Reportase Outlook Tahap II: Apa yang Mungkin Terjadi di Tahun 2021 Dalam Konteks Reformasi Kesehatan?

Rabu, 20 Januari 2021

Pengantar

Kepala Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Dr. dr. Andreasta Meliala, MK.Kes, MAS menyampaikan pentingnya sistem kesehatan supaya siap menghadapi tantangan bencana.

Hal ini dimaksudkan supaya Indonesia memiliki ketangguhan terhadap bencana yang baik. PKMK juga tidak berhenti melakukan penelitian, diskusi dan pelatihan untuk melaksanakan transformasi kesehatan ke level berikutnya. Kemudian, rerlu juga diketahui formula apa saja yang dibutuhkan untuk reform.

Sesi Pertama

narsum20jan

Dr. Bella Donna, M.Kes (Outlook Penanganan Pandemi COVD-19 pada 2021: Perilaku, 3T, Vaksinasi dan Penanganan Lonjakan)

Pada 2020 masyarakat dikejutkan dengan terjadinya pandemi COVID-19, yang mana mengubah kebiasaan - kebiasaan yang umumnya berlaku di masyarakat. Kebiasaan hidup berubah karena orang lebih rajin untuk cuci tangan, dan pertemuan fisik diubah menjadi pertemuan daring. Selain itu angka kematian yang terus bertambah dan muatan rumah sakit yang semakin sedikit untuk pasien COVID-19. Gelombang COVID apabila dibandingkan antara Indonesia dan negara lain, Indonesia masih masuk di gelombang pertama dan belum selesai sementara di negara lain sudah masuk ke gelombang kedua/ketiga.

dr. Bella juga menjelaskan mengenai 3 arahan dari Presiden RI untuk melakukan recovery pada 2021. Pertama yaitu kesiapan menghadapi lonjakan kasus aktif pasca liburan terutama untuk kota - kota besar atau kota yang memiliki obyek pariwisaa yang ramai dikunjungi, program vaksinasi dan pencegahan kasus aktif. Pemerintah juga melaksanakan 3T secara masif untuk menekan angka kematian dan menaikkan angka kesembuhan nasional.

Artinya untuk melakukan 3T dibutuhkan sistem laboratorium yang sudah kuat, untuk mengurangi antrian dalam lab yang tejadi selain itu SDM laboratorium dan nakes yang bisa melaksanakan tracing pasien yang suspect, probable dan positive. Tantangan lainnya yaitu masih adanya anggapan bahwa COVID adalah penyakit yang memalukan, sehingga masyarakat yang memiliki gejala menahan diri untuk pergi ke RS sehingga bertambah parah. Bella juga menyampaikan bahwa penting untuk menjaga mutu pelayanan, pembiayaan di masa pandemi dan peningkatan manajemen risiko dalam setiap aspek seperti pembiayaan.

Faozi Kurniawan, SE., M.Kes (Outlook Pendanaan Kesehatan di Era Pandemi dan Kesulitan Anggaran Pemerintah)

Faozi menjelaskan data - data melalui perspektif keuangan. Ada 3 poin yang disampaikannya yakni gambaran APBN, gambaran anggaran kesehatan dan tantangan Pemerintah dalam Pelayanan Kesehatan ke depan. Anggaran pendapatan dan belanja setiap tahun meningkat, tetapi pada 2020 - 2021 anggaran pendapatan dianggarkan turun karena pandemi COVID-19.

Terjadi realokasi dan refokusing belanja yang terjadi pada tahun lalu dan tahun ini. Sementara alokasi anggaran kesehatan, nampak pada 2016 pertama kalinya anggaran kesehatan bisa memenuhi angka yang diamanatkan oleh Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu sebesar 5 persen. Pada 2021 prosentase ini turun menjadi 4.8 persen saja. Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah untuk pelayanan kesehatan di masa pandemi COVID-19 adalah anggaran yang belum difokuskan kepada infrastruktur kesehatan dan program promotif serta preventif. Sementara anggaran difokuskan untuk menangani defisit JKN yang terjadi.

Dr. dr.Hanevi Djasri, MARS., FISQua (Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan dalam Pandemi COvid-19: Outlook 2021)

Hanevi menyebutkan bahwa pandemi COVID-19 merupakan katalisator dalam mutu pelayanan kesehatan. Ada dampak positif dan negatif dari perisitiwa ini. Pada 2021 diprediksi bahwa ada 3 poin yang akan dilaksanakan seperti fasyankes yang melaksanakan balancing act, kemudian merancang ulang atau redesain pelayanan dan perubahan agar Fasyankes menjadi smart Fasyankes. Balancing act yang dilaksanakan merupakan pelayanan kesehatan untuk COVID-19 dan pelayanan kesehatan normal.

Redesain pelayanan yang akan dilakukan value-based care atau pelayanan yang berfokus pada tindakan atau perawatan yang benar - benar meningkatkan keseahatan dari pasien, serta pelayanan yang mengutamakan pasien atau patient centered care yang mana berpreferensi terhadap kebutuhan dan nilai-nilai individu pasien. Terakhir, fasyankes yang smart yaitu fasyankes yang diharapkan dapat beradaptasi secara cepat dengan penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan kesehatan, seperti konsultasi jarak jauh dengan bantuan wearable device .

Dr.dr. Andreasta Meliala, M.Kes., DiplPH, MAS (Outlook SDM Kesehatan di Masa Pandemi)

SDM Kesehatan sering menjadi bahasan dalam konteks - konteks tertentu seperti dalam fasyankes, dalam konteks pembiayaan UHC, dan konteks geografis Indonesia, namun bahasan SDM Kesehatan dalam masa bencana masih dibicarakan secara sporadis. Persiapan SDM Kesehatan dibutuhkan di masa persiapan dan masa mitigasi, karena jika hanya dilaksanakan pada masa mitigasi akan mengakibatkan banyak kematian sehingga mutu pelayanan juga menjadi korban. Hal yang disoroti oleh Andre dalam keadaan tersebut adalah pelaksanaan licensing atau sertifikasi yang penting untuk dilakukan pada masa persiapan dan mitigasi. Pada masa persoapan, perlu diketahui siapa saja yang dapat bergabung menjadi SDM Keseahtan untuk masa bencana. Kemudian ahli dalam profesi tertentu yang perlu direkrut secara khusus seperti dalam bidang data, teknologi informasi yang perlu masuk dalam persiapan.

Sesi Pembahasan

udrekUdrekh menyampaikan bahwa BNPB berencana akan membuat sistem penanggulangan bencana non alam yang secara holistik tidak terlepas dari enam komponen yaitu regulasi, perencanaan, kelembagaan, kapasitas, pendanaan dan penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Untuk reformasi kesehatan, ada upaya yang harus dilaksanakan yaitu mainstreaming topik kebencanaan, agar terbentuk kolaborasi yang baik dalam penanggulangan bencana. Kemudian juga perlu dipikirkan bagaimana kebijakan anggaran supaya bisa berkelanjutan, bagaimana supaya sumber daya atau fasilitas meningkat dan anggaran juga meningkat.

Lalu perlu juga dipikirkan, bagaimana cost itu dapat menjadi cost opportunity sehingga ada nilai investasinya. Udrekh menyampaikan bahwa dalam penanggulangan bencana, kita perlu mencontoh negara lain seperti Jepang, berpikir lain soal bencana yaitu tidak mengasihani diri sendiri tetapi menjadikan bencana sebagai tanda bahwa negara akan bangkit. Hal ini diimplementasikan dengan cara, membuat inovasi untuk mengatasi bencana kemudian menawarkannya kepada negara lain yang juga membutuhkan solusi untuk penanganan bencana. Hal inilah yang dimaksud mengubah cost menjadi opportunity cost.

Pembahas yang kedua yaitu dr. H. Muhammad Budi Hidayat, M.Kes menuturkan bahwa dalam pengendalian COVID-19 memiliki beberapa tantangan, seperti hasil uji labratorium yang terlambat; keterbatasan SDM, sarana dan prasarana; keterlambatan melakukan pelacakan kontak dan stigma yang berada di masyarakat; penanganan kasus (isolasi/karantina) (isolasi/karantina) yang belum memenuhi syarat; layanan kesehatan esensial yang terganggu menyebabkan targt program prioritas nasional tidak tercapai maksimal dan; penerapan protokol kesehatan di masyarakat belum optimal. Oleh karena itu, reformasi sistem kesehatan perlu melaksanakan penguatan sistem kesehatan, seperti penambahan SDM Kesehatan, penguatan sistem rujukan, memastikan kemandirian farmasi dan alkes, dan juga inovasi pembiayaan.

pungkasPada sesi kedua Pungkas Bahjuri Ali dari Bappenas menyampaikan mengenai Reformasi SKN. Pungkas memaparkan sekilas mengenai kondisi kesehatan pada 2020 dan memperkirakan bahwa pandemi COVID-19 masih akan terjadi pada 2021. Penyebaran COVID-19 dapat ditekan dengan perilaku 3M dan pola hidup yang sehat, kemudian vaksinasi akan sangat membantu pengendalian pandemi.

Perlu juga dilaksanakan penguatan sistem kesehatan yaitu upaya tes, lacak dan isolasi. Pungkas menyebutkan ada 8 area Reformasi SKN, yaitu dari segi pendidikan, penguatas fasyankes, peningkatan RS di DTPK, kemandirian farmasi dan alkes, ketahanan kesehatan, pengendalian penyakit dan imunisasi, pembiayaan kesehatan dan teknologi informasi, digitalisasi dan pemberdayaan masyarakat.

Terakhir Prof. dr. Laksono Trisnantoro., M.Sc., PhD menyampaikan Peran Penelitian, Pengembangan dan Pengkajian dalam Reformasi Kesehatan yang Berada dalam Goncangan. Kesehatan kita memerlukan ketahanan atau resilience dalam menghadapi bencana. Terdapat siklus kejutan dalam bencana, antara lain kesiapsiagaan, serangan kejutan dan kewaspadaan, kemudian dampak dan manajemen kejutan dan yang terakhir adalah tahap pemulihan dan pembelajaran. Sehingga kedepannya terwujud penguatan kebijakan kesehatan dalam konteks Reformasi Sektor Kesehatan dengan kesadaran bahwa Indonesia berada dalam situasi terguncang berat.

Strategi yang digunakan untuk meningkatka rsilience dari segi tata kelola, yaitu diperlukannya kepemimpinan yang efektif dan partisipatif, koordinasi yang kuat. Kemudian dari segi pembiayaan, perlu dipastikan sumber daya moneter yang cukup, serta memastikan stabilitas pendanaan dan fleksibilitas pendanaan untuk memenuhi kebutuhan yang berubah. Dari segi sumber daya, diperlukan tingkat dan distribusi sumber daya masnuai dan fisik yang sesuai dan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas dalam mengatasi lonjakan permintaan yang tiba-tiba. Lalu pentingnya pendekatan alternatif dan fleksibel dalam pemberian layanan kesehatan.

semua materi dan video dapat di akses pada link berikut klik disini

Reporter: Eurica Wijaya

 

Menuju Pergub DIY: Sebuah Pembelajaran dari Penelitian Tentang Skrining Penyakit Jantung Bawaan Pada Siswa Sekolah Dasar di Indonesia

Kerangka Acuan Kegiatan Zoom Meeting

“Menuju Pergub DIY: Sebuah Pembelajaran dari Penelitian Tentang Skrining Penyakit Jantung Bawaan Pada Siswa Sekolah Dasar di Indonesia”

Kamis, 18 Februari 2021

   Latar Belakang

Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu penyumbang angka kematian dan Disability-Adjusted Life Years (DALYs) terbesar di Indonesia. Upaya di berbagai lini kesehatan telah dilakukan dalam rangka mengatasi permasalahan jantung, mulai dari tingkat layanan primer, kabupaten, provinsi, hingga nasional. Berbagai aktor kesehatan seperti klinisi, akademisi hingga analis kebijakan juga turut mengambil peran dalam upaya ini. Salah satunya yaitu dengan upaya pengembangan kebijakan berbasis bukti dan data. Upaya ini merupakan proses yang panjang yang memiliki banyak tahapan mulai dari penelitian untuk menghasilkan evidence hingga knowledge translation. Proses ini juga merupakan tahapan awal bagi peneliti atau akademisi dalam melakukan perubahan atau perbaikan kebijakan kesehatan.

Berawal dari kebutuhan di atas, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM bersama dengan World Health Organization (WHO) mengembangkan Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) yang terdapat dalam website www.kebijakankesehatanindonesia.net sebagai sumber data sekunder. Data sekunder ini dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi kebijakan kesehatan. PKMK FK-KMK UGM juga telah melaksanakan serangkaian aktivitas pelatihan untuk mendukung pengembangan kebijakan berbasis data dan bukti. Kemudian telah dilaksanakan juga penyajian hasil sementara kegiatan penelitian kebijakan pada forum nasional X Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI).

Sebagai bentuk dukungan terhadap proses pengembangan kebijakan, perlu adanya diseminasi kegiatan yang dapat menginspirasi para aktor kesehatan lokal maupun nasional. Oleh karena itu, PKMK FK-KMK UGM akan menyelenggarakan kegiatan webinar bertema “Menuju pergub DIY: Sebuah pembelajaran dari penelitian tentang skrining penyakit jantung bawaan pada siswa sekolah dasar di Indonesia” yang berisi tentang kontribusi nyata para akademisi dan klinisi dalam proses pengembangan kebijakan kesehatan, khususnya masalah CVD di Provinsi Yogyakarta. Webinar ini merupakan salah satu langkah yang diharapkan dapat memberikan inspirasi untuk pihak-pihak terkait agar terus berkontribusi dalam pengembangan dan perbaikan kebijakan kesehatan di Indonesia.

   Tujuan

  1. Mendiseminasikan hasil penelitian tentang screening penyakit jantung bawaan pada anak sekolah dasar.
  2. Mengambil lessons learned dari proses penelitian tentang skrining penyakit jantung bawaan hingga perumusan draft kebijakan.
  3. Mendukung proses pembentukan dan pengembangan kebijakan di bidang CVD.
  4. Mengaplikasikan teori proses tahapan pengembangan kebijakan hingga advokasi kebijakan.

   Peserta

  1. Pengelola program kesehatan kabupaten/ kota, provinsi, dan nasional.
  2. Pengambil kebijakan kesehatan Indonesia: Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan lembaga pemerintah lainnya.
  3. Pengelola sarana pelayanan kesehatan: Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) milik pemerintah maupun swasta, balai kesehatan, dan sarana pelayanan kesehatan lainya.
  4. Perguruan tinggi: Dosen, peneliti, akademisi, dan mahasiswa.
  5. Pelaku Pelayanan Kesehatan: Tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan, ahli gizi, dll), organisasi profesi, asosiasi pelayanan kesehatan, lembaga asuransi/ pembiayaan kesehatan pemerintah dan swasta.
  6. Badan penelitian dan pengembangan di Indonesia dan LSM bidang kesehatan.

   Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan pelatihan dilaksanakan pada:
Hari, Tanggal : Kamis, 18 Februari 2021

   Agenda Kegiatan

Waktu (WIB) Kegiatan Pengisi/ PIC
10.00 - 10.05 Pembukaan MC
10.05 - 10.10

Pengantar kegiatan

video

Prof. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD
10.10 - 10.30

Sesi 1

Research brief:
The screening of congenital heart disease by cardiac auscultation and 12-lead electrocardiogram among Indonesian elementary school students

materi   video

Pembicara:
Dr. dr. Lucia Kris Dinarti, Sp.PD, Sp.JP(K)

10.30 - 10.50

Sesi 2

Lesson learned: From research to policy development

materi   video

Pembicara:
Dr. dr. Lucia Kris Dinarti, Sp.PD, Sp.JP(K)

10.50 - 11.05

Sesi 3 -  Pembahasan

materi   video

Endang Pamungkasiwi, SKM, M.Kes
(Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi DIY)

11.05 - 11.40

Sesi 4 - Diskusi

video

Moderator:
Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH, M.Kes., MAS

11.40 - 11.45 Penutup MC

Reportase

 

   Narahubung:

Widy Hidayah
Tlp: +6282122637003
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

 

 

Reportase Meningkatkan Rekruitmen Peserta Program Rujukan Balik: Perlu Evaluasi dan Strategi Khusus Dalam Implementasi

14 Januari 2021

PKMK – Yogyakarta. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM (14/1/2021) dalam seri ke-5 dari Forum Kebijakan JKN Bagi Akademisi dan Pemangku Kepentingan dengan judul “Meningkatkan Rekruitmen Peserta Program Rujukan Balik: Perlu Evaluasi dan Strategi Khusus dalam Implementasi”. Berdasarkan tema forum dan judul, diskusi akan membahas tentang, berbagai kendala yang dihadapi dan upaya yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan Program Rujuan Balik di Provinsi Kalimantan Timur.

Pemantik diskusi adalah DR. dr. Rahmat Bahtiar, MPPM, selaku akademisi Universitas Mulawarman, serta pembahas yaitu dr. Phindo Bagus Dharmawan, M.Kes, AAK yang merupakan Asisten Deputi Bidang Pengelolaan Kenerja BPJS Kesehatan Kantor Cabang Kedeputian Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Utara dan dr. Ivan Hariyadi Hardjowidjojo yang merupakan perwakilan dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur. Diskusi difasilitasi oleh Candra, SKM., MPH.

Pengantar

Mengawali diskusi, moderator memberikan kesempatan kepada Prof. Laksono Trisnantoro, PhD untuk memberikan kata pengantar, disampaikan bahwa rujukan balik memang perlu dikelola dengan baik, karena fakta yang ada selama ini dinilai memang belum cukup maksimal, ke depan pihaknya akan melakukan kajian untuk mengevaluasi program JKN di setiap provinsi, sehingga penelitian ini merupakan pembuka yang baik untuk melakukan mengetahui isu - isu JKN yang lain, karena dapat dijadikan sebagai masukan untuk perbaikan dari program JKN itu sendiri. Pengantar tersebut menjadi pembuka paparan narasumber, pembahas dan pemantik bagi peserta dalam diksusi.

video

Pemantik

DR. dr. Rahmat Bahtiar, MPPM memaparkan materi tentang Meningkatkan Rekruitmen Peserta Program Rujukan Balik: Perlu Evaluasi dan Strategi Khusus dalam Implementasi disampaikan bahwa terdapat beberapa masalah terkait PRB tersebut, permasalahan pertama menurutnya sebagai implementasi dari kendali mutu dan kendali biaya PRB di kalimantan timur tersebut belum berjalan secara optimal, selanjutnya dia membahas mengenai faktor - faktor PRB yang belum optimal tersebut dalam implemetasinya, hal tersebut bertujuan untuk dapat melakukan identifikasi masalah dalam pencapaian target pelaksanaan PRB dari aspek kewilayahan, FKTRL, FKTP, dan pasien serta melakukan identifikasi potensi guna melakukan pengoptimalan pelaksanaan program PRB tersebut, karena berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan olehnya sampai saat ini rekrutmen peserta PRB di FKRTL provinsi Kalimantan Timur masih rendah.

Pada akhir pemaparannya pemantik juga memberikan beberapa rekomendasi yang menurutnya dapat diterapkan guna perbaikan PRB, antara lain Tim TKMTB tingkat provinsi/kabupaten bersama dengan IDI wilayah dapat membantu mensosialisasikan PRB pada perkumpulan dokter spesialis yang terlibat dalam PRB, melakukan sosialisasi program PRB di FKRTL, FKTP dan Masyarakat, kemudian sosialisasi ke pemerintah daerah untuk membuka apotek di kabupaten dengan akses yang sulit bekerjasama dengan BUMD, memberikan insentif bagi FKRTL yang telah melaksanakan PRB sesuai dengan target dan dilakukannya evaluasi PRB dengan melibatkan sektor terkait perlu dilaksanakan secara rutin agar cakupan kepesertaan dapat meningkat.

video   materi

Pembahas

Pembahas pertama yang diberikan kesempatan oleh moderator untuk merespons pemaparan dari narasumber adalah dr. Phindo Bagus Dharmawan, M.Kes, AAK, dalam pembahasannya beliau menyoroti tentang 3 hal, yang pertama mengenai PRB, kedua Mengenai Overview Rekrutmen Peserta PRB di Wilayah Kaltimtengseltara dan ketiga Mengenai Strategi Peningkatan Rekrutmen Peserta PRB, terkait dengan permasalahan PRB menjelaskan mengenai definisinya, bahwa hal tersebut merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penderita penyakit kronis dengan kondisi stabil dan masih memerlukan pengobatan atau asuhan keperawatan jangka panjang yang dilaksanakan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama atas rekomendasi/ rujukan dari dokter spesialis/ sub spesialis yang merawat, selanjutya mengenai Overview Rekrutmen Peserta PRB di Wilayah Kaltimtengseltara beliau menjelaskan mengenai fakta bahwa 9 Kabupaten belum memiliki Apotek PRB, antara lain Kabupaten Kutai Barat & Kabupaten Mahakam Ulu (Kaltim), Kabupaten Malinau & Kabupaten Tana Tidung (Kaltara), Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Barito Timur (Kalteng), kemudian ada 34 Apotek PRB belum memiliki akun epurchasing, yang merupakan kendala yang saat ini dihadapi terkait PRB, dan terakhir Mengenai Strategi Peningkatan Rekrutmen Peserta PRB yang akan berfokus pada edukasi dan peningkatan pemahaman perserta terkait hal tersebut, pembahas kedua yang diberikan kesempatan oleh moderator adalah dr. Ivan Hariyadi Hardjowidjojo, dalam pemaparannya pihaknya sependapat dengan persoalan - persoalan seperti yang dikemukakan oleh pemantik dan pembahas sebelumnya terkait berbagai kendala yang dihadapi provinsi mereka terkait PRB, pihaknya berharap ada inovasi kedepan yang dapat dilakukan oleh BPJS Kesehatan untuk dapat mengatasi persoalan yang ada khususnya terkait penyediaan apotek didaerah yang terpencil.

video

Sesi Diskusi

Seluruh pembahas dapat menghadiri kegiatan ini, Moderator memberikan banyak waktu untuk peserta berpartisipasi dalam sesi diskusi untuk memberikan pertanyaan kepada pemantik dan para pembahas, salah satu pertanyaan yang menarik diberikan oleh peserta adalah terkait apakah telah ada kajian bersama yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan timur terkait dengan fenomena PBR tersebut, dari pertayaan tersebut ditemukan jawaban bahwa sejauh ini memang hanya dilakukan sebatas pembahasan saja, sedangkan sesuatu yang tertuang dalam bentuk kajian memang belum pernah dilakukan untuk mengatasi fenomena PBR tersebut.

video

Reporter: Sami Setiawan

 

 

Reportase Tahap I: Membahas Berbagai Penelitian dan Pengembangan yang dilakuakan PKMK FK-KMK UGM di Tahun 2020

Outlook Kebijakan Kesehatan 2021

Rabu, 13 Januari 2021

Sambutan dan Pembukaan

13 andreDr. Andreasta Meliala, dr. DPH., M.Kes, MAS membuka kegiatan ini dengan menyampaikan beberapa hal terkait resilience atau ketahanan. Menurut WHO resilience adalah kemampuan untuk menyerap (absorb) dan menghadapi shock atau benturan yang amat keras, seperti COVID-19 yang telah menghantam sistem kesehatan dengan sangat keras di berbagai daerah.

Tidak hanya absorb, selain itu dibutuhkan kemampuan untuk beradaptasi (adapt), lalu bertransformasi (transform) untuk melihat apakah sistem kesehatan negara cukup atau harus dilaksanakan reformasi. Pertemuan ini cenderung untuk berbagi pengalaman dan mendapatkan feedback dari pembahas dan juga hadirin.

Arah Kebijakan Penelitian Bidang Kesehatan

13 yodhiKemudian dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D melengkapi penyampaian Andre mengenai resiliensi kesehatan, dimana dalam tekanan yang begitu tinggi diakibatkan COVID-19 riset kesehatan dapat terus berjalan walau dalam keadaan luar biasa.

Semua tatanan berubah karena keadaan luar biasa tersebut, misalnya untuk meneliti dan menghasilkan sebuah vaksin rerata waktu yang dibutuhkan kurang lebih selama sepuluh tahun. Tidak disangka dalam keadaan pandemi ini dapat dibuat dengan waktu yang lebih singkat yaitu kurang dari satu tahun sudah dapat dikembangkan bahkan siap untuk digunakan. Beberapa riset juga dapat dihasilkan tanpa adanya dana hibah atau dana riset yang posisinya sedang under review.

Di sisi lain terdapat tantangan dari keadaan ini, dimana ethical clearance yang di bypass, kemudian terdapat hasil riset yang ditarik kembali karena tidak solid, beberapa kualitasnya tidak baik karena akar masalahnya banyak peneliti yang tadinya tidak memiliki kemampuan di bidang kesehatan berpindah haluan untuk berkontribusi dalam penyelesaian pandemi COVID-19.

Yodi juga menyampaikan data mengenai jumlah riset yang pada awal pandemi dipimpin oleh China, namun saat kasus COVID-19 merebak di Amerika Serikat jumlah penelitian disalip oleh Amerika Serikat. Meskipun demikian, China dalam beberapa kurun waktu memiliki lembaga pendanaan dan jumlah pendanaan yang lebih banyak dibanding Amerika Serikat. PKMK UGM yang umumnya bekerjasama dengan Australia, juga mulai dapat melebarkan sayap untuk bekerjasama dengan China.

Paparan Penelitian PKMK di tahun 2020

13 1

Pada sesi inti peneliti - peneliti PKMK menyampaikan kegiatan penelitian yang telah dilaksanakannya sepanjang 2020. Seperti riset yang dilaksanakan dr. Lutfan mengenai Manajemen Pengetahuan dalam Era Pandemi yang menekankan kepada pengelolaan pengetahuan di perguruan tinggi dan Rumah Sakit. Peran pustakawan di rumah sakit sangat penting misalnya pada penentuan diagnosis saat pandemi COVID-19 kini, namun pada implementasinya masih terkendala dengan manajemen.

Kegiatan yang dilaksankan untuk RS yang telah dilaksanakan untuk mendukung manajemen pengetahuan diantaranya menggelar pelatihan perpustakaan/learning resource center, mengembangkan website Manajemen Covid-19 (manajemencovid.net) dan pengembangan masyarakat praktisi. Harapannya pengetahuan yang ada di RS (sebab RS kaya dengan data) dapat digunakan dan dibagikan kepada pihak yang relevan dan membutuhkan.

Pengalaman riset selanjutnya disampaikan oleh Niluh Putu Eka Andayani, SKM., M.Kes., mengenai Rangkaian Penelitian Surge Capacity. Rangkaian riset ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran menghadapi lonjakan pasien COVID-19 sementara pengetahuan mengenai hal tersebut masih minim. Hal yang ingin dilihat antara lain kesiapan sistem kesehatan dalam menghadapi COVID-19, yang dilaksanakan dalam penelitian payung kemudian juga diteliti dalam 7 topik lainnya antara lain mengenai efektivitas pendanaan, kemudian manajemen logistik dan rantai pasokan kala pandemi, perlindungan hukum bagi nakes yang menangani COVID-19 dan masih ada beberapa lagi.

Hasil yang didapati menunjukkan bahwa dalam skenario modera, sistem kesehatan daerah masih mampu untuk menangani lonjakan tetapi sebaliknya jika skenario pesimis diterapkan maka diprediksi sistem kesehatan daerah tidak mampu untuk menanganinya. Bencana kesehatan non alam membutuhkan penanganan lintas sektor dan keterlibatan masyarakat, sehigga butuh leadership dan sistem komando yang kuat.

Riset mengenai surge capacity tersebut dilanjutkan oleh Madelina Ariani SKM., MPH., yang berfokus pada Tata Kelola Dan SDM Kesehatan dalam Merespon Ancaman Ketahanan Kesehatan berbasis Sistem Komando di DKI Jakarta dan DIY. Hasil temuan menunjukkan bahwa ketahanan kesehatan tidak sepopuler ketahanan pangan.

Penjelasan terkait temuan tersebut dilanjutkan dengan keterkaitan ketahanan kesehatan dengan Hospital Disaster Plan. Setiap rumah sakit wajib memiliki HIDUP, namun untuk saat ini dokumen tersebut belum memiliki fokus untuk bencana yang sifatnya non-alam. Dokumen tersebut yang semestinya fleksibel namun belum terimplementasi dengan baik pada saat bencana non alam seperti COVID-19. Kajian berikutnya yakni mengenai kebutuhan akan SDM Kesehatan yang kompeten dan mampu berkoordinasi antar sektor. Di titik ini perlu disiapkan dari segi pendidikan yang berwawasan kebencanaan, sehingga SDM yang dihasilkan pasca pendidikan tanggap akan bencana.

Peneliti selanjutnya yaitu Gde Yulian Yogadhita, Apt, M.Epid yang mengkaji mengenai dampak PSBB dan Kesiapan Logistik Kesehatan bagi RS. kajian ini ditujukan untuk melihat bagaimana kebijakan pemerintah pusat dan daerah (DKI Jakarta dan DI Yogyakarta) terkait pembatasan sosial berengaruh terhadap kunjungan ke Rumah Sakit. Selain itu kajian ini juga hendak melihat sikap masyarakat dalam menghadapi kebijakan pembatasan sosial dan penekanan laju pertambahan kasus COVID-19 dapat dimanfaatkan untuk menyiapkan surge capacity di sektor kesehatan.

Kesimpulan yang didapat adalah, bahwa ada sekitar 241 regulasi khusus terkait COVID-19 dari kedua wilayah tersebut. Kemudian dampak dari peraturan pembatasan sosial tersebut dapat menekan kunjungan pasien PDP dan konfirmasi positif sehingga tidak terjadi lonjakan ekstrim, hal ini memberikan waktu untuk pemerintah daerah dalam melakukan persiapan dalam memperbaiki maupun meningkatkan surge capacity layanan kesehatan.
“Unduh materi”

Sesi Pembahasan

Setelah para peneliti menyampaikan agenda penelitian yang telah dilaksanakan selama setahun belakangan, pada sesi berikutnya para pembahas memberikan umpan balik terhadap penelitian tersebut. Dra. Sri Sunarti Purwaningisih, MA menuturkan bahwa kegiatan yang dilaksanakan oleh PKMK dapat mengisi kekosongan dalam pengelolaan pengetahuan mengenai COVID-19 yang bermanfaat untuk banyak pihak dan hasilnya dapat dirujuk oleh pihak yang membutuhkan.

Hal yang perlu diperkuat adalah kolaborasi, baik kolaborasi dengan pendidikan tinggi, kemudian media dan pelaku industri, serta LSM dengan pendekatan pentahelix. PKMK telah menjadi anggota konsorsium yang aktif dengan LIPI, dalam pembuatan Policy Paper namun diharapkan tidak berhenti disitu saja. Kemudian dr. Kunjoro menyampaikan feedback dari sudut pandang PERSI, bahwa peran perpustakaan umumnya merupakan bagian pinggir dari Rumah Sakit yang sebetulnya memiliki peranan yang penting, akan semakin baik jika konsep pendayagunaan perpustakaan ini applicable bagi institusi rumah sakit. Hal ini merupakan continuum of care sehingga di segala sisi harus memiliki perubahan mindset yang kuat. Kemudian mengenai kerangka manajemen risiko yang bisa mencontoh dari Victoria yang memiliki clinical government rules.

Berbicara mengenai kesiapan RS dalam menghadapi pandemi, bisa dikatakan bahwa saat ini belum siap. Sistem komando tidak mudah untuk dilaksanakan pada semua tempat, harus dipikirkan bagaimana aplikatif di wilayah tertentu seperti di bagian timur Indonesia. Kemudian Dr. Widiana K. Agustin, MKM menjelaskan bahwa peran PKMK sebagai mitra Pusat Krisis Kemenkes telah berkontribusi dalam penelitian mengenai bencana kesehatan. Menurutnya, COVID-19 merupakan bencana kesehatan yang menjadi tamparan keras terutama untuk manajemen bencana yang telah dilaksanakan karena belum bisa mengatasi bencana non-alam. Sistem Kesehatan perlu perbaikan di beberapa sektor dengan model pentahelix sebagai metodenya maka dapat dilaksanakan bersama-sama. Highlight yang diberikan oleh Widiana adalah mengenai pola perilaku relaksasi dan PSBB, menurutnya hal ini perlu diteliti mengapa tingkat COVID-19 bisa ditekan ketika PSBB sementara saat relaksasi diberlakukan cenderung naik kembali.

Paparan Penelitian PKMK di tahun 2020

13 2

setelah coffeebreak pembahasan dilanjutkan oleh drg. Puti Aulia Rahma MPH mengenai Penguatan Kolaborasi Lintas Sektor dalam Upaya Pengendalan Fraud Layanan Kesehatan. selain memaparkan hasil penelitian, Puti juga menunjukkan beberapat data yang terkait dengan fraud. Trend fraud layanan kesehatan makin tahun makin meningkat, walau besarannya tidak sebesar di sektor migas. Keadaan pandemi seperti saat ini merupakan waktu yang rentan karena pelaku fraud semakin memanfaatkan kesempatan untuk melaksanakan perbuatan curang. Supaya hal ini dapat dicegah maka dibutuhkan kolaborasi, dan kolaborasi tersebut menimbulkan banyak manfaat. Diantaranya percepatan proses penemuan kasus, pengurangan biaya kesehatan yang turun dan hilang akibat fraud.

Paparan berikutnya disampaikan oleh Sandra Frans, dr., MPH., yang meneliti mengenai Penguatan Imunisasi di Wilayah Kumuh dengan metode Human Centered Design. Riset ini dilaksanakan secara tatap muka, karena metodenya yang tidak memungkinkan untuk daring. Berlokasi di Makassar, Sandra berusaha melibatkan pemerintah desa untuk berperan dalam edukasi maupun pelaksanaan Imunisasi. Hal ini disebabkan karena ibu - ibu kader lokal merasa bahwa keterlibatan pemerintah setempat masih rendah, setidaknya tercakup 14% yang telah menerima konseling. Lurah direkomendasikan sebagai manager supaya dapat aktif dalam Posyandu.

Sementara itu Relmbuss Biljers Fanda, SKM., MPH., melanjutkan paparan mengenai atur ulang kebijakan Pembatasan Minuman Berpemanis (Sugar Sweetened Beverages). Relmbuss menekankan inisiasi yang dilakukan oleh tim peneliti yang merupakan kelompok milenial, karena kelompok ini adalah target utama dari penjualan produk SSB. Upaya yang telah dilakukannya antara lain menyusun policy brief, penyelenggaraan dialog kebijakan, memperkuat koalisi yang sudah ada maupun yang sedang akan terjalin. Pada 2021 rencana yang akan diwujudkan adalah melanjutkan program mentoring untuk fellows yang terpilih, merilis ringkasan dialog kebijakan. Menurutnya dampak yang terjadi setelah dilaksanakan inisiasi ini adalah turunnya biaya perawatan PTM dan peningkatan produktivitas.

Setelah topik mengenai SSB, dilanjutkan dengan topik mengenai Pelaksanaan AMP efektif dengan 10 Langkah yang berstudi kasus di Kab. Tegal, Banyumas dan Grobogan oleh Andianti Yulianti, MPH. Kualitas Audit Maternal Perinatal dirasa perlu perbaikan, karena setiap kali muncul pertanyaan mengenai penyebab kematian jawabannya selalu sama. Melalui metode ini Andri menyebutkan bahwa ketiga Kabupaten tersebut siap untuk melaksanakan implementasi AMP efektif dengan 10 langkah. Kemudian masing - masing perwakilan dari peserta workshop akan melakukan sosialisasi internal di masing - masing faskes, Kemudian melanjutkan pengkajian kasus, mulai dari Identifikasi Masalah, Analisa Data, Penggalian Akar Masalah dan Pencarian Penyelesaian Masalah. Dilanjutkan dengan pemetaan rekomendasi yang diawali dari pengelompokan rekomendasi, menyusun skala prioritas, menyusun program dan anggaran hingga menyusun POA.

Topik selanjutnya yakni Penguatan Kapasitas SDM Kesehatan melalui Pendekatan Online Learning terhadap Pengembangan Online Learning Mikroskopis Dasar Malaria oleh dr. Guardian Sanjaya, MHlthInfo. Menurut Gugu tantangan yang dihadapi dalam penggunaan e-Learning adalah kurangnya interaksi tatap muka, tingginya tingkat dropout, kemudian kurangnya akuntabilitas dari pelajar dan pengajar dan kurangnya aktivitas hands-on. Sementara itu dari sudut pandang sosio-kultural terdapat tantangan berupa teknologi yang kurang dapat dimanfaatkan, karakter tutor yang mismatched, dan kurangnya budaya, organisasi, dan dukungan informasi serta teknologi. Dari segi teknologi sendiri, interfaces yang digunakan kadang tidak ramah, terdapat masalah aksesibiltas dan kurangnya literasi digital.

Topik selanjutnya disampaikan oleh Yos Hendra SE., MM., mengenai Assesment Manajemen dan Analisa Laporan Keuangan. Yos mengungkapkan bahwa pada masa pandemi ini analisa keuangan terkait cash flow sangat diperlukan untuk kelangsungan organisasi, kemudian brainware masih diperlukan pada saat penyusunan laporan keuangan sehingga tidak bergantung sepenuhnya pada sistem yang disusun, serta RS yang didukung oleh Sistem Teknologi Informasi yang dibuat menyesuaikan kebutuhan RS.

Sesi Pembahasan

13 3

dr. Kirana Pritasari, MQIH., menyampaikan bahwa dari topik fraud pentingnya penggunaan hasil review/feedbackdari BPJS dan akademisi untuk pemberi layanan, sebab pada praktiknya dijelaskan fraud apa yang dilakukan, namun dalam pelaksanaannya tidak memahami sepenuhnya fraud tersebut. Selain itu, penting bagi regulator untuk mendapatkan akses data fraud untuk meningkatkan kapasitas penanganan fraud. Kemudian Dewi Amila S, memberikan tanggapan terhadap riset yang telah dilaksanakan PKMK.

Pada topik mengenai fraud perlu dijelaskan lebih lanjut mengenai perkembangan kondisi fraud dan upaya pengendaliannya, kemudian soal independensi dan totalitas. Pada topik SSB, Amila mengungkapkan bahwa dalam RPJMN 2020 - 2024 terdapat strategi untuk mencegah dan mengendalikan faktor risiko penyakit serta pembudayaan perilaku hidup sehat melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Lalu pada topik Imunisasi, Amila memberikan rekomendasi perbaikan imunisasi dengan cara pengembangan konsep public-private, kemudian registry imunisasi (perbaikan data rutin), strategi komunikasi efektif, strategi delivery imunisasi di daerah sulit akses yankes.

Materi presentasi dan video dapat diakses pada link berikut klik disini


Reporter: Eurica Stefany Wijaya

 

 

Reportase Kebijakan Penetapan Daerah Prioritas (Lokus) Sebagai Upaya Distribusi Fasilitas Kesehatan Yang Berkeadilan

7 Januari 2021

ojikPKMK – Yogyakarta. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK - KMK UGM (7/1/2021) menyelenggaraka seri ke-4 Forum Kebijakan JKN Bagi Akademisi dan Pemangku Kepentingan dengan judul “Kebijakan Penetapan Daerah Prioritas (Lokus) Sebagai Upaya Distribusi Fasilitas Kesehatan Yang Berkeadilan”. Berdasarkan tema forum dan judul, diskusi akan membahas tentang, Analisis Situasi Pelaksanaan Program JKN di Provinsi Bengkulu, Akses Layanan Kesehatan, Kebijakan JKN di Provinsi Bengkulu serta memberikan rekomendasi untuk mendukung penyelenggaraan JKN yang lebih optimal khususnya di Provinsi Bengkulu.

Pemantik diskusi adalah Dr. Jon Hendry Nurdan, M.Kes selaku Akademisi Universitas Dahesan Provinsi Bengkulu. Selain itu, terdapat pula pembahas dari BPJS Kesehatan Kedeputian III (Sumatera Selatan, Bangka belitung dan Bengkulu) dan Gubernur Provinsi Bengkulu. Diskusi difasilitasi oleh M. Faozi Kurniawan.

video

Pengantar

Mengawali diskusi, moderator memberikan kesempatan kepada Prof. Dr. Laksono Trisnantoro, PhD untuk memberikan kata pengantar, disampaikan bahwa pemerataan fasilitas kesehatan merupakan isu penting dalam forum yang membutuhkan banyak pembahasan yang detil terkait subtansi masalah dan tantangan. Dari pengantar Prof Laksono menjadi pembuka paparan narasumber, pembahas dan pemantik bagi peserta dalam diksusi.

video

Pemantik

jonhJon Hendry Nurdan memaparkan materi tentang Kebijakan Penetapan Daerah Prioritas (Lokus) Sebagai Upaya Distribusi Fasilitas Kesehatan Yang Berkeadilan, disampaikan bahwa pemerataan fasilitas kesehatan dan sumber daya manusia kesehatan di Provinsi Bengkulu masih menjadi kendala utama dalam rangka pelayanan kesehatan di era JKN, Pertumbuhan rumah sakit atau fasilitas kesehatan lain serta pemerataan dokter yang kurang optimal merupakan faktor yang mempengaruhi hal tersebut, selain itu berdasarkan Versus BPS (2020) sebanyak 434.296 penduduk Provinsi Bengkulu yang belum terdaftar menjadi peserta JKN hal tersebut menjelaskan masih tingginya warga yang tidak memiliki jaminan terhadap kesehatan mereka karena tak memiliki asuransi.

Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan oleh pemantik antara lain kepada Kementerian Kesehatan yaitu menyusun kebijakan pemetaan kebutuhan fasilitas dan SDM kesehatan di daerah tertinggal dan memastikan alokasi sumber daya khusus untuk investasi pembangunan kesehatan, sedangkan untuk BPJS Kesehatan adalah Melaksanakan kebijakan kompensasi bagi daerah - daerah yang fasilitas kesehatan dan SDM kesehatannya masih terbatas, dan Penerapan Kebijakan “Satu data” JKN antara Pemda, Kemenkes, BPJS, DUKCAPIL, Dinas Sosial, yang terakhir rekomendasi yang diberikan bagi Pemerintah Daerah adalah melakukan Penataan distribusi Kebutuhan Tenaga Kesehatan dan Peningkatan SDM Tenaga Kesehatan, kemudian melakukan pemetaan kebutuhan fasilitas kesehatan yang standar untuk memenuhi kebutuhan medis masyarakat di daerah terpencil dan memastikan alokasi APBD 15% untuk kesehatan, Perawatan khusus daerah yang sulit terjangkau akses layanan rawat Inap di rumah sakit, kemudian pemanfaatan data JKN sebagai dasar dalam penyusunan Perencanaan penganggaran kesehatan dan pemetaan produk hukum daerah terkait dengan program JKN dalam rangka menuju harmonisasi dan sinkronisasi regulasi/peraturan.

video   materi

Pembahas

sitiPembahas kali ini berasal dari perwakilan BPJS Kesehatan Kedeputian III (Sumatera Selatan, Bangka Belitung dan Bengkulu), dijelaskan ada perubahan paradigma baru yang dibawa, bahwa upaya utama yang akan dilakukan oleh BPJS Kesehatan adalah mengedepankan upaya promotif dan preventif, namun terkait upaya Kuratif dan rehabilitatif pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk melakukan pemerataan fasilitas kesehatan di Provinsi Bengkulu salah satunya adalah dengan melakukan perbaikan sistem rujukan sehingga tidak terjadi penumpukan pasien disatu tempat saja, selain perbaikan sistem rujukan pihaknya juga telah melakuan distribusi dokter dengan bekerjasama dengan pihak dari Pemerintah Daerah, hal tersebut sudah membuahkan hasil karena presentase yang ada telah menunjukan angka 1:5000 jumlah dokter dan pasien disetiap wilayah, sedangkan persoalan kepersertaan pihak BPJS Kesehatan hanya menerima data yang diberikan kemudian mengolahnya saja.

video   materi

Sesi Diskusi

Seluruh pembahas dapat menghadiri kegiatan ini, Moderator memberikan banyak waktu untuk peserta berpartisipasi dalam sesi diskusi, salah satu pertanyaan yang paling menarik adalah ketika membahas berapa besar jumlah dana yang diterima BPJS Kesehatan di Provinsi Bengkulu dan berapa banyak anggaran yang mereka keluarkan untuk pembiayaan kesehatan disana, hal tersebut mengingat ketersediaan fasilitas kesehatan yang ada di Provinsi Bengkulu yang belum sebaik di jawa, sehingga menimbulkan asumsi bahwa pasti anggaran yang mereka keluarkan akan lebih kecil dibandingkan jika dibandingkan pemasukan yang diterima, berbeda halnya dengan di pulau jawa, seperti contohnya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dikarenakan fasilitas kesehatan yang mereka miliki cukup lengkap sehingga banyak masyarakat yang mengakses layanan kesehatan, hal tersebut mengakibatkan jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta lebih besar dari pada pendapatan yang mereka terima.

Pada sesi akhir diskusi moderator kembali memberikan kesempatan kepada Laksono Trisnantoro untuk memberikan pandangannya terkait seluruh pemaparan sebelumnya, disampaikan bahwa kurangnya fasilitas kesehatan yang ada di wilayah bengkulu merupakan sesuatu yang perlu segera diatasi, hal tersebut tentunya membutuhkan kerjasama yang baik antara pemerintah daerah dan juga pihak BPJS Kesehatan sehingga mampu mengurangi kesenjangan fasiltas kesehatan di daerah tersebut dengan yang ada di pulau Jawa.

video

Pernyataan Gubernur

gub bengkSebelum mengakhiri diskusi moderator memberikan kesempatan kepada Gubernur Bengkulu untuk memberikan pandangannya terkait dengan permasalahan yang ada, dijelaskan bahwa ia menganggap kesehatan merupakan sesuatu yang paling utama bagi masyarakat, terlebih dalam keadaan pandemi seperti hari ini, menurutnya fasilitas kesehatan di Provinsi Bengkulu hari ini sudah cukup memadai, hal yang perlu dilakukan saat ini adalah peningkatan kualitas dan pengembangan fasilitas kesehatan yang ada.

video

 

Reporter: Sami Setiawan

 

 

 

 

 

Reportase Ragam Tantangan dan Peluang Penetapan Kelas Standar JKN bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah

Reporter: Tri Muhartini, MPA (PKMK)

PKMK – Yogya. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM (30/12/2020) dalam seri ke-3 dari Forum Kebijakan JKN bagi Akademisi dan Pemangku Kepentingan dengan judul “Ragam Tantangan dan Peluang Penetapan Kelas Standar JKN bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah”. Berdasarkan tema forum dan judul, diskusi akan membahas tentang tantang kelas standar yang sedang dirancang oleh pemerintah untuk mendukung penyelenggaraan JKN yang lebih optimal.

Narasumber dari diskusi adalah M. Faozi Kurniawan, SE,Akt,MPH selaku konsultan kebijakan JKN di PKMK FK-KMK UGM. Selain itu, juga ada pembahas dari Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, DPR RI Komisi IX, Dinas Kesehatan Provinsi DI Yogyakarta dan Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Namun, sayangnya tidak seluruh pembahas dapat menghadiri kegiatan. Jalannya diskusi di fasilitasi oleh Tri Aktariyani, SH., MH.

Pengantar

Mengawali diskusi, moderator memberikan kesempatan kepada Prof. Laksono Trisnantoro, PhD untuk memberikan kata pengantar. Disampaikan bahwa kelas standar merupakan salah satu isu penting dalam forum. Pelaksanaan JKN dari 2014 hingga kini membutuhkan banyak pembahasan yang detil dan subtansi masalah dan tantangan.

Hal tersebut perlu diketahui untuk keberlangsungan penyelenggaraan JKN. Menurut Prof Laksono, kelas standar yang sedang dirancang belum tentu dapat menyelesaikan masalah defisit. Karena defisit terjadi dari segmen non-PBI, sehingga yang perlu diperbaiki juga adalah dari segmen tersebut. Selain itu, kenaikan kelas peserta juga perlu di perhatikan: apakah masih boleh peserta naik kelas? Dari pengantar Prof Laksono menjadi awalan partisipasi narasumber, pembahas dan peserta dalam diksusi.

video

Narasumber

M. Faozi Kurniawan memaparkan materi dengan judul “Kelas Standar: Amanat UU yang baru dijalankan. Apa saja Implikasinya?”. Terdapat empat bagian yang menjadi fokus pemaparan yaitu: 1) mengenai rancangan kelas standar; 2) asumsi tentang kelas standar; 3) situasi kesenjangan fasilitas kesehatan; dan 4) pandangan PKMK mengenai kelas standar dan keberlangsungan JKN.

video   materi

Dalam bagian pertama, narasumber memaparkan bahwa kelas standar di dasari oleh Pasal 19 dan Pasal 24 UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Pasal 54 Peraturan Presiden (Perpres) No. 64 tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan. Dengan kedua kebijakan tersebut, dibentuk kelas standar dengan konsep Kelas Rawat Inap (KRI) Peserta JKN di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL). KRI yang direncanakan oleh pemerintah akan dibedakan menjadi kelas standar A dan kelas standar B. Perbedaan itu kelas standar PBI dan Non PBI. Narasumber juga menjelaskan bahwa rancangan kelas standar juga memiliki 11 konsep untuk kriteria KRI JKN.

Gambar 1. Rancangan 11 Konsep Kriteria KRI JKN

30 1

Dari rancangan tersebut, narasumber menyampaikan bahwa terdapat beberapa kelompok yang memiliki pendapat mengenai KRI. Terdapat tiga kelompok yang menjadi memberikan pendapat yaitu dari PIP MARSI, LPEM UI dan PERSI. Narasumber menjelaskan bahwa PIP MARSI telah mengemukakan bahwa KRI akan membuat beberapa pasien kesulitan mendapat tempat tidur ketika membutuhkan pelayanan. Sementara dari presentasi LPEM UI yang mengutip salah satu studi menyatakan bahwa kelas standar tidak cukup, dibutuhkan pula telaah kondisi dan kebutuhan daerah. Dari PERSI juga melihat bahwa keberlanjutan RS perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kelas standar di kemudian hari.

Narasumber juga menjelaskan, keberadaan kelas standar yang dirancang juga perlu memperhatikan situasi kesenjangan fasilitas kesehatan dan utilisasi JKN. Situasi fasilitas kesehatan yang dimaksud narasumber mengenai jumlah pertumbuhan RS, Tempat Tidur, sebaran dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, dan ketersediaan cath-lab jantung. Seluruh jumlah tersebut masih terbatas di luar pulau Jawa seperti NTT, dan Papua. Sementara jumlahnya di pulau Jawa seperti Jakarta dan Yogyakarta mengalami pertumbuhan. Situasi tersebut menurut narasumber telah menciptakan kesenjangan dalam fasilitas kesehatan.

Situasi kesehatan yang mengalami kesenjangan berdampak kepada utilisasi JKN. M. Faozi Kurniawan menjelaskan kunjungan peserta JKN yang mengakses layanan FKTP dan FKTL di dominasi oleh non-PBI, khususnya PBPU mendominasi FKL (RS).

Gambar 2. Kunjungan Peserta JKN ke Fasilitas Kesehatan

30 2

Berdasarkan klaim biaya layanan jantung tahun 2016 dengan menggunakan data sampel BPJS Kesehatan, narasumber juga menjelaskan bahwa regional lebih banyak menggunakan layanan jantung. Jika dilihat dari segmen juga menggambarkan bahwa PBPU dan BP di regional 1 (DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim dan Banten) lebih banyak mengakses dan memanfaatkan layanan jantung. Hal tersebut berbeda jauh dengan regional 5 (Kep. Babel, NTT, Katim, Kaltara, Maluku, Malut, Papua Barat dan Papua) yang belum banyak mengakses layan jantung.

Provinsi dengan total klaim tertinggi untuk peserta yang melakukan migrasi keluar ke RS kelas A adalah Provinsi Jawa Tengah (2,4 milyar) dan Provinsi Jawa Timur (809 juta), walaupun kedua provinsi ini memiliki fasilitas rumah sakit yang memadai relatif terhadap provinsi lainnya di luar pulau Jawa. Di lain sisi, total biaya klaim akibat pemakaian layanan di RS kelas A di luar daerah kepesertaan untuk provinsi lainnya cukup beragam. Misalnya, di Papua, yang memiliki keterbatasan fasilitas kesehatan, total biaya klaim adalah 208 juta dan sebagian besar klaim ini berasal dari segmen PPU (103,4 juta) dan PBPU (95,9 juta) sementara segmen PBI hanya sekitar 5.1 juta rupiah.

Tinggi jumlah klaim dari PBPU akhirnya membuat defisit, sementara PBI APBN selalu mengalami surplus dari 2014 – 2019. Surplus yang terjadi dalam PBI APBN dikarenakan oleh pengetahuan peserta masih terbatas dalam memanfaatkan JKN, dan fasilitas kesehatan masih terbatas untuk peserta akses, seperti yang berada di regional 5.
Dari situasi fasilitas kesehatan dan utilisasi JKN, narasumber menyatakan bahwa kelas standar untuk mencapai keadilan dan keberlangsungan JKN dapat dilakukan dengan syarat: 1) pemenuhan pemerataan fasilitas kesehatan melalui investasi dana APBD dan APBN; 2) peserta tidak izinkan naik kelas; 2) Tidak ada penggolongan kelas standar PBI dengan kelas standar Non-PBI (satu kelas Asuransi Kesehatan Pemerintah); 3) Ada pembatasan manfaat (kebutuhan dasar kesehatan); 4) Memasukkan aspek mutu & medik pelayanan secara jelas (kendali mutu); dan 5) mengoptimalkan deteksi kecurangan pelayanan kesehatan dalam (JKN).

Sesi Pembahas

Pembahas pertama yang diberikan kesempatan oleh moderator untuk merespons pemaparan dari narasumber adalah Bapak Trisno Agung W dari perwakilan Dinas Kesehatan DI Yogyakarta. Kelas standar di DI Yogyakarta untuk secara kuantitas sudah mencukupi, tetapi kualitas di RS masih perlu menjadi perhatian. Pembahasan selanjut dari Dinas Kesehatan diteruskan oleh Bapak Rahmad. Beliau menambahkan bahwa kelas standar tidak menjadi masalah dilaksanakan jika seluruh syarat dalam peraturan dapat diterapkan oleh RS. Selain itu, Bapak Rahmad juga menampilkan jumlah TT untuk kelas standar A dan B sangat mencukupi. Sementara secara kualitas perlu di tinjau karena ada situasi pandemi. Dinas Kesehatan DI Yogyakarta menyampaikan pula mengenai 11 kriteria dari kelas standar membutuhkan perhatian karena hanya memperhatikan fisik. Namun, belum memperhatikan aspek mutu layanan kesehatan dalam kelas standar. Sehingga kelas standar menurut Dinas Kesehatan DI Yogyakarta memiliki implikasi dalam aspek tata Kelola dan pembiayaan.

video

Gambar 3. Jumlah TT dan Implikasi Kelas Standar

30 3

Sesi Diskusi

Pembahas yang dapat menghadiri kegiatan hanya dari Dinas Kesehatan DI Yogyakarta, sementara pembahas lainnya tidak dapat menghadiri. Moderator memberikan banyak waktu untuk peserta berpartisipasi dalam sesi diskusi.

 video

 

 

Reportase Strategi Optimalisasi FKTP untuk Meningkatkan Mutu Rujukan di Kota Malang

23 Desember 2020

28des

Drs. H. Sutiaji menyebutkan 5 strategi optimaliasi FKTP untuk meningkatkan mutu rujukan saat menjadi narasumber pada forum advokasi PKMK FK- KMK UGM, Rabu 23 Desember 2020. Mulai dari antrian online, teleconsulting, perluasan akses dan pemerataan FKTP, meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan, dan inovasi teknologi. Tentunya 5 strategi tersebut bukan hanya untuk meningkatkan mutu rujukan tapi pada perbaikan aspek - aspek tatanan layanan kesehatan lainnya di FKTP.

Penerapan strategi ini berdampak pada banyak hal, salah satunya rasio rujukan non spesialistik d ibawah standar rujukan (2%) dan juga pada capaian indikator KBK lainnya. Hal ini sejalan dengan kajian dosen Poltekes Malang menyebutkan bahwa masih terjadi rujukan non spesialistik walaupun angkanya di bawah standar.

Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa rujukan non spesialistik terjadi karena adanya kekurangan pada obat, fasilitas kesehatan, dokter, dan banyaknya kemauan pasien meminta dirujuk ke FKRTL. Temuan ini diperkuat dengan presentasi Moeis Sanusi, salah satu temuan OJK tahun 2017, FKTP belum optimal menyelesaikan tindakan medis non spesialistik.

Ternyata puskesmas wilayah perkotaan lebih banyak merujuk dari pada pedesaan, karena mahalnya transportasi, jarak, dan lama waktu terhadap pemanfaatan pelayanan. Puguh Widodo (Dosen Poltekes Malang) merekomendasikan upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah untuk menekan angka rujukan non spesialistik, antara lain meninjau 144 diagnosa yang harus diselesaikan secara tuntas di FKTP, membuat panduan praktek klinis yang digunakan di FKTP, Perbup atau Perwali tentang pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi.

Puguh berharap hasil penelian ini dapat dimanfaatkan oleh Dinkes, BPJSK, FKTP, TKMKB dan akademisi. Forum advokasi yang diselenggarakan oleh PKMK FK - KMK UGM dilakukan untuk menyatukan gagasan dari akademisi dan pemerintah daerah tentang keberlangsungan JKN. 

video seminar dapat disimak kembali pada link berikut klik disini

Reporter. Eva Tirtabayu Hasri S.Kep.,MPH

 

 

Kegiatan Penulisan Artikel Penelitian Kebijakan, Analisis Kebijakan, dan Policy Brief untuk Masalah KIA

Kerangka Acuan Kegiatan

Kegiatan Penulisan Artikel Penelitian Kebijakan, Analisis Kebijakan, dan Policy Brief untuk Masalah KIA

Desember 2020 - Januari 2021

  Latar Belakang

Permasalahan terkait Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu permasalahan kesehatan utama yang dihadapi di Indonesia. Di Tahun 2015, Angka Kematian Ibu (AKI) berjumlah 305/100.000 kelahiran hidup. Salah satu tantangan utama yang ditemui dalam usaha penurunan AKI adalah masalah ketidakmerataan distribusi tenaga kesehatan profesional serta ketersediaan fasilitas infrastruktur yang memadai. Tantangan ini diperberat dengan kondisi pandemi COVID-19 yang mempengaruhi proses perencanaan dan pelayanan kesehatan.

Upaya di berbagai lini kesehatan telah dilakukan dalam rangka mengatasi permasalahan KIA, dari mulai tingkat layanan primer, kabupaten, provinsi, hingga nasional. Salah satunya yaitu dengan penetapan dan pengimplementasian kebijakan kesehatan. Agar kebijakan yang sudah diimplementasikan dapat dikembangkan ke arah yang sesuai dengan konteks lokal spesifik, perlu dilakukan analisis lanjutan dan penelitian kebijakan terkait konten khusus di setiap masalah kesehatan.

Untuk menjawab kebutuhan tersebut, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM bersama dengan World Health Organization (WHO) mengembangkan Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) yang terdapat dalam website www.kebijakankesehatanindonesia.net. DaSK berisi data tentang indikator-indikator pembangunan kesehatan, beban penyakit, penggunaan fasilitas kesehatan, dan berbagai data lainnya. Data ini dapat dijadikan sebagai rujukan dalam proses penelitian kebijakan, analisis kebijakan, dan penulisan policy brief.

Selain itu, PKMK FK-KMK UGM telah melaksanakan serangkaian aktivitas pelatihan yang terdiri dari tiga tahap, yaitu; (1) memahami data  DaSK, (2) penulisan penelitian kebijakan kesehatan berbasis data sekunder di DaSK, dan (3) analisis kebijakan. Kemudian telah dilaksanakan juga penyajian hasil sementara kegiatan penelitian kebijakan dalam forum nasional X Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) pada November 2020.

Dalam rangka menindaklanjuti rangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan, maka akan diadakan kegiatan penulisan artikel hasil penelitian kebijakan, analisis  kebijakan, dan policy brief sebagai langkah nyata dalam mendukung proses knowledge translation. Kegiatan ini menggunakan pendekatan blended learning  dan merupakan kolaborasi antara klinisi, akademisi dan pengamat kebijakan dalam melakukan penulisan kebijakan berbasis bukti. Proses penelitian, analisis kebijakan, dan penyusunan policy brief ini juga dapat menjadi tahapan awal bagi peneliti atau akademisi dalam melakukan perubahan atau perbaikan kebijakan kesehatan.

  Tujuan

  1. Menuangkan ide dan topik penelitian yang telah disusun pada saat pelatihan menjadi tulisan ilmiah untuk dipublikasikan di jurnal ilmiah kebijakan kesehatan.
  2. Menulis artikel penelitian kebijakan, analisis kebijakan, dan policy brief  untuk masalah KIA.
  3. Menggunakan data di Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) sebagai rujukan dalam proses penelitian kebijakan, analisis kebijakan, dan penyusunan policy brief.
  4. Membahas artikel yang akan ditulis bersama dan potensi artikel lainnya.
  5. Menyusun rencana publikasi hasil penulisan penelitian kebijakan, analisis kebijakan, dan policy brief  ke jurnal ilmiah kebijakan kesehatan.

Target Jurnal untuk Publikasi

  • Journal of Health Organization and Management (Q2)
  • Journal of Health Management (Q3)

  Hasil yang Diharapkan

  1. Didapatkan artikel penelitian kebijakan untuk masalah KIA untuk kemudian dipublikasikan di jurnal ilmiah tersebut di atas.
  2. Pemanfaatan data DaSK sebagai evidence based penulisan artikel penelitian kebijakan untuk masalah spesifik KIA.

  Peserta

  1. Tim inti KIA program DaSK-WHO
  2. Peserta pelatihan pengembangan kebijakan
  3. Mitra universitas, akademisi, peneliti kesehatan
  4. Pengelola program kesehatan di kabupaten/kota
  5. Pemerhati kebijakan dan program KIA

  Waktu Pelaksanaan

Kegiatan ini akan dilaksanakan pada bulan Desember 2020 hingga Januari 2021

Aktivitas Desember 2020 Januari 2021
14-18 21-23 28-30 4-8 11-15 18-22 25-29
Identifikasi target jurnal kebijakan
Topik dan tujuan
Preliminary bibliography
Penyusunan outline
Pembuatan Proposal
Pengajuan Ethical Clearance
Penulisan artikel
Edit konten
Edit penulisan sesuai Ejaan Bahasa Indonesia (EBI)
Proofread
Persiapan submit ke jurnal (termasuk penerjemahan)

 

  Narahubung 

Widy Hidayah
HP: +6282122637003
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.