Reportase Webinar Perempuan dan Upaya Pencegahan serta Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Kamis, 29 September 2022
Tepat 29 September 2022 dalam rangka memperingati Hari Jantung Sedunia, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) mengadakan webinar dengan topik: Perempuan dan Upaya Pencegahan serta Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah.
Hal ini dirasa penting karena seperti yang sudah banyak diketahui bersama penyakit jantung koroner (PJK), seperti stroke, penyakit jantung iskemik, dan penyakit jantung hipertensi, merupakan penyebab kematian terbanyak di Indonesia menurut kajian Global Burden of Disease pada 2019. Kematian akibat penyakit jantung itu juga banyak terjadi pada perempuan, namun belum banyak diskusi yang mengedepankan perspektif gender dalam hal upaya pencegahan dan pengendalian PJK. Padahal perempuan bisa saja memiliki kerentanan dari segi biologis, sampai ke sosial ekonomi yang mempengaruhi pengalaman sakitnya. Webinar ini dimoderatori oleh Mentari Widiastuti, MPH, peneliti PKMK FK-KMK UGM.
Shita Listyadewi, MPP selaku kepala divisi Public Heath PKMK menyambut baik dilakukannya webinar terkait penyakit jantung dan pembuluh darah pada perempuan. DIkatakan penyakit jantung sering dikaitkan sebagai penyakit laki-laki, dan perempuan lebih sering terlambat untuk memeriksakan dirinya ke fasilitas Kesehatan. Shita berharap melalui webinar ini dapat memberikan pemahaman kepada audiens mengenai masalah tersebut, dan menularkan pengetahuan ini kepada orang lain.
Materi pertama dibawakan oleh dr. Leonora Johana Tihuata, SpJP dari RSUD Prof. DR. W. Z. Johannes Kupang dan anggota Indonesian Women of Cardiology. Pemaparan Leonora lebih menekankan pada faktor risiko perempuan terhadap penyakit kardiovaskuler (PKV) dan faktor risiko yang memang hanya ada pada perempuan. Faktor risiko umum yang memungkinkan perempuan lebih berisiko daripada laki-laki adalah merokok, diabetes, dan trigliserida serta kolestrol high-density lipoprotein yang tinggi.
Pada perempuan sendiri terdapat faktor yang spesifik hanya ada pada perempuan, karena komplikasi kehamilan seperti preeklampsia, diabetes kehamilan, dan hipertensi pada kehamilan. Selain itu risiko lainnya adalah reproductive endocrine disorders karena menopause. Selanjutnya perlu diketahui bahwa presentasi klinis PJK pada perempuan sering atipikal atau tidak spesifik. Umumnya perempuan datang dengan keluhan nyeri dada, atau nyeri punggung, yang mana mereka berpikir hal itu karena selesai melakukan pekerjaan yang berat. Ditambah lagi metode diagnostik tradisional tidak optimal untuk perempuan, sehingga pemeriksaan penunjang yang tidak invasif harus lebih diperlukan untuk dapat mengintervensi faktor risiko.
Pemaparan berikutnya disampaikan oleh Sutantri, Skep, RN, MSc, PhD dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Sutantri memaparkan salah satu hasil disertasi yang dilakukannya untuk memahami bagaimana relasi sosial gender membentuk pengalaman perempuan dengan penyakit jantung dan partisipasi mereka dalam program rehabilitasi jantung fase II di Rumah sakit Harapan Kita Jakarta. Studi kualitatifnya menemukan bahwa pertama, PJK pada perempuan yang sedang menunggu pengobatan membuat perempuan mengalami Krisis identitas dan merasa tidak berguna.
Faktanya penyakit ini membuat mereka tidak bisa melaksanakan peran mereka secara utuh. Kedua, walaupun sedang dalam keadaan sakit, para perempuan ini berusaha untuk bisa mempertahankan keharmonisan keluarga. Temuan terakhir yaitu dengan mengikuti terapi rehabilitasi PJK adalah jembatan untuk mengembalikan kepemilikan perempuan terhadap dirinya sendiri (self restoration). Adapun implikasi penelitian Sutantri adalah dalam konteks Indonesia yang beragam, akan sangat mempengaruhi pengalaman hidup seseorang, terutama perempuan ketika mereka sakit. Sehingga konteks ini haruslah diperhitungkan dalam hal penemuan dan pencegahan penyakit jantung.
Pada sesi pembahasan, Abigael Wohing Ati, MA, peneliti PKMK FK - KMK UGM, memberikan materi terkait perilaku pencarian kesehatan untuk penyakit tidak menular pada perempuan. Abigail memakai perspektif gender sebagai konstruksi sosial pada tanggung jawab perempuan di masyarakat Indonesia, memiliki beberapa tatanan. Contohnya tatanan gender yang beragam dan berubah, dan konteks sosial yang lebih condong ke laki-laki, akan mempengaruhi pola pencarian kesehatan pada perempuan. Dengan memakai socio ecological framework, Abigail menekankan pentingnya mengurangi bias gender di layanan penyakit tidak menular.
Hal yang bisa dilakukan adalah memperbanyak representasi perempuan dalam riset kesehatan untuk bisa menginformasikan pendekatan yang tepat, meningkatkan pengetahuan kesehatan pada perempuan, peningkatkan posbindu, meningkatkan empati tenaga kesehatan pada pasien, dengan memperhatikan cara komunikasi pada irisan identitas sosial sebuah kelompok, termasuk perempuan rentan, memastikan layanan kesehatan yang setara.
Pada sesi penutupan, ketiga pembicara ini sepakat penting sekali upaya penguatan pelayanan posbindu, karena merupakan akses layanan kesehatan yang lebih dekat dan terjangkau oleh perempuan di tingkat masyarakat, adanya kebijakan secara nasional untuk penanganan penyakit jantung pada perempuan, serta penguatan penatalaksanaan terkait PJK pada perempuan kepada dokter umum dan paramedis untuk dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan menemukan kasus PJK pada perempuan dengan segera. Selanjutnya MC menutup acara dengan harapan bahwa ke depannya pengendalian dan pencegahan penyakit jantung dan pembuh darah ini bisa lebih sensitif pada perspektif gender dan sosiokultural.
Selamat Hari Jantung Sedunia!.
Reporter: Sandra Frans
Materi dan Video dapat diakses pada link berikut