Tentang Laman ini

Perencanaan Kesehatan di Indonesia

Laman ini diperuntukkan untuk menyebarkan pengetahuan
dan ketrampilan perencanaan kesehatan di pusat, propinsi dan kabupaten / kota

Tentang Laman ini

Laman ini dikembangkan dengan tujuan:

  1. Menjadi pusat pembelajaran (learning center) mengenai perencanaan kesehatan di Indonesia, di level pusat, propinsi dan kabupaten kota.
  2. Menjadi forum komunikasi berbagai pihak untuk mengembangkan dan menggunakan pengetahuan dan ketrampilan mengenai perencanaan kesehatan

 

Siapa Pengguna laman ini?

  • Pimpinan Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten se Indonesia
  • Pimpinan RS-RS di Indonesia
  • Para konsultan kebijakan dan manajemen kesehatan
  • Dosen
  • Peneliti kebijakan dan manajemen kesehatan
  • Mahasiswa

 

 

Reportase The 19th Postgraduate Forum on Health System and Policy

Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM bersama Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM menyelenggarakan 19th Postgraduate Forum on Health System & Policy pada Selasa (17/5/2025) di Yogyakarta.

Postgraduate Forum (PGF) merupakan forum kolaborasi akademik tingkat regional yang diinisiasi oleh Universitas Gadjah Mada, Universiti Kebangsaan Malaysia, dan Prince of Songkla University pada 2007. Tema yang diangkat tahun ini adalah “Policy and Action for Sustainable Healthcare 2030” PGF diharapkan dapat menjadi platform bagi akademisi, mahasiswa, dan praktisi untuk bertukar gagasan terkait solusi berkelanjutan untuk menghadapi tantangan kesehatan.

Opening Remark

Prof. Yodi Mahendradhata - Postgraduate forum 2025Prof. dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc, Ph.D,FRSPH selaku Dekan FK-KMK UGM membuka kegiatan dengan menyampaikan bahwa keberlanjutan sistem kesehatan di masa mendatang bergantung pada kebijakan dan keputusan, serta aksi yang kita lakukan saat ini. PGF bukan hanya forum akademik melainkan forum untuk mentransformasi pengetahuan menjadi aksi dan aksi menjadi upaya keberlanjutan guna memperkuat sistem kesehatan dalam rangka transformasi kesehatan.

Sistem kesehatan di seluruh dunia saat ini menghadapi berbagai tantangan seperti perubahan iklim, tantangan demografi, kegawatdaruratan, dan pandemi. Untuk mengatasinya, dibutuhkan solusi yang tidak hanya berupa solusi ilmiah, melainkan juga political will, leadership, strategic financing, resiliensi sistem dan adaptability.

Keynote Speech

Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D. selaku Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia (RI). Prof. Dante menegaskan bahwa pembangunan sistem kesehatan Indonesia kini berfokus pada upaya preventif, sebagaimana tercermin dalam slogan “sedia payung sebelum hujan”.

Harapannya sistem kesehatan yang dibangun saat ini mampu melindungi masyarakat di masa mendatang. Perubahan iklim saat ini memberikan dampak besar terhadap sektor kesehatan. Prof. Dante menilai solusi bagi permasalahan sektor kesehatan tidak terbatas pada kesehatan saja, melainkan multi sektoral. Integrasi isu kesehatan ke dalam kebijakan lintas sektor seperti pertanian, infrastruktur, dan pendidikan menjadi sangat penting, terlebih dengan kolaborasi lintas negara. Di saat yang sama, penguatan sistem kesehatan yang berkelanjutan juga terus dilakukan, seperti penguatan laboratorium kesehatan masyarakat dan pemberdayaan puskesmas sebagai pelayanan kesehatan primer.

Program cek kesehatan gratis yang dimulai tahun ini juga merupakan upaya preventif untuk menurunkan kasus kegawatdaruratan. Selain pencegahan, percepatan respons terhadap dampak perubahan iklim juga menjadi prioritas dengan didukung tenaga kesehatan cadangan dan peningkatan koordinasi lintas pemerintahan. Sementara itu, transformasi kesehatan yang telah dimulai pemerintah sejak 2022 merupakan pondasi dalam membangun ketahanan sistem. Prof. Dante menutup dengan mengajak semua pihak agar mengambil bagian dari upaya preventif saat ini demi melindungi kelompok rentan, menjaga keberlanjutan generasi mendatang, dan membangun sistem yang tangguh menghadapi tantangan masa mendatang.

Reporter:
Mashita Inayah (PKMK UGM)

Link terkait Postgraduate forum 

Innovations and Solutions for Sustainable Health Systems

Pada sesi ini terdapat 5 pembicara yang dimoderatori oleh Andreasta Meliala, Dr. dr. DPH., MKes, MAS.

Materi sesi pertama disampaikan oleh Kristin Darundiyah, S.Si, MSc. PH selaku Ketua Tim kerja Pengamanan Limbah dan Radiasi, Direktorat Kesehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan Indonesia. Kristin mengangkat topik “The Ministry of Health’s Strategy for Advancing Environmentally Friendly Healthcare Services” sebagai bentuk strategi Kementerian Kesehatan untuk memajukan pelayanan kesehatan yang ramah lingkungan. Kristin menjelaskan AMR dan perubahan iklim telah menjadi ancaman global akhir-akhir ini. Ketika digabungkan, keduanya memperburuk kerentanan dan mempercepat penyebaran penyakit. Pemerintah Indonesia telah mengamanatkan dalam peraturan dan strategi nasional 2020-2024 untuk meningkatkan kualitas kesehatan melalui pengendalian penggunaan antibiotik secara intensif dan beberapa inovasi untuk kesehatan lingkungan, seperti penggunaan WASH FIT, ME-SMILE, dan inisiatif lain yang menggunakan teknologi dan alat AI. Lebih lanjut, Kristin menggarisbawahi perlunya kolaborasi multisektor untuk mendorong upaya pengendalian AMR dan kesehatan lingkungan, serta strategi terpadu untuk meningkatkan sanitasi dan penggunaan kerangka hukum di seluruh Indonesia.

Sesi kedua dibawakan oleh Prof. Dato’ Dr. Syed Mohamed Aljunid, selaku Professor Kebijakan & Ekonomi Kesehatan, di UKM & IMU, Malaysia. Aljunid mengangkat topik “Health Financing for Universal Health Coverage: Current and Future Challenges” untuk menampilkan kondisi terkini dan tantangan masa depan keuangan kesehatan untuk UHC. Aljunid menjelaskan bahwa UHC memastikan semua orang memiliki akses ke pelayanan kesehatan esensial tanpa kesulitan keuangan. Hal ini penting untuk mendorong pemerataan kesehatan dan meningkatkan hasil kesehatan populasi. Namun, untuk mencapai UHC, ada banyak perselisihan dan tantangan yang harus diatasi. Kapasitas fiskal yang terbatas, biaya out-of-pocket yang tinggi, dan mekanisme pendanaan yang terfragmentasi adalah beberapa tantangan, terutama dalam pembiayaan kesehatan untuk UHC. Di sisi lain, tantangan yang muncul, seperti meningkatnya PTM, populasi yang menua, pandemi, dan krisis, dapat membalikkan keadilan kesehatan dan memperdalam kesenjangan. Oleh karena itu, para pembuat kebijakan harus lebih menaruh perhatian pada UHC yang harus dicapai dengan keuangan yang bijaksana. Aljunid menutup dengan pernyataan bahwa pendekatan strategis dan inisiatif inovatif harus diambil untuk mengatasi tantangan-tantangan ini.

Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D., AAK selaku Direktur Utama BPJS Kesehatan Indonesia melanjutkan sesi dengan materi bertajuk “Aligning UHC with Preventive and Primary Care in Indonesia’s National Health Insurance” sebagai bentuk penyelarasan UHC dengan perawatan preventif dan primer dalam Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia. Di Indonesia, paradigma yang selama ini dianut adalah bahwa masyarakat miskin tidak boleh sakit, namun sejak adanya BPJS Kesehatan, masyarakat miskin tidak perlu membayar jika sakit dan berobat. Itulah fungsi utama BPJS yang dicanangkan sejak 2004. Secara rinci, BPJS memiliki 3 fungsi, yaitu: Strategic Purchasing, Revenue Collection, dan Risk Pooling. BPJS Kesehatan sedang mengupayakan transformasi mutu dengan tiga indikator: lebih mudah, lebih cepat, dan non diskriminasi. Pemanfaatan BPJS meningkat signifikan dalam 10 tahun terakhir yakni sekitar 1,6 milyar rupiah. Dengan selisih yang sangat besar tersebut, BPJS berupaya untuk menggalakkan pelayanan yang lebih preventif dan promotif terhadap masyarakat, khususnya untuk deteksi dini penyakit diabetes melitus tipe 2, hipertensi, dan kanker. BPJS juga mengembangkan Mobile JKN dengan fitur baru bernama BUGAR untuk membantu penyediaan layanan kesehatan digital bagi seluruh masyarakat. Ada pula beberapa inovasi yang digagas BPJS untuk semakin membantu pencapaian UHC di Indonesia. Pada 2024, BPJS Kesehatan berhasil meraih ISSA Good Practice Award.

Sesi keempat dibawakan oleh Prastuti Soewondo, S.E., M.P.H., PhD selaku Staf Khusus Keuangan Kesehatan. Prastuti membawakan topik “Strategic Health Financing for System Sustainability in an Era of Global Realignment” terkait strategi pembiayaan kesehatan untuk sistem yang berkesinambungan di era penyelarasan global. Pengeluaran sektor kesehatan Indonesia yang lebih rendah dibandingkan negara-negara lain di dunia, dengan hanya 2,7 per PDB pada 2024. Dengan adanya beberapa masalah kesehatan yang muncul di Indonesia, pembiayaan kesehatan menjadi salah satu hal yang menjadi perhatian pemerintah dalam masa jabatannya. Pembiayaan kesehatan telah dimasukkan ke dalam ketahanan transformasi sistem kesehatan yang baru saja diperkenalkan sebagai pilar keempat. Pemerintah Indonesia bekerja dengan pembiayaan inovatif untuk sistem kesehatan yang berkelanjutan, seperti mobilisasi sumber daya non-tradisional, berorientasi pada hasil, model pembagian risiko, keberlanjutan dan efisiensi, serta fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi. Pembiayaan inovatif ini digunakan untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan kesehatan, meningkatkan keberlanjutan, mendorong efisiensi dan akuntabilitas, mendukung UHC, dan mengatasi tantangan lainnya. Prastuti menyampaikan bahwa terdapat agenda yang berkolaborasi dengan World Bank dan membentuk 3 tingkat sumber daya PFM.

Pembicara terakhir, Dr. dr. Darwito, S.H., Sp.B.Subsp.onk. (K) selaku Direktur Utama RS Akademik UGM, menyampaikan materi tentang Upaya Green Hospital di Indonesia. Darwito menyampaikan RSA UGM berupaya mengimplementasikan beberapa hasil penelitian lingkungan. Pertama, pemanfaatan air untuk kebutuhan industri (pelayanan kesehatan). Inisiatif ini menggunakan sistem GAMA Rain, program vokasional di UGM. Rumah sakit memanfaatkan kolam resapan untuk pengolahan air limbah dan air perkolasi untuk menyiram tanaman di sekitar rumah sakit. Kedua, rumah sakit memanfaatkan pembangkit listrik mikrohidro dari tekanan air untuk penerangan taman dan panel surya untuk sumber energi rumah sakit. Ketiga, rumah sakit memiliki sistem pengelolaan limbah organik dengan biokonversi maggot. Hasilnya adalah kompos organik untuk pupuk di kebun rumah sakit. Keempat, rumah sakit menggunakan kolaborasi dan integrasi untuk pengembangan kewirausahaan gizi dengan akademisi, industri, dan masyarakat.

Sesi Diskusi

Setelah sesi materi, beberapa tamu undangan dan narasumber memberikan tanggapan untuk materi yang telah disampaikan. Prof Laksono  menyampaikan bahwa Indonesia tidak boleh hanya bergantung pada satu sumber pendanaan untuk sistem pelayanan kesehatannya, begitu pula dengan negara lain, seperti BPJS Kesehatan. Pembicara sebelumnya, Prastuti, telah menyampaikan pentingnya mencari sumber pendanaan lain untuk mendanai sistem pelayanan kesehatan.Jika dibandingkan 30 tahun yang lalu, situasi dunia kini lebih rumit dan isu kesehatan yang berkaitan dengan perubahan iklim meningkatkan potensi perkembangan penyakit yang lebih membutuhkan pendanaan. Pendanaan sistem kesehatan yang inovatif menjadi kunci untuk mencapai UHC.

Prof. Supasit Pannarunothai juga menambahkan bahwa kini merupakan saat bagi para generasi muda untuk memaksimalkan potensi penelitian dan menemukan mekanisme pendanaan baru untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan di dunia. Prof. Dato’ Dr. Syed Mohamed Aljunid menggarisbawahi pentingnya melakukan pemetaan sumber-sumber pendanaan dan peruntukannya dengan berbagai institusi yang terlibat. Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D., AAK menanggapi bahwa BPJS Kesehatan telah membagi tugas dengan Kementerian Kesehatan dan institusi terkait lainnya untuk mendefinisikan hal ini.

Sesi ditutup dengan salah satu peserta yang membagikan hasil rangkumannya atas sesi ini dan pemberian kenang-kenangan kepada seluruh narasumber dan moderator.

Reporter:
Sensa Gudya Sauma Syahra dan Alif Indiralarasati (PKMK UGM)

 

Strengthening Community and Preventive Health Approaches

Sesi plenary 2 dimoderatori oleh dr. Likke Prawidya Putri, MPH., PhD dari Departemen Manajemen dan Kebijakan Kesehatan di Universitas Gadjah Mada.

Pembicara pertama adalah Dr. Maarten Kok yang membahas tentang “Can AI Help Us Decide? Are More Expensive Medicines Worth It”. Dalam presentasi ini, Dr Maarten menceritakan beberapa studinya di Indonesia. Salah satunya menjelaskan tentang sejarah dari pelaksanaan universal health coverage di Indonesia yang menghasilkan jaminan kesehatan nasional sebagai aset politik presiden.

Kemudian, studi keduanya menunjukkan capaian dari UHC yang diharapkan untuk dapat memeratakan akses pelayanan kesehatan, khususnya obat. Namun, terdapat tantangan untuk memperluas pelayanan kesehatan yang berkualitas dan memastikan sistem yang terjangkau.

Hasil penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa biaya dari obat tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas dari pelayanan. Studi Dr Maarteen juga menunjukkan bahwa di Indonesia masih memberikan obat dengan harga yang murah khususnya di publik sektor tetapi memiliki kualitas bagus. Kemudian, keberadaan AI menurutnya dapat menghasilkan publikasi yang tidak relevan dengan tujuan penelitian. Dari 10 AI yang diinvestigasi menunjukkan pula bahwa terdapat banyak studi yang terlewatkan dalam proses tinjauan sistematik.

Dari seluruh studi yang dilakukan Dr Maarteen, dapat disimpulkan bahwa tujuan Indonesia melaksanakan UHC memiliki dampak pada penyediaan obat yang terjangkau dengan kualitas baik. Sementara itu, AI tidak bisa menjadi alat utama dalam melakukan penelitian.

Pembicara kedua adalah Prof. Quazi Monirul Islam  dari Prince of Songkla University, Former WHO Director yang membahas tentang “Challenges and Priorities of Public Health in 21st Century: Can we achieve SDGs?”. Prof Quazi menjelaskan bahwa terdapat beberapa aspek transisi yang mempengaruhi kesehatan masyarakat. Pertama perubahan epidemiologi, yang mempengaruhi penyakit menular dapat menjadi penyakit tidak menular.

Sementara itu, penyakit tidak menular memiliki pengaruh besar terhadap kematian di dunia, mencapai 76%. Penanganan penyakit tidak menular sendiri berpengaruh besar dari tahapan preventif dengan perubahan gaya hidup dan pola konsumsi. Kesehatan masyarakat dipengaruhi pula oleh faktor demografi mengenai angka kematian dan harapan hidup. Faktor demografi memiliki pengaruh penting untuk memastikan seluruh generasi, khususnya yang masih muda dapat memiliki kualitas hidup yang baik pada masa lanjut usia. Di sisi lain, kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi migrasi masyarakat dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Faktor ini dapat berisiko pada penyebaran penyakit menular. Prof Quazi juga menjelaskan terdapat perubahan iklim yang baru-baru ini mempengaruhi kesehatan masyarakat sehingga sistem kesehatan perlu memiliki strategi untuk mengurangi dampak negatif yang dua hasilkan.

Pembicara ketiga adalah Prof. Dr. Tuti Ningsih Mohd Dom mengenai Resilience in Health Systems: Why Sustainable Financing Must Include Dental Care. Prof Tuti menjelaskan 3.7 orang di dunia yang memiliki penyakit mulut yang dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Prof Dr Tuti menjelaskan permasalahan mulut ini memiliki risiko besar terhadap penyakit tidak menular dan penyakit menular. Sayangnya, risiko yang besar tersebut tidak membuat perawatan mulut menjadi bagian terpenting dalam kesehatan masyarakat ataupun sistem kesehatan. Perawatan mulut ataupun gigi masih dilihat sebagai kebutuhan kesehatan yang tidak mendesak dan membutuhkan biaya besar sehingga dapat mengakibatkan OOP.

Dibutuhkan strategi kebijakan yang integrasi untuk mendorong perawatan gigi dapat diakses dan dimanfaatkan oleh masyarakat. WHO merekomendasikan empat aksi prioritas yang berkaitan dengan UHC dan dental care. Strategi ini perlu dilakukan karena pelayanan gigi juga memiliki pengaruh besar terhadap ketahanan dari sistem kesehatan.

Pembicara keempat adalah Prof. Tippawan Liabsuetrakul, MD, Phd  mengangkat topik “Communication Strategies and Community Engagement for Sustainable Healthcare”. 

Prof. Tippawan menyampaikan pentingnya strategi komunikasi dan keterlibatan komunitas dalam layanan kesehatan yang berkelanjutan. Prof. Tippawan menekankan bahwa partisipasi aktif masyarakat lokal harus menjadi hal yang penting dalam setiap intervensi kesehatan, mengingat konteks sosial dan sumber daya lokal yang berbeda-beda. Komunitas tidak hanya dipahami sebagai entitas geografis, tetapi juga sebagai kelompok dengan kepentingan dan nilai bersama. Untuk itu, kerangka interactive Evidence to Decision (iEtD) dari WHO diperkenalkan sebagai alat bantu dalam merancang kebijakan yang mempertimbangkan bukti ilmiah, nilai-nilai masyarakat, keadilan, hingga sumber daya yang dibutuhkan.

Prof. Tippawan juga memperkenalkan model Social Behaviour Change Communication (SBCC) yang mengacu pada kerangka Socio-Ecological ModelSocial Behaviour Change Communication (SBCC) merupakan pendekatan strategis yang digunakan untuk mendorong perubahan perilaku individu maupun sosial melalui pemahaman hubungan antara manusia dan lingkungannya. Melalui dua studi kasus yang dipresentasikan yaitu peningkatan cakupan vaksinasi di Bangladesh dan penguatan vaksin COVID-19 di wilayah perbatasan selatan Thailand terlihat bahwa kolaborasi antara akademisi, penyedia layanan kesehatan, dan masyarakat menjadi kunci dalam menyusun strategi yang tidak hanya efektif secara teknis, tetapi juga dapat diterima secara sosial.

Materi ini memperkaya diskursus akademik terkait praktik komunikasi kesehatan yang berbasis bukti dan kontekstual, serta membuka peluang kolaborasi lintas negara dalam pengembangan intervensi yang adaptif terhadap kebutuhan komunitas lokal.

Pembicara terakhir adalah Assoc. Prof Dr Mohd Fairuz bin Ali dari Universiti Kebangsaan Malaysia yang membahas tentang Universal Health Coverage (UHC) for the Aging Population: Optimising Preventive Care for Older Patients at Primary Care”.

Prof. Dr. Mohd Fairuz bin Ali (Universiti Kebangsaan Malaysia) menggarisbawahi urgensi penguatan layanan kesehatan primer dalam menghadapi tantangan populasi lansia yang terus meningkat. Diperkirakan pada 2050, jumlah penduduk dunia berusia 65 tahun ke atas akan mencapai 1,6 miliar, dengan hampir 60% di antaranya berada di Asia. Kondisi ini menuntut transformasi sistem kesehatan, terutama di negara berpendapatan rendah dan menengah, untuk memastikan tercapainya cakupan kesehatan secara universal atau Universal Health Coverage (UHC) yang inklusif bagi kelompok lansia.

Dr. Fairuz menekankan bahwa layanan primer merupakan fondasi UHC yang mencakup promosi kesehatan, deteksi dini, rehabilitasi, serta perawatan jangka panjang yang terintegrasi dan berpusat pada pasien. Ia memperkenalkan pendekatan Integrated Care for Older People (ICOPE) dari WHO yang menitikberatkan pada pemeliharaan kapasitas fungsional lansia melalui asesmen komprehensif, rencana perawatan individual, dan intervensi yang terkoordinasi. Tantangan besar seperti keterbatasan tenaga medis, kesenjangan pelatihan, dan fragmentasi layanan sosial-medis, memerlukan strategi bottom-up yang melibatkan komunitas, pengasuh, dan kebijakan nasional yang berpihak pada lansia.

Promosi kesehatan dan upaya pencegahan harus menjadi pilar utama dalam sistem layanan kesehatan, guna mendukung terwujudnya proses penuaan yang sehat. Selain itu, tenaga kesehatan di layanan primer perlu diberdayakan, dibekali pelatihan yang memadai, dan didukung secara sistematis agar mampu memberikan pelayanan yang menyeluruh dan berpusat pada individu, khususnya bagi populasi lanjut usia yang kian meningkat.

Sesi diakhiri dengan diskusi tanya jawab, dimana empat peserta menyampaikan pertanyaan kepada pembicara, dan selanjutnya ditutup secara resmi oleh moderator.

Reporter :
Tri Muhartini dan Karlina Dewi Sukarno (PKMK UGM)

 

Health System Resilience & Global Governance

Sesi ini dipandu oleh Shita Listyadewi, S.IP., MM, MPP, peneliti di Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK UGM). Shita membuka sesi dengan menjelaskan sistem kesehatan menghadapi berbagai tekanan, mulai dari tekanan jangka pendek (seperti penyakit musiman), hingga tekanan jangka panjang (seperti perubahan iklim). Dengan demikian, berbagai pilar sistem kesehatan perlu diperkuat untuk membangun sistem yang resilien.

Pembicara pertama pada sesi plenary ketiga ini adalah Dr. Somil Nagpal yang merupakan Senior (Lead) Health Specialist di The World Bank. Paparan Somil mengambil tajuk “Financing Resilient Health Systems in the Face of Global Crises”

Dalam paparannya, Somil, melalui studi kasus kawasan Asia Pasifik Timur (East Asia Pacific/ EAP), menggarisbawahi bahwa tantangan keberlanjutan pendanaan sistem kesehatan dapat mempengaruhi pencapaian sistem kesehatan dalam kerangka Universal Health Coverage (UHC). Kondisi finansial berbagai negara pasca pandemi COVID-19 beragam. Sebagian negara, seperti Vietnam, Indonesia, Kamboja, dan Filipina, mampu mencapai kondisi keuangan yang melampaui kondisi pra pandemi, namun beberapa negara lain, misalnya Palau dan Vanuatu, mengalami penurunan Gross Domestic Product (GDP) per kapita, bahkan mencapai dibawah kondisi pra pandemi 2019.

Somil juga menggambarkan capaian indikator cakupan pelayanan kesehatan UHC, di mana kawasan Pasifik menempati peringkat kedua terendah dibandingkan kawasan lain dalam tahun-tahun terakhir. Dengan demikian, jalan menuju UHC masih terlihat panjang sekaligus berliku dengan adanya kesulitan-kesulitan finansial yang dialami berbagai negara. Somil menutup presentasinya dengan menekankan bahwa repriotisasi adalah kunci untuk mendukung keberlanjutan pendanaan kesehatan di tengah berbagai krisis.

Sesi dilanjutkan dengan paparan dari Associate Professor Dr. Aznida Firzah Abdul Aziz dari Department of Family Medicine, Faculty of Medicine Universiti Kebangsaan Malaysia, dengan judul “Measuring UHC Progress: What Indicators Matter Most for the Malaysian Healthcare System?”

Aznida memaparkan kondisi pencapaian indikator-indikator terkait UHC di Malaysia dalam tahun-tahun terakhir. Pada 2023, 64% indikator sustainable development goals (SDG) Malaysia berstatus on track. Cakupan populasi yang menerima pelayanan kesehatan di Malaysia meningkat dari 70% pada 2018 menjadi 73% pada 2020, namun persentase masyarakat yang memiliki pengeluaran out-of-pocket (OOP) mencapai 38.3% pada 2023, yang diakui sebagai salah satu persentase tertinggi di kawasan. Walaupun Malaysia telah mengalami perubahan-perubahan signifikan dalam hal pelayanan kesehatan primer sejak 1960, beberapa isu kesehatan kontemporer, seperti populasi yang menua dan peningkatan prevalensi penyakit tidak menular menjadi tantangan bagi sistem kesehatan di Malaysia.

Aznida juga menjelaskan bahwa indikator-indikator UHC yang saat ini berlaku di Malaysia, perlu dikaji ulang dengan indikator tambahan. Sebagai contoh, aspek penyakit tidak menular yang diukur dengan diabetes screening rates, perlu ditambahkan dengan indikator terkait demensia atau stroke.

Pembicara ketiga adalah Profesor Maria Nilsson, Chair of Lancet Countdown in Europe, Umeå University dengan judul “Driving University Collaboration for Global Health through the Sustainable Health Partnership (SHIP)”.

Maria menjelaskan bahwa SHIP dibentuk sebagai wadah kolaborasi transdisipliner untuk mengusung tantangan-tantangan global yang kompleks dan berimplikasi pada kesehatan. SHIP dibentuk karena kesadaran bahwa tantangan-tantangan seperti perubahan iklim atau deforestasi, bukan lagi tantangan sektor lingkungan semata, melainkan juga sektor kesehatan.

SHIP bertujuan untuk mendukung pertukaran dan produksi pengetahuan secara kolektif, serta menciptakan perspektif baru untuk memfasilitasi translasi pengetahuan menjadi aksi. Melalui SHIP, peserta akan mendapatkan akses ke collaborative space, berbagai instrumen dan metode, serta beragam ekspertis. SHIP tidak hanya beranggotakan universitas di Swedia, namun juga beragam universitas lain di seluruh belahan dunia.

Pembicara selanjutnya adalah dr. Lutfan Lazuardi, M.Kes., Ph.D, Kepala Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM dengan judul  Harnessing Digital Transformation for Sustainable Health.

Lutfan menekankan pentingnya transformasi digital dalam sektor kesehatan sebagai strategi mitigasi perubahan iklim dan penguatan sistem kesehatan yang berkelanjutan. Indonesia sebagai salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di dunia memiliki peluang besar untuk menurunkan jejak karbon melalui pemanfaatan teknologi kesehatan digital, seperti telemedicine, yang terbukti mampu mengurangi emisi karbon hingga 40–70 kali dibandingkan kunjungan fisik. Transformasi digital tidak hanya tentang efisiensi, tetapi juga merupakan langkah strategis menuju model pelayanan kesehatan rendah emisi.

Universitas Gadjah Mada melalui proyek Climate Change Mitigation and Adaptation Policies (CCMAP) dan sistem peringatan dini demam berdarah memanfaatkan teknologi telemedicine sebagai strategi mitigasi perubahan iklim. CCMAP merupakan kolaborasi lintas sektor yang berfokus pada eHealth untuk adaptasi iklim di wilayah seperti Gunungkidul, sementara sistem peringatan dini demam berdarah dikembangkan sebagai alat bantu pengambilan keputusan yang mengintegrasikan data kesehatan, cuaca, dan pendidikan, serta didukung oleh kerjasama antar lembaga lokal dan internasional. Untuk menjamin keberhasilan transformasi digital ini, strategi digital harus mendukung agenda prioritas nasional, memperkuat jaminan kesehatan nasional, terintegrasi dengan sistem yang ada, bersifat inklusif, dan mampu diperluas secara berkelanjutan.

Pembicara terakhir dalam sesi plenary ini adalah Profesor Ming Xu. MD, PhD selaku dekan Department of Global Health, School of Public Health, Peking University dengan judul “Global Public Goods for Health in the Fight Against Infectious Diseases”.

Prof. Ming menyoroti pentingnya menjadikan produk kesehatan sebagai barang publik global (global public goods) yang non-rivalrous dan non-excludable, tujuannya untuk menjamin akses setara terhadap obat dan alat kesehatan, terutama dalam penanganan penyakit menular.

Prof. Ming juga menjelaskan bagaimana pengadaan publik global harus transparan dan berbasis regulasi ketat, serta bagaimana strategi market shaping seperti medicines patent pool (MPP), penetapan harga, dan kemitraan pengembangan produk dapat memperkuat inovasi, keterjangkauan, dan keberlanjutan. Contoh sukses seperti Medicines for Malaria Venture (MMV) dan inisiatif global seperti ACT-A dan AVMA memperlihatkan peran kolaborasi internasional dalam mempercepat akses terhadap vaksin dan terapi di negara berkembang. Pendekatan ini menegaskan bahwa produk kesehatan perlu dikelola sebagai barang publik global untuk memastikan keadilan dan efisiensi dalam respons kesehatan dunia.

Sesi kemudian dilanjutkan dengan diskusi tanya jawab yang dipandu oleh moderator. Dalam sesi ini, terdapat empat topik bahasan utama, yakni tentang pengukuran penurunan emisi karbon yang dihasilkan dari penerapan telemedicine, penyedia layanan bantuan kesehatan mental di Malaysia, inovasi yang telah dilakukan negara dalam rangka meningkatkan ketahanan layanan kesehatan (health service resilience), serta penerapan pendekatan riset transdisipliner dan transformasi hasil pengetahuan dari riset tersebut menjadi aksi nyata.

 

Reporter:
Monita Destiwi & Mentari Widiastuti (Divisi Public Health, PKMK)

Talkshow : Bridging Policy, Science, and Community Action for Sustainable Healthcare

 

Sesi talkshow dimulai dengan pembahasan terkait dengan bagaimana kaitan antara policy dan science serta peran masing-masing untuk keberlanjutan sistem kesehatan di negara berkembang, terutama di Indonesia, Thailand, dan Malaysia.

Professor Emeritus Dato’ Dr Syed Mohamed Aljunid menjelaskan bahwa keterlibatan penelitian saat ini sangat penting bagi keberlanjutan sistem kesehatan, dimana peran dari penelitian tersebut berupa rekomendasi solusi bagi masalah kesehatan di suatu negara.

 

Berikutnya, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D memaparkan bahwa saat ini tantangan yang dialami berupa menerjemahkan penelitian itu sendiri, utamanya terkait dengan sistem kesehatan. Hal tersebut dikemukakan berbasis fakta dimana Indonesia saat ini sedang dalam masa transformasi yang memungkinkan banyak kendala, terutama terkait dengan advokasi kepada stakeholders kunci.

Peran science dalam bidang kebijakan kesehatan dapat menggunakan kerangka konsep benchmark. Harapannya, benchmark ini dapat digunakan sebagai pembelajaran bagi negara-negara berkembang terhadap implementasi program dari negara-negara maju. Selain itu, monitoring dan evaluasi dari implementasi suatu program kesehatan juga penting untuk keberlanjutan sistem kesehatan, dimana di Indonesia sendiri masih susah untuk memastikan keberlangsungan tindakan tersebut.

Prof. Virasakdi Chongsuvivatwong  menceritakan pengalamannya dalam melakukan observasi terhadap pelaku sistem kesehatan, bahwa konsep dan mindset sebagai dasar untuk menciptakan suatu keputusan itu adalah hal mutlak yang sulit untuk diubah. Namun, sebagai pengamat sistem kebijakan, yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut yaitu melakukan adaptasi, strategi, dan tindakan terhadap keputusan yang telah diambil. Selain itu, sebagai pelaku dalam sistem kebijakan, kita juga harus menyadari bahwa suatu kebijakan masih memiliki batasan-batasan.

Pembahasan berikutnya terkait langkah nyata dalam menjaga keberangsungan sistem kesehatan dijelaskan oleh Laksono, bahwa saat ini Fakultas Kedokteran (FK-KMK) telah berkolaborasi dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) serta Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) untuk mendalami lebih lanjut pengetahuan terkait kebijakan dan manajemen kesehatan. Hal tersebut dilakukan dengan dasar bahwa pengetahuan terkait medis dan kesehatan saja tidak cukup untuk menunjang ilmu terkait dengan manajemen dan politik yang nantinya akan sangat berpengaruh dalam keseluruhan sistem kesehatan. Kolaborasi untuk peningkatan skill tersebut juga disetujui oleh Aljunid, dimana peningkatan skill tersebut memang tidak bisa didapatkan secara murni dari satu bidang, namun harus disertai dengan dukungan dari lintas sektor atau dari bidang yang lain.

Virasakdi menambahkan bahwa tidak hanya peningkatan skill, namun konsep mendasar berupa cara berpikir, terutama untuk mengatasi isu kesehatan, juga pasti berbeda-beda dari setiap negara, terutama negara maju seperti Amerika, sehingga mungkin tidak semua program yang negara-negara tersebut miliki dapat diadaptasi kedalam negara-negara berkembang. Masalah kesehatan dapat digambarkan dengan konsep iceberg, dimana masalah yang sering dianggap kompleks adalah yang terlihat di superfisial, seperti masalah terkait pembiayaan. Namun, sebenarnya sistem kesehatan itu masih memiliki masalah yang lebih kompleks dan lebih berdampak terhadap sistem kesehatan secara keseluruhan. Selain itu, budaya yang berkembang di suatu negara juga dapat mempengaruhi image negara tersebut bagi negara lain. Contoh nyata yang terjadi yaitu terkait budaya kebebasan di Thailand, akibatnya beberapa negara enggan melakukan pengiriman tenaga medis/tenaga kesehatan ke Thailand karena adanya budaya tersebut.

Sesi diskusi dibuka dengan pertanyaan bagaimana kebijakan yang berlandaskan evidence dan science itu dapat berubah akibat pengaruh dari minat dan perspektif stakeholders kunci, dimana hal tersebut akan berdampak nyata bagi sistem kesehatan. Emeritus menjelaskan bahwa saat ini kita harus bisa berkolaborasi dan berdiskusi dengan para politisi terutama untuk mewujudkan implementasi kebijakan kesehatan, dimana kolaborasi tersebut harus dapat menghasilkan rekomendasi dalam mengatasi isu kesehatan. Laksono berikutnya menambahkan kemampuan influencing juga merupakan kemampuan yang penting dalam proses implementasi kebijakan. Influencing ini harus didasari dengan kemampuan komunukasi, sehingga kesuksesan dalam advokasi kebijakan, utamanya kepada stakeholders kunci di bidang kesehatan, dapat dicapai. Sebagai penutup, Virasakdi juga mengemukakan bahwa minat untuk meningkatkan kemampuan diri untuk mempelajari kebijakan kesehatan sangat penting, seperti training, riset, serta metode pengembangan diri lainnya.

Talkshow diakhiri dengan bahasan barrier dalam kebijakan sistem kesehatan yang masih dialami oleh negara berkembang saat ini. Laksono menjelaskan bahwa tantangan terbesar saat ini memang masih terkait dengan pembiayaan kesehatan, namun sebenarnya masih banyak masalah kesehatan lainnya yang juga cukup kompleks, seperti dalam bidang clinical sciences, diantaranya masalah kardiovaskuler dan stunting. Harapannya forum seperti PGF ini juga dapat dikembangkan tidak hanya untuk kebijakan terkait pembiayaan kesehatan, namun juga untuk masalah-masalah kesehatan seperti clinical sciences tersebut. Terkait masalah pembiayaan kesehatan di Malaysia yang dipaparkan oleh Aljunid, bahwa ke depannya diharapkan implementasi kebijakan yang lebih komprehensif di bidang tersebut, karena saat ini sistem pembiayaan itu dinilai masih tertinggal dibandingkan negara lainnya. Berbeda dengan sistem pembiayaan negara Thailand yang dijelaskan oleh Virasakdi, bahwa pembiayaan kesehatan tersebut masih dipengaruhi oleh alokasi sumber daya dan regulasi yang berlaku. Alokasi sumber daya tersebut nantinya akan sangat berpengaruh terhadap pengembangan teknologi, seperti penggunaan Internet of Things (IoT) yang saat ini digunakan dalam sistem kesehatan, sehingga harapannya pengembangan tersebut dapat disertai dengan dukungan, baik riset maupun kebijakan yang berlaku.

Rangkaian kegiatan PGF 2025 ini ditutup dengan closing remarks yang disampaikan oleh dr. Lutfan Lazuardi, M.Kes., Ph.D. Ucapan terimakasih disampaikan kepada seluruh peserta yang telah berpartisipasi, para pembicara,  pihak sponsor, panitia kegiatan, serta Universiti Kebangsaan Malaysia dan Prince of Songkla University, Thailand yang telah turut mendukung terselenggaranya rangkaian kegiatan PGF 2025. Harapannya, rangkaian kegiatan PGF ini dapat memberikan dampak positif bagi sistem kesehatan serta dapat menjadi sebuah landasan inovasi dalam mengembangkan riset terkait kebijakan kesehatan. PGF berikutnya terjadwal akan dilaksanakan di Prince of Songkla University pada Juli 2026.

Reporter :
Bestian Ovilia Andini (PKMK UGM)

 

Regional Knowledge Event: The Strategic Role of Private Health Insurance (PHI) for Health System Goals and to Advance Universal Health Coverage

Hong Kong 2025

Welcome Remarks

Prof. dr. Laksono Trisnantoro – Profesor Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM.

materi

Hari pertama kursus kebijakan (6/5/2025) dimulai dengan sambutan dari Prof Laksono selaku chairman ANHSS membuka kursus kebijakan dengan memperkenalkan para anggota ANHSS yang berasal dari seluruh negara di Asia-Pasifik, yakni Thailand (diinisiasi oleh Prof Supakankunthi dan Prof Chantal Herberholz), Malaysia, Filipina, Indonesia (Prof Laksono), dan Hongkong selaku host.

Dalam pembukaan kali ini, Prof. Laksono menekankan pentingnya kolaborasi dari lintas sektor di Asia Pasifik dalam upaya memperkuat sistem kesehatan. Dimulai pada 2011, Laksono menekankan pentingnya agenda diskusi kebijakan terutama dalam isu-isu strategis, salah satunya adalah Asuransi Kesehatan Swasta (AKS). Laksono berharap dengan adanya kursus kebijakan ini, peserta dapat mengeksplorasi cara baru serta jejaring dalam kolaborasi dalam riset ataupun peningkatan kapasitas terutama dalam mengoptimalkan peran AKS. 

Structure of the Course

Prof. Eng-kiong Yeoh – Direktur Centre for Health Systems and Policy Research, JC School of Public Health and Primary Care, The Chinese University of Hong Kong (HKSAR, China)

materi

Prof. Yeoh menjelaskan struktur kursus kebijakan yang berfokus pada kerangka konsep keterlibatan sektor swasta dalam mewujudkan tujuan sistem kesehatan. Dalam konsep tersebut, Yeoh menjelaskan keterlibatan sektor swasta dapat diwujudkan untuk tujuan seperti memperbaiki ekuitas, perlindungan terhadap resiko finansial, efisiensi dan efektivitas, serta kontinuitas serta integrasi layanan kesehatan. Adapun peran dari sektor swasta dapat terwujud dalam banyak hal, seperti payers, providers dalam memberikan layanan kesehatan, atau suppliers seperti pemasok obat atau alat kesehatan.

The Role of the Private Sector in Health Financing

Materi kedua mengenai Peran Sektor Swasta di dalam Pembiayaan Kesehatan yang disampaikan oleh Profesor Siripen Supakankunti selaku Profesor, Pusat Keunggulan Ekonomi Kesehatan, Fakultas Ekonomi, Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand.

Prof. Siripen memaparkan peran sektor swasta dalam pembiayaan kesehatan di Asia Pasifik. Dalam sistem kesehatan, pihaknya menjelaskan bahwa sistem kesehatan publik dan swasta harus terjalin. Dalam negara yang mengandalkan sumber pembiayaan dari pajak dan jaminan kesehatan sosial, sumber pembiayaan swasta seperti asuransi kesehatan swasta, pinjaman, investasi dan ekuitas serta kontribusi dari filantropi dapat digunakan untuk menutup kekurangan atau defisit dari pembiayaan kesehatan.

Akan tetapi, secara umum, Siripen menyampaikan bahwa progress dari tiap negara untuk mengintegrasikan sumber pembiayaan swasta berbeda-beda. Di Asia Pasifik contohnya, India dan Lao PDR belum memiliki payung regulasi yang mewadahi asuransi kesehatan swasta untuk menjadi bagian dari lanskap sistem kesehatan negara masing-masing. Terdapat banyak variasi antar negara di Asia Pasifik, terutama negara berkembang, mengenai upaya mengoptimalisasi peran asuransi kesehatan swasta.

Di akhir sesi, Siripen menyimpulkan bahwa asuransi kesehatan swasta sejatinya dapat digunakan sebagai suplemen atau ‘katup’ dari sistem kesehatan publik. Asuransi kesehatan swasta menawarkan alternatif-alternatif kepada individu untuk akses terhadap spektrum layanan yang lebih luas. Selain itu, asuransi kesehatan swasta dapat menstimulasi pengembangan infrastruktur, seperti gedung rumah sakit atau klinik serta alat teknologi, yang dapat meningkatkan kapasitas. Namun, pengembangan ini harus diperhatikan agar tidak memperlebar jurang ekuitas.

materi

Integration of Financing and Provision of Primary Healthcare in the Private Sector

Pembicara: Dr. Yat Chow, Direktur Medis Eksekutif, Asuransi BUPA & Layanan Medis Kesehatan Berkualitas (HKSAR, China)
Dr. Chow membahas integrasi pembiayaan dan layanan primer di sektor privat melalui mekanisme yang selama ini dijalankan oleh BUPA. BUPA terdiri dari tiga entitas, yakni BUPA sendiri sebagai asuransi kesehatan swasta, Quality sebagai provider layanan kesehatan, dan BLUA yang merupakan aplikasi integrasi layanan kesehatan. Terdapat tiga model layanan yang ditawarkan oleh entitas BUPA, yakni layanan asuransi konvensional yang menjamin full coverage, subskripsi atau kapitasi rawat jalan yang bersifat partially insured, serta partnership dengan pemerintah berupa outsourcing (pembiayaan pemerintah HK untuk provider BUPA yakni Quality Healthcare)

Private Health Sector Assessment

Pembicara: Shita Dewi – Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, FK-KMK UGM (Indonesia)
Pada sesi siang, paparan materi dipimpin oleh Shita Dewi dari PKMK dengan judul Private Health Sector Assessment (PHSA). PHSA memiliki banyak tujuan; PHSA dapat digunakan untuk mengidentifikasi peran sektor swasta dalam sebuah negara, mendiagnosa hubungan sektor swasta dan publik, menganalisa market dari sektor swasta, hingga merumuskan langkah strategis keterlibatan sektor swasta.

Dalam PHSA, penting untuk mengetahui apa saja spektrum informasi baru yang ingin diketahui terkait dengan sektor kesehatan swasta. Hal ini dikarenakan asesmen sektor swasta memiliki variasi metode yang sangat luas, tergantung dengan tujuan atau objective yang ingin diraih. Setelah disusun tujuan dari PHSA, maka langkah berikutnya adalah mengembangkan strategi asesmen. Guiding questions yang dapat digunakan untuk menyusun strategi tersebut antara lain

  • Data kuantitatif apa saja yang dibutuhkan untuk peran dari sektor swasta?
  • Data kualitatif apa yang dibutuhkan untuk mengetahui motif, peluang, serta tantangan sektor swasta?
  • Apa metode koleksi data yang paling tepat?
  • Apa luaran yang ingin diraih dari PHSA?

Setelah pemberian materi, masing-masing peserta diminta untuk berkumpul sesuai dengan negara untuk melakukan case reading. Adapun case reading bertujuan untuk menyusun strategi PHSA berdasarkan informasi yang didapat dari jurnal yang telah dibagikan sebelumnya.

materi


Reporter:

dr. Ryan Rachmad Nugraha, MPH
(Departemen Kedokteran Keluarga & Komunitas, FK-KMK UGM)

Regional Knowledge Event merupakan pertemuan berkala yang diselenggarakan ANHSS sebagai forum diskusi antara para pembuat kebijakan, legislator, praktisi, pelaku industri, dan akademisi di region. Pada event kali ini (Mei 2025) dihadiri oleh lebih dari 120 peserta dari 8 negara di kawasan Asia.

Pembukaan disampaikan oleh tiga host acara ini, yaitu Professor Philip Wai-Yan Chiu, Dekan Faculty of Medicine, The Chinese University of Hong Kong (HKSAR, China), Professor Samuel Yeung-Shan Wong, Direktur JC School of Public Health and Primary Care, The Chinese University of Hong Kong (HKSAR, China) serta Professor dr. Laksono Trisnantoro, Profesor Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, FK-KMK, Universitas Gadjah Mada (Indonesia).

Ketiga sambutan menekankan bahwa prinsip-prinsip Universal Health Coverage (UHC) mendasari upaya untuk mensinergikan sumber daya sektor publik dan swasta. Peran swasta sangat krusial untuk menjadi mitra pemerintah dan berperan sebagai penambah (supplementary) dan pelengkap (complementary) dari sistem publik. Pada regional event kali ini, peran yang ditekankan adalah peran dari asuransi kesehatan swasta (AKS).

Sesi pagi hari diisi oleh beberape keynote speech dengan topik seputar peran AKS tersebut ditinjau dari berbagai perspektif: akademisi, pembuat kebijakan dan praktisi. Pertama, dari perspektif akademisi, disampaikan bagaimana posisi dan peran AKS dalam sistem Kesehatan ditinjau dari kerangka dan konteks UHC.

Topic: Review of the Role of PHI and Challenges in the Global Context

Speaker: Professor Eng-Kiong YEOH, Director, Centre for Health Systems and Policy Research, JC School of Public Health and Primary Care, The Chinese University of Hong Kong (HKSAR, China)

Prof. Yeoh menyampaikan bahwa asuransi pada dasarnya adalah tentang bagaimana risiko sakit (dan biaya) di-pooling untuk berbagi beban, sehingga tidak membebani pihak yang mengalami kejadian penyakit.

Pilihan dalam pooling:

  • No pooling (Masyarakat menanggung sendiri risiko melalui pembayaran langsung atau out of pocket/ OOP).
  • Unitary pooling/single pool (seluruh dana dan risiko digabung dalam satu pool. Contoh: Indonesia).
  • Fragmented pooling (dana dan risiko di-pool di beberapa ‘kantong’, misalnya sesuai wilayah (contoh: Jerman), risiko (contoh: UK), kelompok populasi (contoh: Thailand, Jepang))
  • Integrated pooling (terdapat kemungkinan untuk menggunakan dana dari pool lain ketika dibutuhkan (misal: dalam situasi yang “luar biasa” untuk sistem kesehatan).

Peran AKS sangat krusial untuk menjadi mitra pemerintah dan berperan sebagai penambah(supplementary) dan pelengkap (complementary) dari sistem publik, dalam hal ini khususnya dari sisi pembiayaan kesehatan tersebut.

Selanjutnya keynote speech diberikan dari perspektif pembuat kebijakan dan praktisi, masing-masing meninjau bagaimana AKS mendukung pencapaian tujuan-tujuan sistem kesehatan.

Topic: Strategic Roles of PHI: Regulation Perspective

Pembicara: Mr. Clement LAU Chung-Kin, Executive Director, Policy and Legislation, Insurance Authority (HKSAR, China)

Insurance Authority adalah lembaga pemerintah Hong Kong yang bertugas untuk membuat kebijakan-kebijakan terkait asuransi dan mengawasi para penyelenggara asuransi. Lau menegaskan mandat pemerintah sebagai regulator, sebagai pihak yang harus memastikan perlindungan bagi masyarakat namun juga mendukung industri asuransi untuk tetap berkesinambungan. Asuransi memiliki pula peran sosial: ada tidaknya asuransi dapat membentuk atau mengubah pola perilaku individu maupun kelompok.

 

Topic: Health Insurance and Sustainability of Hong Kong’s Healthcare System

Pembicara: Mr. Sam HUI, JP, Deputy Secretary for Health 1, Health Bureau (HKSAR, China)

Hui menyampaikan bahwa pembiayaan kesehatan di sektor non pemerintah di Hong Kong yang bersumber dari skema asuransi swasta masih terbatas (sekitar 30%) sementara komponen terbesar masih dari pembiayaan langsung/OOP sekitar 60%). Artinya, masih terbuka pasar yang uarbiasa besar bagi asuransi swasta. Namun untuk itu, paket layanan yang dijual harus:

  • Renewable hingga 100 tahun
  • Tidak ada cap terhadap total klaim sepanjang usia hidup
  • Perlindungan harus mencakup segala risiko termasuk pre-kondisi sejak tahun kedua keanggotaan, dan perlindungannya harus secara progresif diperluas sejak tahun ke-4 dari keanggotaan

(hal-hal ini merupakan ketentuan/diatur dalam regulasi pemerintah).

Hal lain yg dituntut pemerintah adalah transparansi harga dan menghilangkan asimetri informasi. Namun sayangnya, pemerintah Hong Kong juga memiliki tantangan untuk memperoleh informasi yang terkonsolidasi mengenai asuransi swasta. Oleh karena itu pemerintah secara rutin membuka dialog bersama para pelaku industri (Perusahaan asuransi swasta) untuk menginisiasi bagaimana hal ini dapat diupayakan bersama.

Topic: Strategic Roles of PHI for Universal Health Coverage

Pembicara: Dr. Eduardo P. BANZON, Director, Health, Human and Social Development Sectors Group, Asian Development Bank (The Philippines)

materi

Eduardo memulai sesinya dengan mengingatkan kita bahwa prinsip ‘universal’ dalam UHC mengartikan bahwa setiap orang harus memiliki akses terhadap layanan yang dibutuhkan, dan bagaimana pergeseran penyedia pelayanan dari public ke swasta terjadi hampir di seluruh negara di kawasan Asia, kecuali di negara-negara dimana pemerintah secara kuat sengaja membatasi sektor swasta. Seiring dengan itu, pemerintah mengembangkan sistem jaminan sosial untuk melindungi masyarakatnya.

Namun, AKS masih memiliki potensi bertumbuh di negara-negara dimana secara ‘population coverage’ belum terpenuhi dalam UHC. Dalam hal ini AKS dapat menjadi ‘substitute’. Namun, dari perspektif pemerintah, AKS tidak menguntungkan sebagai ‘substitute’ karena ini mengurangi porsi revenue sources bagi pool jaminan sosial nasionalnya. Oleh karena itu, yg perlu dilakukan agar AKS tetap bisa tumbuh di negara-negara dengan system jaminan sosial adalah AKS sebagai pelengkap/komplementer/suplementer dalam hal ‘service coverage’ dan dalam hal ‘financial protection’ sebagai salah satu sumber prepaid health. Di Filipina, voluntary AKS ini merupakan bagian dari non-taxable dan hanya bisa dibeli oleh mereka yang menjadi anggota Philhealth (system jaminan sosial), sehingga ini menarik bagi kelompok middle to lower-middle income population. Coordination of benefit pernah diinisiasi di Indonesia namun dihentikan (untuk sementara) sejak 2020.

Topic: Role of Health Insurance from Insurers’ Perspectives Contributing to Health System Goals

Pembicara: Mr. Alger FUNG, Chief Executive Officer, AIA Hong Kong and Macau (HKSAR, China)

Fung membawakan perspektif pelaku industri. Fung tidak hanya membahas dari sisi bagaimana asuransi Kesehatan swasta (AKS) menyediakan perlindungan Kesehatan tetapi menunjukkan bagaimana AKS juga berkepentingan untuk menjaga pelanggannya sehat, oleh karena itu Fung memfokuskan presentasinya social value yang dimiliki oleh AKS. AKS dapat membuat program-program dan skema untuk mempromosikan gaya hidup sehat bagi para pelanggannya. Misalnya, AIA menyediakan insentif pengurangan premi untuk pelanggan yang indikator-indikator kesehatannya membaik (misal: BMI), membuat taman umum di kota dan menyelenggarakan acara gratis kelas-kelas yoga, boxing, tenis, dan lain-lain.

 

Topic: Strategic Role of PHI for Health System Goals in Singapore

Pembicara: Professor Jeremy LIM, Chief Executive Officer, AMILI; Associate Professor (Adjunct), Saw Swee Hock School of Public Health, National University of Singapore (Singapore)

materi

Dalam konteks Singapura, Jeremy menyediakan sistem yang multitiered untuk dapat melayani masyarakat umum namun juga masyarakat kelas atas yang tidak ingin disamakan seperti masyarakat umum. Selain itu, Singapura memiliki banyak ekspatriat yang juga memiliki demand yang berbeda. Dalam sistem ini, tersedia MediFund untuk mereka yang tidak bisa membayar OOP, kemudian progam tambahan top up (Medisave, dan memungkinkan adanya co-payment).

MediShield tadinya dicanangkan pada 1990 untuk melindungi masyarakat secara umum namun ternyata terjadi adverse selection. Pada 2005 Medishield direformasi dan berhasil mencakup 90% masyarakat (sekitar 3.6 juta orang). AKS memiliki peran untuk menjadi opsi bagi mereka yang tidak tergabung dalam Medishield (misal: non warganegara) namun membutuhkan perlindungan (sekitar 2,4juta orang). Sementara itu, HealthierSG juga diluncurkan pada 2023, dan berfokus pada preventive care (melalui pembiayaan pajak) senilai SGD5 milyar per tahun.

Diskusi Panel

Setelah para pembicara menyampaikan keynote speech, sesi pagi ditutup dengan diskusi panel. Acara ini dimoderatori oleh Dr. Libby Ha-Yun LEE, Under Secretary for Health, Health Bureau (HKSAR, China). Para pembicara membahas beberapa hal yang memungkinkan AKS untuk hadir dan berperan dalam sistem kesehatan. Salah satu faktor yang dianggap penting adalah regulasi yang kuat. Namun regulasi yang kuat membutuhkan kapasitas menjalankan tata kelola yang baik dan juga membutuhkan data. Oleh karena itu, perlu dibangun sistem yang transparan dan akuntabel yang dapat memungkinkan data dimanfaatkan bersama untuk kepentingan pengembangan kebijakan dan pemantauan.

 

The Strategic Role of Private Health Insurance (PHI) for Health System Goals and to Advance Universal Health Coverage

Keynote Speech: Strategic Role of PHI in Advancing UHC: Industry and Country Experiences
Topic: Private health insurance under Universal Public Health Insurance System
Prof. Soonman Kwon – Professor/Former Dean, Seoul National University (SNU), Korea Selatan

materi

Prof. Kwon mengawali sesi siang dengan berbagi mengenai caveat dari Asuransi Kesehatan Swasta (AKS) di Korea Selatan. Di Korsel, PHI memiliki karakteristik eksternalitas fiskal dikarenakan sifat AKS yang berfungsi sebagai ‘katup’ dari skema asuransi publik. AKS di Korea Selatan turut meliputi co-payment dari asuransi kesehatan publik, sehingga turut meningkatkan utilisasi layanan kesehatan publik (efek moral hazard). Selain itu, AKS meliputi layanan yang secara umum tidak ditanggung oleh asuransi kesehatan publik. Di Korea Selatan, pemberi layanan kesehatan melakukan bundling layanan yang ditanggung dan tidak ditanggung oleh skema publik. Adapun skema care bundling ini memiliki dampak peningkatan utilisasi langsung baik dari layanan swasta, serta layanan yang ditanggung oleh skema publik.

Health Insurer’s Perspective BUPA

Dr. Yat CHOW dari BUPA menjelaskan bahwa utilisasi tertinggi dalam AKS adalah layanan rawat jalan. Di Hongkong, layanan rawat jalan primer memiliki utilisasi (dan return) tertinggi, yang mana terbagi atas Traditional Chinese Medicine (TCM) serta Western Medicine. Terlebih lagi, dalam layanan rawat jalan primer, porsi pembiayaan dari kantong sendiri (out-of-pocket) tetap mendominasi.

Hal unik dalam layanan kesehatan di Hong Kong adalah porsi yang setara diakibatkan oleh blending-in pembiayaan dan layanan antara publik dan swasta. Sebagai contoh, layanan rawat jalan didominasi oleh pembiayaan individu ($29bn.) dan sebagian dibiayai oleh skema pemerintah ($6.8bn.). Porsi pembiayaan antara publik dan swasta pun hampir setara. Secara umum, pembiayaan dari publik tahun fiskal 2023 adalah sebesar $150.4bn (58%) sedangkan pembiayaan swasta yakni sebesar $109.7bn (42%).

Country Experiences: Thailand, Malaysia, and Indonesia

Sesi dilanjutkan dengan country sharing dimana masing-masing pembicara membagikan pengalaman serta potensi AKS dalam lanskap sistem kesehatan. Di Thailand, Prof Herberholz membagikan bahwa secara umum di Thailand, AKS terbagi oleh dua (2) plan: plan asuransi kesehatan pribadi untuk individu dengan high-income, serta plan asuransi kesehatan berkelompok seperti pada sektor formal dan perusahaan. Hal ini juga diamini oleh Indonesia dan Malaysia dimana struktur asuransi kesehatan berdiri sendiri dengan dua plan tersebut, dan terpisahkan dengan pemberi layanan. Hal ini berbeda dengan negara Hong Kong dimana terdapat dualitas dari entitas asuransi kesehatan yang tidak hanya berperan sebagai insurer namun juga sebagai pemberi layanan kesehatan.

Adapun dari sharing berbagai negara, didapat beberapa isu yang homogen atau sama. Prof. Laksono dari Indonesia menyebutkan bahwa secara umum, asuransi kesehatan publik memiliki dua isu besar, yakni isu ekuitas dan sustainabilitas. Di Indonesia, isu inekuitas disebabkan oleh klaim asuransi publik yang cenderung selalu meningkat, dengan klaim rasio tinggi. Namun, klaim rasio yang tinggi ini memiliki kecenderungan terpusat, yang mana klaim tinggi dirasakan secara mayoritas di kota besar dengan infrastruktur memadai bahkan advanced. Di satu sisi, klaim rasio yang tinggi terus menerus mengancam sustainabilitas dari pembiayaan asuransi kesehatan publik. Selama pandemi COVID-19, klaim menurun drastis dikarenakan oleh turunnya utilisasi layanan. Namun setelah COVID-19, tren klaim meningkat sehingga menjadi salah satu penyebab asuransi kesehatan publik mengalami defisit.

Di Malaysia, sebagaimana disampaikan oleh Prof. Sharifa tingginya appetite terhadap layanan kesehatan telah diakomodasi dengan layanan kesehatan swasta yang juga didukung oleh medical tourism. Hal ini menyebabkan menjamurnya AKS dan layanan kesehatan swasta, yang diregulasi oleh Central Bank of Malaysia. Akan tetapi, inflasi medis serta peningkatan utilisasi menyebabkan premium asuransi swasta terus meningkat. Prof. Sharifa menambahkan diantisipasi pada 2025 premium asuransi swasta akan meningkat sebesar 40-70%.

Speakers:

Topic: Topic: Review of the Role of PHI and Challenges in the Global Context
Speaker: Professor Eng-Kiong YEOH, The Chinese University of Hong Kong (HKSAR, China)

materi

Topic: Strategic Roles of PHI: Regulation Perspective
Speaker: Mr. Clement LAU Chung-Kin, Executive Director, Policy and Legislation, Insurance Authority (HKSAR, China)

materi

Topic: Strategic Roles of PHI for Universal Health Coverage
Speaker: Dr. Eduardo P. BANZON, Director, Health, Human and Social Development Sectors Group, Asian Development Bank (The Philippines)

materi

Topic: Role of Health Insurance from Insurers’ Perspectives Contributing to Health System Goals
Speaker: Mr. Alger FUNG, Chief Executive Officer, AIA Hong Kong and Macau (HKSAR, China)

materi

Topic: Strategic Role of PHI for Health System Goals in Singapore
Speaker: Professor Jeremy LIM, Chief Executive Officer, AMILI; Associate Professor (Adjunct), Saw Swee Hock School of Public Health, National University of Singapore (Singapore)

materi

Topic: Private Health Insurance under Universal Public Health Insurance System
Speaker: Professor Soonman KWON, Professor/ Former Dean, Seoul National University (South Korea)

materi

Topic: Health Insurer’s Perspective: Bupa
Speaker: Dr. Yat CHOW, Executive Medical Director, Bupa HK (HKSAR, China)

materi

Topic: Private Health Insurance in China: Progress, Gaps, and Paths Forward
Speaker: Professor Yingyao CHEN, Deputy Dean, School of Public Health, Fudan University (China)

materi

Topic: The Role of Private Health Insurance in Achieving UHC in the Philippines
Speaker: Professor Maria Elena B. HERRERA, Adjunct Faculty of Asian Institute of Management, Makati City, Metro Manila (The Philippines)

materi

Topic: Country Experiences in the Development of PHI: Thailand
Speakers: Professor Siripen SUPAKANKUNTI, Professor, Centre of Excellence for Health Economics, & Professor Chantal HERBERHOLZ, Director, Centre of Excellence for Health Economics, Faculty of Economics, Chulalongkorn University, Bangkok (Thailand)

materi

Topic: Indonesia’s Private Health Insurance Current Situation
Speaker: Professor Dr. Laksono TRISNANTORO, Professor of Health Policy and Management, Department of Health Policy and Management, Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, Universitas Gadjah Mada (Indonesia)

materi

Topic: Malaysia’s Experience with Health Insurance
Speaker: Professor Dr. Sharifa Ezat WAN PUTEH, Professor of Public Health and Hospital Management Faculty of Medicine, Dean of Centre of Liberal Science, Universiti Kebangsaan Malaysia (Malaysia)

materi

 

Reporter:

  • Shita Dewi – Peneliti Divisi Kebijakan Kesehatan, PKMK FK-KMK UGM
  • dr. Ryan Rachmad Nugraha, MPH, Departemen Kedokteran Keluarga & Komunitas, FK-KMK UGM

 

Setelah peserta mengikuti rangkaian knowledge event dan kursus kebijakan pada 6-7 Mei 2025, panitia ANHSS bersama otoritas City University of Hong Kong (CUHK) Medical Center mengadakan hospital tour pada 8 Mei 2025. Hospital tour ini dipandu oleh Prof. Hong Fung selaku direktur utama CUHK Medical Center (atau disingkat CUHKMC).

Kuliah Umum Sistem Kesehatan Hong Kong & Asuransi Swasta: Studi Kasus CUHK Medical Center

Rangkaian acara diawali dengan sesi pemaparan yang disampaikan oleh Prof. Hong Fung. Dalam presentasi ini dijelaskan mengenai Layanan Kesehatan Swasta di Hong Kong, utamanya peranan Rumah Sakit serta Fasilitas Kesehatan Swasta dalam Lanskap Kesehatan Hong Kong.

Dalam presentasinya, Prof Fung menjelaskan bahwa dalam lanskap sistem kesehatan di Hong Kong, tidak boleh ada satu pun warga yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal ini menjadi dasar dari penyusunan kerangka sistem kesehatan di Hong Kong. Layanan Kesehatan Swasta (LKS) bersifat sebagai komplementer dari layanan yang bersifat publik (layanan kesehatan RS publik diatur skemanya oleh agensi Hospital Authorities atau HA).

Dalam prinsipnya, Hong Kong tetap memenuhi kebutuhan kesehatan di tengah tantangan epidemiologi seperti populasi yang mayoritas adalah usia lanjut. Di dalam skema ini, CUHMKC memiliki layanan khusus yang dapat memberikan kenyamanan serta kontinuitas. Misalnya, CUHKMC memiliki program unggulan seperti chronic disease co-care scheme sebagai perwujudan Public-Private Mix. Selain itu, CUHKMC memiliki layanan kanker komprehensif dengan skema mixed financing. Peran CUHKMC tidak hanya ada pada prevensi di hulu, namun hingga paling hilir seperti layanan paliatif (layanan end-of-life) serta survivorship (layanan kesehatan keluarga untuk pasien yang mengalami remisi).

Selain pelayanan yang komprehensif, salah sat keunggulan CUHKMC serta kolaborasi antara faskes di Hong Kong adalah transparansi harga. Di CUHKMC, seluruh harga paket pemeriksaan dibagikan kepada konsumen secara transparan. Untuk perubahan paket, Prof Fung menjelaskan bahwa administrasi akan membagikan perubahan tersebut minimal 3 bulan sebelum diterapkan. Hal ini memiliki manfaat yakni trust dari pasien kepada faskes.

Selain itu, dalam penetapan harga paket layanan umum, CUHKMC menerapkan prinsip seperti Diagnosis-Related Group (DRGs), yang mana disebut sebagai Diagnosis-Intervention Package (DIP). Dengan penetapan paket layanan umum yang bersifat evidence-based serta dilakukan update secara berkala, variasi harga antar pasien menjadi sedikit sehingga layanan menjadi efisien. asd

materi

Fasilitas & Program Unggulan

Hospital tour dimulai dari ruangan rawat inap umum. Di ruangan rawat inap, terdapat rak obat yang memiliki kunci dengan sensor. Kunci rak obat tersebut hanya dapat dibuka dengan fingerprint oleh staf bangsal. Hal ini dapat memitigasi risiko kehilangan obat.

Setelah itu, dalam ruangan bangsal OBGYN, juga terdapat ruangan rawat inap. Dalam CUHKMC, terdapat 3 kategori ranap

  • Private, yaitu 1 ruangan 1 bed
  • Semi-private, yakni 1 ruangan dengan 2 bed
  • Sharing, yakni 1 ruangan dengan 4-8 bed

Untuk private dan semi private, pembiayaan ranap menggunakan skema umum atau asuransi swasta. Sedangkan ruangan sharing dibiayai menggunakan asuransi publik.

Dalam ruangan ranap OBSGYN, masing-masing pasien diberikan monitor yang terhubung dengan CCTV. Dengan CCTV tersebut, pasien dapat dimonitor keberadaannya (layaknya Apple “Find my phone”). Selain itu, monitor juga diberikan kepada pasien ibu dan anak baru lahir, sehingga memudahkan identifikasi bayi.

Hal yang inovatif yang dilakukan oleh CUHKMC yakni adalah automasi peresepan. Dalam gudang farmasi, sistem automasi akan mengelompokkan obat dalam hitungan dosis, serta mengelompokkan obat-obatan untuk 1 pasien dalam 1 hari. Obat tersebut diberikan kepada pasien per hari nya, dan digabung menggunakan gelang. Dikarenakan obat tersebut digabung per hari, resiko ketinggalan minum obat dapat diminimalisir.

Reporter:
dr. Ryan Rachmad Nugraha, MPH
(Departemen Kedokteran Keluarga & Komunitas, FK-KMK UGM)

 

Regional Knowledge Event

The Strategic Role of Private Health Insurance (PHI)
for Health System Goals and to Advance Universal Health Coverage

Alva Hotel by Royal, 1 Yuen Hong Street, Shatin, Hong Kong
Selasa – Kamis, 6-8 Mei 2025

Webinar Asuransi Kesehatan Swasta

Asuransi Kesehatan Swasta (PHI) berperan penting dalam pembiayaan kesehatan dengan melindungi masyarakat dari beban biaya medis besar. Dalam konteks tekanan pendanaan BPJS dan keterbatasan anggaran pemerintah, PHI menjadi alternatif yang bersifat suplementer, komplementer, atau substitutif. Peran ini diperkuat dalam UU Kesehatan 2023 dan PP 28/2024, namun pemahaman publik masih terbatas.

Untuk mendorong diskusi dan pemahaman lebih lanjut, PKMK FK-KMK UGM mengadakan forum webinar nasional yang telah dilaksanakan pada Kamis, 27 Maret 2025 dengan tema “Asuransi Kesehatan Swasta Sebagai Katup Pengaman BPJS: Apakah mungkin terjadi?”

link

Proposal Riset Kebijakan dalam rangka pengembangan Asuransi Kesehatan Swasta (Private Health Insurance) di Indonesia

Pertemuan pembahasan proposal ini bertujuan mengajak berbagai pihak yang tertarik untuk aktif sebagai peneliti dalam Riset Kebijakan Pengembangan Askes Swasta di Indonesia. Kegiatan ini juga merupakan bagian dari persiapan menuju pertemuan internasional yang akan dilaksanakan di Hong Kong pada Mei 2025.

Draft proposal penelitian

Pertemuan 1. Penyajian awal proposal secara terbuka kepada semua pihak yang berminat untuk terlibat dalam riset ini

Hari/tanggal: Selasa, 15 April 2025
Waktu: Pukul 13.00 – 15.00 WIB

link zoom

Meeting ID: 890 0721 0423
Passcode: PHI

Pertemuan 2. Persiapan keberangkatan di Hongkong

Hari, tgl: Selasa, 29 April 2025
Peserta: Peneliti yang akan aktif terlibat dalam kegiatan pengembangan asuransi kesehatan swasta (undangan terbatas)

 

Tentang Acara

Sistem kesehatan di seluruh dunia menghadapi tekanan luar biasa akibat penuaan populasi dan meningkatnya biaya layanan kesehatan, yang mengancam stabilitas keuangan nasional dan daerah. Para pembuat kebijakan yang berupaya memperkuat sistem kesehatan mencari mekanisme pembiayaan alternatif untuk memastikan akses yang adil terhadap layanan kesehatan. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Dapatkah Asuransi Kesehatan Swasta (PHI) mengisi kesenjangan dan membantu sistem kesehatan dalam mencapai Cakupan Kesehatan Semesta (UHC)?

Topik penting ini akan dibahas dalam Regional Knowledge Event bertajuk “Peran Strategis Asuransi Kesehatan Swasta (PHI) untuk Tujuan Sistem Kesehatan dan Memajukan Cakupan Kesehatan Semesta,” yang akan diadakan pada Rabu, 7 Mei 2025, di Hong Kong. Acara ini diselenggarakan oleh Asia-Pacific Network for Health Systems Strengthening (ANHSS) bekerja sama dengan Centre for Health Systems and Policy Research di Jockey Club School of Public Health and Primary Care, The Chinese University of Hong Kong.

Latar Belakang

Pembiayaan kesehatan publik, seperti sistem berbasis pajak atau Asuransi Kesehatan Sosial (Social Health Insurance – SHI), memainkan peran penting dalam sistem kesehatan global dengan memastikan cakupan luas dan perlindungan keuangan. Di sisi lain, Asuransi Kesehatan Swasta (PHI), yang dibeli secara individu untuk melengkapi, mendukung, atau menggantikan mekanisme pembiayaan publik, juga berkontribusi dalam mengurangi risiko keuangan dan meningkatkan akses layanan kesehatan.
Meskipun skema pembiayaan publik menyediakan cakupan dasar, meningkatnya permintaan akan solusi pembiayaan inovatif telah meningkatkan perhatian terhadap PHI sebagai alat potensial untuk mendukung sistem publik dan memperluas akses layanan kesehatan. Namun, peran PHI dalam mencapai tujuan sistem kesehatan dan UHC masih menjadi perdebatan penting.

Salah satu tujuan sistem kesehatan sebagaimana yang ditetapkan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) PBB, Target 3.8, adalah Cakupan Kesehatan Semesta (UHC), yang didefinisikan sebagai “akses ke seluruh layanan kesehatan berkualitas, kapan dan di mana pun dibutuhkan, tanpa kesulitan finansial.” Meskipun UHC menjadi prioritas global, kemajuannya telah mengalami stagnasi bahkan sebelum pandemi COVID-19.

Di negara-negara OECD, belanja kesehatan diproyeksikan tumbuh sebesar 2,6% per tahun, lebih cepat dari pertumbuhan pendapatan pemerintah yang hanya 1,3%, sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang keberlanjutan keuangan.

Sementara itu, tren global seperti penuaan populasi dan meningkatnya penyakit kronis serta tidak menular menambah tekanan pada sistem kesehatan agar dapat memberikan layanan yang tepat waktu dan merata. Sistem pembiayaan tunggal seperti SHI memang memberikan perlindungan dasar, namun banyak negara menghadapi defisit fiskal yang semakin meningkat, dengan suntikan anggaran tambahan yang diperlukan untuk menjaga keberlanjutan keuangan.

Akibatnya, para pembuat kebijakan di seluruh dunia mengeksplorasi pendekatan pembiayaan kesehatan yang inovatif dan pelengkap. PHI semakin mendapat perhatian karena potensinya untuk mengurangi beban sektor publik, meningkatkan akses layanan kesehatan, dan mengurangi biaya langsung (out-of-pocket costs) bagi individu. Dengan mempertimbangkan tantangan dan peluang ini, diskusi mendalam mengenai peran PHI dalam mencapai tujuan sistem kesehatan dan UHC menjadi sangat penting dan relevan.

Gambaran Acara

Acara ini akan memberikan pemahaman menyeluruh tentang peran strategis PHI dalam konteks tujuan sistem kesehatan di kawasan Asia-Pasifik, dengan menghadirkan wawasan dan pengalaman dari akademisi senior, pembuat kebijakan, regulator, ekonom, dan pelaku industri asuransi.
Para peserta akan berpartisipasi dalam diskusi mengenai:

  • Prinsip Cakupan Kesehatan Semesta – Memahami UHC, perspektif para pemangku kepentingan, serta upaya kolektif dalam mencapainya.
  • Tujuan Sistem Kesehatan, Kebutuhan Populasi, dan Perspektif Pasien – Menelusuri bagaimana desain sistem kesehatan yang berbeda mengatasi tantangan yang sama.
  • Peran Strategis Asuransi Kesehatan Swasta – Menganalisis bagaimana PHI dapat melengkapi dan mendukung skema nasional yang sudah ada.
  • Lingkungan Bisnis dan Regulasi – Membahas persyaratan yang diperlukan agar PHI dapat berfungsi sebagai alat pembiayaan yang berkelanjutan.
  • Studi Kasus dari Asia-Pasifik – Mempelajari pengalaman spesifik dari berbagai negara dan praktik terbaik dalam penerapan PHI.

Acara ini akan menjadi platform unik bagi para pemangku kepentingan utama untuk bertukar pengetahuan, berbagi strategi, dan mengeksplorasi pendekatan berbasis bukti dalam memanfaatkan PHI untuk mendukung UHC.

Tujuan Acara

  • Menganalisis peran PHI dalam mencapai tujuan sistem kesehatan dan UHC di kawasan Asia-Pasifik.
  • Mengkaji kebutuhan dan tantangan sistem kesehatan dari perspektif berbagai pemangku kepentingan, termasuk pembuat kebijakan, regulator, ekonom, dan industri asuransi.
  • Mengeksplorasi berbagai model pembiayaan kesehatan, kelebihan, keterbatasan, dan potensi sinerginya dengan PHI.
  • Mendorong pertukaran pengetahuan tentang strategi untuk mengatasi tekanan finansial dalam layanan kesehatan sambil menjaga aksesibilitas dan kesetaraan.
  • Mendiskusikan kebijakan dan kerangka regulasi yang diperlukan untuk memastikan kontribusi PHI yang berkelanjutan dalam pembiayaan kesehatan.
  • Menyajikan studi kasus nyata yang menggambarkan pengalaman berbagai negara dan pelajaran dalam mengintegrasikan PHI ke dalam sistem kesehatan.

Pembicara dan Tamu Undangan

  • Dr. Eduardo P. BANZON (Director, Health Sector Group, Asian Development Bank, Philippines)
  • Professor Ying-Yao CHEN (Professor, Fudan University, China)
  • Mr. Clement CHEUNG (CEO, Insurance Authority, Hong Kong SAR, China)
  • Professor Philip Wai-Yan CHIU (Dean of Medicine, The Chinese University of Hong Kong, Hong Kong SAR, China)
  • Dr. Yat CHOW (Executive Medical Director, Bupa HK, Hong Kong SAR, China)
  • Shita DEWI (Health Policy and Public Health Division, CHPM, Universitas Gadjah Mada, Indonesia)
  • Dr. FUNG Hong, Executive Director and CEO of CUHK Medical Centre, HKSAR, China)
  • Professor Chantal HERBERHOLZ (Professor, Chulalongkorn University, Thailand)
  • Mr. Sam HUI (Deputy Secretary for Health 1, Health Bureau, Hong Kong SAR, China)
  • Professor Soonman KWON (TBC) (Professor, Seoul National University, South Korea)
  • Dr. Libby Ha-Yun LEE (Under Secretary for Health, Health Bureau, Hong Kong SAR, China)
  • Ms. Sarah LEONG (TBC) (Director, Finance Partnerships and Governance, Ministry of Health, Singapore)
  • Professor Chung-Mau LO (TBC) (Secretary for Health, Health Bureau, Hong Kong SAR, China)
  • Professor Siripen SUPAKANKUNTI (Professor, Chulalongkorn University, Thailand)
  • Professor Laksono TRISNANTORO (Professor, Universitas Gadjah Mada, Indonesia)
  • Professor Sharifa Ezat WAN PUTEH (Professor, Universiti Kebangsaan Malaysia, Malaysia)
  • Professor Samuel Yeung-Shan WONG (Director, JC School of Public Health and Primary Care, The Chinese University of Hong Kong, Hong Kong SAR, China)
  • Professor Eng-Kiong YEOH (Director, Centre for Health Systems and Policy Research, The Chinese University of Hong Kong, Hong Kong SAR, China)

Sasaran Peserta

  • Pembuat kebijakan, regulator, ekonom kesehatan, perusahaan asuransi, penyedia layanan kesehatan, dan peneliti yang terlibat dalam penguatan sistem kesehatan dan pembiayaan.
  • Pejabat pemerintah yang menangani kebijakan kesehatan, pemangku kepentingan asuransi kesehatan swasta, serta organisasi internasional yang berfokus pada pencapaian UHC.
  • Profesional dari lembaga multilateral, administrator rumah sakit, dan kelompok advokasi pasien yang ingin memahami strategi pembiayaan kesehatan inovatif serta peran PHI dalam melengkapi sistem kesehatan publik.

Kursus Kebijakan


LINK PENDAFTARAN

 

 

Narahubung

Ratri / 0851-5517-2030

 

 

Rangkaian Pelatihan Evidence Based for Health Policy-Making

 Juli – Agustus 2025

Latar Belakang

Secara konsep, evidence atau bukti ini dapat diartikan  sebagai ‘kebijakan berbasis bukti’ (Evidence Based Policy) yang sering dianggap sebagai hasil evolusi dari gerakan kedokteran berbasis bukti (Evidence Based Medicine / EBP) (Goldenberg 2005; Pawson 2006; Young et al. 2002). Pendekatan ini mengarahkan untuk setiap keputusan diambil untuk menyelesaikan suatu masalah kesehatan telah mempertimbangkan bukti atau evidence yang ada. Permasalahan yang diselesaikan dengan mengambil suatu keputusan atau penetapan kebijakan dari pengambil keputusan tanpa mempertimbangkan evidence dapat mengakibatkan kesalahan tipe III yaitu masalah tidak terselesaikan dan menimbulkan masalah baru lainnya (Dunn, 2003).

Namun, ketika EBP ini tersedia, banyak pengambil keputusan yang tidak memiliki kemampuan untuk membaca dan memahaminya sehingga hasil dari EBP ini diperlukan pula jembatan atau diterjemahkan. Penerjemahan EBP ini dapat disebutkan dengan melakukan Knowledge Translation Product (Produk Penerjemahan Pengetahuan) yang memiliki fungsi untuk mengisi gap antara pengetahuan dan kebutuhan praktik. Ada banyak bentuk Knowledge Translation Product yang menjadi prioritas materi pelatihan, dua diantaranya; policy brief dan briefing notes. Dua produk ini banyak digunakan karena memiliki dampak lintas konteks dan topik. Policy brief dan briefing notes merangkum banyak evidence antara lain; evidence dari sumber global, lokal, dan kontekstual (wawancara informan kunci dengan pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan yang ditargetkan). Policy Brief mengandung beberapa poin utama yang cukup lengkap yaitu pernyataan masalah, opsi atau elemen, dan pertimbangan implementasi. Sedangkan briefing notes lebih singkat, dengan cepat dan efektif memberi saran kepada pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan tentang masalah publik yang mendesak dengan menyatukan bukti penelitian global dan bukti lokal.

Tujuan

Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peserta untuk:

  1. Memahami tentang kebijakan kesehatan
  2. Memahami analisis kebijakan kesehatan
  3. Memahami policy brief
  4. Mampu menyusun policy brief
  5. Memahami advokasi kebijakan

Pemateri

  1. Dr. Gabriel Lele, S.IP, M.Si – Dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik, FISIPOL, UGM
  2. Shita Listya Dewi, S.IP., MM, MPP – Kepala Divisi Kebijakan Kesehatan, PKMK FK – KMK, UGM
  3. Tri Muhartini, S.IP, MPA – Peneliti Kebijakan Kesehatan, PKMK FK – KMK, UGM
  4. Relmbuss Biljers Fanda, MPH, Ph.D (Cand) – Peneliti Kebijakan Kesehatan, PKMK FK-KMK, UGM

  Target Peserta

  1. Akademisi Bidang Kesehatan
  2. Peneliti dan Konsultan Bidang Kesehatan
  3. Pejabat dan Staf Lembaga Pemerintahan Bidang Kesehatan
  4. Jejaring Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) atau/dan Mitra PKMK

Biaya

Pembayaran peserta dapat dilakukan dengan melalui transfer ke rekening panitia dengan Kode Unik 17, contoh Rp. 1.500.017. No. Rekening sebagai berikut:

No Rekening : 9888807171130003
Nama Pemilik : Online Course/ Blended Learning FK UGM
Nama Bank : BNI
Alamat : Jalan Persatuan, Bulaksumur Yogyakarta 55281

Catatan: pembayaran yang di lakukan dari beda Bank BNI, mohon bisa menggunakan biaya transfer online sebesar Rp. 6.500 tidak bisa menggunakan biaya BI Fast sebesar Rp. 2.500

Rangkaian Kegiatan Online

Materi Submateri Biaya

Tahapan 1 Analisis Kebijakan (8 – 10 Juli 2025)

Peranan evidence dalam penyusunan kebijakan

  1. Apa itu kebijakan?
    1. Definisi Kebijakan
    2. Proses Kebijakan 
  2. Mengenal evidence untuk analisis kebijakan
    1. Definisi Evidence Based Policy Making dan Evidence-Informed
    2. Evidence Synthesis untuk penyusunan kebijakan

Umum : Rp. 1.500.000,-
Kelompok/Instansi (Maks 3 orang free 1 orang): Rp. 2.500.000

Memahami Analisis Kebijakan Kesehatan

  1. Analisis Kebijakan Kesehatan dalam Proses Kebijakan
  2. Perumusan Masalah dalam Analisis Kebijakan Kesehatan
    1. Jenis-jenis Masalah dalam analisis kebijakan
    2. Penetapan Masalah Prioritas
    3. Perumusan Masalah
  3. Metode Forecasting dalam Analisis Kebijakan Kesehatan
  4. Perumusan Alternatif/Opsi dan Rekomendasi Kebijakan

Tahapan 2 Policy Brief (29 – 30 Juli 2025)

Menyediakan Usulan Kebijakan Kesehatan dalam Policy Brief

  1. Mengenal Knowledge Translation (KT)
    1. Konsep KT
    2. Produk KT
    3. Struktur Policy Brief
  2. Menulis Rumusan Masalah dalam Policy Brief
    1. Pernyataan Masalah
    2. Ukuran Masalah
  3. Menulis Usulan Kebijakan

Umum : Rp. 1.000.000,-
Kelompok/Instansi (Maks 3 orang free 1 orang): Rp. 2.000.000

Tahapan 3 Advokasi Kebijakan (19 – 20 Agustus 2025)

Definisi advokasi kebijakan kesehatan

  1. Mengenal Advokasi Kebijakan
    1. Definisi advokasi kebijakan
    2. Mengapa advokasi kebijakan penting?
  2. Ceritakan advokasi mu

Umum : Rp. 1.000.000,-
Kelompok/Instansi (Maks 3 orang free 1 orang): Rp. 2.000.000

Strategi advokasi kebijakan kesehatan

  1. Menyusun Tujuan SMART
  2. Pemetaan Pemangku Kepentingan
    1. Identifikasi Target Pemangku Kepentingan
    2. Analisis Interest dan Power Pemangku Kepentingan
    3. Membangun Koalisi Advokasi Kebijakan 
  3. Membangun Pesan Advokasi Kebijakan
  4. Mengenal Alat dan Taktik Advokasi Kebijakan
  5. Komunikasi dalam Advokasi Kebijakan
  6. Menyusun Rencana Advokasi Kebijakan

 

Form Pendaftaran

Kegiatan Offline di Yogyakarta

(Coming Soon)

Narahubung

Ubaid Hawari
Telp : 082241939213
Email: [email protected]

Kepesertaan dan Konfirmasi Pembayaran:
Maria Lelyana (Kepesertaan)
Telp: 0811250983
Email: [email protected]

 

Postgraduate Forum di Bidang Sistem Kesehatan dan Kebijakan ke-9

Pada tanggal 14-15 September 2015 telah diselenggarakan Postgraduate Forum (PGF) ke-9 di Kuala Lumpur, Malaysia. Forum ini berfokus di bidang sistem kesehatan dan kebijakan serta menjadi ajang berkumpulnya para praktisi kesehatan masyarakat untuk membahas isu-isu terkini di kawasan Asia. Forum ini menjadi kesempatan baik bagi para mahasiswa yang tengah menjalani program S2 atau S3 di bidang kesehatan.

Dalam dua hari tersebut, para peserta memberikan berbagai presentasi oral maupun poster mengenai studi-studi dari negara masing-masing. Forum ini disampaikan dalam bentuk reportase oleh tim PKMK FK UGM bekerjasama dengan minat studi Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan (KMPK) IKM, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. Reportase selengkapnya silahkan klik link berikut:

Hari I   Hari II

Reportase Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia 2017

Forum nasional VII Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia telah diselenggarakan pada 25-26 Oktober 2017 di Fakultas Kedokteran UGM dengan tema “Monitoring Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional“ dan “Pengalaman Empirik dalam Penyusunan Kebijakan Kesehatan di Level Pemerintah Pusat atau Daerah”. Salah satu catatan penting yang dihasilkan ialah pihak Kementerian Kesehatan menantikan rekomendasi dari Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia untuk menjawab permasalahan kesehatan yang masih ada. Selain itu, terdapat pula kemungkinan penelitian yang akan didukung Kementrian Kesehatan terkait sektor kesehatan, terutama untuk isu yang jarang diteliti.

Pada Forum Nasional kali ini terdapat 10 Co-Host yang menyiarkan kegiatan ini secara langsung di lokasi mereka masing-masing diantaranya Universitas Trisakti, Universitas Sumatera Utara, Universitas Andalas, Universitas Padjajaran, Universitas Mulawarman, Universitas Jember, Universitas, Hasanuddin, Universitas Samratulangi, Rumahsakit Bali Royal, dan RSUD DOK II Papua. Materi dan reportase kegiatan selengkapanya dapat dilihat pada link berikut dan akan terdapat Post Test untuk mendapatkan sertifikat dari kegiatan ini.

dan 0274-549425 (hunting/Fax): 0274-549425. Keterangan lebih jauh, silakan klik link berikut

Website FKKI 2017   Bahan Diskusi

 
 
refleksi
refl2

Forum Nasional XI Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) 2021

Kegiatan ini membahas berbagai topik isu prioritas kesehatan di tengah pandemi COVID-19 untuk membantu pengambil keputusan menangani guncangan yang terjadi dalam sistem kesehatan untuk mendorong terjadinya reformasi. Terdapat delapan topik yang akan menjadi bahan diskusi dalam kegiatan Fornas, sebagai berikut:

AGENDA MINGGU PERTAMA
Pembukaan Forum Nasional JKKI XI Senin, 11 Oktober 2021 LINK
Topik 1 Health Security Selasa, 12 Oktober 2021 LINK
Topik 2 Ketahanan Sistem Kesehatan: Penguatan sistem kesehatan menggunakan pembelajaran dari pandemi COVID-19 Rabu, 13 Oktober 2021 LINK
Topik 3 Penguatan Sistem Kesehatan Nasional yang Tahan terhadap Berbagai Ancaman Kamis, 14 Oktober 2021 LINK
Musik Relaksasi FORNAS Ke XI JKKI –  Tribute to Titiek Puspa Jumat, 15 Oktober 2021 LINK
AGENDA MINGGU KEDUA
Topik 4 Prioritas Kebijakan Kesehatan    
Topik 4A Ketahanan Layanan KIA: Tantangan dan peluang pelayanan KIA di masa pandemi COVID-19 Senin, 18 Oktober 2021 LINK
Topik 4B Optimalisasi upaya penurunan stunting di masa pandemi COVID-19 Selasa, 19 Oktober 2021 LINK
Topik 4C Ketahanan Layanan Kanker: Tantangan dan peluang pelayanan kanker selama pandemi dan rencana pemulihan pasca pandemi COVID-19 Kamis, 21 Oktober 2021 LINK
Topik 4D Ketahanan Layanan Jantung: Tantangan dan peluang pelayanan jantung selama pandemi dan rencana pemulihan pasca pandemi COVID-19 Jumat, 22 Oktober 2021 LINK
Topik 4E Pemanfaatan Kebijakan E-Procurement Obat dalam LKPP Selasa 19 Oktober 2021  
AGENDA MINGGU KETIGA
Topik 5 Kebijakan JKN Untuk Keadilan Sosial: Implementasi Pemenuhan Supply Side dan Cost-Sharing Berdasarkan Data Rutin Kesehatan dan DaSK untuk Penguatan JKN Senin- Selasa,
25- 26 Oktober 2021
LINK

 

 

 

 

 

Arsip Agenda Tahun 2024

25 Jan – 23 Feb Seri webinar penelitian kebijakan untuk para dosen Poltekkes link
6 Maret 2024 Peluncuran buku: Pengayaan Ilmu Kedokteran Untuk Mengatasi Masalah Klinis dan Kesehatan Masyarakat: Pengalaman Universitas Gadjah Mada (1993 – 2023) link
4 Maret 2024 On the occasion of World Hearing Day (March 3)
Innovative Concept Regarding Structures For Early Detection and Treatment of Hearing Problems in Children and Babies in Indonesia
link
22-24 April 2024 Reportase World Health Summit – Regional Meeting 2024
“Shaping the future of health across Asia and the Pacific”
link
8-10 Mei 2024 Priorities 2024, Shaping the Future of Health Prioritization: Strategies for Sustainable Solutions link
20-23 Mei 2024 Pelatihan Riset Implementasi Kebijakan link
Mei – Juli 2024

Blended Learning: Rangkaian Pelatihan Evidence Based for Health Policy-Making

link
5-7 Juni 2024 Reportase Health System Strengthening Accelerator (HSSA) Workshop 2024 link
27 Juni 2024 Reportase Secure Webinar 15: Kolaborasi Sektor Publik dan Swasta dalam Integrasi Pelayanan Masyarakat, Layanan Primer, dan Rumah Sakit: Pembelajaran dari Singapura link
26 Agustus 2024 Diskusi Online: Program-program Pengembangan Kepemimpinan Sebagai Respon Berlakunya UU Kesehatan 2023 dan PP 28 tahun 2024 link
3-26 Agustus 2024 Seri Diskusi tentang Struktur Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2024 sebagai Peraturan Pelaksana UU No. 17 Tahun 2023 link
Agustus – September 2024 Penelitian Kebijakan dengan Menerapkan Prinsip Evidence Based / Informed Policy oleh Fakultas – Fakultas Kedokteran di Indonesia link
September 2024 Peningkatan Kapasitas Organisasi Poltekkes dalam Melakukan Penelitian Kebijakan link
20 September 2024 Webinar : Diskusi tentang Rencana PMK tentang Penyelenggaraan Fasyankes link
14-17 Oktober 2024 Forum Nasional XIV Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) link
22-25 Oktober 2024 Reportase 20th National Health Research for Action (NHRFA) Evidence Summit link
30 Okober 2024 Diseminasi “Analisis Implementasi Pelayanan Kesehatan untuk Penyandang Disabilitas dalam Mencapai Universal Health Coverage (UHC)” link
18-22 November 2024 Reportase The 8th Global Symposium on Health Systems Research 2024 link
25-28 November 2024 (ANHSS) A Policy Course on Health System Transformation
Private Sector Engagement for a Primary Care Led Integrated Health Care System
link
16,18,30 Desember 2024 Webinar Series 10 Tahun Kebijakan JKN dalam 3 Periode link

 

 

 

Forum Nasional XII Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) 2022

Kegiatan ini akan membahas berbagai topik isu prioritas kesehatan yang berkaitan dengan enam pilar transformasi sistem kesehatan untuk membantu pengambil keputusan menangani tantangan masa depan dengan melibatkan akademisi, peneliti, analis kebijakan dan pemangku kepentingan terkait lainnya. Terdapat sembilan topik yang akan menjadi bahan diskusi dalam kegiatan Fornas, sebagai berikut:

KEGIATAN
Pembukaan Forum Nasional XII:
Peran dan Posisi Analis Kebijakan dalam Transformasi Sistem Kesehatan
Senin, 17 Oktober 2022 LINK
Bukti Baru dari  Data Sampel BPJS Kesehatan: Pelayanan Penyakit Katastropik dan Transformasi Kesehatan Selasa, 18 Oktober 2022 LINK
Pengembangan DaSK Provinsi Selasa, 18 Oktober 2022 LINK
Peran Analis Kebijakan dan Keterampilan yang Dibutuhkan: Penggunaan Data Sekunder Kesehatan dan Teknik Advokasi Rabu, 19 Oktober 2022 LINK

Kebijakan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan (Kebijakan Alkes, Kebijakan Farmasi / obat, Kebijakan Fitofarmaka)

Kamis, 20 Oktober 2022 LINK

Transformasi Pembiayaan Layanan Kesehatan Primer: Upaya Pembenahan Sistem Kesehatan Indonesia

Jumat, 21 Oktober 2022 LINK
Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan Saat Krisis Kesehatan dengan Digitalisasi Peta Respon Senin, 24 Oktober 2022 LINK
Pengembangan RS Khusus dan layanan unggulan khusus merespons transisi sistem rujukan Selasa, 25 Oktober 2022 LINK
Kebijakan Diabetes Melitus di Indonesia Rabu, 26 Oktober 2022 LINK
Penutupan Forum Nasional XII: Transformasi kesehatan sebagai alat, bukan tujuan Kamis, 27 Oktober 2022 LINK