Reportase Topik I: Analisis Data - Data Klaim dan Diagnosis Melalui Data sampel BPJS Kesehatan 2015 - 2018

Pelatihan Penulisan Pengolahan, Analisis, dan Visulisasi Data Kesehatan

Hari Pertama: 16 Februari 2021

Pada Selasa (16/02/2021) diselenggarakan Pelatihan Pengolahan, Analisis, dan Visualisasi Data Kesehatan hari pertama topik ke-1 tentang analisis data - data klaim dan diagnosis melalui data sampel BPJS Kesehatan 2015 - 2018. Acara berlangsung pukul 13.00 – 15.00 WIB di Gedung Litbang, FK – KMK UGM dan disiarkan melalui zoom meeting. Pelatihan ini merupakan hasil kerja sama antara Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK - KMK UGM bersama dengan World Health Organization (WHO) Indonesia dalam program penguatan dan pengembangan kebijakan Kesehatan. Beberapa data yang diolah dalam rangkaian pelatihan ini hingga Maret nanti antara lain data sampel BPJS Kesehatan, data SKDN, dan data - data KIA.

Outcome dari pelatihan ini diantaranya peserta dapat mengenali dan memahami berbagai data kesehatan yang ada dan mampu melakukan pengolahan, analisis, dan visualisasi data rutin berdasarkan contoh yang diberikan dalam pelatihan. Dua orang narasumber hadir dalam pelatihan ini yaitu Insan R. Adiwibowo, M.Sc. yang merupakan peneliti dari PKMK FK - KMK UGM dan Hermawati Setiyaningsih, S.Si selaku statistician dan pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (KPMAK) FK-KMK UGM. Pelatihan dimoderatori oleh Muhammad Hafizh Hariawan, S.Gz, MPH.

Sesi 1 – Pengantar Data Sampel BPJS Kesehatan

Hermawati Setiyaningsih, S.Si

hermHerma memulai materinya dengan menjelaskan bahwa data sampel awal yang diluncurkan BPJS Kesehatan yaitu tahun 2015 - 2016, kemudian BPJS meluncurkan data lagi yaitu data tahun 2017 - 2018. Sumber data ini berasal dari peserta dan fasilitas kesehatan, baik tingkat pertama maupun rujukan. Kemudian data ini masuk ke senter BPJS untuk dianalisis agar memudahkan dalam pembacaan dan interpretasinya. Terkait dengan metode penarikan sampel, data ditarik dari peserta dengan tiga kategori yaitu keluarga yang pernah mengakses FKTP, keluarga yang pernah mengakses FKRTL, dan keluarga yang belum pernah mengakses pelayanan kesehatan.

Perilaku pemanfaatan JKS diasumsikan memiliki korelasi tinggi di tingkat keluarga dengan adanya aturan pendaftaran JKN sekeluarga sebagai satu kesatuan. Oleh karena itu, proses sampling menggunakan keluarga sebagai unit sampling atau unit penarikan sampel, bukan individu peserta. Data pelayanan peserta JKN memuat berbagai informasi ukuran kesehatan dan pembiayaan. Jumlah peserta yang mengakses pelayanan lebih sedikit daripada peserta yang belum pernah mengakses pelayanan melalui JKN. Oleh karena itu, diperlukan proses over sampling terhadap kelompok tersebut. Proses sampling tidak dilakukan secara proporsional agar data perilaku terkait layanan memiliki jumlah yang cukup banyak.

Herma juga menjelaskan tentang pembobotan. Bobot diperlukan untuk menyamakan probabilitas peserta JKN terpilih sebagai sampel. Pehitungan bobot dilakukan dua tahap. Tahap pertama, yaitu bobot dasar keluarga, untuk menyamakan probabilitas keluarga peserta JKN terpilih sebagai sampel. Bobot = 1/probabilitas terpilih. Tahap kedua, bobot dasar individu peserta JKN. Bobot individu dihitung dengan cara membagi bobot keluarga dengan jumlah anggota keluarga.

Struktur data sampel

sdatasampl

Sesi 2 - Analisis Deskriptif dari Data Sampel BPJS Kesehatan

Hermawati Setiyaningsih, S.Si dan Insan R. Adiwibowo, M.Sc

Sesi ke-2 diisi dengan praktik analisis deskriptif dari data sampel BPJS Kesehatan tahun 2018 menggunakan Stata. Kemudian pelatihan dilanjutkan dengan sesi diskusi. Peserta antusias dan terlibat aktif dalam proses tanya jawab.

link pelatihan selengkapnya dapat diakses pada link berikut

klik disini

 

Reporter: Widy Hidayah (PKMK)

 

Reportase Kesenjangan Pelayanan Jantung di Provinsi Sumatera Utara

5 February 2021

PKMK – Yogyakarta. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM (5/2/2021) dalam seri ke-7 dari Forum Kebijakan JKN Bagi Akademisi dan Pemangku Kepentingan dengan judul “Kesenjangan Pelayanan Jantung di Provinsi Sumatera Utara”. Berdasarkan tema forum dan judul, diskusi akan membahas Analisis situasi pelayanan jantung di provinsi Sumatera Utara yang terdri dari 33 kabupaten/kota, apakah telah merata atau masih terpusat dibeberapa daerah saja hal tersebut untuk mendukung penyelenggaraan JKN yang lebih optimal khususnya di Provinsi Sumatera Utara. Pemantik diskusi adalah Dr. juanita, S.E., M.Kes selaku Akademisi Universitas Sumatera Utara, selain itu, ada juga pembahas dr. Mariamah yang merupakan Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Sumatera Utara dan aceh dan Benjamin Saut Deputi Direksi bidang riset dan inovasi BPJS kesehatan. Diskusi difasilitasi oleh M. Faozi Kurniawan.

Pengantar

Mengawali diskusi, moderator memberikan kesempatan kepada Shita Listya Dewi, MM., MPP untuk memberikan pengantar, pihaknya mengucapakn banyak terima kasih kepada seluruh mitra yang telah bersedia bergabung dalam forum ini, mengingat webinar seri ke-7 merupakan seri terakhir dan juga memberikan apresiasi terhadap para akademisi yang mengambil peran dalam proses perbaikan JKN ke depan, kesenjangan pelayanan tentu menjadi isu yang penting mengingat tujuan dari program JKN seharusnya dapat dinikmati secara menyeluruh, pemerataan fasilitas kesehatan merupakan isu penting dalam forum yang membutuhkan banyak pembahasan yang detil terkait subtansi masalah dan tantangan

Pemantik

Dr. Juanita, S.E., M.Kes memaparkan materi tentang Kesenjangan pelayanan jantung di Provinsi Sumatera Utara, disampaikan bahwa pemerataan fasilitas kesehatan dan sumber daya manusia kesehatan di Provinsi Sumut masih menjadi kendala utama dalam rangka pelayanan kesehatan di era JKN, pertumbuhan rumah sakit pemerintah yang sama sekali tidak mengalami peningkatan atau jalan ditempat juga menjadi persoalan tersendiri, berdasarkan data BPJS Kesehatan pada 2015 - 2016 terlihat bahwa jumlah pelayanan terhadap penyakit jantung masih terpusat di Medan sedangkan di Nias hal tersebut tidak terjadi, bukan dikarenakan tidak adanya orang yang menderita penyakit tersebut, namun dikarenakan tidak adanya dokter spesialis jantung yang menyebabkan diagnosis yang diberikan selalu mengarah kepenyakit lain.

materi

Pembahas

Pembahas pertama adalah dr. Mariamah yang merupakan Deputi direksi BPJS Kesehatan Wilayah Sumatera Utara dan aceh, dijelaskan bahwa saat ini BPJS Kesehatan telah melakukan rilis data yang terbaru, bahkan telah ada data hingga 2020, diakui bahwa pelayanan dan pemanfaatan penyakit jantung di Provinsi Sumatera Utara masih sangat terpusat di Medan, namun dengan adanya pemerataan fasilitas kesehatan dan juga pengiriman dokter spesialis jantung di tiap kabupaten kota, secara perlahan pemanfaatan mengenai pelayanan penyakit jantung di daerah semakin meningkat apabila dibandingkan dengan sebelumnya.

Pembahas selanjutnya adalah Benjamin Saut Deputi Direksi Bidang riset dan inovasi BPJS kesehatan, tidak banyak berbeda dari tanggapan sebelumnya pihaknya juga menjelaskan bahwa di era JKN ini terjadi begitu banyak peningkatan berkaitan dengan pemanfaatan akses terhadap pelayanan kesehatan karena telah ditanggung oleh BPJS Kesehatan hal tersebut juga berimplikasi terhadap penurunan kemiskinan di masyarakat, pihaknya juga mengatakan bahwa perbaikan mengenai pelayanan kesehatan terus dilakukan demi tercapainya pemerataan pelayanan kesehatan di setiap daerah.

Sesi Diskusi

Tidak seluruh pembahas dapat menghadiri kegiatan diskusi tersebut, pihak dari Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu berhalangan untuk hadir, Moderator memberikan banyak waktu untuk peserta berpartisipasi dalam sesi diskusi, salah satu tanggapan yang diberikan oleh peserta berasal dari Siti Khadijah Nasution, yang juga merupakan mitra dari PKMK UGM dalam forum ini, beliau menekankan terkait dengan data penurunan kemiskinan, diperlukan analisis yang mendalam sebelum akhirnya sampai kepada kesimpulan tersebut, karena jika hanya mengunakan presentase saja maka bisa saja penurunan tersebut hanya terjadi di kota-kota besar seperti yag selama ini terjadi, namun sebenarnya tidak terjadi di daerah - daerah yang masih tertinggal, sehingga harusnya dilakukan analisis secara menyeluruh di 33 kabupaten kota di Sumatera Utara agar mendapat hasil yang jelas terkait dengan data penurunan kemiskinan tersebut.

 

Reporter: Sami Setiawan

 

 

Surplus BPJS Kesehatan Tahun 2020 dan dampaknya

FORUM KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Kerangka Acuan Kegiatan

Surplus BPJS Kesehatan Tahun 2020 dan dampaknya

Seri 1: Dibalik Surplus dan Dampak untuk kebijakan Kompensasi
Webinar – Kamis, 18 Februari 2021

Seri 2: Dampak untuk Peningkatan Mutu
Webinar – Kamis, 25 Februari 2021

Seri 3: Dampak untuk Kenaikan Tarif INA-CBG
Webinar – Jumat, 5 Maret 2021

   Pengantar

Kebijakan Jaminan Kebijakan Kesehatan (JKN) telah dijalankan sejak 2014 selalu mengalami defisit sampai dengan tahun 2019. Tidak tanggung – tanggung total defisit BPJS Kesehatan sejak tahun 2014 – 2019 yaitu berturut – turut Rp. 1,9 triliun (2014), Rp. 9,4 triliun (2015), Rp. 6,7 triliun (2016), Rp.13,8 triliun (2017), Rp.19,4 triliun (2018), Rp. 15,5 triliun (2019), total Rp. 66.7 triliun (Kemenkeu, BPJS Kesehatan, diolah PKMK, 2020).

Penyebab defisitnya BPJS Kesehatan ditengarai berbagai penyebab antara lain iuran JKN tidak sesuai perhitungan aktuaria, adanya tunggakan iuran dari peserta JKN, tidak terbatasnya paket manfaat JKN tanpa disertai cost sharing, dan biaya – biaya pelayanan kesehatan untuk penyakit katastropik yang tinggi. DI tahun 2020, laporan menunjukkan bahwa BPJS mendapatkan surplus sebesar Rp 17 triliun. Hal ini sangat menarik untuk dibahas.

Mengapa terjadi Surplus?

Surplus BPJS saat ini mungkin berasal dari berbagai kejadian di tahun 2020. Ada beberapa kejadian menarik. Pertama; ada Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Perpres No. 82 Th 2018 Tentang Jaminan Kesehatan. Terjadi kenaikan tarif iuran sehingga pendapatan BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara JKN menjadi naik. Kedua, pada tahun 2020, Indonesia beserta dengan berbagai negara di dunia terkena pandemi global COVID-19.

Pandemi COVID-19 memberikan dampak luar biasa pada sistem kesehatan termasuk berkurangnya pelayanan kesehatan bukan COVID-19 di fasilitas kesehatan. Fakta adanya pandemi COVID-19 ini menimbulkan pertanyaan – pertanyaan spekulasi “Apakah surplus tahun 2020 dikarenakan kenaikan iuran JKN dan/atau karena situasi pandemi COVID-19 yang menyebabkan klaim beban pelayanan kesehatan bukan COVID-19 turun, atau tindakan efisiensi di BPJS, atau hal lainnya?

Apakah dana Surplus akan dipakai untuk Kebijakan Kompensasi?

Di tengah berita surplus atas penyelenggaraan JKN oleh BPJS Kesehatan sebesar 18,7 triliun rupiah tahun 2020, salah satu kebijakan sebagai amanah UU SJSN terkait kebijakan kompensasi masih belum jelas apakah sudah dijalankan atau belum. Kebijakan kompensasi ini merupakah amanah UU SJSN Tahun 2004 Pasal 23 ayat 3 yang menjelaskan bahwa “Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan Kompensasi.”

Kebijakan kompensasi merupakan salah satu upaya atau metode untuk memeratakan pelayanan kesehatan di daerah – daerah yang memang terbatas fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatannya. Akses ke fasilitas kesehatan menjadi masalah utama bagi masyarakat di daerah rentan (DTPK) untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Kebijakan kompensasi, sampai 7 tahun berjalannya BPJS belum dijalankan secara signifikan.

Pernyataan Direktur BPJS Kesehatan yang menyatakan bahwa BPJS Kesehatan mengalami surplus tahun 2020 memberikan peluang pelaksanaan kebijakan kompensasi. Namun, hal ini membutuhkan klarifikasi lebih lanjut dari BPJS Kesehatan, apakah kebijakan kompensasi telah direncanakan pelaksanaannya untuk tahun 2021 termasuk peraturan pelaksana kebijakan kompensasi.

   Tujuan Kegiatan

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FKKMK UGM menghadirkan webinar Diskusi 1 dengan topik “Mengapa BPJS Kesehatan Bisa Surplus Penyelenggaraan JKN di Tahun 2020 dan apa dampak pada kebijakan kompensasi?”. Topik ini diangkat sebagai respons publik atas surplusnya BPJS Kesehatan untuk mengetahui lebih dalam penyebab surplus BPJS Kesehatan tahun 2020 dan pemanfaatan surplus untuk penguatan pelaksanaan JKN yang berkeadilan sosial sesuai UUD 1945.Kegiatan ini bertujuan untuk membahas berbagai kemungkinan dibalik surplusnya penyelenggaraan JKN oleh BPJS Kesehatan.

Detail tujuan yang ingin diperoleh yaitu:

  1. Meningkatkan pemahaman pendapatan dan beban pelayanan JKN, dan mengapa ada Surplus di tahun 2020.
  2. Meningkatkan pemahaman surplus BPJS untuk pemerataan pelayanan kesehatan dalam kebijakan Kompensasi.

   Peserta

Peserta kegiatan ini adalah :

  1. Pengambil kebijakan kesehatan Indonesia: Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, DPR, DJSN, BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan, Inspektorat, dan lembaga pemerintah lainnya.
  2. Pengelola sarana pelayanan kesehatan: pimpinan atau staf Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) milik Pemerintah maupun Swasta, Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) milik Pemerintah maupun Swasta, Pimpinan Balai Kesehatan, dan Pimpinan sarana pelayanan kesehatan lainya.
  3. Pelaku Pelayanan Kesehatan yang terdiri atas: Organisasi Profesi (IDI, PPNI, IBI, dsb), Lembaga asuransi/Pembiayaan Kesehatan (BPJS Kesehatan, Jamkesda, Asuransi Kesehatan Swasta), Lembaga Sertifikasi/Akreditasi (KARS, KALK, ISO, MenPAN, Badan Mutu, dan sebagainya), LSM Bidang Kesehatan,
  4. Akademisi dan Konsultan: dosen dan peneliti di perguruan tinggi, peneliti, konsultan dan sebagainya.
  5. Mahasiswa: S1, S2 dan S3 dari berbagai lintas ilmu

   Agenda Kegiatan

Hari, tanggal : Kamis, 18 Februari – 4 Maret 2021
Pukul : 13.00 – 15.00 WIB

   Detail Kegiatan

Waktu Kegiatan Pembicara

Seri I
Kamis, 18 Februari 2021

Dibalik Surplus dan Dampak untuk kebijakan Kompensasi

Narasumber

M. Faozi Kurniawan, SE., Akt., MPH – Konsultan PKMK FK-KMK UGM

video   materi

Pembahas

Ronald Yusuf - Kepala Bidang Program Analisis Kebijakan Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Kementerian Keuangan

video

dr. Yuli Farianti, M.Epid – Kepala Bidang Jaminan Kesehatan, PPJK, Kementerian Kesehatan

video

dr. Elsa Noveli - Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan, BPJS Kesehatan

video

Seri II
Kamis, 25 Februari 2021

Dampak untuk Peningkatan Mutu

Narasumber

dr. Hanevi Djasri, MARS.,FISQua – Kepala Divisi Pelayanan Mutu Kesehatan PKMK FK-KMK UGM

materi   video

Pembahas

  1. drg. Farichah Hanum, M.Kes – Direktur Mutu dan Akreditasi Kementerian Kesehatan
  2. Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Primer, BPJS Kesehatan

Seri III
Jumat, 5 Maret 2021

Dampak untuk Kenaikan Tarif INA-CBG

Narasumber

  • dr. Endang Suparniati, M.Kes - Praktisi Klaim di RSUP Dr. Sardjito
  • Narsumber 2 (masih dalam konfirmasi)

Pembahas

  • Dr. I Made Wiryana, MSc - Dosen Universitas Gunadarma
  • Direktur Keuangan dan Investasi - BPJS Kesehatan
  • Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kementerian Kesehatan

 

 

 

Pelatihan Pengolahan, Analisis, dan Visualisasi Data Kesehatan

Kerangka Acuan Kegiatan Zoom Meeting

Pelatihan Pengolahan, Analisis dan Visualisasi
Data Kesehatan

Februari - Maret 2021

Link pendaftaran

   Latar Belakang

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), gizi buruk, penyakit jantung dan pembuluh darah (CVD), serta kanker saat ini masih menjadi polemik utama masalah kesehatan di Indonesia. Selain meyumbangkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi, empat masalah utama tersebut juga meningkatkan beban pengeluaran dan pembiayaan negara di bidang kesehatan. Salah satu tantangan utama yang ditemui dalam usaha penurunan AKI adalah masalah ketidakmerataan distribusi tenaga kesehatan profesional serta ketersediaan fasilitas infrastruktur yang kurang memadai. Tantangan ini semakin berat dengan adanya pandemi COVID-19 yang mempengaruhi proses perencanaan dan pelayanan kesehatan.

Upaya di berbagai lini kesehatan telah dilakukan dalam rangka mengatasi permasalahan KIA, di layanan primer, kabupaten, provinsi, hingga nasional. Salah satunya yaitu dengan penetapan dan pengimplementasian kebijakan kesehatan. Agar kebijakan yang sudah diimplementasikan dapat dikembangkan ke arah yang sesuai dengan konteks lokal spesifik, perlu dilakukan analisis lanjutan dan penelitian kebijakan terkait konten khusus di setiap masalah kesehatan.

Banyak data kesehatan vital diperoleh baik melalui survey maupun berbagai program surveilans, monitoring, maupun evaluasi yang secara rutin dilakukan oleh otoritas  kesehatan baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Analisis data kesehatan tersebut memegang peranan krusial dalam mendukung proses perencanaan, penganggaran, maupun perbaikan sistem kesehatan dengan didasarkan pada bukti.

Oleh karenanya, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK - KMK UGM didukung oleh World Health Organization (WHO) Indonesia menyelenggarakan pelatihan “Pengolahan, Analisis, dan Visualisasi Data Kesehatan”. Pengenalan mengenai bagaimana mengolah, menganalisis, dan melakukan visualisasi terhadap datakesehatan ini akan sangat relevan bukan hanya bagi lembaga pemerintahan yang mengelola data rutin, tetapi juga pihak - pihak yang berkecimpung dengan aktivitas bersama berbagai lembaga pemerintahan seperti peneliti, universitas, LSM, maupun mitra pembangunan. Rangkaian program pelatihan ini akan diberikan secara umum. Secara khusus pelatihan ini akan mengundang peneliti dan mitra universitas yang terlibat dengan berbagai aktivitas PKMK FK-KMK UGM untuk berpartisipasi.

   Tujuan

Tujuan dari pelatihan “Pengolahan, Analisis, dan Visualisasi Data - Data Kesehatan” adalah:

  1. Mengolah data SKDN
  2. Mengolah data sampel BPJS Kesehatan
  3. Mengolah data - data KIA

   Luaran Kegiatan

  1. Peserta mengenali dan memahami berbagai data kesehatan yang ada.
  2. Peserta mampu melakukan pengolahan, analisis, dan visualisasi data rutin berdasarkan contoh yang diberikan dalam pelatihan.

   Peserta

  1. Peneliti Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan UGM
  2. Mitra universitas dalam aktivitas-aktivitas Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM
  3. Mahasiswa FK-KMK UGM
  4. Peserta lain - lain

   Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan pelatihan akan dilaksanakan 6 kali pada pukul 13.00 – 15.00 WIB. Rincian kegiatan adalah sebagai berikut:

Hari, tanggal Topik pelatihan Narasumber

Analisis data - data klaim dan diagnosis melalui data sampel BPJS Kesehatan 2015 - 2018

  • Hermawati Setiyaningsih, S.Si

Pertemuan I: Selasa 16 Februari 2021

materi   video pemaparan   video diskusi   reportase

Pertemuan II: Jumat, 19 Februari 2021

materi   video sesi 1   video sesi 2   reportase

Selasa & Jum’at, 23 & 26 Februari 2021

Analisa kualitas layanan ibu dan anak: time series analysis menggunakan data SDKI 2002 - 2017

  • dr. Tiara Marthias, MPH, Ph.D (cand)

materi   reportase   video 1   video 2

Pembuatan laporan analisis data KIA sesuai format WHO

  • Insan Rekso Adiwibowo, M.Sc

Pertemuan I: 1 Maret 2021

materi   video   reportase

Pertemuan II: 4 Maret 2021

materi   video   reportase

   Narahubung:

Widy Hidayah
Tlp: +6282122637003
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

 

 

Reportase Pelatihan Penulisan Policy Brief dan Pelaksanaan Policy Dialogue Tahap I

Hari Ketiga: 4 Februari 2021

Pada Kamis (4/02/2021) telah diselenggarakan Pelatihan Penulisan Policy Brief dan Pelaksanaan Policy Dialogue tahap I hari ketiga. Acara berlangsung pukul 13.00 – 15.00 WIB di Gedung Litbang, FK – KMK UGM dan disiarkan melalui zoom meeting. Pelatihan ini merupakan hasil kerja sama antara Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK - KMK UGM bersama dengan World Health Organization (WHO) Indonesia dalam program penguatan dan pengembangan kebijakan kesehatan. Peserta pelatihan adalah mitra universitas.

Tujuan pelatihan ini antara lain mempromosikan kebijakan berbasis bukti kepada para mitra universitas; membangun kapasitas mitra terpilih dalam memproduksi produksi terjemahan pengetahuan (knowledge translation); mitra universitas dapat menulis policy brief sesuai standar penulisan untuk empat masalah kesehatan prioritas KIA, gizi, CVD, dan Kanker; mitra universitas dapat melakukan pemetaan stakeholder lokal; dan dapat melibatkan stakeholder lokal dalam proses policy dialogue. Dua orang narasumber dihadirkan dalam pelatihan ini yaitu Shita Listya Dewi dan Tri Muhartini, MPA dengan moderator dr. Sandra Frans, MPH.

Sesi 1 – Presentasi Outline Policy Brief

8 7 Pelatihan dimulai dengan presentasi outline policy brief oleh peserta pelatihan. Presentasi pertama oleh Silva tentang kasus stunting yang banyak ditemukan di lingkungan yang berperilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) terutama oleh keluarga pra sejahtera yang belum mampu memiliki jamban keluarga sendiri. Presentasi kedua oleh Dian dengan isu kesehatan yang diangkat mengenai kejadian Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil di Kota Bandar Lampung. Presentasi ketiga oleh Sri dengan mengangkat isu kader dalam pengukuran BB dan TB untuk menentukan kasus dan kategori stunting.

Presentasi keempat oleh Juanita menyoroti tingginya angka kematian akibat CVD dikaitkan dengan distribusi SDM dan upaya preventif dan promotif di FKTP. Presentasi kelima dilakukan oleh Sani terkait paparan karsiongen di tempat kerja di Indonesia. Presentasi keenam dilakukan oleh Ambo dengan topik deteksi dini faktor risiko kanker melalui kebijakan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM. Presentasi ketujuh dilakukan oleh Siti terkait AKI dan KB. Presentasi kedelapan oleh Tuty mengenai SPM di wilayah Provinsi Sumatera Barat.

Sesi 2 - Pemetaan Pemegang Kepentingan (Stakeholders Mapping)

Shita Listya Dewi

8 8Stakeholder dapat berasal dari berbagai kalangan seperti policy maker, manajer di institusi ataupun di kegiatan berbasis komunitas, anggota asosiasi kesehatan, peneliti, organisasi nasional dan internasional, pasien, konsumen, dan lain sebagainya. Dalam memilih stakeholder, perlu dibuat pemetaan menggunakan tabel mapping sederhana yang berisi identitas grup stakeholder, nama/ title of stakeholder, apakah akan diundang untuk wawancara, atau lebih jauh diundang dalam kegiatan dialog kebijakan.

Kemudian dilakukan stakeholder power analysis berdasarkan power dan interest mereka. Pada awalnya kita asumsikan bahwa semua stakeholder memiliki kekuasaan dan ketertarikan pada masalah yang kita angkat. Kemudian setelah kita identifikasi lebih lanjut, kita tentukan mana yang akan kita dekati untuk dilakukan engagement tahap awal dengan wawancara mendalam. Modal dasar dalam menggandeng para stakeholder yaitu 3C (Concern, Capacity, and Connecting).

Pertama, concern, apakah mereka ada concern dengan isu yang kita angkat, adakah kesamaan concern dengan kita? Kedua capacity, kalau mereka punya concern, kemudian kita lihat capacity mereka, apakah ada kapasitas mereka yang dapat kita manfaatkan. Ketiga adalah connecting. Tugas berikutnya adalah bagaimana saya bisa connect dengan mereka, apa yang bisa saya sampaikan sehingga ada kesepemahaman/ satu visi, dan ini bisa tercapai jika ada connecting dengan mereka. Strategi 3C ini yang akan membantu kita meng-engage stakeholder secara lebih efektif.

Sesi 3 - Strategi Pelibatan Pemangku Kepentingan: In Depth Interview dan Policy Dialogue

Tri Muhartini, MPA

Ada 2 strategi dalam melibatkan stakeholder yaitu indepth interview atau wawancara mendalam dan policy dialogue. Wawancara mendalam dilakukan sebelum policy brief menjadi final. Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan masukan. Sebelum melakukan wawancara, hal yang perlu dimiliki adalah outline final dari policy brief dan daftar target pemangku kepentingan yang akan diwawancara. Hal umum yang perlu dipersiapkan antara lain undangan dan daftar pertanyaan. Pengalaman kami, untuk lebih amannya kami menyiapkan pertanyaan terbuka.

Dalam wawancara ini diharapkan para stakeholder dapat memberikan perspektif mereka terkait masalah yang diangkat. Selain itu, wawancara ini juga dapat digunakan untuk memperoleh data baru. Perlu diperhatikan, jika terjadi perbedaan pendapat selama wawancara, tidak perlu melakukan sanggahan yang dapat menimbulkan perdebatan, karena kita harus tetap menjaga hubungan dengan pemangku kepentingan. Perlu ditekankan juga bahwa their opinions matter.

Selain wawancara, strategi lain dalam melibatkan stakeholder adalah dengan dialog kebijakan (policy dialogue). Tujuannya antara lain untuk meningkatkan ketertarikan pemangku kepentingan, mendapatkan masukan atau respon tambahan yang berkaitan dengan topik, dan mendapatkan kesepakatan dari masing pemangku kepentingan terkait. Kita perlu memilih satu pemangku kepentingan utama yang akan menjadi kunci pemegang kepentingan.

Lalu, bagaimana cara melakukan dialog kebijakan? Berikut beberapa hal yang perlu dipersiapkan; membuat daftar target pemangku kepentingan, undangan, menentukan metode dialog (daring atau tata muka), mempersiapkan materi atau power point berdasarkan policy brief, struktur materi disesuaikan dengan susunan struktur policy brief, presenter hanya dapat dilakukan satu perwakilan penulis (jika penulis lebih dari satu), fasilitator berfungsi untuk memandu dan menjaga kelancaran diskusi sesuai dengan susunan policy brief, presenter dan fasilitator dapat merespon tanggapan partisipan dengan tujuan “konfirmasi”, dalam dialog kebijakan presenter dan fasilitator tidak diperkenankan untuk menyanggah, dan menyusun peraturan dialog kebijakan untuk partisipan.

Policy dialogue ini lebih mengarah ke dialog antar stakeholder. Ini bukan seperti sidang skripsi. Tone yang digunakan ialah untuk memfasilitasi para pemangku kepentingan untuk berdialog. Policy brief yang dibuat harus jelas dalam mengkomunikasikan posisi dan argumentasi kita sehingga kita tidak perlu membela diri dan menyanggah selama proses dialog kebijakan.

Pelatihan ditutup oleh moderator dengan membacakan kesimpulan pelatihan hari ketiga. Kegiatan setelah pelatihan tahap 1 ini yaitu penulisan policy brief dan pemetaan stakeholder selama 2 minggu (8 - 19 Februari 2021). Kemudian peserta melakukan wawancara mendalam dengan stakeholders.

Reporter: Widy Hidayah

 

 

Reportase Pelatihan Penulisan Policy Brief dan Pelaksanaan Policy Dialogue Tahap I

Hari Kedua: 3 Februari 2021

Pada Rabu (3/02/2021) telah diselenggarakan Pelatihan Penulisan Policy Brief dan Pelaksanaan Policy Dialogue tahap I hari pertama. Acara berlangsung pukul 10.00 – 12.00 WIB di Gedung Litbang, FK – KMK UGM dan disiarkan melalui zoom meeting. Pelatihan ini merupakan hasil kerja sama antara Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK - KMK UGM bersama dengan World Health Organization (WHO) Indonesia dalam program penguatan dan pengembangan kebijakan kesehatan. Peserta pelatihan adalah mitra universitas.

Tujuan pelatihan ini antara lain mempromosikan kebijakan berbasis bukti kepada para mitra universitas; membangun kapasitas mitra terpilih dalam memproduksi produksi terjemahan pengetahuan (knowledge translation); mitra universitas dapat menulis policy brief sesuai standar penulisan untuk empat masalah kesehatan prioritas KIA, gizi, CVD, dan Kanker; mitra universitas dapat melakukan pemetaan stakeholder lokal; dan dapat melibatkan stakeholder lokal dalam proses policy dialogue. Dua orang narasumber dihadirkan dalam pelatihan ini yaitu Tri Muhartini, MPA dengan moderator dr. Sandra Frans, MPH.

Sebelum sesi pertama dimulai, Tri, selaku narasumber memberikan masukan dan komentar atas tugas pelatihan atau outline policy brief yang telah dikerjakan oleh peserta seperti faktor penyebab masalah yang ingin dituliskan, data yang harus dicantumkan termasuk perbandingan dengan daerah atau negara lain untuk memperkuat analisis, dan jumlah halaman yang direkomendasikan. Pernyataan masalah harus ditulis padat dan langsung menyasar masalah yang ingin ditampilkan. Selain itu, diperlukan penulisan yang efektif dalam menyusun narasi untuk pernyataan masalah. Dampak atau konsekuensi dari pernyataan masalah apabila diabaikan juga perlu turut dicantumkan termasuk contoh dari negara atau daerah lain yang telah mengabaikannya.

Sesi 1 – Framing a Policy Brief: Underlying Factors

Tri Muhartini, MPA 

8 4

Tri menyampaikan bahwa ada 3 sub pokok bahasan yang dibahas pada sesi hari ini yaitu Underlying Factor / Faktor Penyebab Masalah, Option / Opsi, dan Implementation Consideration / Pertimbangan Implementasi. Pada sesi yang pertama yaitu memahami underlying factor, dimulai dengan memaknai problem tree analysis. Menemukan masalah dalam suatu isu, dimana dalam konteks pelatihan ini adalah isu kebijakan kesehatan seperti KIA, Gizi, Jantung dan Kanker. Penyelesaian masalah dengan suatu kebijakan memerlukan identifikasi akar penyebabnya atau faktor penyebab yang membuat masalah itu muncul di permukaan. Faktor penyebab itu seperti akar pohon yang harus digali sedalam dalamnya. Seperti pohon, jika masih ada akarnya maka dia akan tetap tumbuh. Tapi jika akar pohon itu dipotong maka dia tidak akan tumbuh kembali.

Seperti itulah masalah kebijakan kesehatan, jika hanya menangani dampaknya atau masalah utamanya, tetapi akarnya tidak diselesaikan maka masalah itu akan tumbuh kembali. Dalam kebijakan publik, jika masalah yang akan diselesaikan tidak dengan cara memutuskan akar penyebab maka yang terjadi adalah error type 3 yaitu kebijakan yang diputuskan tidak sejalan dengan masalah dan penyebab sehingga masalah itu tetap terus tumbuh bahkan menimbulkan masalah baru. Di Indonesia, banyak kebijakan memiliki error type 3, khususnya kebijakan kesehatan yang saat ini berkaitan dengan pandemi, dimana keputusan pemerintah yang ditujukan menekan angka kasus tapi dalam implementasi justru membuat kasus semakin terus meningkat dan mengakibatkan angka kematian tinggi. Selain itu, berdampak pula pada persoalan layanan kesehatan lainnya hingga ke persoalan ekonomi sehingga untuk mengusulkan suatu kebijakan kita harus mengerti akar penyebabnya.

Identifikasi faktor penyebab masalah memerlukan data yang dapat bersumber dari data survei, data administratif, primary studies/ systematic review atau penelitian sebelumnya dan wawancara informan kunci (key informant interview). Data survei seperti data Riskesdas dapat menunjang pernyataan masalah yang akan ditulis. Data administratif dapat berupa data rutin yang telah dikumpulkan secara regular oleh instansi atau lembaga terkait. Data yang berasal dari primary studies/ systematic review atau penelitian sebelumnya dapat digunakan tidak hanya untuk mengidentifikasi masalah tetapi juga menyusun implementasi. Wawancara mendalam dapat dilakukan dengan pengambil keputusan untuk mendapatkan konfirmasi dengan menyusun hipotesis terlebih dahulu.

Setelah memiliki data, langkah selanjutnya untuk mengidentifikasi akar penyebab masalah dengan mengkategorikan berdasarkan health system arrangement. Ada 3 kategori yaitu government arrangement, financial arrangement, dan delivery arrangement. Tata Kelola berkaitan government arrangement meliputi kebijakan pemerintah, sistem pemerintahan atau politik, kelembagaan (koordinasi atau kedudukan suatu kelembagaan), struktur birokrasi dan hal lainnya yang berakaitan dengan pemerintahan atau pengambil keputusan. Pada goverment arrangement dapat melihat apakah ada koordinasi antar lembaga yang menjadi penyebab masalah ini. Financial arrangement atau keuangan ini berkaitan dengan anggaran, pajak, pembiayaan kesehatan, insentif dan lain-lain. Pada delivery arrangement berkaitan dengan ketersediaan perawatan atau pelayanan kesehatan yang mempengaruhi penyebab masalah tersebut. Dapat pula dimasukkan hal - hal di luar government arrangement atau financial arrangement ke dalam delivery arrangement. Dari ketiga arrangement ini akan membantu untuk menspesifikasikan policy brief yang ditulis.

Sesi 2 - Framing a Policy Brief: the Alternative Options

Tri Muhartini, MPA

8 5Setelah menentukan pernyataaan masalah dan menemukan penyebabnya. Langkah selanjutnya adalah menawarkan opsi kepada pengambil kebijakan. Opsi tidak sama dengan rekomendasi. Opsi adalah usulan yang ditawarkan dengan beberapa pilihan dan diberikan kepada stakeholder atau pengambil kebijakan untuk memilih. Pengambil kebijakan dapat memilih satu opsi, dua opsi atau seluruh opsi yang ditawarkan. Rekomendasi adalah usulan yang dibuat tanpa menyediakan pilihan lain untuk dipilih, hal ini merupakan mandatory yang diharapkan dapat diambil oleh pengambil kebijakan. Rekomendasi diharapkan dibuat dalam satu usulan. Opsi ada dalam dokumen policy brief sedangkan rekomendasi ada dalam dokumen briefing note.

Opsi untuk kebijakan adalah opsi murni, yang belum pernah ada sebelumnya. Sedangkan opsi dari kebijakan adalah opsi yang ditawarkan untuk memperbaiki kebijakan yang telah ada. Ada 6 hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan opsi yaitu apakah substansi opsi yang ditawarkan sudah sejalan dengan substansi permasalahan (substaintively sound), apakah opsi yang ditawarkan dapat dijalankan di level administratif (administrative capacity), apakah opsi memerlukan biaya yang besar dan manfaat yang kecil atau sebaliknya (economic cost-benefit), apakah opsi tersebut mendapatkan pertentangan atau dukungan dari masyarakat (social acceptability), apakah opsi ini memiliki dukungan politik (sejalan dengan RPJMN, RPJMD) atau tidak (political support), dan apakah opsi ini memiliki dasar hukum yang telah ada sebelumnya (legal framework).

Opsi yang ditawarkan juga perlu diidentifikasi dengan melihat hal seperti berikut meliputi manfaat, kemungkinan potensi bahaya yang ditimbulkan, biaya, dan ketidakpastian efektivitas dari opsi yang ditawarkan. Diperlukan transparansi dari pernyataan masalah hingga menyampaikan opsi.

Sesi 3 - Implementation Consideration/ Pertimbangan Implementasi

Tri Muhartini, MPA

8 6Implementation consideration atau pertimbangan implementasi diperlukan ketika ada potential harm dan uncertainty dalam penulisan policy brief. Perlu melihat tantangan yang ada seperti dari masyarakat, tenaga kesehatan, organisasi dan sistem. Tantangan dari masyarakat berkitan dengan perilaku masyarakat, social support dan partisipasi masyarakat. Tantangan dari tenaga kesehatan berkaitan dengan diperlukannya audit pelayanan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Tantangan dari sisi organisasi berkaitan dengan manajemen yang dikelola oleh organisasi. Sedangkan tantangan dari sistem berkaitan dengan 3 arrangements (government, financial, dan delivery).

Perlu diperhatikan apakah ada barrier atau pertentangan dari kebijakan yang ada. Ketika menyusun opsi perlu dijelaskan kepada pengambil kebijakan terkait tantangan yang mungkin akan timbul. Tantangan ini diperoleh dari hasil diskusi atau wawancara mendalam atau sistematic review. Tidak disarankan membuat analisis terkait tantangan hanya berdasarkan pendapat pribadi. Penyusunan opsi tidak berdasarakan prioritas tetapi harus saling berkaitan antara satu opsi dengan yang lain.

Pelatihan ditutup oleh moderator dengan membacakan kesimpulan pelatihan hari kedua. Pelatihan hari ketiga akan dilakukan pada Kamis, 4 Februari 2021 jam 13.00 – 15.00 WIB.

Reporter: Monita Destiwi

 

 

Reportase Pelatihan Penulisan Policy Brief dan Pelaksanaan Policy Dialogue

Hari Pertama: 2 Februari 2021

Pada Selasa (2/02/2021) telah diselenggarakan Pelatihan Penulisan Policy Brief dan Pelaksanaan Policy Dialogue tahap I hari pertama. Acara berlangsung pukul 13.00 – 15.20 WIB di Gedung Litbang, FK – KMK UGM dan disiarkan melalui zoom meeting. Pelatihan ini merupakan hasil kerja sama antara Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK - KMK UGM bersama dengan World Health Organization (WHO) Indonesia dalam program penguatan dan pengembangan kebijakan Kesehatan.

Peserta pelatihan adalah mitra universitas. Tujuan pelatihan ini antara lain mempromosikan kebijakan berbasis bukti kepada para mitra universitas; membangun kapasitas mitra terpilih dalam memproduksi produksi terjemahan pengetahuan (knowledge translation); mitra universitas dapat menulis policy brief sesuai standar penulisan untuk empat masalah kesehatan prioritas KIA, gizi, CVD, dan Kanker; mitra universitas dapat melakukan pemetaan stakeholder lokal; dan dapat melibatkan stakeholder lokal dalam proses policy dialogue. Dua orang narasumber dihadirkan dalam pelatihan ini yaitu Shita Listya Dewi dan Agus Salim, MPH dengan moderator dr. Sandra Frans, MPH.

Sesi 1 – Knowledge translation product: Policy brief

Shita Listya Dewi

8 1

Shita menyampaikan bahwa ada 3 sub pokok bahasan yang dibahas pada sesi hari ini yaitu proses pembuatan kebijakan kesehatan dan peran evidence penelitian dalam keputusan kebijakan publik, knowledge translation, dan penyusunan policy brief: pernyataan masalah. Siklus kebijakan dimulai dari agenda setting atau problem definition. Disini, selain mengidentifikasi masalah, kita perlu mengangkat sebuah isu. Isu ini tentunya harus bersaing dengan isu-isu lain untuk mendapat perhatian, sehingga disini perlu evidence agar isu yang kita pilih menjadi penting. Selain evidence, perlu juga ada urgency dalam isu tersebut. Semakin tinggi urgency-nya akan semakin mudah untuk masuk ke agenda kebijakan.

Dalam perumusan kebijakan, ada beberapa tantangan yang dihadapi, sehingga peran evidence lebih dibutuhkan lagi. Peran evidence pada tahap ini misalnya untuk melihat opsi yang dikemukakan, dan melihat untung rugi dari opsi yang dikemukakan. Selain itu, evidence juga diperlukan dalam policy implementation. Kebijakan harus ditempatkan dalam sebuah konteks dimana konteks ini dapat berbeda-beda.

Dalam hal ini, evidence membantu kita dalam menempatkan konteks yang tepat. Kemudian, evidence juga masih dibutuhkan ketika melakukan evaluasi kebijakan dan ini adalah titik krusial dari sebuah kebijakan, apakah kebijakan akan dilanjutkan atau perlu direvisi. Namun, pertanyaan selanjutnya adalah apakah evidence ini ada, bagus kualitasnya, dan dipakai oleh para pengambil kebijakan?

Kebijakan berbasis bukti adalah pendekatan yang membantu orang membuat keputusan yang terinformasi dengan baik tentang kebijakan, program, dan proyek dengan meletakkan bukti terbaik yang tersedia dari penelitian di pusat pengembangan dan implementasi kebijakan. Penggunaan evidence policy yang baik harus menghadirkan keterkaitan antara proses penelitian, knowledge translation process dan proses pembuatan kebijakan.

Knowledge translation ini merupakan jembatan antara research process dan proses pembuatan kebijakan. Knowledge translation itu bukanlah proses satu arah, namun harus 2 arah, yaitu selain dari pihak researcher tetapi juga dari para policy maker. Jadi harus ada exchange of information antara dua elemen tersebut.

Ada beberapa knowledge translation product, namun yang kita fokuskan disini adalah policy brief dan briefing note. Untuk policy brief, dengan formatnya yang meliputi problem statement, options, dan pertimbangan implementasi; hal ini menjadikannya efektif digunakan untuk menyampaikan gagasan.

Disamping itu, komponen yang harus ada dalam sebuah policy brief yaitu bersifat persuasif, punya kredibilitas, dan berada di dalam konteks yang relevan. Selain itu ada komponen engagement, dimana policy brief ini harus menarik, susunan bahasanya harus jelas dan mudah dimengerti.

Sesi 2 - Literature Review dan Pengumpulan Data

Agus Salim, MPH

8 1

Agus memulai paparannya dengan menjelaskan sumber - sumber data yang bisa digunakan seperti Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK), kemudian database jurnal seperti Pubmed, dan lain - lain. Ada dua metode yang akan di-cover dalam sesi ini yaitu basic computer search options dan two board types of databases.

Sesi ini dilanjutkan dengan workshop dan latihan. Agus menunjukkan bagaimana cara membuat keywords. Pada basic search options dapat dilakukan dengan beberapa teknik seperti Boolean operators, truncation, dan phrase search. Contoh dengan teknik Boolean: infant mortality, infant AND mortality, “infant mortality”. Contoh dengan teknik truncantion: Pollut*. Kemudian Agus juga mencontohkan bagaimana mencari literature dengan keyword yang sudah dipilih melalui beberapa database seperti Pubmed, Health System Evidence, Hinari, dan Google Scholar.

Sesi 3 - Framing a policy brief: Problem Statement

Shita Listya Dewi 

8 1

Sesi ini diawali dengan pertanyaan dari peserta mengenai bagaimana cara menyajikan knowledge translation yang tepat sehingga policy brief yang dibuat bisa diterima oleh pemegang kebijakan. Salah satunya adalah dengan penyusunan yang menarik, baik dari sisi penyusunan kata maupun tampilannya; selain itu, adalah adanya urgency dari masalah, dan juga kemudahan dalam pengoperasian/ implementasinya. Untuk menilai kualitas evidence, kita dapat menilai metodologinya, atau kita bisa mengambil hasil systematic review.

Dalam framing a public policy, perlu sentuhan yang menarik dari sudut tertentu. Kuncinya adalah harus berangkat dari sebuah masalah. Jika pemilihan masalahnya sudah benar, maka itu sudah seperti menyeleseaikan setengah dari masalah. Kita mengetahui ada error type 1 dan 2, disini kita sebut ada type 3 error yaitu kesalahan dalam mengangkat masalah. Karakter masalah itu bisa wicked, messy, complex, atau moving object.

Moving object ini selalu berubah, bisa jadi sesuatu menjadi masalah di hari ini dan belum tentu menjadi masalah juga di hari esok. Jika messy, complect dan ruwet, lalu bagaimana kita dapat menyebut itu sebagai sebuah masalah? Yaitu dengan melihat dengan teori, norma, atau benchmarking. Cara menulis problem statement harus disesuaikan dengan target pembaca. Sebaiknya satu masalah dibahas dalam satu policy brief. Sesi ini kemudian dilanjutkan dengan sesi latihan.

Pelatihan ditutup oleh moderator dengan membacakan kesimpulan pelatihan hari pertama. Pelatihan hari kedua akan dilakukan hari Rabu, 3 Februari 2021 jam 10.00 – 12.00 WIB

Reporter: Widy Hidayah

 

Reportase Inovasi Sistem Informasi Manajemen Sebagai Strategi Pencegahan Kecurangan (Fraud) Program JKN

21 Januari 2021

PKMK – Yogyakarta. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK - KMK UGM (21/1/2021) dalam seri ke-6 dari Forum Kebijakan JKN Bagi Akademisi dan Pemangku Kepentingan dengan judul Inovasi Sistem Informasi Manajemen sebagai Strategi Pencegahan Kecurangan (Fraud) Program JKN. Berdasarkan tema forum dan judul, diskusi membahas tentang, upaya yang telah dan perlu dilakukan dalam pencegahan kecurangan (fraud) dalam pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Pemantik diskusi adalah Dr. Irwandy, SKM, MSc.PH, M.Kes selaku Akademisi Universitas Hasanuddin, selain itu, ada juga pembahas yaitu dr. Hidayat Sumintapura, M.Kes. AAK yang merupakan Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara dan Maluku, Haruddin S.ST, M.Kes, QRMA, Auditor Muda Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI dan juga perwakilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Diskusi difasilitasi oleh drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE.

Pengantar

Mengawali diskusi, moderator memberikan kesempatan kepada Prof. Laksono Trisnantoro, PhD untuk memberikan kata pengantar, disampaikan bahwa dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional yang telah berlangsung sekitar 7 tahun ini permasalahan fraud memang masih menjadi sesuatu yang perlu mendapat perhatian serius, terlepas dari apapun penyebab fraud terjadi, hal yang paling berbahaya adalah apabila para pelaku mulai membenarkan tindakan fraud tersebut dan merasa seolah - olah tidak melakukan kesalahan.

Pemantik

Dr. Irwandy, SKM, MSc.PH, M.Kes memaparkan materi tentang Inovasi Sistem Informasi Manajemen sebagai Strategi Pencegahan Kecurangan (Fraud) Program JKN disampaikan bahwa terdapat beberapa masalah terkait hal tersebut di Indonesia, bahwa menurut pengakuan direktur utama BPJS Kesehatan fraud yang terjadi pada 2019 sekitar 1%, namun berdasarkan data dari The National Healt-Care Anti-Fraud diperkirakan fraud yang terjadi sekitar 3% - 10% hal tersebut tentu seperti sebuah fenomena gunung es, bahwa ada sesuatu yang jauh lebih besar dari apa yang terlihat di permukaan, hal yang lebih mengejutkkan adalah berdasarkan survei yang dilakukan oleh Association of Certified Fraud Examiners pada negara-negara di Asia Pasifik menemukan kasus fraud paling banyak ditemukan di Indonesia.

Ada 3 hal yang kemudian dapat diasumsikan menjadi penyebab terjadinya tindakan fraud tersebut, pertama adalah Pressure (tekanan) yaitu adanya tekanan ekonomi, sosial hingga lingkungan pekerjaan, selanjutnya Opportunity (kesempatan) yaitu akibat sistem yang lemah dan yang terakhir Rationalization (pembenaran) yaitu persepsi dan pengetahuan mengenai fraud hingga dianggap sebagai perilaku yang biasa. Menurutnya perlu segera dilakukan upaya untuk menghentikan hal tersebut dan salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pemanfaatan sistem dan teknologi informasi, hal tersebut dapat dilakukan karena potensi fraud dapat diperoleh secara cepat dan otomatis dari system, kemudian memudahkan untuk melakukan prioritas investigasi dan dapat mendeteksi jenis kecurangan baru yang bahkan belum didefinisikan sebelumnya.

materi

Pembahas

Pembahas pertama dr. Hidayat Sumintapura, M.Kes. AAK - Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara dan Maluku, pihaknya menjelaskan bahwa terkait dengan permasalahan fraud pihak BPJS telah melakukan berbagai upaya untuk melakukan pencegahan terkait hal tersebut, upaya yang dilakukan telah mencakup sistem dan teknologi informasi, mungkin saat ini belum begitu maksimal, namun upaya terkait hal tersebut terus ditingkatkan, pembahas kedua yang diberikan kesempatan oleh moderator adalah Haruddin S.ST, M.Kes, QRMA yang merupakan Auditor Muda Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI, Haruddin menjelaskan bahwa benar sejatinya BPJS Kesehatan telah melakukan upaya dengan pemanfaatan sistem dan teknologi informasi, namun yang menjadi cacatan penting yang seharusnya digarisbawahi adalah data yang terkumpul oleh BPJS Kesehatan tersebut seharusnya dibuka secara umum, sehingga bisa dijadikan acuan atau bahan penelitian lebih lanjut dalam upaya pencegahan fraud kedepannya.

Sesi Diskusi

Tidak semua pembahas dapat menghadiri kegiatan ini, perwakilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia berhalangan hadir, Moderator memberikan banyak waktu untuk peserta berpartisipasi dalam sesi diskusi untuk memberikan pertanyaan atau tanggapan kepada pemantik dan para pembahas, salah satu tanggapan yang menarik diberikan oleh peserta bernama Zulkarnain Abubakar, menurutnya untuk melakukan pencegahan fraud, seharusnya BPJS Kesehatan dapat menciptakan iklim kerja yang baik, dalam artian membuat kesepakatan dengan penyedia fasilitas kesehatan terhadap beberapa jenis penyakit yang bisa diselesaikan dalam satu tindakan, apabila kasus tersebut dapat diselesaikan dalam satu tindakan maka BPJS Kesehatan wajib memberikan insentif bagi fasilitas kesehatan yang melakukan penanganan, namun apabila dalam menjalankan tugasnya terjadi komplikasi, maka hal tersebut akan dibebankan kepada fasilitas kesehatan yang menangani dan tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan kembali terkait biaya komplikasi yang ditimbulkan.

Reporter: Sami Setiawan