Evaluasi Kebijakan JKN 2019

Sejak 2014, Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM bersama Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) telah melakukan monitoring program dan kebijakan JKN di beberapa provinsi. Hasil kajian akademis tersebut terbuka untuk diakses dan didiskusikan di sini.

  Hasil Monitoring JKN

  Penelitian Kebijakan

  Dokumen Analisis Kebijakan

  Policy Brief

PKMK FK-KMK UGM mengajak para peneliti/mahasiswa fakultas kedokteran/kesehatan masyarakat, ekonomi, hukum, politik, STIKES, dan lembaga penelitian untuk bergabung bersama melakukan penelitian monitoring evaluasi JKN di provinsi-provinsi yang belum dilakukan.
Silahkan klik link berikut untuk menyatakan keinginan melakukan penelitian bersama

  

  Pendaftaran Evaluasi JKN 2019

Proposal Penelitian dapat di akses pada link berikut klik disini

 

  Kontak Person:

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM
Tri Aktariyani
email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
No. HP 0897.6060.427

 

 

Reportase Outlook 2019, Kebijakan Mutu Pelayanan Kesehatan

23janmutu

PKMK – Yogyakarta. PKMK menyelenggarakan outlook ketujuh mengenai Kebijakan Mutu Pelayanan Kesehatan pada 23 Januari 2019. Outlook kali ini dimoderatori oleh Nusky Syaukani, MPH. Sebagai pembicara dalam diskusi outlook yakni Prof. dr. Adi Utarini, MSc, MPH, PhD, dr. Hanevi Djasri, MARS FISQua dan drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE.

Pemaparan pertama disampaikan oleh Prof. dr. Adi Utarini, MSc dengan memicu adrenalin peserta dengan pertanyaan, apakah peran regulasi mutu akan menguat? Apakah akreditasi tetap menjadi strategi utama dalam peningkatan mutu, apakah ke depannya akan tetap seperti itu, ataukah perlu mengembangkan strategi lainnya? Serta apakah Kebijakan dan Strategi Nasional Mutu Pelayanan Kesehatan dapat berjalan? Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini kita masuk pada era, dimana jika regulasi tidak dipenuhi maka sanksinya dapat secara nyata dirasakan, hal ini bukan merupakan sesuatu yang dulunya dirasakan dan bahkan tidak ada ceritanya. Saat ini, sanksinya nyata bahkan hingga pemutusan kontrak kerjasama oleh lembaga pembiayaan.

Harusnya saat ini peran regulasi pemerintah semakin menguat, karena akan membuat misalnya, dinas kesehatan akan menjaga bahwa semua puskesmas tetap terakreditasi dan rumah sakit juga akan menjaga agar tetap terakreditasi untuk meningkatkan mutu. Disampaikan juga oleh Prof Adi Utarini mengenai hasil studi menarik, bahwa banyak studi yang dilakukan tentang apa manfaat dari akreditasi dan hasilnya mixed (outcome klinis membaik dan adapula yang mengatakan tidak, begitupula sebaliknya studi pada 2018 oleh tim Harvard), kalau dlihat pada prosesnya manfaatnya sangat jelas bahwa dengan akreditasi terjadi keteraturan prosedur namun berharap selanjutnya dengan akreditasi dapat berdampak pada perbaikan mutu yang dirasakan oleh pasien. Jikaakreditasi dampaknya belum dapat meningkatkan outcome namun menjadi tantangan semua lembaga yang mengunakan akreditasi untuk dapat dirasakan oleh pasien.

Selanjutnya, ditekankan pula bahwa akreditasi bukan satu - satunya cara untuk meningkatkan mutu, bahkan perizinan merupakan pondasi awal untuk melihat mutu itu sendiri (harusnya perizinan dapat 100%). Hal yang menarik adalah bagaimana mendefinisikan mutu itu sendiri karena mutu didefinisikan secara berbeda dalam berbagai peraturan pelayanan kesehatan dan belum disepakatinyadefinisiyang komprehensif tentang mutu. Tentang indikator mutu, jika membandingkan beberapa peraturan harusnya ada dalam 1 dokumen, karena banyak regulasi yang mengandung kata mutu namun belum ada yang spesifik membahas mutu secara komprehensif sehingga dari beberapa diskusi disimpulkan bahwa perlu mengembangkan strategi nasional mutu pelayanan kesehatan yakni melalui strategi umum dan fungsional. Dimana strategi umum dapat berjalan apabila strategi fungsional telah berproses dengan baik.

Pemaparan kedua, disampaikan oleh dr Hanevi Djasri bahwa saat ini pengukuran tentang mutu baru sebatas penelitian tentang cakupan mutu saja dan belum sampai pada cakupan efektif. Seharusnya tidak hanya mengukur cakupan kepesertaan, misalnya tentang berapa banyak penduduk yang memiliki JKN? Kemudian melihat cakupan pelayanan dengan melihat berapa banyak penduduk yang memiliki JKN mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan? Hal yang lebih penting harus dapat mengukur cakupan efektif tentang berapa banyak penduduk yang memiliki JKN serta mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dengan mutu yang baik? Nah, hal inilah yang seharusnya diukur untuk dapat melihat mutu yang dirasakan oleh pasien.

dr Hanevi juga menjelaskan bahwa untuk menentukan cakupan efektif sebaiknya dipilih terlebih dahulu dengan langkah - langkah sebagai berikut:

  1. Penetapan penyakit prioritas
  2. Penyusunan indikator mutu pelayanan klinis (clinical outcome) penyakit prioritas
  3. Penetapan sumber data: rekam medis, data klaim INA CBG, P-Care
  4. Bridging data antara data kepesertaan, data pelayanan dan data mutu
  5. Pengukuran, analisa dan tindak lanjut pencapaian mutu pelayanan kesehatan

Pemaparan terakhir disampaikan oleh drg Puti Aulia Rahma dengan menjelaskan gambaran sistem kecurangan (fraud) JKN Saat Ini, Kemungkinan Kejadian Fraud JKN di masa mendatang serta harapan & rekomendasi. Disampaikan bahwa belum terdapat sistem pengendalian kecurangan JKN yang sistematis, terstruktur, dan komprehensif yang melibatkan semua pihak. Hal ini diperkuat dalam sebuah penelitian yang pernah dilakukan melalui pendekatan realist evaluation bahwa minim keterlibatan pihak terkait, pembangunan kesadaran masih sebatas sosialiasi PMK No. 36/ 2015 dan pendampingan terbatas di wilayah tertentu, tidak ada sarana pengaduan kecurangan JKN terpadu, tidak ada upaya & sistem deteksi terpadu (hanya dilakukan oleh BPJS Kesehatan), tidak ada investigasi, tidak ada penindakan secara pidana (baru bersifat administratif ).

Menurut drg Puti ke depan, harapannya pencegahan fraud dlakukan dengan membuat atmosfer kerja yang penuh etika & berintegritas (diciptakan oleh pimpinan puncak), mulai dibangun kerangka pengendalian kecurangan JKN (Fraud Risk Management), agar upaya pencegahan kecurangan JKN mulai berjalan dalam siklus. Disampaikan oleh Drg. Farichah Hanum, M.Kes dari Kemkes selaku pembahas bahwa upaya untuk meningkatkan mutu melalui akreditasi masih belum menggembirakan semua pihak dan baru ketika ada sanksi bahwa ketika tidak terakreditasi maka tidak bisa melanjutkan kerjasama dengan penjamin. Serta diharapkan ke depan tingkat kelulusan akreditasi dapat dijadikan perhitungan dalam penetuan kapitasi dan KBK.

Kemudian harus disadari bahwa sekarang yang menjadi kendaraan utama dalam peningkatan mutu adalah akreditasi, hal ini senada dengan yang disampaikan oleh DR Dr Darwito SH SpB(K) Onk maupun dr Gregorius Anung Trihadi, MPH. Disampaikan juga oleh DRDarwito bahwa jika akreditasi belum sampai ke level pelaksana maka sulit dijalankan, mengenai fraud diharapkan dengan adanya sosialisasi semakin membaik pemahamannya. Fraud merupakan pembentukan karakter, bukan karena uangnya namun fraud dapat merusak karakter di semua lini. Diinformasikan pula oleh dr Anung bahwa sejak 3 Januari 2019 ada bagian khusus di Dinkes DIY yang menangani tentang mutu yakni seksi mutu pelayanan kesehatan.

Reporter:
Andriani Yulianti MPH

 

Reportase Outlook 2019: Kebijakan IT di Sektor Kesehatan IT untuk Mendukung Telemedicine dan Sistem Rujukan Terpadu

PKMK – Yogyakarta. Pada Jum’at 18 Januari 2019, PKMK menyelenggarakan outlook keempat mengenai kebijakan IT di sektor kesehatan IT untuk mendukung telemedicine dan sistem rujukan terpadu. Outlook kali ini dimoderatori oleh Lutfan Lazuardi. Sebagai pembicara pertama Dody Naftali menyampaikan bahwa Sistem Resume Medis Integrasi merupakan bagian dari rekam medik elektronik, sistem tersebut di RSUP Sardjito terintegrasi dengan SIMRS dan SISRUTE. Setiap faskes dapat mencari/melihat data resume medis yang sudah tersimpan dengan mengakses menu Resume Medis di aplikasi SISRUTE. Tantangan yang terjadi dalam menggunakan Sistem Resume Medis Terintegrasi adalah:

  1. Ketersediaan SIMRS dengan fasilitas Resume Medis
  2. Penerapan SISRUTE sebagai alat melakukan rujukan
  3. Kebijakan pemanfaatan resume medis integrasi sebagai bagian rujukan antar faskes di tingkat daerah
  4. Ketersediaan tenaga teknis (IT) dalam pengembangan sistem

Berikut contoh-contoh pemanfaatan data Resume Medis Terintegrasi:

  1. Analisa dan riset
  2. Sumber data rujukan Nasional
  3. Akses data resume medis pribadi bagi pasien menggunakan aplikasi khusus (web, android, iPhone, dll)

Yout Savithri sebagai pembahas sepakat dengan kendala yang disampaikan oleh Dody Naftali. Selain itu juga disampaikan kendala pemanfaatan SISRUTE dalam hal kondisi geografis di Indonesia telah diatasi oleh pemerintah dengan menggunakan SISRUTE berbasis kompetensi yang baru. Hal itu untuk meningkatkan pelayanan kesehatan berkaitan dengan mutu pelayanan.

Anis Fuad menyampaikan bahwa untuk perkembangan e-kesehatan di Indonesia masih terdapat beberapa kendala serta perlu menjadi catatan penting untuk memperbaikinya. Kendala tersebut seperti leadership yang masih kurang kuat serta regulasi yang dimiliki pun masih kurang kuat untuk mendukung perkembangan e-kesehatan.

Andi Saputro menyampaikan bahwa layanan telemedicine di daerah Papua masih terkendala oleh layanan internet yang kurang memadai. Namun Kominfo saat ini telah meningkakan jaringan internet yang ada di Papua, dan hal itu juga sudah dapat dilihat. Kedepannya Kominfo tidak hanya meningkatkan jaringan internet di pesisir Papua saja, namun juga akan masuk ke dataran tinggi yang ada di Papua serta di sekitar Papua. Sehingga dengan meningkatkan jaringan internet di daerah Papua, akan lebih memudahkan untuk mengakses layanan telemedicine.

Ringkasan outlook 2019 tentang kebijakan IT di sektor kesehatan IT untuk mendukung telemedicine dan sistem rujukan terpadu:

  1. Jaringan internet yang memadai diperlukan untuk mengakses layanan telemedicine dan juga sistem rujukan terpadu.
  2. Masih terdapat kendala dalam leadership dalam menerapkan telemedicine dan sistem rujukan terpadu.
  3. Perkembangan teknologi yang sangat pesat memerlukan regulasi yang kuat untuk mendukung pemanfaatan teknologi.

Reportase: Miftakhul Fauzi

Agenda outlook kesehatan 2019 lainnya dapat di akses di sini

Reportase Diskusi Outlook 2019: Sumber Daya Manusia Kesehatan (Khusus Dokter)

PKMK – Yogya. Pada Kamis (17/1/2019) PKMK menyelenggarakan diskusi outlook terkait ketersediaan dokter di daerah. Sejumlah pembicara dan pembahas mengisi sesi kali ini, baik secara langsung maupun webinar. Tema yang diangkat kali ini ialah masa depan dokter umum di era JKN: bagaimana kesempatan bekerja untuk dokter umum?

17 1

Sesi 1

Sesi ini dibuka oleh Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH., M.Kes., MAS dengan paparan latar belakang pemilihan isu dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, dokter gigi spesialis adalah karena profesi ini masih memiliki masalah mendasar dari sisi ketersediaan. Penyelenggaraan outlook kali ini sedikit berbeda dari yang sebelumnya, yaitu dikemas dalam acara talk show yang memungkinkan dialog interaktif antar pembicara dan pembahas serta peserta. Penyampaian momen penting RPJMN yang mewarnai tahun ini dan realitas dunia kesehatan 2018 (over producing for GPs, isu kualitas, distribusi, isu multitasking dan dual job, menyisakan empat pertanyaan kunci pada 2019, yaitu:

  1. Apakah isu supply side readiness dapat diselesaikan dalam tahun politik ini?
    (Menyelaraskan jumlah dan jenis SDMK dengan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan);
  2. Bagaimana masa depan dokter umum di Indonesia?
  3. Bagaimana pengembangan pelayanan spesialistik di daerah “less favourable
  4. Apakah peran sistem pendukung seperti Sistem Informasi dan Telemedicine dalam
    mengatasi isu supply side readiness ini?

Hadir dalam talkshow ini, perwakilan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan dr. Iwan Budhiharto (Sekjen Perhimpunan Pengusaha Klinik Indonesia) di Common Room Gedung Litbang PKMK FK UGM. Sedangkan Kepala Badan PPSDM bergabung melalui webinar. Dalam sesi ini, ketegasan dan kejelasan dalam pengaturan jumlah produksi tenaga kesehatan, terutama dokter, harus segera ditangani dan ditopang dengan sistem pendistribusian dokter umum dan dokter spesialis ke daerah yang medannya sulit namun berperan besar dalam memberikan layanan kesehatan. Jaminan yang lebih rasional dengan mempertimbangkan medan, kesejahteraan dokter, keamanan, support incident/kecelakaan kerja selama penempatan perlu penanganan segera.

Peraturan terkait yang telah ada yaitu dari Menpan dan Permenkes, namun masih perlu dikaji ulang terkait besaran dana reward dan berapakah kemampuan dari setiap
individunya. Hadirnya berbagai unsur di dalam talkshow ini memperkaya wawasan dan konfirmasi terkait simpang siurnya informasi yang berkembang. Sehingga tergambarkan dengan cukup jelas oleh dokter kondisi yang akan dihadapi pada masa mendatang. Salah satunya adalah dimana JKN akan menciptakan mekanisme seleksi alam untuk distribusi dokter di Indonesia, dengan pertimbangan pengusaha masih memiliki minat tinggi untuk berinvestasi di dunia kesehatan. Aspek moralitas dan komersial juga sempat disinggung di acara ini pada kacamata pengusaha. Muncul kekhawatiran seorang dokter kemudian menjadi aset komersil dari pengusaha. Isu lainnya adalah kondisi yang tidak kunjung diperbaiki untuk kesejahteraan dokter sudah memunculkan trend candaan perbandingan profesi dokter dengan petugas parkir serta diversifikasi pendanaan. Dimana menurut dr. Bambang perwakilan IDI, ini sudah harus dilakukan dokter untuk bisa bertahan.

17 1

Sesi 2

Pada sesi kedua outlook tersebut, Dr. dr Dwi Handono Sulityo memaparkan materi tentang “Penyebaran Dokter Spesialis pasca dibatalkannya Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS): Menelaah Sistem Kontrak dan Task Shifting”. Dr Dwi menyampaikan situasi yang terjadi di Indonesia akibat pembatalan WKDS berpotensi untuk menurunkan ketersediaan dokter spesialis di daerah sulit dan kurang diminati. Pemerintah sudah harus memikirkan beberapa opsi/alternatif kebijakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pemerintah diminta berfokus pada daerah kuadran IV (APBD kecil dan daya beli masyarakat rendah), karena daerah tersebut secara situasi sangat bergantung pada pemerintah pusat. Apabila kita melihat dari prespektif dokter spesialis berdasarkan rational choice dan self-integrated goals, peran pemerintah sangat diperlukan untuk daerah dengan rational choice yang rendah. Dr. Dwi juga menyampaikan beberapa opsi solusi yang dapat didiskusikan bersama, 1. Dengan memberlakukan sister hospital (RS yang lebih besar membantu mengirimkan tenaga spesialis dan memperbaiki sistem rumah sakit yang lebih kecil di daerah yang kurang diminati, 2. Soldier fortune (Opsi ini mengibaratkan dokter spesialis dengan sukarela namun dibayar tinggi untuk mengabdi pada daerah terpencil), 3. Task Shifting (Sebagian kompetensi dokter dan tugas dokter spesialis diberikan kepada dokter umum untuk wilayah tertentu), 4. Opsi terakhir ketika ketiga opsi tersebut tidak dapat dijalankan adalah perekrutan dokter spesialis dari negara lain (Dokter Asing).

Selanjutnya, paparan tersebut dibahas oleh pembicara dr Jon Calvin F Paat M. Kes. dr Jon berpendapat bahwa di Indonesia permasalahan dokter spesialis dinilai masih bersifat klasik yaitu masalah ketersediaan, distribusi, dan mutu layanan kesehatan. Permasalahan lainnya yang mengikuti adalah belanja pegawai pada beberapa daerah lebih dari 50 persen sehingga mekanisme perektrutan melalui kontrak BLUD. Dampak yang dikhawatirkan dari pembatalan WKDS adalah sejumlah daerah seperti kabupaten Supriori, dan Mambramo mengalami shut down atau mati suri. Kabupaten lain dengan populasi dan PAD yang kecil tentu akan mengalami kerugian yang sangat besar. Diikuti dampak lain yang mengikuti adalah adanya penurunan/ down grade tipe rumah sakit dari tipe C ke Tipe D dan tipe D ke rumah sakit pratama.

Papua memiliki konteks yang sangat unik dimana dari 29 kabupaten kota, daerah yang memiliki rumah sakit daerah adalah 16 kabupaten. Dengan konteks seperti ini, pemerintah Papua mengkhawatirkan kesulitan dalam pemenuhan dokter spesialis untuk daerah terpencil, sulit akses, dan APBD kecil. dr Jon juga menyarankan opsi task shifting sebagai solusi alternatif dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi seperti telah bekerja lebih dari 5 tahun insentif finansial tetap dan 70 persen dari insentif yang akan diberikan kepada dokter spesialis. Alternatif ini dinilai dapat menjamin ketersediaan dokter layanan primer di suatu daerah namun diperlukan beberapa regulasi yang secara kuat melindungi dokter layanan primer tersebut.

Terakhir dalam outlook tersebut, dr Maxi membahas pembatalan WKDS tersebut. dr Maxi berpendapat bahwa WKDS sampai saat ini masih berjalan. Tuntutan tersebut disinyalir berasal dari calon dokter spesialis yang akan melakukan WKDS. Poin - poin putusan MA yang berjumlah 6 poin tersebut adalah bersifat hoax, karena sampai saat ini putusan pembatalannya sudah ada namun bunyi pembatalannya seperti apa belum diketahui. dr Maxi menambahkan bahwa WKDS ini bukan untuk kepentingan kementerian kesehatan saja, tetapi harusnya ada kementerian lain seperti kementerian pendidikan tinggi dan juga pemerintah daerah.

Negara berkewajiban untuk bertindak ketika suatu daerah dinilai tidak mampu mengatasi masalah kesehatan, seperti kekurangan dokter spesialis yang dapat mengakibatkan
kematian - kematian yang dapat dicegah. Data kementerian kesehatan menyebutkan bahwa sebanyak 2039 dokter spesialis sudah didistribusikan ke lebih dari 400 kab/kota dan sudah melengkapi 60 persen dari kebutuhan di RS tipe C dan D. Maxi menyatakan bahwa tidak ada satupun dari dokter spesialis yang telah menyelesaikan WKDS - nya menyatakan menyesal.

Kementerian kesehatan sangat memperhatikan insentif secara finansial untuk dokter spesialis tersebut. dr Maxi juga berpendapat bahwa Task Shifting hanya akan membuat
Indonesia mengalami kemunduran selama 30 tahun, dan berpendapat masih ada opsi lain yang dapat dipertimbangkan.

Reporter: Relmbuss Biljers Fanda (PKMK UGM)

Agenda outlook kesehatan 2019 lainya dapat diakses di sini

 

Reportase Outlook 2019: Kebijakan Governance Sistem Kesehatan

16jan 1

PKMK – Yogya. Pada 16 Januari 2019, PKMK menyelenggarakan diskusi outlook kedua dengan tema seputar governance system kesehatan. Agenda outlook kedua khusus membahas mengenai Kebijakan Governance dalam Sistem Kesehatan outlook ini dimoderatori oleh Shita Dewi diselenggarakan dalam dua sesi. Sesi pertama disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, yang menyampaikan isu penting adanya fragmentasi kebijakan kesehatan Indonesia yang terbentuk selama 5 tahun terakhir. Fragmentasi tersebut nyata semenjak berlangsungnya program JKN yang sentralistik mengenyampingkan desentralisasi dalam tata pemerintahan daerah (UU SJSN dengan UU Kesehatan/Sistem Kesehatan Nasional). Laksono memaparkan konsep stewardship dimana BPJS Kesehatan lebih aktif dan meminggirkan dinas kesehatan yang memiliki fungsi regulasi serta pengawasan. Pembahasan ini berada pada tombol Knobb Control Organization atau dalam framework WHO; Leadership/Governance.

Situasi fragmented memerlukan peran stewardship pemerintah dalam strategic purchasing. Untuk membedah konsep stewardship yang tidak ada definisi bakunya, kita dapat menggunakan teori principle agent relationship. Laksono menekankan bahwa stewardship merupakan peran pemerintah di samping peran lainnya yaitu memberikan pendanaan, pelayanan kesehatan dan arah kebijakan. Isu penting yang menarik untuk disoroti adalah penyelenggaraan program JKN yang mempengaruhi kebijakan kesehatan lainnya. Peran stewardship pemerintah dalam JKN adalah perumusan kebijakan kesehatan untuk dapat menetapkan visi dan arah pengembangan kesehatan termasuk regulasi dan penggunaan data untuk memonitor sistem kesehatan.

dr. Asih Eka Putri, MPPM (DJSN) sebagai pembahas pertama sependapat bahwa benar telah terjadi fragmentasi dalam sistem kesehatan dan diperlukan kerja sama pihak eksternal untuk melakukan reformasi sistem kesehatan. Terkait isu JKN yang memiliki urgensi bagi kebijakan kesehatan, Asih menyampaikan bahwa hal ini akibat dari peralihan kewenangan yang belum tuntas dari organ lama ke BPJS Kesehatan dan DJSN. Akibatnya hubungan formal kelembagaan tidak terbentuk sebagaimana yang dicita - citakan. Selain itu, kita menyadari bahwa dalam penyelenggaraan JKN terjadi kekosongan pada level strategic akibatnya ialah penanganan defisit lambat dan keputusan menanggulanginya menjadi tidak jelas. Maka dibutuhkan penyesuaian regulasi untuk menyelaraskan JKN dan sistem kesehatan nasional.

Citra Jaya, S.Si., M.Phil (BPJS Kesehatan) sebagai pembahas kedua menyatakan bahwa pihak BPJS Kesehatan telah menyadari pentingnya memperkuat koordinasi antar lembaga dan merangkul semua stakeholder (pusat - daerah). Terbitnya Perpres No 82 Tahun 2018 juga menjadi dasar hukum yang jelas untuk jalur koordinasi tersebut.

materi

Ringkasan outlok 2019 tentang Hubungan Kemenkes, DJSN, BPJS dan berbagai lembaga pusat, serta Hubungan Pemerintah daerah dan BPJS pasca Perpres 82 Tahun 2018 antara lain:

  1. Perlu reformasi sistem kesehatan nasional bersama pihak eksternal
  2. Pada level strategic pada kebijakan kesehatan mendatang perlu dipertimbangkan terkait kekosongannya
  3. Menelaah pro kontra antara perlu penguatan peran kementerian kesehatan dalam mengelola sistem kesehatan dan BPJS Kesehatan harus diberi kekuasaan lebih banyak agar independen.
  4. Perlu peran responsif untuk menganalisis apa yang terjadi pada kebijakan governance sistem kesehatan dengan konsep stewardship.
  5. Kajian mendalam mengenai siapa pelaku pengawasan BPJS Kesehatan yang lebih optimal? DJSN, OJK, BPK, Kemnerian Kesehatan atau Presiden? Bagaimana tindak lanjutnya?
  6. Mengawal bersama implementasi Perpres No 82 Tahun 2018 akankah efektif dan kuat merubah situasi fragmented yang tengah terjadi.

Sesi kedua disampaikan oleh Dr. dr. Dwi Handono Sulistyo, M.Kes yang memaparkan Sinkronisasi RPJMN dan RPJMD Kesehatan. Dwi menyatakan bahwa permasalahan program pembangunan pusat dan daerah telah berlangsung selama 18 tahun. Terbentuknya UU No 23 Tahun 2014 sedikit membawa keseimbangan rencana pembangunan kesehatan pusat dan daerah. Dimana peran provinsi menjadi kuat dan jelas.

Pungkas Bahjuri Ali, STP, MS, PhD (Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat, BAPPENAS) selaku pembahas sesi kedua turut menyampaikan musrenbang adalah salah satu mekanisme tepat untuk melakukan sinkronisasi RPJMN dengan RPJMD.

materi

Ringkasan outlok 2019 tentang Sinkronisasi RPJMN dan RPJMD Kesehatan:

  1. Mekanisme perencanaan pembangunan kesehatan dilakukan secara berjenjang diwujudkan dengan link dan penyelarasan yang jelas mulai dari pusat, provinsi hingga kabupaten/kota.
  2. Prospek penyelarasan RPJMD pembangunan daerah RPJMN memiliki masa depan yang baik karena jelas landasan hukumnya
  3. Prospek sinkronisasi RPJMD – RPJMN subbidang kesehatan dan gizi masyarakat sangat tergantung dari upaya dan kegigihan Bappenas khususnya Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat.
  4. Bappenas perlu mengembangkan Tim Pendamping Sinkronisasi khususnya di daerah yang akan pilkada serentak September 2020

Reportase : Tri Aktariyani (PKMK)

Agenda outlook kebijakan kesehatan 2019 lainnya dapat di klik disini

Reportase dan Ringkasan Outlook Kebijakan Pembiayaan Kesehatan 2019

Yogyakarta, 14 Januari 2019

14 1

PKMK – Yogya. PKMK membuka diskusi awal tahun dengan menyelenggarakan outlook yang berfokus pada sector pembiayaan kesehatan pada Senin (15/1/2019) di kampus FK – KMK UGM. Menelisik situasi sektor kesehatan yang terjadi saat ini, yaitu defisit BPJS Kesehatan, fragmentasi sistem kesehatan, mutu layanan yang belum jelas dan pemerataan pelayanan kesehatan yang belum mampu terselesaikan. Memunculkan pertanyaan apakah selama ini tidak terjadi reformasi kesehatan di Indonesia?. Reformasi kesehatan bertujuan untuk efisiensi, peningkatan kualitas, pemerataan dan keadilan sosial, serta membangkitkan sumber - sumber dana baru dalam pelayanan kesehatan. Kebijakan kesehatan sejak 2011 hingga 2018 banyak mengalami perubahan pada aspek pembiayaan JKN, sedangkan kebijakan komponen - komponen lain dalam sistem kesehatan tidak banyak berubah. Defisit JKN menarik banyak perhatian masyarakat karena terjadi setiap tahun dan jumlahnya terus meningkat.

Prof. Laksono Trisnantoro selaku narasumber menyampaikan bahwa siklus reformasi kesehatan dapat dimulai dengan dilakukannya identifikasi masalah pelaksanaan dan isi kebijakan kesehatan dan adanya kemauan untuk melakukan persiapan reformasi dengan menata berbagai tombol kebijakan secara bersama (metafora control knob). Permasalahan JKN merupakan pokok problematis yang harus diputuskan penyelesaiannya. Sistem single pool, penggunaan dana PBI untuk menutup kekurangan PBPU, dan belum adanya kajian kompartemen memicu terjadinya ketidakadilan dalam hak pelayanan kesehatan. Selain itu, tata kelola JKN yang belum akuntabilitas dan transparan menurunkan kepercayaan dan partisipasi publik dalam penentuan kebijakan. Pernyataan tersebut sepaham dengan Sekda DIY yang turut hadir. Ir. Gatot Saptadi menyampaikan bahwa sampai ini belum ada sinronisasi data antara Pemda DIY dan BPJS Kesehatan.

Narasumber selanjutnya, M. Faozi Kurniawan menyampaikan bahwa anggaran kesehatan untuk iuran PBI mencapai 26,7 Trilyun dan peningkatan alokasi APBN untuk kesehatan mencapai 10%. Transfer daerah adalah komitmen politik pusat yang menginginkan adanya kewenangan lebih bagi daerah dalam mengatur dan mengurus wilayahnya dalam berbagai sektor. Diskusi outlook ini merupakan inisiasi PKMK FKKMK UGM dalam melakukan advokasi kebijakan kesehatan, dari kajian akademis menjadi dialog publik.

Ringkasan diskusi pengantar Outlook 2019: Apakah kita perlu mengkaji kembali prinsip Reformasi sektor Kesehatan?

  1. Periode 2011 (sejak UU BPJS ditetapkan) sampai dengan 2018 yang lalu, sulit disebut periode yang terjadi reformasi kesehatan.
    Sebagai catatan: reformasi sektor kesehatan adalah perubahan yang disengaja dan berkelanjutan untuk meningkatkan efisiensi, pemerataan, dan efektifitas sektor kesehatan.
  2. Mengapa tidak terjadi reformasi kesehatan? Selama ini yang banyak dirubah adalah kebijakan pembiayaan dengan UU SJSN (2004) dan UU BPJS (2011). Reformasi kesehatan tidak hanya merubah kebijakan, tapi perlu merubah berbagai kebijakan lainnya termasuk kebijakan pembayaran ke RS dan SDM Kesehatan, Regulasi dan Governance, sampai ke kebijakan perilaku sehat.
  3. Tahun 2019 merupakan sebuah tahun istimewa. Terjadi proses politik besar dengan adanya pemilihan presiden dan pemilihan anggota parlemen. Pertanyaan besar adalah apakah tahun 2019 akan dimulai siklus reformasi kesehatan yang benar dengan merubah berbagai kebijakan di sektor kesehatan? Pembaharuan sektor kesehatan dengan menggunakan konsep reformasi kesehatan menjadi peluang yang mungkin dapat dimulai di tahun 2019.
  4. Rangkaian Outlook 2019 akan membahas berbagai kebijakan di sektor kesehatan sebelum merangkumnya di awal bulan Februari 2019.

Ringkasan Diskusi Outlook 2019 tentang Kebijakan Pembiayaan

  1. Kebijakan Pembiayaan merupakan salah satu kebijakan dalam konsep reformasi kesehatan. Kebijakan pembiayaan sangat dinamis pada tahun-tahun sebelum ini.
  2. Sumber dana kesehatan dapat dibagi menjadi 2, yaitu sumber dana pemerintah (pusat dan daerah) serta sumber dana masyarakat. Sumber dana pemerintah berasal dari APBN dan APBD. Sumber dana masyarakat berasal dari pembayaran langsung ke fasilitas kesehatan (termasuk cost-sharing), ke askes komersial, sampai ke filantropi.
  3. Di tahun 2019 ada berbagai kecenderungan: Situasi mungkin masih seperti tahun 2018 dimana terjadi defisit BPJS, kecuali ada keputusan politis untuk menaikkan iuran PBPU dan efisiensi di BPJS; Dana APBN semakin banyak yang didaerahkan dengan berbagai sistem penyaluran; Masih terjadi kekurangan dana untuk pelayanan promotif dan preventif; Kekurangan dana BPJS ada kemungkinan masih ditangani dengan cara Bail Out dari APBN, kecuali ada perubahan APBN 2019; Ada potensi dana Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota untuk menutup Defisit BPJS; Pemerintah mulai membuka keran untuk sumber dana masyarakat ke BPJS dengan adanya Permenkes 51 mengenai Iur Biaya dan Selisih Biaya; Potensi dana kemanusiaan (Filantropi) perlu dicermati.
  4. Diharapkan segenap pelaku kesehatan di Indonesia semakin menyadari bahwa ketergantungan dana kesehatan ke pemerintah saat ini bukan hal yang tepat. Potensi dana kesehatan dari GDP yang tidak melalui mekanisme APBN dan APBD masih besar. Kesempatan mendapat dana dari GDP (dari masyarakat mampu) tidak boleh dilewatkan.

Diskusi Outlook Kebijakan Pembiayaan 2019 akan diikuti dengan Diskusi Outlook Kebijakan Tatakelola Sistem Kesehatan pada hari Rabu, 16 Januari pukul 13.30 - 15.00 wib

Rangkaian jadwal kegiatan Outlook kebijakan kesehatan 2019 dapat diakses pada link berikut klik disini

Reportase : Tri Aktariyani (PKMK UGM)

 

Laporan Monitoring Pelaksanaan Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga (PIS - PK) Kulon Progo 2018

pispkLaporan ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan tim dari FK – KMK UGM dan OPD Kabupaten Kulon Progo pada Desember 2018. Studi ini menggunakan metode deskriptif berbasis data sekunder yang diambil dari organisasi perangkat daerah kesehatan di Kulon Progo. Data diolah menggunakan analisis cross tabulasi dengan trend. Hasil yang diperoleh cukup menarik, yaitu hanya ada 1 puskesmas yang mencapai target kunjungan, pendataan belum merata di seluruh kecamatan, dan 7 indikator sehat tercapai dengan baik.

Studi ini dilakukan pada Oktober – Desember 2018. Harapannya, hasil monitoring ini dapat digunakan untuk memantau program PIS – PK yang dilakukan, serta mengidentifikasi hambatan yang ditemui serta rekomendasi yang diperlukan. Simak laporan selengkapnya pada link berikut

klik disini

 

Pembahasan Hasil awal Penelitian Evaluasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (2014 – 2018) dengan Pendekatan Realist Evaluation

Kerangka Acuan Kegiatan

Diseminasi Evaluasi Peta Jalan JKN (2014 – 2018)
Dengan Pendekatan Realist Evaluation

diselenggarakan oleh
PKMK FK - KMK UGM dan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia

Kamis, 31 Januari 2019  |  08.30 – 16.00 WIB
Kegiatan akan disiarkan melalui Webinar dan Live streaming

   Pengantar

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK FKKMK UGM) dan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia terus menjaga komitmennya untuk memonitor pelaksanaan JKN sejak pertama kali diimplementasikan pada 2014 hingga 2018. Kebijakan JKN menjadi isu penting karena sejak diberlakukan terjadi pergeseran sistem kesehatan dan sistem jaminan kesehatan yang mempunyai berbagai dampak yang baik namun juga berbagai risiko. Hal yang baik adalah kebijakan JKN mampu melindungi jutaan masyarakat Indonesia. Di sisi lain, risiko yang dihadapi antara lain adalah potensi ketidakmampuan mobilisasi dana kesehatan serta pemerataan pelayanan kesehatan Indonesia yang bisa jadi lebih buruk. Setelah 5 tahun perjalanan JKN, diselenggarakan penelitian evaluasi JKN kebijakan dengan Indikator 8 Sasaran Peta Jalan JKN yang ditetapkan oleh DJSN.

Penggunaan Pendekatan Realist Evaluation

Penelitian Evaluasi JKN menggunakan pendekatan realist evaluation yang dilakukan sepanjang 2018 di 7 level nasional dan propinsi. Pendekatan realist evaluation dipilih karena dapat menelaah perkembangan kebijakan JKN selama 5 tahun ini dengan lebih komprehensif. Pendekatan realist memungkinkan untuk mendokumentasikan dampak kebijakan JKN di berbagai konteks wilayah geografis Indonesia. Pertanyaan intinya adalah: apa saja indikator dalam Peta Jalan JKN yang berhasil dicapai dan yang belum dicapai di berbagai propinsi? Pertanyaan lebih lanjut: mengapa ada yang berhasil dan mengapa ada yang belum berhasil tercapai? Apakah konteks daerah mempengaruhi hasil?

Cakupan Geografis Penelitian

Saat ini penelitian telah berlangsung di level pusat dan 7 propinsi dengan dukungan berbagai perguruan tinggi. Penelitian evaluasi pelaksanaan JKN ini diharapkan dapat berlanjut lebih mendalam dan menyeluruh serta dapat dilakukan di seluruh provinsi Indonesia untuk mendapatkan bukti bermutu dalam penentuan kebijakan kesehatan yang berhasil guna pada masa mendatang. Sebagai catatan, Indonesia adalah negara dengan sistem desentralisasi yang terdiri dari 34 provinsi dan lebih dari 500 kabupaten/kota, dimana daerah - daerah ini memiliki kapasitas sistem kesehatan serta tata kelola pemerintahan yang bervariasi. DIharapkan penelitian ini dapat diperluas ke berbagai propinsi lainnya.

Harapan Adanya Dialog Kebijakan Antara Peneliti Independen Dengan Pengambil Kebijakan

Kegiatan penyebaran hasil penelitian ini dirancang sebagai salah satu bagiankegiatan dalam proses advokasi kebijakan JKN berbasis penelitian evaluasi di Indonesia. Hasil penelitian perlu disampaikan secara cepat ke para stakeholders (pemangku kepentingan) utama agar terjadi dialog kebijakan. Diharapkan presentasi hasil ini sebagai awal dari dialog kebijakan antara peneliti independen dengan pengambil kebijakan yang dapat dilakukan dengan berbagai cara termasuk komunikasi jarak jauh.
Melalui kegiatan ini, diharapkan PKMK FK - KMK UGM dan JKKI mampu memberikan kontribusi dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan JKN secara independen. Dana penelitian ini berasal dari UGM dan perguruan tinggi yang terlibat. Kegiatan diseminasi akan dilakukan di Jakarta pada akhir Januari dengan mengundang lembaga pemerintah dan swasta terkait, khususnya instansi pemerintah yang ada di Inpres 8/2017 dan Perpres 82/2018.

  Tujuan

  • Penyampaian hasil sementara penelitian Evaluasi 8 Sasaran Peta Jalan JKN di nasional dan 7 propinsi dengan pendekatan Realist Evaluation kepada key stakeholders untuk mulai membuka dialog kebijakan.
  • Memicu perhatian dan respon pemangku kepentingan dalam kebijakan JKN untuk menyempurnakan kebijakan JKN dengan menggunakan berbagai bukti yang ada.
  • Membuka peluang untuk melakukan penelitian lanjutan dengan pendekatan realist evaluation untuk berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian.

  Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Kegiatan ini akan dilaksanakan pada
Hari, Tanggal   : Kamis, 31 Januari 2019
Waktu             : 08.30 – 16.00 WIB
Tempat           : Harris Hotel – Tebet Jakarta

Kegiatan akan disebar luaskan melalui Webinar dan Livestreaming

  Peserta yang diharapkan

  1. Institusi Pemerintahan dan Swasta
    1. Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
    2. Kementerian Kesehatan
    3. Kementerian Dalam Negeri
    4. Kementerian Sosial
    5. Kementerian BUMN
    6. Kementerian Ketenagakerjaan
    7. Kementerian Komunikasi dan Informatika
    8. Bappenas
    9. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Divisi Pencegahan
    10. Direksi BPJS Kesehatan dan Divisi Regional serta Kantor Cabang
    11. Pemerintah Daerah, termasuk DinKes Propinsi dan DinKes Kabupaten.
    12. RS - RS Pemerintah dan Swasta
    13. Organisasi Pelayanan Kesehatan tingkat Primer Pemerintah dan Swasta.
  2. Akademisi/ Pendidikan:
    1. Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Masyarakat, FKG, Fakultas Farmasi, Fakultas Hukum, STIKES, dan fakultas dari bidang kesehatan lainnya
    2. Poltekkes.
    3. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan yang terkait JKN.
  3. Konsultan, Peneliti, Lembaga Swadaya Masyarakat, Asosiasi/ Organisasi:
    1. Balitbang Kemenkes
    2. Unit Penelitian dan Pengembangan Partai Politik
    3. Konsultan di bidang kesehatan & non kesehatan
    4. Peneliti di bidang kesehatan, kebijakan, hukum
    5. Edukator
    6. Lembaga Swadaya Masyarakat
    7. Organisasi Profesi
    8. Asosiasi Fasilitas Kesehatan
    9. dan berbagai pihak yang berminat
  4. Lembaga - lembaga internasional: WHO, World Bank, dan berbagai lembaga lain yang bergerak di sektor kesehatan.
  5. Media massa

Acara ini terbuka untuk umum namun dengan kuota terbatas sebanyak 50 orang.

Pembicara: Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK dan dari Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia
Pembahas: Para Pemangku Kepentingan

  Agenda Acara

Waktu (WIB) Materi Keterangan
08.30 - 09.00 Registrasi ulang  
09.00 - 09.03

Pembukaan

Dhini Rahayu Ningrum, MPH

09.03 - 09.15

Pengantar:

Paparan Hasil Penelitian Evaluasi JKN dengan pendekatan Realist Evaluation

materi

 

Prof. dr. Laksono Trisnantoro M.Sc, PhD 

09.15 - 10.30

Sesi 1: Topik Tata Kelola

materi

Pembicara:
Tri Aktaryani, SH, MH

Moderator:
drg. Puti Aulia Rahma, MPH. CFE

 

Dialog Kebijakan:

Menghadapi Tantangan Jaminan Kesehatan dengan Tata Kelola JKN yang lebih efisien, transparan dan akuntabel

materi   reportase

Pembahas :

  • Suminto, S.Sos., M.Sc., Ph.D (Staf Ahli Kementerian Keuangan)
  • dr. Stefanus Bria Seran, MPH (Bupati Kab Malaka NTT)
  • dr. Widyastuti, MKM (Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta)
  • Ir. Andi Rahmadi, M. Sc (Asisten Deputi Pelayanan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan)
10.15 - 10.30 

Tanya jawab / Diskusi / Audiensi

Peserta

10.30 - 10.45 Coffee Break
10.45 - 12.00 Sesi 2: Topik Equity /Pemerataan Pelayanan Kesehatan)

Pembicara :
M. Faozi Kurniawan, SE, Ak, MPH

Dialog Kebijakan:

Mengatasi Kesenjangan pemerataan Pelayanan Kesehatan dengan Sinergi Peran Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan BPJS Kesehatan untuk Kebijakan yang adaptif dan berhasil guna.

materi   reportase

Moderator:

Tri Aktariyani, S.H., M.H

Pembahas :

  • H. M. Subuh, MPPM (Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan, Kemenkes)
  • Drs. Asep Sasa Purnama, M.Si (Kemensos)
  • dr. Andi Afdal Abdullah, MBA, AAK (Deputi Direksi Bidang Riset dan Pengembangan BPJS Kesehatan )
  • Prastuti Soewondo, S.E., M.Sc., Ph.D (TNP2K)
Tanya jawab / Diskusi / Audiensi Peserta
12.00 - 13.00 ISHOMA
13.00 - 14.15 Sesi 3: Topik Mutu Layanan Kesehatan

Pembicara :
drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE

Dialog Kebijakan:

Kepastian ketersediaan layanan yang berkualitas era JKN

materi   reportase

Moderator:

M. Faozi Kurniawan, S.E.,Ak., MPH

Pembahas:

Tanya jawab/Diskusi/Audiensi Peserta
14.15 - 14.30 Coffee Break
14.30 - 15.55

Dialog Kebijakan:

Mengurangi Fragmentasi Sistem Kesehatan untuk meningkatkan Kualitas dan Kesinambungan Program JKN

materi   reportase

Pembicara :

  • Prof dr. Laksono Trisnantoro M.Sc, PhD

Pembahas:

  • dr. Sigit Priohutomo, MPH (DJSN)
  • H. M. Subuh, MPPM (Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan, Kemenkes)
  • Dr. Ir. Subandi, M. Sc (Deputi Menteri PPN/ kepala Bappenas Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan)
Tanya jawab / Diskusi / Audiensi Peserta

Kesimpulan Seminar dan Rencana Advokasi Kebijakan Program JKN (Langkah-langkah strategis dalam proses evaluasi dan tindaklanjut kebijakan JKN). asd

Fasilitator:

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, Msc, PhD

Pembicara:

Jon Hendri Nurdan, SE, M.Kes
(Dosen Universitas Muhammadiyah Bengkulu dan Anggota JKKI)

15.55 - 16.00 Penutupan Dhini Rahayu Ningrum, MPH 

  Informasi dan Pendaftaran

Maria Lelyana (Kepesertaan)
Telp: 0274 - 549425
HP/WA: 08111019077
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.