan swasta dalam kebijakan merokok DIY berada dalam kegelapan, namun dirasakan kekuatan lobbynya dalam menyusun kebijakan. Mari kita diskusikan.
Setelah mengikuti kegiatan minggu ini anda harus menyimpulkan perjalanan anda memahami berbagai konsep kebijakan. Ada beberapa hal penting dalam laporan ini:
"Saya sadar bahwa ternyata saya (pilih salahsatu):
Tuliskan jawaban anda
Harap anda beri tanda, derajad pemahaman anda sebelum dan sesudah melakukan diskusi di web, atau mempelajari berbagai referensi mengenai Tujuan Pembelajaran.
1 = Sama sekali tidak paham
2 = Tidak paham
3 = Paham
4 = Sangat paham
|
Tujuan Pembelajaran untuk memahami: |
Sebelum |
Sesudah |
||||||
1-1 |
Arti Kekuasaan dalam sebuah sector dan 3 dimensi kekuasaan. |
1 |
2 |
3 |
4 |
1 |
2 |
3 |
4 |
1-2 |
Pemegang kekuasaan atau pihak yang mempunyai kekuasaan untuk menetapkan atau menolak kebijakan. |
|
|
|
|
|
|
|
|
1-3 |
Analisis stakeholders dan kemampuan advokasi-lobby. |
|
|
|
|
|
|
|
|
1-4 |
Peran media dalam proses penyusunan kebijakan |
|
|
|
|
|
|
|
|
1-5 |
Berbagai Teori pengambilan Keputusan |
|
|
|
|
|
|
|
|
1-6 |
Peran negara, organisasi masyarakat, dan perusahaan swasta dalam penyusunan kebijakan |
|
|
|
|
|
|
|
|
Dari proses pembelajaran di minggu ini saya merasakan ada kebutuhan bagi saya untuk lebih memahami konsep-konsep kebijakan kesehatan untuk keperluan pekerjaan saya.
Konsep-konsep yang perlu saya pelajari lebih lanjut adalah:
-...
-...
-...
Uraikan cara anda untuk memahami lebih lanjut.
KasusUU Pendidikan Kedokteran yang sudah disahkan di tahun 2013, merupakan sebuah UU yang kontroversial, karena: (1) pemerintah ragu-ragu pada saat awalnya; dan (2) menimbulkan pertentangan justru di antar kelompok di kedokteran. Pertentangan terakhir sampai berujung di Mahkamah Konstitusi |
Pertentangan dalam menyusun Agenda dan posisi pemerintah
UU Pendidikan Kedokteran merupakan inisiatif DPR yang mempunyai agenda antara lain: untuk memperkuat peran negara dalam pendidikan kedokteran dan memperketat syarat pendirian pendidikan kedokteran, meningkatkan subsidi pemerintah untuk pendidikan kedokteran, mengatur beasiswa yang dikaitkkan dengan penempatan, serta perbaikan sistem pendidikan residen sebagai tenaga kerja. Secara ideologis RUU ini mengarah ke keyakinan keadilan sosial dengan mencoba mengurangi pengaruh mekanisme pasar dalam pendidikan kedokteran. Pokja RUU ini pada saat awal proses dipimpin oleh Mahyudin dari Partai Demokrat, namun penggerak utamanya adalah wakilnya, Heri Akhmadi dari PDI Perjuangan. Draft isi RUU ini sejak bertahun-tahun sebelum tahun 2013 sudah disusun oleh sekelompok pemikir dan anggota-anggota DPR periode sebelumnya.
Pada saat awal, anggota tim yang ditugasi menyusun RUU dari pihak pemerintah yaitu sebagian staf Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat itu mempunyai keraguan, mengapa harus ada RUU Pendidikan Kedokteran. Apakah RUU ini merupakan agenda kebijakan yang diperlukan oleh bangsa? Dalam konteks ini dinyatakan bahwa sudah ada UU Pendidikan Nasional dan berbagai PP yang mengatur mengenai pendidikan termasuk pendidikan kedokteran.
Pihak yang pro memasukkan agenda menyatakan bahwa justru RUU Pendidikan Kedokteran ini akan merubah isi PP dan melengkapi hal-hal yag belum ada dalam UU Praktek Kedokteran. Sebagai contoh dalam Peraturan Pemerintah yang ada, syarat pendirian pendidikan dokter sangat mudah. Pendirian pendidikan kedokteran di sebuah universitas, disamakan dengan pendirian pendidikan yang lain dengan jumlah dosen dan perlengkapan yang minim, dan tidak tegas adanya syarat tersedianya RS pendidikan. Sementara itu RUU Pendidikan Kedokteran secara tegas ingin menghentikan proses pendirian FK-FK baru yang dianggap tidak layak didirikan, dan disinyalir mempunyai agenda mencari untung belaka.
Di kalangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terjadi ketidak-jelasan pendapat di awal proses penyusunan RUU. Kementerian Kesehatan tidak banyak berpendapat karena domain RUU bukan di sektor kesehatan. Akan tetapi insiatif DPR di Komisi yang membidangi Pendidikan ini terus berjalan. Proses penyusunan berjalan lambat, namun akhirnya pihak eksekutif (cq Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) secara aktif memimpin proses penyusunan dari sisi pemerintah.
Dua organisasi penting di dunia kedokteran yaitu Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menentang RUU Pendidikan Kedokteran. Argumen yang diajukan, antara lain adalah sudah ada UU Praktek Kedokteran. Sementara itu perkumpulan penyelenggara pendidikan kedokteran, Asosiasi Ilmu Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) yang awalnya menentang, kemudian berubah pendapat dan mendukung RUU Pendidikan Kedokteran. Berbagai universitas besar awalnya juga menentang atau ragu-ragu. Akan tetapi setelah proses penyusunan berjalan, berubah mendukungnya.
Penolakan dan perubahan sikap Ikatan Profesi
Dalam proses penyusunan ini IDI melakukan langkah Walk Out (WO) atau menolak ikut terlibat dalam penyusunan UU Pendidikan Kedokteran. Akan tetapi proses penyusunan RUU Pendidikan Kedokteran tetap berjalan. Setelah pergantian Ketua, IDI sebagai lembaga tetap menentang RUU Pendidikan Kedokteran. Walaupun ditentang oleh KKI dan IDI, proses penyusunan UU Pendidikan Kedokteran terus berjalan. Ketua Panja RUU Pendidikan Kedokteran tegas menyatakan bahwa proses tidak akan berhenti karena mundurnya sebuah lembaga di masyarakat.
Di beberapa bulan terakhir proses penyusunan RUU, ditambah dengan isu Dokter Layanan Primer (DLP). Penambahan isu dalam fase akhir penyusunan RUU Pendidikan Kedokteran menambah perbedaan pendapat antara IDI dengan pemerintah. Dalam proses ini, Kementerian Kesehatan terlibat semakin aktif khususnya dalam merumuskan pasal-pasal mengenai DLP. Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai kementerian yang bertanggung-jawab pada urusan pendidikan dan Kementerian Kesehatan.
Pasca disahkannya UU Pendidikan Kedokteran pada tahun 2013, IDI tetap menentang dan isu DLP menjadi isu politik organisasi dalam Muktamar IDI yang memilih President-Elect di Medan 2 tahun kemudian. Dalam pelaksanaan UU Pendidikan Kedokteran, Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) di bawah naungan IDI, melakukan Yudisial Review. Hasilnya adalah hakim-hakim MK menolak secara keseluruhan gugatan YR PDUI.
Setelah gugatan PDUI ditolak oleh MK, IDI tetap berpegang pada keputusan Muktamar IDI di Medan. Pengurus IDI yang baru (pasca pemilihan pemilihan di Medan) berpegang pada hasil Muktamar yang menolak DLP. Di berbagai media dan media sosial IDI menyatakan menolak keputusan MK. IDI disebutkan bermaksud melakukan legislative review.
Namun di tahun 2016 awal, proses internal berlangsung di IDI, terjadi perubahan sikap. Kabar terakhir pada bulan April 2016 disebutkan bahwa PB IDI menerima hasil dari MK dengan berbagai catatan dan berusaha aktif kembali dalam penyusunan RPP dan berbagai regulasi terkait UU Pendidikan Kedokteran. Dengan melakukan perubahan sikap ini, IDI sebagai perhimpunan profesi masuk kembali dalam proses penentuan kebijakan pendidikan kedokteran.
|
Kerja Mandiri:
Setelah mengikuti kegiatan ini, harap anda pikirkan konsep-konsep kebijakan kesehatan yang ada di balik permasalahan kebijakan dalam kasus.
Tujuan :
|
Apakah yang anda tuliskan cocok dengan berbagai konsep yang ada?
Catatan:
Peserta dapat menambahkan sendiri, kalau dirasa kurang.
Pagi: Pelajari konsep-konsep yang menjadi Tujuan Pembelajaran. Silahkan anda pelajari Buku Buse Chapter 4,5, dan 6. Siang: Silahkan anda aktif dalam pembahasan diskusi Konsep-konsep yang merupakan Tujuan Pembelajaran dengan latar belakang kasus: |
Diskusi 3.1
Dalam konteks mengapa RUU PendidikanKedokteran dapat masuk ke agenda Prolegnas, bagaimana anda dapat menerangkan pendekatan 3 Alur Penentuan Agenda dari John Kingdon? Silahkan anda diskusikan dengan memulai dari pemahaman tentang penentuan agenda kebijakan dan proses menjadi agenda.
Diskusi 3.2
UU Pendidikan Kedokteran merupakan inisiatif DPR. Dalam konteks ini harap jelaskan mengenai struktur pemerintahan dan proses penyusunan kebijakan publik dalam bentuk UU yang terjadi dalam kasus ini. Bagaimana hubungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kemenkes, serta berbagai Komisi di DPR.
Diskusi 3.3
Dalam konteks penolakan IDI saat penyusunan RUU Pendidikan dan gugatan Yudisial Review oleh PDUI, harap dibahas mengenai: siapa dan bagaimana, serta posisi Group Penekan dalam Proses Kebijakan. Selanjutnya perlu didiskusikan tentang Strategi dan Program Interest Group yang tepat untuk memberikan pengaruh dalam proses kebijakan.
Setelah mengikuti kegiatan minggu ini anda harus menyimpulkan perjalanan anda memahami berbagai konsep kebijakan. Ada beberapa hal penting dalam laporan ini:
"Saya sadar bahwa ternyata saya (pilih salahsatu):
Tuliskan jawaban anda
Harap anda beri tanda, derajad pemahaman anda sebelum dan sesudah melakukan diskusi di web, atau mempelajari berbagai referensi mengenai Tujuan Pembelajaran.
1 = Sama sekali tidak paham
2 = Tidak paham
3 = Paham
4 = Sangat paham
|
Tujuan Pembelajaran untuk memahami: |
Sebelum |
Sesudah |
||||||
1-1 |
Penentuan agenda kebijakan dan proses menjadi agenda. |
1 |
2 |
3 |
4 |
1 |
2 |
3 |
4 |
1-2 |
Model Tiga Alur Penentuan Agenda menurut Kingdon |
|
|
|
|
|
|
|
|
1-3 |
Peran badan legislative dan eksekutif dalam penentuan kebijakan. |
|
|
|
|
|
|
|
|
1-4 |
Partai Politik dalam Proses Kebijakan |
|
|
|
|
|
|
|
|
1-5 |
Berbagai interest Group dan Proses Kebijakan |
|
|
|
|
|
|
|
|
1-6 |
Strategi dan Aktifitas Interest Group dalam proses kebijakan |
|
|
|
|
|
|
|
|
Dari proses pembelajaran di minggu ini saya merasakan ada kebutuhan bagi saya untuk lebih memahami konsep-konsep kebijakan kesehatan untuk keperluan pekerjaan saya.
Konsep-konsep yang perlu saya pelajari lebih lanjut adalah:
-...
-...
-...
Uraikan cara anda untuk memahami lebih lanjut.
Laporan ini juga dapat di download pada lampiran berikut
KasusJaminan Kesehatan Nasional di Indonesia dimulai sejak 1 Januari tahun 2014.JKN mempunyai tujuan yang terkait keadilan kesehatan. UU SJSN (2014) Pasal 2 menyatakan bahwa kebijakan ini mempunyai tujuan mulia yaitu untuk meningkatkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Dengan sistem pembayaran klaim JKN, maka ada berbagai isu penting yang mungkin dapat mengakibatkan terjadinya kegagalan penyeimbangan fasilitas dan SDM kesehatan. Dikawatirkan tujuan JKN untuk pemberian pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia akan gagal tercapai. Untuk monitoring pelaksanaan kebijakan JKN, FK UGM bersama 10 perguruan tinggi melakukan penelitian pada tahun 2014. Penelitian ini merupakan awal penelitian monitoring yang akan berjalan dari tahun 2014 sampai dengan 2019. Ada berapa pertanyaan kritis yang terkait dengan kebijakan JKN adalah: (1) apakah masyarakat di daerah dengan ketersediaan fasilitas kesehatan dan SDM dokter dan dokter spesialis yang belum memadai akan mendapatkan manfaat JKN seperti daerah lain yang lebih baik?; (2) dalam kondisi Indonesia yang sangat bervariasi apakah JKN yang mempunyai ciri sentralistis dengan peraturan yang relatif seragam dapat mencapai tujuan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?; (3) apakah dana pemerintah yang dianggarkan untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) dapat mencapai sasarannya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dibahas melalui pendekatan skenario yang akan menggambarkan berbagai kemungkinan berjalannya JKN di masa mendatang. Diharapkan dengan memahami skenario-skenario yang ditulis, berbagai keputusan dan kebijakan baru dapat diambil untuk mencegah terjadinya skenario terburuk. |
Metode Penelitian
Kegiatan ini merupakan penelitian multi-center di 12 Provinsi dan di Pusat. Data yang dipergunakan adalah data sekunder mengenai perkembangan pembiayaan kesehatan di pemerintah pusat dari berbagai sumber; penyebaran tenaga kesehatan yang berada di di Kementerian Kesehatan dan KKI; penyebaran fasilitas kesehatan di Kementerian Kesehatan dan pengamatan/observasi di 12 provinsi yang dilakukan oleh peneliti. Data ini dipergunakan sebagai bahan untuk melakukan penulisan skenario.
Hasil:
berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan di level propinsi pada bulan April 2014, propinsi-propinsi ini dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian: (1) kelompok yang sudah maju dan (2) kelompok yang belum maju. Pembagian ini terutama pada masalah ketersediaan tenaga dokter dan dokter spesialis sebagai tulang punggung.Terjadi perbedaan yang ekstrim antara kedua jenis daerah tersebut. Secara ringkas, skenario optimis untuk pencapaian Universal Coverage di tahun 2019 dinyatakan oleh para peneliti di DKI, DIY, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, sebagian Kabupaten/Kota di Jawa Barat, sebagian kabupaten/kota di Jawa Tengah dan sebagian di Sulawesi Selatan. Sementara itu, skenario pesimis ringan dan berat untuk tercapainya UHC melalui JKN pada tahun 2019 dinyatakan oleh peneliti di NTT, Kalimatan Timur, sebagian Kab/Kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, dan Sulawesi Tenggara.
Analisis Kebijakan: Hasil dari skenario yang ditulis pada awal berjalannya BPJS di atas menunjukkan bahwa kebijakan sistem pembiayaan (adanya UU SJSN dan UU BPJS, JKN) ini mempunyai kemungkinan tidak berhasil mencapai tujuan dalam kriteria keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahkan ada kemungkinan terjadi peningkatankesenjangan. Masyarakat di daerah sulit dan di daerah maju tidak mempunyai manfaat yang sama, walaupun menjadi anggota BPJS. Portabilitas dapat memperburuk pemerataan, karena masyarakat daerah sulit yang dapat mendapat manfaat di daerah lain cenderung adalah orang mampu. Mengapa mungkin terjadi peningkatan kesenjangan?
Dalam hal ini ada kemungkinan cakupan pelayanan kesehatan yang akan semakin berbeda antara daerah maju dan sulit. Di daerah yang buruk terjadi kekurangan investasi. Penambahan RS dan tempat tidur di antara tahun 2012 sampai sekarang , terutama berada di daerah maju. Adanya Coordination of Benefit dengan Askes Swasta dapat menyebabkan masyarakat menengah ke atas di daerah maju akan lebih banyak mempunyai akses terhadap pelayanan. Saat ini terlihat kurangnya kebijakan publik untuk mengurangi biaya pelayanan yang ditanggung oleh masyarakat. Ada beberapa kebijakan untuk mengurangi beban masyarakat yang belum berjalan maksimal antara lain: belum adanya pelaksanaan kebijakan untuk menambah anggaran investasi fasilitas kesehatan dan sumber daya manusia untuk daerah sulit dan dana kompensasi BPJS. Dalam monitoring awal ini terlihat ada kemungkinan dana PBI di daerah yang buruk seperti NTT tidak terserap seluruhnya karena kekurangan tenaga medik dan keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan. Sementara itu di daerah maju akan terserap untuk keperluan peserta PBI, non PBI dan non PBI Mandiri yang mengalami adverse selection. Ada kemungkinan terjadi gotong royong terbalik dimana dana "tidak terserap" di NTT akan dipergunakan untuk menutup biaya di daerah lain. Hal lain dalam skenario yang dapat memperbesar kesenjangan adalah potensi terjadinya Fraud pelayanan kesehatan di Daerah yang Baik.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis skenario dalam monitoring awal pelaksanaan JKN, di perkirakan akan terjadi ketimpangan dan ketidakadilan yang semakin besar antara daerah maju dan daerah sulit, jika tidak dilakukan perbaikan kebijakan. Secara lebih rinci dapat disimpulkan: Pertama, bahwa masyarakat di daerah dengan ketersediaan fasilitas kesehatan dan SDM kesehatan yang tidak memadai akan mendapatkan manfaat JKN yang jauh lebih sedikit dibanding daerah yang maju/kota-kota besar. Kedua, dalam kondisi Indonesia yang sangat bervariasi, JKN yang mempunyai ciri sentralistis dalam pembiayaan dengan peraturan yang relatif seragam, akan sulit mencapai tujuan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketiga, saerah-daerah yang sulit tidak dapat menyerap anggaran untuk PBI karena kekurangan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan, sehingga terjadi "sisa" anggaran.Dikawatirkan itu anggaran "sisa" di daerah sulit ada kemungkinan dipergunakan untuk mendanai masyarakat di daerah maju.
Rekomendasi kebijakan :
|
Kerja Mandiri:
Setelah mengikuti kegiatan ini, harap anda pikirkan konsep-konsep kebijakan kesehatan yang ada di balik permasalahan kebijakan dalam kasus.
Konsep-konsep ini merupakan Tujuan Pembelajaran (Learning Objective).
|
Apakah yang anda tuliskan cocok dengan berbagai konsep yang ada?
Catatan:
Peserta dapat menambahkan sendiri, kalau dirasa kurang.
Sore: Pelajari konsep-konsep yang menjadi Tujuan Pembelajaran. Buku Buse membahasnya di Chapter 7.9, dan 10.
Diskusi 4.1
Menurut anda, apakah pelaksanaan kebijakan JKN merupakan pelaksanaan yang top-down atau bottom-up? Mohon dianalisis.
Diskusi 4.2
Apakah ada situasi Principle-Agency Relationship dalam hubungan antara BPJS dengan pemerintah dan masyarakat?
Diskusi 4.3
Menurut anda apakah kasus di Minggu 4 merupakan:
Setelah mengikuti kegiatan minggu ini anda harus menyimpulkan perjalanan anda memahami berbagai konsep kebijakan. Ada beberapa hal penting dalam laporan ini:
"Saya sadar bahwa ternyata saya (pilih salahsatu):
Tuliskan jawaban anda
Harap anda beri tanda, derajad pemahaman anda sebelum dan sesudah melakukan diskusi di web, atau mempelajari berbagai referensi mengenai Tujuan Pembelajaran.
1 = Sama sekali tidak paham
2 = Tidak paham
3 = Paham
4 = Sangat paham
|
Tujuan Pembelajaran untuk memahami: |
Sebelum |
Sesudah |
||||||
1-1 |
Pelaksanaan kebijakan yang top-down vs bottom-up, dan alternatif berupa Principle-Agency relationship |
1 |
2 |
3 |
4 |
1 |
2 |
3 |
4 |
1-2 |
Penelitian Kebijakan dan Siklus Kebijakan. |
|
|
|
|
|
|
|
|
1-3 |
Evaluasi Kebijakan: Sumatif dan Formatif. |
|
|
|
|
|
|
|
|
1-4 |
Penelitian Pelaksanaan (Implementation Research) |
|
|
|
|
|
|
|
|
1-5 |
Analisis Kebijakan; retrospektif dan prospektif |
|
|
|
|
|
|
|
|
1-6 |
Hubungan Peneliti Kebijakan dengan Pengambil Kebijakan |
|
|
|
|
|
|
|
|
1-7 |
Strategi Perubahan Kebijakan |
|
|
|
|
|
|
|
|
Dari proses pembelajaran di minggu ini saya merasakan ada kebutuhan bagi saya untuk lebih memahami konsep-konsep kebijakan kesehatan untuk keperluan pekerjaan saya.
Konsep-konsep yang perlu saya pelajari lebih lanjut adalah:
-...
-...
-...
Uraikan cara anda untuk memahami lebih lanjut.
Laporan ini juga dapat di download pada lampiran berikut