coba dropdown

 


Kursus Kebijakan: Keterlibatan Sektor Swasta untuk Tujuan Sistem Kesehatan dan Meningkatkan Cakupan Kesehatan Semesta

Tentang Acara

Kami dengan senang hati mengumumkan kursus kebijakan bertajuk “Keterlibatan Sektor Swasta untuk Tujuan Sistem Kesehatan dan Meningkatkan Cakupan Kesehatan Semesta.”

Kursus ini akan berlangsung selama tiga hari pada 6-8 Mei 2025 di Hong Kong, diselenggarakan oleh Asia-Pacific Network for Health Systems Strengthening (ANHSS) bekerja sama dengan Centre for Health Systems and Policy Research di JC School of Public Health and Primary Care, The Chinese University of Hong Kong.

  • Hari pertama (6 Mei 2025): Sesi pembelajaran oleh para pengajar dengan perspektif terkait pembiayaan, penyediaan layanan kesehatan, dan penilaian sektor swasta.
  • Hari kedua (7 Mei 2025): Acara “Knowledge Event” yang menghadirkan tamu undangan, akademisi, dan pakar industri.
  • Hari ketiga (8 Mei 2025): Kunjungan ke rumah sakit swasta, termasuk presentasi tamu dan tur fasilitas (tergantung ketersediaan).

Latar Belakang

Penuaan populasi global berkontribusi pada meningkatnya prevalensi penyakit kronis dan penyakit yang dapat dicegah, yang menyebabkan permintaan layanan kesehatan meningkat serta memberikan tekanan pada keberlanjutan sistem kesehatan. Pengeluaran kesehatan diperkirakan akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pendapatan pemerintah, menimbulkan kekhawatiran terkait keberlanjutan keuangan dalam jangka panjang.

Untuk mengatasi hal ini dan mendorong negara-negara membangun sistem kesehatan yang tangguh, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan Cakupan Kesehatan Semesta sebagai salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Reformasi sistem kesehatan mencakup berbagai aspek, termasuk pembiayaan, pengadaan, dan penyediaan layanan kesehatan.

Di kawasan Asia-Pasifik, fragmentasi dalam penyelenggaraan layanan kesehatan masih menjadi tantangan. Koordinasi layanan primer, komunitas, dan rumah sakit masih terbatas, serta sistem kesehatan publik dan swasta cenderung beroperasi secara terpisah, yang menghambat efektivitas dan efisiensi sistem kesehatan. Beberapa negara telah menerapkan kebijakan seperti perluasan skema asuransi kesehatan swasta untuk melibatkan sektor swasta dalam sistem kesehatan berbasis layanan primer. Namun, berbagai tantangan masih menghambat kemajuan, termasuk biaya kesehatan yang terus meningkat, ketidaksesuaian manfaat asuransi dengan kebutuhan masyarakat, serta hambatan politik dan legislatif.

Kursus ini akan membahas keterlibatan sektor swasta dalam sistem kesehatan dari perspektif berbagai pemangku kepentingan, termasuk pembuat kebijakan, regulator, ekonom, dan penyedia asuransi. Isu-isu utama seperti pengadaan, penyediaan layanan, serta pengalaman pasien dalam mengakses layanan kesehatan swasta dan perlindungan finansialnya akan didiskusikan.

Tujuan Kursus

Peserta akan memperoleh:

  • Analisis kebutuhan dan tantangan sistem kesehatan dari perspektif pembuat kebijakan, regulator, ekonom, dan penyedia asuransi.
  • Pemahaman tentang keterlibatan sektor swasta, praktik industri yang mempengaruhi pembelian dan pengadaan layanan kesehatan, serta dampaknya terhadap desain produk asuransi kesehatan.
  • Informasi untuk membantu pengambilan keputusan terkait pemanfaatan produk pembiayaan komersial seperti Asuransi Kesehatan Swasta (Private Health Insurance/PHI) dalam penyediaan layanan kesehatan.
  • Pemahaman mengenai pengalaman pasien dalam sistem kesehatan swasta, mencakup akses, kualitas layanan, dan perlindungan finansial.

Peserta Sasaran

Kursus ini ditujukan bagi:

  1. Pembuat kebijakan tingkat nasional dan daerah,
  2. Pelaksana kebijakan kesehatan,
  3. Manajer sektor kesehatan,
  4. Praktisi yang bekerja dengan sektor swasta dan regulator.
  5. Kepala atau direktur organisasi kesehatan swasta,
  6. Akademisi,
  7. Peneliti di bidang sistem dan kebijakan kesehatan,
  8. Perwakilan organisasi internasional dan mitra pembangunan

Agenda

Hari 1: Kursus Kebijakan – Selasa, 6 Mei 2025
KCTCRC, 1/F School of Public Health Building, Prince of Wales Hospital, Shatin, Hong Kong

  • 08:45 – 09:00 | Registrasi
  • 09:00 – 10:30 | Presentasi 1: Peran Sektor Swasta dalam Pembiayaan Kesehatan
    Pembicara: Prof. Siripen Supakankunti (Chulalongkorn University, Thailand)
  • 10:30 – 11:00 | Istirahat & Minuman
  • 11:00 – 12:30 | Presentasi 2: Penyediaan Layanan Kesehatan oleh Sektor Swasta
    Pembicara: Dr. Yat Chow (Bupa HK, HKSAR, China)
  • 12:30 – 14:30 | Istirahat Makan Siang
  • 14:00 – 14:25 | Presentasi 3: Penilaian Sektor Kesehatan Swasta
    Pembicara: Shita Dewi (UGM, Indonesia)

Hari 2: Acara Knowledge Event 

Hari 3: Kunjungan Rumah Sakit Swasta – Kamis, 8 Mei 2025
CUHK Medical Centre, Hong Kong

  • 08:45 – 09:00 | Registrasi
  • 09:00 – 09:45 | Presentasi: Sektor Kesehatan Swasta di Hong Kong
    Pembicara: Prof. Fung Hong (CUHK Medical Centre)
  • 09:45 – 10:15 | Istirahat & Penyerahan Sertifikat
  • 10:15 – 11:30 | Tur Rumah Sakit

 

 

Regional Knowledge Event The Strategic Role of Private Health Insurance (PHI) for Health System Goals and to Advance Universal Health Coverage

Alva Hotel by Royal, 1 Yuen Hong Street, Shatin, Hong Kong
Selasa – Kamis, 6-8 Mei 2025

Tentang Acara

Sistem kesehatan di seluruh dunia menghadapi tekanan luar biasa akibat penuaan populasi dan meningkatnya biaya layanan kesehatan, yang mengancam stabilitas keuangan nasional dan daerah. Para pembuat kebijakan yang berupaya memperkuat sistem kesehatan mencari mekanisme pembiayaan alternatif untuk memastikan akses yang adil terhadap layanan kesehatan. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Dapatkah Asuransi Kesehatan Swasta (PHI) mengisi kesenjangan dan membantu sistem kesehatan dalam mencapai Cakupan Kesehatan Semesta (UHC)?

Topik penting ini akan dibahas dalam Regional Knowledge Event bertajuk “Peran Strategis Asuransi Kesehatan Swasta (PHI) untuk Tujuan Sistem Kesehatan dan Memajukan Cakupan Kesehatan Semesta,” yang akan diadakan pada Rabu, 7 Mei 2025, di Hong Kong. Acara ini diselenggarakan oleh Asia-Pacific Network for Health Systems Strengthening (ANHSS) bekerja sama dengan Centre for Health Systems and Policy Research di Jockey Club School of Public Health and Primary Care, The Chinese University of Hong Kong.

Latar Belakang

Pembiayaan kesehatan publik, seperti sistem berbasis pajak atau Asuransi Kesehatan Sosial (Social Health Insurance – SHI), memainkan peran penting dalam sistem kesehatan global dengan memastikan cakupan luas dan perlindungan keuangan. Di sisi lain, Asuransi Kesehatan Swasta (PHI), yang dibeli secara individu untuk melengkapi, mendukung, atau menggantikan mekanisme pembiayaan publik, juga berkontribusi dalam mengurangi risiko keuangan dan meningkatkan akses layanan kesehatan.
Meskipun skema pembiayaan publik menyediakan cakupan dasar, meningkatnya permintaan akan solusi pembiayaan inovatif telah meningkatkan perhatian terhadap PHI sebagai alat potensial untuk mendukung sistem publik dan memperluas akses layanan kesehatan. Namun, peran PHI dalam mencapai tujuan sistem kesehatan dan UHC masih menjadi perdebatan penting.

Salah satu tujuan sistem kesehatan sebagaimana yang ditetapkan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) PBB, Target 3.8, adalah Cakupan Kesehatan Semesta (UHC), yang didefinisikan sebagai “akses ke seluruh layanan kesehatan berkualitas, kapan dan di mana pun dibutuhkan, tanpa kesulitan finansial.” Meskipun UHC menjadi prioritas global, kemajuannya telah mengalami stagnasi bahkan sebelum pandemi COVID-19.

Di negara-negara OECD, belanja kesehatan diproyeksikan tumbuh sebesar 2,6% per tahun, lebih cepat dari pertumbuhan pendapatan pemerintah yang hanya 1,3%, sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang keberlanjutan keuangan.

Sementara itu, tren global seperti penuaan populasi dan meningkatnya penyakit kronis serta tidak menular menambah tekanan pada sistem kesehatan agar dapat memberikan layanan yang tepat waktu dan merata. Sistem pembiayaan tunggal seperti SHI memang memberikan perlindungan dasar, namun banyak negara menghadapi defisit fiskal yang semakin meningkat, dengan suntikan anggaran tambahan yang diperlukan untuk menjaga keberlanjutan keuangan.

Akibatnya, para pembuat kebijakan di seluruh dunia mengeksplorasi pendekatan pembiayaan kesehatan yang inovatif dan pelengkap. PHI semakin mendapat perhatian karena potensinya untuk mengurangi beban sektor publik, meningkatkan akses layanan kesehatan, dan mengurangi biaya langsung (out-of-pocket costs) bagi individu. Dengan mempertimbangkan tantangan dan peluang ini, diskusi mendalam mengenai peran PHI dalam mencapai tujuan sistem kesehatan dan UHC menjadi sangat penting dan relevan.

Gambaran Acara

Acara ini akan memberikan pemahaman menyeluruh tentang peran strategis PHI dalam konteks tujuan sistem kesehatan di kawasan Asia-Pasifik, dengan menghadirkan wawasan dan pengalaman dari akademisi senior, pembuat kebijakan, regulator, ekonom, dan pelaku industri asuransi.
Para peserta akan berpartisipasi dalam diskusi mengenai:

  • Prinsip Cakupan Kesehatan Semesta – Memahami UHC, perspektif para pemangku kepentingan, serta upaya kolektif dalam mencapainya.
  • Tujuan Sistem Kesehatan, Kebutuhan Populasi, dan Perspektif Pasien – Menelusuri bagaimana desain sistem kesehatan yang berbeda mengatasi tantangan yang sama.
  • Peran Strategis Asuransi Kesehatan Swasta – Menganalisis bagaimana PHI dapat melengkapi dan mendukung skema nasional yang sudah ada.
  • Lingkungan Bisnis dan Regulasi – Membahas persyaratan yang diperlukan agar PHI dapat berfungsi sebagai alat pembiayaan yang berkelanjutan.
  • Studi Kasus dari Asia-Pasifik – Mempelajari pengalaman spesifik dari berbagai negara dan praktik terbaik dalam penerapan PHI.

Acara ini akan menjadi platform unik bagi para pemangku kepentingan utama untuk bertukar pengetahuan, berbagi strategi, dan mengeksplorasi pendekatan berbasis bukti dalam memanfaatkan PHI untuk mendukung UHC.

Tujuan Acara

  • Menganalisis peran PHI dalam mencapai tujuan sistem kesehatan dan UHC di kawasan Asia-Pasifik.
  • Mengkaji kebutuhan dan tantangan sistem kesehatan dari perspektif berbagai pemangku kepentingan, termasuk pembuat kebijakan, regulator, ekonom, dan industri asuransi.
  • Mengeksplorasi berbagai model pembiayaan kesehatan, kelebihan, keterbatasan, dan potensi sinerginya dengan PHI.
  • Mendorong pertukaran pengetahuan tentang strategi untuk mengatasi tekanan finansial dalam layanan kesehatan sambil menjaga aksesibilitas dan kesetaraan.
  • Mendiskusikan kebijakan dan kerangka regulasi yang diperlukan untuk memastikan kontribusi PHI yang berkelanjutan dalam pembiayaan kesehatan.
  • Menyajikan studi kasus nyata yang menggambarkan pengalaman berbagai negara dan pelajaran dalam mengintegrasikan PHI ke dalam sistem kesehatan.

Pembicara dan Tamu Undangan

  • Dr. Eduardo P. BANZON (Director, Health Sector Group, Asian Development Bank, Philippines)
  • Professor Ying-Yao CHEN (Professor, Fudan University, China)
  • Mr. Clement CHEUNG (CEO, Insurance Authority, Hong Kong SAR, China)
  • Professor Philip Wai-Yan CHIU (Dean of Medicine, The Chinese University of Hong Kong, Hong Kong SAR, China)
  • Dr. Yat CHOW (Executive Medical Director, Bupa HK, Hong Kong SAR, China)
  • Shita DEWI (Health Policy and Public Health Division, CHPM, Universitas Gadjah Mada, Indonesia)
  • Dr. FUNG Hong, Executive Director and CEO of CUHK Medical Centre, HKSAR, China)
  • Professor Chantal HERBERHOLZ (Professor, Chulalongkorn University, Thailand)
  • Mr. Sam HUI (Deputy Secretary for Health 1, Health Bureau, Hong Kong SAR, China)
  • Professor Soonman KWON (TBC) (Professor, Seoul National University, South Korea)
  • Dr. Libby Ha-Yun LEE (Under Secretary for Health, Health Bureau, Hong Kong SAR, China)
  • Ms. Sarah LEONG (TBC) (Director, Finance Partnerships and Governance, Ministry of Health, Singapore)
  • Professor Chung-Mau LO (TBC) (Secretary for Health, Health Bureau, Hong Kong SAR, China)
  • Professor Siripen SUPAKANKUNTI (Professor, Chulalongkorn University, Thailand)
  • Professor Laksono TRISNANTORO (Professor, Universitas Gadjah Mada, Indonesia)
  • Professor Sharifa Ezat WAN PUTEH (Professor, Universiti Kebangsaan Malaysia, Malaysia)
  • Professor Samuel Yeung-Shan WONG (Director, JC School of Public Health and Primary Care, The Chinese University of Hong Kong, Hong Kong SAR, China)
  • Professor Eng-Kiong YEOH (Director, Centre for Health Systems and Policy Research, The Chinese University of Hong Kong, Hong Kong SAR, China)

Sasaran Peserta

  • Pembuat kebijakan, regulator, ekonom kesehatan, perusahaan asuransi, penyedia layanan kesehatan, dan peneliti yang terlibat dalam penguatan sistem kesehatan dan pembiayaan.
  • Pejabat pemerintah yang menangani kebijakan kesehatan, pemangku kepentingan asuransi kesehatan swasta, serta organisasi internasional yang berfokus pada pencapaian UHC.
  • Profesional dari lembaga multilateral, administrator rumah sakit, dan kelompok advokasi pasien yang ingin memahami strategi pembiayaan kesehatan inovatif serta peran PHI dalam melengkapi sistem kesehatan publik.

Kursus Kebijakan

LINK PENDAFTARAN

 

 

 

Daftar PMK dan Kepmenkes 2024

Daftar Peraturan Menteri Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penggunaan Logo Kementerian Kesehatan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyelenggaraan Dekonsentrasi Kementerian Kesehatan Tahun Anggaran 2024

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2024 tentang Pedoman Cara Pembuatan yang Halal bagi Obat, Produk Biologi, dan Alat Kesehatan, serta Pencantuman Informasi Asal Bahan untuk Alat Kesehatan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 77 Tahun 2016 tentang Sistem Klasifikasi Keamanan dan Akses Arsip Dinamis di Lingkungan Kementerian Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2018 tentang Pedoman Tata Kearsipan Dinamis di Lingkungan Kementerian Kesehatan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2018 tentang Kebijakan Pengawasan Intern Kementerian Kesehatan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2024 tentang Standar Teknis Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Kesehatan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2024 tentang Besaran, Persyaratan, dan Tata Cara Pengenaan Tarif sampai dengan Rp0,00 (Nol Rupiah) atau 0% (Nol Persen) atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Berupa Layanan Penerbitan Surat Tanda Registrasi yang Berlaku pada Kementerian Kesehatan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pakaian Dinas Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kantor Kesehatan Pelabuhan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit di Lingkungan Kementerian Kesehatan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2024 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum di Lingkungan Kementerian Kesehatan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2019 tentang Penerapan Manajemen Risiko Terintegrasi di Lingkungan Kementerian Kesehatan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2024 Tentang Mekanisme Seleksi, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian, dan Tata Kerja Konsil Kesehatan Indonesia, Kolegium Kesehatan Indonesia, dan Majelis Disiplin Profesi

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2024 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Konsil Kesehatan Indonesia, Kolegium Kesehatan Indonesia, dan Majelis Disiplin Profesi

link

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2024 Tentang Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama

link

 

Daftar Keputusan Menteri Kesehatan

Sumber website kementerian kesehatan: https://farmalkes.kemkes.go.id/

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/5/2024 tentang Pedoman Identitas Kementerian Kesehatan:

link

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/124/2024 tentang Penetapan Biaya Pengolahan Plasma:

link

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/163/2024 tentang Etalase Konsolidasi pada Katalog Elektronik Sektoral Kementerian Kesehatan

link

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/176/2024 tentang Izin Memperoleh, Menyimpan, dan Menggunakan Narkotika Untuk Kepentingan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bagi Instalasi Pengawasan Mutu Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat

link

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/177/2024 tentang Formularium Obat dan Perbekalan Kesehatan pada Pelayanan Kesehatan Haji

link

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/178/2024 Tentang Suplemen Kodeks Makanan Indonesia Ketiga

link

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/492/2024 tentang Uraian Tugas dan Fungsi Organisasi dan Pembentukan Tim Kerja dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Unit Pelaksana Teknis Bidang Pengamanan Alat dan Fasilitas Kesehatan

link

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/503/2024 tentang Nilai Klaim Harga Obat Program Rujuk Balik, Obat Penyakit Kronis di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjut, Obat Kemoterapi, dan Obat Alteplase

link

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/1347/2024 tentang Suplemen III Farmakope Indonesia Edisi VI 2024

link

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/1596/2024 tentang standar akreditasi rumah sakit

link

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1581/2024 Tentang Keanggotaan Kolegium Kesehatan Indonesia Periode Tahun 2024-2028:

link

Reportase Pembukaan Pembelajaran Kelembagaan:

Peningkatan Kapasitas Organisasi Poltekkes dalam Melakukan Penelitian Kebijakan

Selasa, 3 September 2024

3sept

PKMK-Yogyakarta. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK-KMK UGM) menyelenggarakan Pembukaan Pembelajaran Kelembagaan Peningkatan Kapasitas Organisasi Poltekkes dalam Melakukan Penelitian Kebijakan pada Selasa (3/9/2024). Kegiatan ini dimoderatori oleh Monita Destiwi, MA. Keynote Speech Syarifah Liza Munira, S.E, MPP, Ph.D (Kepala BKPK Kemenkes RI). Pembicara Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D (Guru Besar FK-KMK UGM), Pembahas Hendro Saputro, S.Si, Apt (Ketua Tim Kerja Pengembangan Program Studi, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat), dan sambutan Dr. Iswanto, S.Pd, M.Kes (Direktur Poltekkes Kemenkes Yogyakarta)

Pada pembukaan pembelajaran kelembagaan ini, Laksono menyampaikan kegiatan ini berfokus pada penguatan kapasitas kelembagaan di Indonesia dalam hal riset kebijakan kesehatan. Laksono menekankan pentingnya pembelajaran kelembagaan yang tidak hanya mencakup pengembangan individu, tetapi juga organisasi, untuk memperkuat Poltekkes sebagai unit pusat yang dapat diandalkan dalam monitoring, evaluasi, dan rekomendasi kebijakan kesehatan. Pihaknya juga menyoroti tantangan yang dihadapi oleh dosen dalam berperan aktif dalam kebijakan kesehatan di daerah, serta pentingnya keterampilan advokasi dan penggunaan data rutin untuk mendukung riset kebijakan yang efektif tanpa harus bergantung pada survei yang mahal. Narasumber berharap Poltekkes dapat memanfaatkan fasilitas yang ada untuk mendukung penelitian yang berdampak positif bagi masyarakat.

Syarifah Liza Munira, S.E, MPP, Ph.D., sebagai keynote speech-nya pada pembukaan pembelajaran kelembagaan ini menekankan pentingnya pelatihan ini untuk memperdalam keterampilan analisis data, penyusunan proposal penelitian, penulisan artikel jurnal, advokasi kebijakan, dan implementasi kebijakan. Menurutnya, penelitian yang dilakukan Poltekes harus berdampak nyata bagi masyarakat, tidak hanya sebatas teori. Pihaknya juga menyoroti kolaborasi antara Poltekkes, akademisi, dan Kementerian Kesehatan dalam riset implementasi, yang saat ini sudah mencakup 15 riset dari 21 Poltekkes. Liza berharap peningkatan kapasitas Poltekkes ini akan membantu memperkuat kebijakan kesehatan yang relevan dan tepat sasaran. Selain itu, Kementerian Kesehatan melalui BKPK juga mendukung optimalisasi data kesehatan untuk mendukung riset berbasis bukti. Liza juga menekankan pentingnya kolaborasi antara akademisi, praktisi, dan pemerintah dalam memperkuat riset kebijakan kesehatan demi transformasi pelayanan kesehatan di Indonesia.

Selanjutnya sambutan yang diberikan oleh Dr. Iswanto, S.Pd, M.Kes, Direktur Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, menyambut baik pelatihan peningkatan kapasitas organisasi Poltekkes dalam penelitian kebijakan. Iswanto menegaskan pentingnya peran Poltekes sebagai kepanjangan tangan Kemenkes di daerah untuk melakukan kajian terhadap kebijakan dan program kesehatan. Pihaknya juga mendorong dosen-dosen Poltekkes di seluruh Indonesia untuk mulai fokus pada riset kebijakan, memanfaatkan data sekunder dan data rutin yang tersedia, serta berkontribusi dalam pembuatan kebijakan berbasis bukti. Contoh sukses riset malaria yang dilakukan Poltekkes Yogyakarta bersama WHO menjadi inspirasi untuk riset kebijakan lainnya di masa depan.

Kemudian dilanjutkan dengan sesi pemaparan materi pengantar pembelajaran kelembagaan peningkatan kapasitas organisasi Poltekkes dalam melakukan penelitian kebijakan oleh Laksono. Pihaknya menyampaikan bahwa program pelatihan yang diselenggarakan bertujuan untuk meningkatkan kapasitas organisasi Poltekkes dalam penelitian kebijakan kesehatan, dengan fokus pada penerapan langsung dalam menyusun proposal riset yang relevan dengan isu-isu kesehatan nasional. Poltekkes diharapkan dapat memainkan peran penting dalam penelitian kebijakan di tingkat nasional, tidak hanya sebagai penonton, tetapi menjadi pemimpin yang mampu mempengaruhi kebijakan lokal dan nasional. Dukungan dari pimpinan organisasi dan komitmen untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dalam riset kebijakan sangat diperlukan, dan Poltekes harus membangun kemampuan di berbagai bidang, termasuk penulisan proposal, artikel jurnal, dan pengelolaan riset untuk mencapai peran strategis dalam kebijakan kesehatan di Indonesia.

Hendro Saputro, S.Si, Apt, membahas pengantar yang disampaikan Laksono, dalam bahasannya menyoroti pentingnya peran Poltekkes dalam penelitian kebijakan kesehatan, terutama dengan sebaran 38 Poltekkes di seluruh Indonesia dan 24 rumpun keilmuan. Poltekkes diharapkan berpartisipasi aktif dalam kebijakan berbasis riset untuk mendukung transformasi sistem kesehatan. Tantangan utama yang dihadapi adalah link and match antara kebutuhan daerah dan riset yang dilakukan, serta keterbatasan anggaran dan beban kerja dosen. Hendro juga mendorong Poltekkes untuk meningkatkan hilirisasi hasil penelitian kebijakan agar dapat digunakan dalam pengambilan keputusan di daerah, serta pentingnya membentuk kelompok studi untuk memperkuat penelitian kebijakan seperti yang diusulkan oleh Laksono dalam kegiatan pembelajaran kelembagaan untuk peningkatan kapasitas organisasi poltekkes dalam melakukan penelitian kebijakan.

Video pemaparan kegiatan dapat diakses pada link berikut klik disini

Reporter: Via Angraini, S.K.M (PKMK)

 

 

Reportase Webinar Program-Program Pengembangan Kepemimpinan sebagai respon Berlakunya UU Kesehatan 2023 dan PP 28 Tahun 2024

26 Agustus 2024

rep 26ags

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Universitas Gadjah Mada (PKMK UGM) menyelenggarakan webinar Program-Program Pengembangan Kepemimpinan sebagai respon Berlakunya Undang Undang (UU) Kesehatan 2023 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024 pada Senin (26/8/2024).

Kegiatan dibuka oleh Master of Ceremony (MC) dan dilanjutkan dengan pengantar yang disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M,Sc, PhD. Laksono memaparkan mengenai program-program PKMK FK-KMK UGM untuk Kepemimpinan dalam era UU Kesehatan Tahun 2023. Situasi sistem kesehatan di Indonesia saat ini digambarkan melalui status kesehatan masyarakat yang masih belum baik, pemerataan pelayanan kesehatan belum tercapai, dan keberlanjutan pendanaan kesehatan masih menjadi tanda tanya. Salah satu komponen penting dalam sistem kesehatan adalah governance dimana terdapat aspek kepemimpinan di dalamnya yang berfungsi sebagai regulator, operator, pendanaan, dan pelatihan sumber daya manusia untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Secara keseluruhan, masih diperlukan kolaborasi dari pemerintah, masyarakat, dan kelompok usaha untuk membangun fungsi governance yang jelas. Selama 20 tahun sebelum berlakunya UU Kesehatan, belum ada kerja sama yang baik antarpemimpin di sektor kesehatan.

Laksono menilai dibutuhkan pengembangan kepemimpinan secara umum, bersifat pelatihan yang berprinsip pengembangan secara berjenjang, mencakup banyak pemimpin di satu wilayah, penerapan sense making dengan menggunakan UU Kesehatan sebagai faktor kuatnya, dan penggunaan alat atau metode kepemimpinan meta leadership, serta menggunakan platform digital untuk pembelajaran yang tergabung dalam Plataran Sehat. PKMK FK-KMK UGM sebagai pusat pengembangan ilmu mencoba membantu semua pihak agar lebih mudah mempelajari isi UU dan PP dengan menggunakan platform digital agar mudah dipahami dan berbagai pelatihan kepemimpinan dengan dasar UU Kesehatan 2023.

Acara selanjutnya adalah pembahasan yang disampaikan oleh perwakilan organisasi profesi. Pembahas pertama adalah Dr. dr. Beni Satria dari Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI). Beni menyampaikan mengenai kompleksitas rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan yang dihadapkan pada berbagai regulasi, undang-undang, dan risiko lainnya. Keharusan mengimplementasikan PP No 28 Tahun 2024 dalam waktu 1 tahun akan berdampak besar terhadap industri rumah sakit. Terlebih dengan ditegaskannya bahwa pimpinan fasyankes tidak diwajibkan harus tenaga medis, maka hal ini perlu diterjemahkan lebih lanjut secara rinci baik dari aspek leadership, manajemen RS, pengalaman, dan pendidikan, serta indikator untuk mengukur kapabilitasnya. RS memerlukan waktu yang tidak sebentar untuk menyesuaikan perubahan berdasarkan UU Kesehatan 2023.

Pembahas kedua, yakni Dr. R. Danang Sananto Sasongko, M.M dari Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (ARSADA) menjelaskan bahwa jika terjadi perubahan regulasi, yang paling terdampak pertama kali adalah RS pemerintah. Tantangan lain yang dihadapi adalah regulasi di tiap daerah dan regulasi lain yang harus diimplementasikan oleh rumah sakit, pajak, dan kesamaan persepsi stakeholder di luar RS. Danang menilai bahwa pemimpin di RS hendaknya merupakan seorang yang ahli dalam manajemen RS dan manajemen pasien agar dapat menyusun kebijakan dan mengatur kepemimpinan lebih optimal.

Pembahas ketiga dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), yakni Dr. dr. Moh Adib Khumaidi, Sp.OT. Menurut Adib, upaya adaptasi IDI terhadap regulasi yang baru terbit dilakukan melalui upaya transformasi dan reborn untuk persiapan menghadapi tantangan global. Langkah-langkah IDI reborn meliputi reframing, restructuring, revitalitation, dan renewal. UU Kesehatan tidak menyebutkan secara spesifik kewenangan organisasi profesi (OP). Namun OP berupaya mendukung implementasinya melalui penguatan SDM dokter, kesejahteraan, dan perlindungan hukum.

Pembahas keempat yakni Dr. dr. Dollar, Sp.KKLP ,SH .MH .MM, dari Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) memaparkan bahwa para pemimpin kesehatan memiliki peran yang sangat penting dalam sistem kesehatan. Para pemimpin kesehatan harus mampu membuat keputusan yang strategis, melakukan komunikasi dan edukasi kepada pemangku kepentingan, organisasi, dan masyarakat, dan pengembangan penelitian bidang kesehatan. Selain itu, pemimpin kesehatan juga berperan dalam advokasi dan edukasi. Dengan adanya UU Nomor 17 Tahun 2023 dan PP Nomor 28 Tahun 2024, manajemen OP dinilai sangat penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan memastikan standar praktik yang tinggi. PDSI mendukung penuh dan melaksanakan dengan sebaik baiknya UU dan PP tersebut.

Pembahas kelima adalah dr. M. Subuh, MPPM dari Asosiasi Dinas Kesehatan (ADINKES). Subuh memaparkan mengenai prinsip adinkes adalah bahwa UU yang telah disahkan pemerintah bersifat final namun belum tentu mengikat. Dalam UU Nomor 17 Tahun 2023 terdapat 458 pasal, sementara PP Nomor 28 Tahun 2024 berisi 1170 pasal. Critical issue meliputi pemahaman teman teman daerah untuk memahami pasal tersebut. Jika ditilik dari pasal-pasal yang ada, sebenarnya pola kepemimpinannya tidak disebutkan jelas. Tetapi di pasal 413 disebutkan koordinasi, sinkronisasi, penguatan sistem pencatat. Sangat disayangkan jika UU ini tidak menyebut standar pelayanan minimal. Hal yang berkaitan dengan nomenklatur. ADINKES pernah membuat modul pelatihan kepemimpinan yang diatur oleh Permenkes Nomor 10 Tahun 2020.

Pembahas keenam, yakni Prof. Dr. drg. Wahyu Sulistiadi, MARS dari Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia ⁠(IAKMI) menjelaskan bahwa implementasi UU Nomor 17 Tahun 2023 dan PP Nomor 28 Tahun 2024 tidak mudah dan perlu upaya penyederhanaan untuk meningkatkan pemahaman. Rencana program juga perlu pendampingan. Diantara peran OP merujuk pada UU Kesehatan dan PP Nomor 28 Tahun 2024 adalah mempromosikan dan advokasi kebijakan yang mendukung layanan kesehatan yang lebih baik, menetapkan standar profesi, memastikan bahwa layanan publik yang diberikan oleh para profesional memenuhi standar profesi, dan berperan dalam pengaturan kebijakan publik. Menurut Wahyu, prinsip kepemimpinan dan sense making terhadap UU Kesehatan dan PP Nomor 28 Tahun 2024 meliputi komitmen pada transformasi, fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi, kolaborasi dan partisipasi, data-driven leadership, serta kepemimpinan etis dan inklusif. Penerapan kebijakan kesehatan juga perlu didukung platform digital melalui pengembangan sistem informasi kesehatan nasional, digitalisasi sistem rujukan kesehatan, telemedicine, manajemen data, pemantauan, dan evaluasi program.

Pembahas terakhir, yakni drg. Bayu Yudanto dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menyampaikan bahwa BPJS Kesehatan bisa sejalan dengan UU Kesehatan terbaru. Pelaksanaan UU Kesehatan akan mempengaruhi sistem kesehatan, termasuk di dalamnya implementasi Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKN). Bayu menilai ke depannya perlu diadakan pengembangan dan pelatihan-pelatihan yang dapat mengantisipasi risiko terkait dinamika dalam sistem kesehatan yang dapat berdampak pada JKN. Misalnya long covid yang menyebabkan lonjakan jumlah kunjungan peserta ke fasilitas kesehatan dan dinamika ekonomi yang dapat berpengaruh terhadap iuran JKN. PKMK diharapkan dapat menyajikan pelatihan kepemimpinan yang berkaitan dengan hal-hal di luar sistem kesehatan yang mungkin berpengaruh terhadap kondisi JKN.

Reporter: Mashita Inayah (PKMK UGM)

Link terkait kegiatan silahkan klik disini

 

 

 

 

 

 

Reportase Penulisan Artikel

Penelitian Kebijakan dengan Menerapkan Prinsip Evidence Based/ Informed Policy oleh Fakultas-Fakultas Kedokteran di Indonesia

8 Agustus 2024

PKMK-Yogyakarta. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK-KMK UGM) menyelenggarakan Pembelajaran Kelembagaan Penelitian Kebijakan dengan Menerapkan Prinsip Evidence Based/ Informed Policy oleh Fakultas-Fakultas Kedokteran di Indonesia pada hari ketiga, Kamis (8/8/2024) dengan topik Penulisan Artikel. Kegiatan ini dimoderatori oleh Monita Destiwi, SKM.,MA. Narasumber utama adalah Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua

Dalam paparan materi yang disampaikan oleh Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua, menegaskan bahwa penulisan artikel ilmiah sangat penting untuk menyebarluaskan hasil penelitian, memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, dan sebagai bukti kompetensi seorang peneliti. Artikel yang baik juga bisa menjadi referensi penting dan membantu dalam pengembangan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy). Beliau menguraikan perbedaan antara artikel kebijakan dan artikel lainnya yang mungkin menyinggung kebijakan. Artikel kebijakan umumnya lebih mendalam, melibatkan riset kebijakan, dan dapat mencakup analisis kebijakan dengan melibatkan para stakeholder. Artikel kebijakan seringkali menghasilkan rekomendasi untuk penyusunan kebijakan baru atau perbaikan kebijakan yang ada.

Dalam penulisan artikel tentunya perlu sebuah struktur penulisan yang efektif mulai dari judul hingga daftar pustaka. Struktur dan komponen artikel riset kebijakan kesehatan dalam jurnal ilmiah umumnya mengikuti format yang baku untuk memastikan konsistensi dan memudahkan pembaca dalam memahami isi penelitian. Hanevi juga menekankan pentingnya etika dalam penulisan artikel, terutama terkait data dan penulis. Mengenai data, penulis harus memastikan bahwa data yang digunakan adalah etis dan valid. Sedangkan untuk etika penulis, hanya orang yang memberikan kontribusi signifikan terhadap penelitian yang boleh tercantum sebagai penulis, urutan penulis harus mencerminkan kontribusi masing-masing penulis, serta penulis harus mengungkapkan setiap konflik kepentingan yang mungkin mempengaruhi penelitian.

Proses review dan publikasi artikel ilmiah merupakan tahap krusial. Hanevi menjelaskan bahwa proses ini melibatkan beberapa tahap, mulai dari pengajuan artikel, penilaian oleh reviewer, pengambilan keputusan oleh editor, revisi dan penyuntingan hingga publikasi. Penting untuk memilih jurnal yang sesuai dengan topik artikel dan memahami ketentuan serta format yang disyaratkan.Dalam memilih jurnal untuk publikasi, Hanevi memberikan beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  1. Integritas Jurnal: Pastikan jurnal yang dipilih kredibel dan bukan jurnal predator. Tujuan publikasi juga harus diperhatikan, misalnya apakah publikasi ditujukan untuk sosialisasi kepada stakeholder tertentu, seperti dinas kesehatan, dan lain-lain.
  2. Tujuan dan Pembaca: Tujuan publikasi akan menentukan siapa pembaca utama artikel tersebut. Misalnya, untuk pengambil kebijakan dari sisi makro/nasional/internasional.
  3. Reputasi Jurnal: Perhatikan reputasi jurnal yang dipilih, apakah masuk dalam daftar Scopus atau kategori Q1, Q2 untuk jurnal internasional, atau dalam peringkat Sinta 1, 2, 3 untuk jurnal nasional.

Hanevi menutup dengan menegaskan bahwa penulisan artikel ilmiah adalah keterampilan yang perlu terus diasah. Dengan pemahaman yang baik tentang struktur penulisan, etika, proses review, dan pemilihan jurnal, peneliti dapat menghasilkan tulisan yang berkualitas dan berkontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan serta praktik di bidangnya.

Reporter: Via Anggraini, S.K.M (PKMK UGM)

 

 

 

Reportase Penggunaan Data

Penelitian Kebijakan dengan Menerapkan Prinsip Evidence Based/ Informed Policy oleh Fakultas-Fakultas Kedokteran di Indonesia

7 Agustus 2024

PKMK-Yogyakarta. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK-KMK UGM) menyelenggarakan Pembelajaran Kelembagaan Penelitian Kebijakan dengan Menerapkan Prinsip Evidence Based/ Informed Policy oleh Fakultas-Fakultas Kedokteran di Indonesia pada hari kedua, Rabu (07/08/2024) dengan topik Penggunaan Data. Kegiatan ini dimoderatori oleh Mentari Widiastuti, S.Farm.,Apt.,MPH. Narasumber utama adalah Dr. dr. Guardian Yoki Sanjaya, MHlthInfo.

Dr. dr. Guardian Yoki Sanjaya, MHlthInfo membawakan materi dengan judul “Big Data for Strengthening Health Systems”. Dalam paparannya, Guardian menyampaikan berbagai aspek penting dari big data dan analitik dalam konteks sistem kesehatan. Materi ini mencakup pengumpulan data rutin, transformasi digital, dan implementasi analitik big data serta artificial intelligence (AI) untuk meningkatkan pelayanan medis dan kesehatan masyarakat.

Guardian mengawali dengan menjelaskan rencana strategis Kementerian Kesehatan Indonesia, yang berfokus pada pengumpulan data rutin kesehatan berbasis indikator kesehatan. Transformasi dari paradigma pelaporan data agregat menuju pemanfaatan teknologi digital untuk data individu menjadi sorotan utama. Pengumpulan data dilakukan mulai dari level komunitas hingga fasilitas kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, dan posyandu.

Big data didefinisikan sebagai koleksi data yang sangat besar dan kompleks, yang terdiri dari data terstruktur dan tidak terstruktur. Narasumber menekankan pentingnya big data analytics untuk menemukan pola dan informasi berharga dalam data kesehatan. Karakteristik big data dijelaskan dengan aspek volume, velocity, variety, variability, veracity, value, complexity, dan sparseness. Berbagai contoh penggunaan big data analytics dalam pelayanan kesehatan yang dibahas, termasuk:

  • Average Hospital Stay (Rata-rata Waktu Rawat Inap) : Mengevaluasi durasi pasien di rumah sakit.
  • Bed Occupancy Rate (Persentase Pemakaian Tempat Tidur): Memantau ketersediaan tempat tidur.
  • Medical Equipment Utilization (Utilisasi Peralatan Medis): Melacak penggunaan peralatan.
  • Patient Drug Cost Per Stay (Biaya Obat Pasien per Rawat Inap): Mengelola biaya pengobatan.
  • dan lain-lainnya.

Pemanfaatan big data diharapkan mampu mendorong pengambilan keputusan berdasarkan data misalnya prediksi kebutuhan logistik. Selanjutnya Precision Medicine, untuk mengurangi efek samping dan meningkatkan outcome layanan. Early Detection of Disease, untuk mendeteksi dini penyakit melalui analitik prediktif, dan masih banyak lagi manfaat dari big data lainnya. Guardian juga menyoroti aspek Etik dalam Penggunaan Big Data dan AI Kesehatan. Prinsip-prinsip seperti informed consent, relevansi, integritas data, fungsi verifikasi, tujuan tertulis dan kontrol akses berbasis peran menjadi bagian penting dalam praktek pengelolaan data kesehatan.

Pembelajaran ini memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya big data dan analitik dalam meningkatkan sistem kesehatan di Indonesia. Dengan pemanfaatan teknologi digital dan analitik yang tepat, diharapkan sistem kesehatan dapat menjadi lebih efisien, responsif, dan mampu memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.

Reporter: Via Anggraini, S.K.M (PKMK UGM)

 

 

 

Reportase Seri 2: Analisis Kebijakan Jantung dan Katarak dengan menggunakan Pendekatan Transformasi Kesehatan

29 Juli 2024

PKMK UGM – Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK-KMK UGM) menyelenggarakan webinar bagian 2 bertajuk “Pengenalan Pembelajaran Kelembagaan untuk Penelitian Kebijakan bagi FK-FK di Indonesia” dengan topik “Analisis Kebijakan Jantung dan Katarak dengan menggunakan Pendekatan Transformasi Kesehatan” pada Senin (29/7/2024). Kegiatan ini diselenggarakan secara daring melalui zoom meeting yang dimoderatori oleh M Faozi Kurniawan, SE, Akt, MPH. Narasumber sesi ini ialah Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD yang merupakan seorang Dosen dan Guru Besar di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM.

Laksono memaparkan kebijakan kesehatan jantung dan katarak dengan menggunakan pendekatan transformasi kesehatan berbasis platform digital. Dalam analisisnya, Laksono menekankan bahwa penggunaan platform digital sangat penting untuk mengatasi kompleksitas kebijakan kesehatan di era transformasi, terutama dalam kasus penyakit jantung. Laksono menjelaskan bahwa kebijakan kesehatan untuk penyakit jantung berbeda dengan penyakit lainnya karena detail kompleksitasnya yang unik. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan digitalisasi untuk mempermudah proses pengambilan kebijakan. Beliau juga menyoroti pentingnya penggunaan data rutin yang diolah untuk mendukung pengambilan kebijakan, seperti yang dilakukan di UGM melalui pengolahan data BPJS terkait diabetes mellitus. Data rutin ini, menurutnya, akan semakin akurat dan menjadi tumpuan dalam kebijakan riset di masa depan.

Dalam diskusi mengenai kebijakan katarak, Laksono menjelaskan bahwa biaya klaim BPJS untuk penanganan katarak meningkat lebih tinggi dibandingkan penyakit jantung. Hal ini disebabkan oleh backlog penanganan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, serta sistem JKN yang belum mampu mencegah dan menangani kecurangan serta masih ditemukannya dokter yang memberikan penanganan operasi katarak tidak berbasis pada indikasi medis, tapi untuk kepentingan ekonomi. Laksono menekankan bahwa transformasi kesehatan melalui platform digital juga diperlukan untuk penanganan katarak secara komprehensif. Dengan adanya platform digital ini, penanganan kebijakan katarak dapat dilakukan secara menyeluruh dan multidisiplin, serupa dengan kebijakan kesehatan jantung. Platform ini diharapkan dapat mengurangi risiko kegagalan transformasi pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu kebijakan pelayanan kesehatan di Indonesia.

Dari hasil diskusi, Dr. dr. Febri M.Kes dari BKS-IKM-IKK-IKP menyatakan bahwa kebijakan kesehatan adalah salah satu pilar penting dalam ilmu kesehatan masyarakat, terutama dalam pencegahan penyakit katastropik seperti penyakit jantung dan stunting. Febri mendukung penuh inisiatif platform digital ini sebagai langkah positif untuk menangani penyakit-penyakit tersebut dan menekankan pentingnya pencegahan dibandingkan pengobatan. Dr. Ade Meidian Ambari, PhD, Sp.JP(K) dari PERKI menyoroti distribusi yang tidak merata dari dokter spesialis jantung di Indonesia, dengan sebagian besar SDM terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera. Ade juga menekankan perlunya sistem rujukan berjenjang dan pendidikan yang lebih baik untuk meningkatkan jumlah dokter spesialis jantung. Prof. Dr. M. Bayu Sasongko, SpM(K), PhD, menambahkan bahwa katarak menjadi indikator kesehatan global yang signifikan. Namun, banyak masalah seperti fraud, backlog, dan keterbatasan layanan katarak masih menjadi tantangan besar. Dia menekankan pentingnya peningkatan skrining preventif dan pembangunan infrastruktur yang memadai untuk mengatasi masalah ini.

Reporter: Hasna (PKMK UGM)

 

 

 

 

Reportase Pengenalan Pembelajaran Kelembagaan

untuk Penelitian Kebijakan bagi Fakultas-Fakultas kedokteran di Indonesia

22 Juli 2024

22jul 2

PKMK UGM – Pada 22 Juli 2024, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK-KMK UGM) menyelenggarakan webinar bertajuk “Pengenalan Pembelajaran Kelembagaan untuk Penelitian Kebijakan bagi FK-FK di Indonesia”. Kegiatan ini diselenggarakan secara daring melalui zoom meeting yang dimoderatori oleh Via Anggraini, SKM. Narasumber pada webinar ini adalah Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD yang merupakan dosen dan guru besar di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM.

Laksono membahas Pengenalan Pembelajaran Kelembagaan untuk penelitian kebijakan kesehatan di Fakultas Kedokteran (FK) di Indonesia. Konsep ini menggabungkan pembelajaran individu dan pembelajaran organisasi, dengan tujuan meningkatkan kinerja lembaga melalui pemahaman dan penerapan kedua jenis pembelajaran tersebut. Fokus utamanya adalah bagaimana FK dapat berkontribusi dalam pembuatan kebijakan kesehatan. Pada pembelajaran kelembagaan menekankan kolaborasi antara peneliti, pengelola data, penulis policy brief, dan advokator untuk menciptakan kebijakan yang efektif. Tantangannya adalah memastikan hasil pembelajaran individu dapat diintegrasikan ke dalam konteks organisasi sehingga dapat mempengaruhi proses kebijakan dan menyelesaikan masalah kesehatan di dunia nyata. Pembelajaran organisasi penting untuk memastikan bahwa hasil penelitian diimplementasikan dalam dunia nyata, bukan hanya berhenti di jurnal ilmiah.

Narasumber juga menyoroti pentingnya Evidence-Based Medicine (EBM) dan Evidence-Based Policy Making (EBP) dalam proses penyusunan kebijakan kesehatan. Dalam pembuatan kebijakan, diperlukan bukti terbaik yang saat itu tersedia untuk membuat keputusan dalam keadaan masalah yang mendesak. Kebijakan tidak hanya berdasarkan bukti ilmiah, tetapi juga harus mempertimbangkan pengalaman, kepercayaan, dan nilai-nilai. Bukti ilmiah seringkali tidak mencapai pembuatan kebijakan karena berbagai faktor. Fakultas Kedokteran (FK) memainkan peran penting dalam banyak kebijakan, seperti dalam kasus diabetes mellitus. Diperlukan kebijakan untuk memastikan masalah yang ada tidak dibiarkan dan memberikan impact yang dapat diukur. Kebijakan harus memiliki indikator yang jelas untuk melihat dampaknya dan memastikan perubahan positif terjadi.

Pada sesi tanya jawab, Johny Setyawan, MBA menanyakan mengenai bahwa perguruan tinggi sering tertinggal dalam memahami permasalahan mendesak di dunia nyata. Laksono menekankan bahwa memang terdapat kesenjangan antara perguruan tinggi dan dunia nyata dalam memahami dan menangani masalah kesehatan yang mendesak. Meskipun pembuat kebijakan di lapangan membutuhkan bukti ilmiah terkini, seringkali penelitian dari perguruan tinggi kurang update terhadap isu masalah kesehatan terkini. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih integratif, di mana akademisi secara aktif menerapkan ilmu mereka di lapangan salah satunya melalui pendekatan problem-solving.

Materi   video

Reporter:
Hasna dan Via Anggraini (Divisi Public Health, PKMK UGM)