Reportase Webinar Menuju Peraturan Gubernur DIY

Sebuah Pembelajaran dari Penelitian tentang Skrining Penyakit Jantung Bawaan pada Siswa Sekolah Dasar di Provinsi Yogyakarta

Kamis, 18 Februari 2021

Pada Kamis (18 Februari 2021) telah diselenggarakan webinar tentang “Menuju Peraturan Gubernur DIY: Sebuah Pembelajaran dari Penelitian tentang Skrining Penyakit Jantung Bawaan pada Siswa Sekolah Dasar di Provinsi Yogyakarta” yang berisi kontribusi nyata para akademisi dan klinisi dalam proses pengembangan kebijakan kesehatan, khususnya masalah kardiovaskuler (CVD) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Webinar ini merupakan salah satu langkah yang diharapkan dapat memberikan inspirasi untuk pihak - pihak terkait agar terus berkontribusi dalam pengembangan dan perbaikan kebijakan kesehatan di Indonesia.

Webinar ini berlangsung pada pukul 10:00 - 11:45 WIB di Common Room Gedung Litbang, FK-KMK UGM dan disiarkan secara langsung melalui Zoom Meeting serta YouTube Live Streaming. Webinar ini mengangkat isu tentang Peraturan Gubernur DIY terkait skrining penyakit jantung bawaan pada siswa sekolah dasar di Provinsi Yogyakarta.

Tujuan dari webinar ini adalah menyampaikan diseminasi hasil penelitian tentang screening penyakit jantung bawaan pada anak di sekolah dasar, mengambil pembelajaran yang diperoleh dari proses penelitian tersebut hingga perumusan draft kebijakan, mendukung proses pembentukan dan pengembangan kebijakan di bidang kardiovaskuler (CVD), serta mengaplikasikan teori proses tahapan pengembangan kebijakan hingga advokasi kebijakan.

Narasumber pada webinar ini adalah Dr. dr. Lucia Kris Dinarti, Sp.PD, Sp.JP(K), dengan pembahas dari Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Endang Pamungkasiwi, SKM, M.Kes., serta moderator diskusi yaitu Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH., M.Kes., MAS.

monita

Pembukaan oleh MC Oleh: Monita Destiwi, SKM, MA.

MC membuka kegiatan webinar serta memperkenalkan diri sebagai MC dalam kegiatan webinar ini, kemudian MC menjelaskan rincian kegiatan webinar hari ini.

Pengantar Kegiatan Webinar

Oleh: Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D

LT24

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. memberikan sambutan dengan menyampaikan penjelasan singkat tentang topik yang akan disampaikan dalam webinar ini. Kegiatan ini merupakan contoh kebijakan publik yang tidak hanya digunakan oleh para dokter kesehatan masyarakat atau tim kesehatan masyarakat, tetapi juga bisa digunakan oleh klinisi kesehatan. Harapannya, akan ada lebih banyak penelitian klinis yang bisa dijadikan kebijakan kesehatan publik lainnya di berbagai level pemerintahan.

Pengantar dari Moderator

Oleh: Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH., M.Kes., MAS.

Moderator menyampaikan rincian agenda kegiatan webinar ini serta memperkenalkan narasumber dan pembahas dalam webinar ini.

Materi ke-1:
Research brief: The screening of congenital heart disease by cardiac auscultation and 12-lead electrocardiogram among Indonesian elementary school students

Oleh: Dr. dr. Lucia Kris Dinarti, Sp.PD., Sp.JP(K)

kris24Materi pertama dimulai oleh Lucia dengan latar belakang penelitian yaitu banyaknya pasien di RS Sardjito Departemen Kardiologi yang terdiagnosa dengan penyakit jantung bawaan, ternyata tidak diketahui sebelumnya sehingga datang ke faskes sudah dengan komplikasi. Selanjutnya, Lucia menyampaikan tipe - tipe umum congenital heart disease (CHD) pada orang dewasa. Systemic hypertension sangat familiar diantara kita, biasanya dapat diketahui dengan melakukan pengukuran tensi.

Sedangkan pulmonary hypertension, yaitu hipertensi yang terjadi pada pembuluh darah paru, hal ini memiliki serangkaian alur diagnosis yang lebih panjang daripada systemic hypertension. Seseorang yang memiliki pulmonary hypertension harus diberikan obat-obatan khusus yang sangat mahal. Sampai saat ini, di Indonesia hanya terdapat 4 jenis obat yang telah di-cover oleh JKN, yaitu macitentan, sildenafil, iloprost, dan beraprost.

Kelainan jantung bawaan sebenarnya sudah ada sejak lahir, sehingga melakukan screening pada siswa SD adalah suatu keputusan yang tepat untuk bisa melakukan deteksi sejak dini. Jika ditemukan kelainan atau kecurigaan dari deteksi dini tersebut (primary screening), maka akan dilanjutkan secondary screening dengan menggunakan elektrokardiograf.

Berdasarkan screening yang telah dilakukan, maka dapat ditentukan follow up yang diperlukan. Hasil skrining yang dilakukan pada 2015, terdapat 1 orang yang dilanjutkan ke tahap secondary screening. Hasil screening pada 2018 - 2019, terdapat 14 orang yang dilanjutkan ke tahap secondary screening. Sedangkan hasil screening pada 2019 - 2020, terdapat 5 orang yang dilanjutkan ke tahap secondary screening.

Dalam akhir presentasi, Lucia menyampaikan beberapa manfaat dari penelitian yang dilakukan. Manfaat untuk institusi, registry yang sudah ada dapat digunakan untuk bahan penelitian, skripsi, tesis, disertasi, publikasi, dll. Sedangkan manfaat untuk komunitas, yaitu bisa menurunkan mortalitas dan morbiditas, serta meningkatkan produktivitas. Lalu manfaat untuk pemerintah yaitu bisa menurunkan biaya kesehatan, menurunkan angka mortalitas pada maternal dan anak, serta meningkatkan kualitas dari SDM.

Materi ke-2: Lesson learned: From research to policy development - “Screening of Congenital Heart Disease Among Elementary Students (From Registry to Policy)”

Oleh: Dr. dr. Lucia Kris Dinarti, Sp.PD., Sp.JP(K)

Lucia melanjutkan penyampaian materi ke-2 tentang apa yang bisa dipelajari dari penelitian yang telah dilakukan. Ketika menemukan pasien dengan penyakit jantung bawaan, maka harus diketahui apakah pasien tersebut memiliki komplikasi atau tidak memiliki komplikasi. Apabila memiliki komplikasi, maka dianjurkan untuk pengobatan seumur hidup dengan biaya yang mahal sekitar 60 juta rupiah per bulan. Sedangkan untuk pasien penyakit jantung bawaan tanpa komplikasi, maka bisa dilakukan dengan defect closure setelah dilakukan deteksi dini. Hal ini dapat dilakukan pada anak-anak.

Ketika seseorang telah mengalami komplikasi, tentu akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas, meningkatkan biaya kesehatan, serta mengurangi produktivitas. Sebagai contoh di Jepang, screening kesehatan dilakukan sejak masa kehamilan sampai bayi lahir, kemudian juga dilanjutkan saat anak tersebut telah berada di sekolah dasar.

Perjalanan penelitian ini dimulai sejak 2015 dengan melakukan pilot project. Tahun - tahun berikutnya dilakukan proses screening, sehingga pada 2021 dapat dibuat draft peraturan gubernur dan naskah akademik. Implementasi akan dilakukan pada 2022. Terdapat focused group discussion dengan beberapa pihak yaitu Dinas Kesehatan, Disdikpora, Biro Hukum, Bappeda, DRD, dan Public Health FK - KMK.

FGD ini dilakukan untuk bersama - sama merumuskan tentang draft Peraturan Gubernur. FGD menjadi terhambat karena adanya pandemi COVID-19, sehingga kegiatan FGD yang semula dilakukan dengan pertemuan secara langsung (offline), maka dialihkan dengan pertemuan secara virtual (online).

Pada akhir presentasi, Lucia menyampaikan kilas balik dari kegiatan yang sudah dilakukan. Kegiatan ini berawal dari sebuah pilot project di DIY, harapannya dapat menjadi sebuah regional policy di DIY terlebih dahulu. Jika hal ini berhasil, maka bisa kegiatan ini bisa dilaksanakan di tingkat nasional sehingga bisa dibuat kebijakan di level nasional.

Pembahasan: Komitmen Pemerintah Daerah DIY dalam Deteksi Dini Penyakit Jantung Bawaan (PJB) pada Anak

Oleh: Endang Pamungkasiwi, SKM, M.Kes.

end24Endang sebagai pembahas dalam webinar ini menyampaikan hasil pencermatan atas draft Peraturan Gubernur DIY tentang deteksi dini penyakit jantung bawaan (PJB) pada anak. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Dr. dr. Lucia Kris Dinarti, Sp.PD., Sp.JP(K), diperoleh fakta bahwa hasil deteksi dini sebagian besar ditemukan pada wanita. Hal ini memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan kematian ibu yang diakibatkan oleh penyakit jantung.

Terkait dengan penelitian yang telah dilakukan, terdapat Peraturan Daerah DIY Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak yang menyebutkan pada poin (a) bahwa pemerintah daerah dalam perlindungan anak mempunyai wewenang untuk melakukan koordinasi, kerjasama, dan fasilitasi upaya preventif, kuratif, dan rehabilitatif guna mencapai pemenuhan hak anak. Hal ini selaras dengan apa yang menjadi fokus utama dalam penelitian Dr. dr. Lucia Kris Dinarti, Sp.PD., yaitu melakukan tindakan preventif.

Beberapa upaya preventif dalam perlindungan anak yang telah dilakukan, yaitu dengan melakukan penjaringan kesehatan anak usia sekolah dengan tujuan untuk mendeteksi dini siswa yang memiliki masalah kesehatan agar segera mendapatkan penanganan sedini mungkin. Terdapat beberapa jenis pemeriksaan, yaitu terkait kebersihan perorangan, status gizi, kesehatan gigi dan mulut, laboratorium anemia dan kecacingan, pengukuran kebugaran jasmani, serta screening kesehatan umum, kesehatan mental remaja, intelegensi dan reproduksi.

Terkait upaya penjaringan kesehatan anak usia sekolah, terdapat sasaran siswa SD, SMP, dan SMA/K serta Madrasah. Sesuai dengan Penjarkes DIY 2018, terdapat jumlah siswa kelas 1 SD sebanyak 52.886 siswa. Pelaksana kegiatan penjaringan kesehatan ini adalah petugas puskesmas dan guru UKS/M. Namun, tidak semua puskesmas memiliki sasaran sekolah dalam jumlah yang sama. Hal ini bisa menjadi kendala terkait kemampuan SDM dan sarana prasarana dalam pelaksanaan screening kesehatan. Secara kualitas masih bisa diupayakan, namun secara kuantitas hal ini masih perlu ditingkatkan.

Selanjutnya, pembahas menampilkan struktur draft Peraturan Gubernur DIY tentang deteksi dini PJB pada anak. Dengan jumlah siswa yang sebanyak itu, apakah proses screening akan dilakukan secara bertahap? Hal ini terkait dengan screening lanjutan yang dilakukan di fasilitas kesehatan. Pertimbangan lain adalah ketersediaan alat EKG, karena di setiap puskesmas belum semuanya memiliki alat tersebut. Terkait pendanaan, hal ini masih perlu dibahas tentang sumber pendanaan yang akan digunakan untuk melakukan deteksi dini.

Reporter: Rokhana Diyah Rusdiati

Related links

 

 

Tags: reportase,, 2021,