Pembahasan RUU Pendidikan Kedokteran Berlanjut

Jakarta, PKMK. Pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pendidikan Tinggi Kedokteran dilanjutkan setelah Pemerintah Indonesia menyampaikan daftar isian masalah (DIM) baru. Disepakati bahwa pada tanggal 11, 12, dan 13 Juni 2013, pembahasan itu akan berlangsung intensif. Demikian pantauan dari rapat Tim Panitia Kerja (Panja) RUU Pendidikan Tinggi Kedokteran hari ini (22/5/2013) di Gedung DPR/MPR, Jakarta. Ketua Komisi X DPR RI Agus Hermanto mengatakan, pembahasan RUU tersebut sudah mengalami enam kali masa sidang. Maka, pembahasan tersebut harus lebih diintensifkan. "Kami meminta agar anggota Panja lebih fokus. Sehingga pembahasan RUU tersebut bisa lebih cepat," kata Agus.

Adapun Abdul Hamid Wahid dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, menyatakan saat ini tiap individu yang akan ikut pembahasan, sudah tahu posisi yang persis. Tahap berikutnya, yang perlu dibicarakan adalah langsung ke pembicaraan pasal per pasal, atau lebih dulu membicarakan substansi? Jika langsung pembahasan pasal per pasal sementara ada substansi yang belum jelas, kecepatan keseluruhan proses pun terhambat. "Mungkin ada baiknya nanti kita membahas dulu substansi DIM baru yang telah disampaikan tim Pemerintah Indonesia," ucap dia. Selanjutnya, dari rapat tersebut, muncul imbauan agar seluruh pihak yang ikut pembahasan, terlebih dulu menyamakan persepsi tentang hal apa saja yang akan dibahas dari RUU tersebut.

Muncul pula usulan agar pemenuhan kuorum per fraksi diperhatikan di pembahasan di Juni 2013 itu. Dengan demikian, pengesahan RUU itu menjadi sebuah undang-undang bisa lebih cepat. Djoko Santoso, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional RI yang mewakili tim dari Pemerintah Indonesia menyampaikan substansi RUU tersebut nanti akan dibahas bersama. "Insya Allah, kita akan bisa segera menyelesaikan pembahasan. Dukungan dari sektor kesehatan bersifat penuh, termasuk dari Komisi IX DPR RI yang di Panja RUU tersebut punya wakil," ujar Djoko.

 

Pemerintah Usulkan DIM Baru RUU Pendidikan Kedokteran

Jakarta, PKMK. Pemerintah Indonesia menyampaikan 11 poin dalam daftar isian masalah (DIM) baru untuk Rancangan Undang-undang (RUU) Pendidikan Tinggi Kedokteran. DIM baru itu disusun dengan pertimbangan tertentu. Diantaranya, penyelarasan dengan peraturan baru yang mempunyai kaitan. Itu adalah Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rumah Sakit Pemerintah, dan lain-lain. Hal ini disampaikan Djoko Santoso, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional, di Jakarta (22/5/2013). 11 poin itu, kata Djoko dalam rapat dengan Komisi X DPR RI, adalah :

  1. Pendidikan kedokteran layanan primer;
  2. Integrasi akademis dengan profesi;
  3. Integrasi fakultas kedokteran dengan rumah sakit pemerintah (RSP);
  4. Pembiayaan pendidikan;
  5. Seleksi mahasiswa;
  6. Kuota mahasiswa;
  7. Uji kompetensi;
  8. Internship;
  9. Sistem penjaminan mutu;
  10. Afirmasi (distribusi dokter);
  11. Rumah sakit universitas (disesuaikan jadi rumah sakit perguruan tinggi negeri sesuai dengan Peraturan Bersama tentang Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri).

 

Selanjutnya, Djoko menambahkan bahwa sesuai arahan Menteri Pendidikan Nasional RI M. Nuh, terobosan baru diharapkan muncul di RUU Pendidikan Tinggi Kedokteran. Adapun terobosan itu adalah :

  1. Peningkatan akses publik terhadap pendidikan kedokteran;
  2. Kualitas pendidikan kedokteran dan profesionalisme naik karena integrasi akademik-profesi;
  3. Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan adanya dokter layanan primer.

Djoko mengatakan, "Insya Allah, dengan adanya DIM baru ini, pembahasan bisa segera berlanjut ke rapat-rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pendidikan Tinggi Kedokteran yang berikutnya."

RUU Keperawatan Disahkan atau Mogok Nasional

Jakarta — Ribuan perawat yang melakukan aksi di depan Gedung DPR/MPR menutut agar RUU Keperawatan disahkan pada tahun 2013 ini. Apabila tidak disahkan, upaya terakhir mereka adalah mengancam untuk melakukan aksi mogok nasional.

Sekjen Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Arif Fadilan mengatakan, dorongan agar RUU Keperawatan tersebut disahkan ini diberikan untuk melindungi para perawat dalam melaksanakan pelayanannya memberikan pengobatan kepada masyarakat.

"Tujuannya untuk perlindungan hukum para perawat supaya terlindungi dalam melaksanakan pelayanan. Sebab, banyak perawat di daerah yang dikriminalisasi," kata Arif di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (21/5/2013).

Undang-undang tersebut, kata Arif, nantinya bisa untuk membangun sistem keperawatan yang berkualitas sehingga apa yang dilakukan perawat kepada pasien menjadi baik dan terlindungi. Ia mencontohkan perawat yang bekerja di pelosok-pelosok daerah yang belum mendapatkan perlindungan.

"Perawat yang ada di pelosok-pelosok daerah banyak yang ditangkap polisi karena melakukan pelayanan kesehatan karena tidak ada dokternya di sana," ujar Arif.

Dengan pengesahan undang-undang tersebut, nantinya, selain dokter, para perawat diharapkan juga bisa melakukan pelayanan pengobatan terhadap masyarakat. Mereka juga akan dijamin dan dilindungi dalam melayani pengobatan tersebut.

Ribuan pengunjuk rasa saat ini sudah membubarkan diri dari Gedung DPR/MPR. Mereka melanjutkan aksi di Kantor Kementerian Kesehatan, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Sementara itu, arus lalu lintas yang melewati Jalan Gatot Subroto di depan Gedung DPR/MPR sudah normal.

(sumber: megapolitan.kompas.com)

 

Ribuan Perawat Tinggalkan DPR

21meiCIM 4616 Ribuan Perawat Melakukan Demonstrasi di Jakarta (21/5/2013)Jakarta, PKMK. Ribuan perawat dari berbagai propinsi ataupun kota di Indonesia mengakhiri aksi demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI pukul 12.00 WIB, Jakarta (21/5/2013). Sebelumnya, dari atas mimbar, sejumlah koordinator aksi menyampaikan hasil pembicaraan perwakilan perawat dengan sejumlah pimpinan DPR. Salah satu diantaranya, Rancangan Undang-Undang (RUU) Keperawatan dijanjikan disahkan tahun ini. "Pimpinan DPR juga berjanji akan mengawasi ketat pembahasan RUU Keperawatan," kata koordinator aksi tersebut. Pimpinan DPR mengatakan bahwa salah satu lembaga yang berperan penting dalam pemulusan pengabsahan RUU Keperawatan adalah Kementerian Kesehatan. "Oleh karena itu, marilah sekarang dengan tertib kita menuju ke Kementerian Kesehatan di Jalan Rasuna Said, Kuningan," ungkapnya.

Sebelumnya, Anshari Siregar, salah satu legislator dari Partai Keadilan Sejahtera, juga menemui ribuan perawat itu. Berbicara di atas mimbar dan mengenakan setelan jas lengkap, Anshari mengawali dengan seruan keras, "Hidup perawat Indonesia!" Para perawat pun menyambut riuh seruan itu. Kemudian, Anshari menjelaskan bahwa saat ini RUU Keperawatan sudah sampai di tahap Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI. Kemudian, akan ditentukan : RUU Keperawatan berlanjut ke Panitia Khusus (Pansus) yang bersifat lintas komisi, atau ke Panitia Kerja (Panja) yang diurusi oleh satu komisi. Ia menjelaskan, akhir tahun 2011, memang ada "tangan-tangan jahil" di Sidang Paripurna DPR RI yang menginginkan RUU Keperawatan tidak diteruskan. "Saya saat itu menginterupsi niat itu dengan keras dan mengatakan bahwa RUU itu harus berlanjut. Alhamdulillah akhirnya upaya saya berhasil," ucap Ansari.

Jika dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, RUU itu akan aman. RUU itu bagi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar. "Maka, perawat harus menekan fraksi yang lain dan Pemerintah Indonesia," ungkapnya. Mayoritas perawat yang berdemonstrasi datang dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) berbagai daerah. Beberapa diantaranya : PPNI Kota Bandung, PPNI Kabupaten Batang, PPNI Kabupaten Brebes, PPNI Kabupaten Boyolali, PPNI Kabupaten Pandeglang, PPNI Kota Semarang, dan lain-lain. Ada pula mahasiswa keperawatan dari sejumlah perguruan tinggi di Jakarta dan wilayah lain.

Sebelum pimpinan DPR RI ataupun Anshari Siregar merespons, situasi sempat sedikit memanas. Dari mimbar, koordinator aksi menyatakan bahwa massa siap mendobrak pintu gerbang Gedung DPR/MPR yang terkunci rapat dan dijaga anggota Brigade Mobil Kepolisian Negara Republik Indonesia. Seorang perawat pria dari Kabupaten Batang, Jawa Tengah, menyampaikan kekecewaan atas minimnya perhatian terhadap profesi perawat, yang diperhatikan melulu para dokter. "Padahal, isi rumah sakit bukan hanya dokter, tapi ada para perawat, 'kan," ucap dia. Perawat tersebut bersama rekan-rekannya berangkat dari Batang kemarin malam. "Kami mengendarai bus dan setelah ini akan langsung kembali ke Batang," dia mengatakan.

 

 

Panja BPJS Akan Cermati Semua Hal

dr. Surya Chandra saat memberikan keterangan, Jakarta (20/5/2013)Jakarta, PKMK. Panitia Kerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (Panja BPJS Kesehatan) yang dibentuk oleh Komisi IX DPR RI akan mencermati semua hal terkait sistem jaminan sosial tersebut. Mulai dari nilai premi penerima bantuan iuran (PBI) untuk warga miskin yang dinilai terlalu kecil, sampai batas waktu terbitnya Peraturan Pemerintah terkait BPJS Kesehatan, ungkap dr. Surya Chandra, Anggota Komisi IX DPR RI, usai diskusi buku "Transformasi Setengah Hati Persero" di Universitas Atmajaya, Jakarta (20/5/2013).

Dia mengatakan, Panja BPJS akan memanggil semua pihak terkait. Perihal nilai PBI, Kementerian Keuangan RI akan dipanggil untuk menanyakan nilai PBI yang hanya Rp 15.500-an per orang per bulan itu. Kalkulasi pakar jaminan kesehatan dan lain-lain, nilai itu tidak akan mencukupi. Kementerian Keuangan berargumen bahwa karena Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) juga ada, maka nilai PBI tersebut sudah cukup. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia masih berpikir bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional hanya untuk kalangan bawah. Faktanya, SJSN untuk seluruh segmen masyarakat. "Di samping itu, kan nantinya Jamkesmas tidak ada lagi," ucap Surya.

Jika Kementerian Keuangan mengkhawatirkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) jebol, hal itu kurang beralasan. Sebab, dalam BPJS Kesehatan ada kelompok masyarakat yang dipungut premi, yakni mereka yang secara finansial berkecukupan. Sementara, yang ditanggung oleh APBN hanyalah premi warga miskin, ujar Surya. Bukankah nilai PBI itu sudah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia di Rp 15.000-an per orang per bulan? Surya memaparkan, belum ada nilai PBI yang final. Saat ini, yang ada baru skema dari beberapa pihak. Kementerian Keuangan ingin nilai Rp 15.500-an; Kementerian Kesehatan condong ke Rp 22.000-an per orang per bulan. Penetapan nilai tersebut harus dalam bentuk Peraturan Presiden, seluruh hal itu akan ditanyakan oleh Panja BPJS.

Bila nanti peran DPR RI semakin menguat, aturan pelaksanaan sebuah Undang-Undang tidak lagi diperlukan. Misalnya, dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, nilai PBI pun bisa langsung dicantumkan oleh DPR RI saat Program Legislasi Nasional. "Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia tinggal mengimplementasikan saja," ucap Surya.

 

Dokter Indonesia Tuntut Reformasi Kesehatan

JAKARTA -- Sejumlah dokter yang tergabung dalam Dokter Indonesia Bersatu (DIB) melakukan aksi unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Senin (20/5). Aksi tersebut dilakukan untuk menuntut reformasi sistem kesehatan nasional.

Para dokter yang terdiri dari beragam spesialisasi ini kemudian melakukan long march menuju istana negara. Di depan istana, massa yang mengenakan jas putih khas dokter ini kemudian meneriakkan orasi.

Juru bicara DIB, Agung Sapta Hadi mengatakan, mereka menuntut pemerintah untuk memperbaiki sistem pembiayaan kesehatan. Agung menyatakan, pemerintah harusnya mengalokasikan anggaran untuk kesehatan dalam APBN minimal lima persen, dan minimal sepuluh persen pada APBD.

Hal itu, kata dia, sesuai dengan UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 pasal 171. "Ternyata kita sekarang hanya dua persen. Ini menunjukkan komitmen pemerintah sangat kecil," kata dia di hadapan wartawan.

Menurut Agung, mahalnya biaya kesehatan di Indonesia bukan karena biaya jasa dokter yang tinggi. Gaji dokter honorer di Jakarta, kata Agung, hanya Rp 1,9 juta.

Dia menjelaskan, mahalnya pelayanan kesehatan disebabkan alat-alat kesehatan yang harganya selangit. Sebab, di Indonesia, alat-alat kesehatan digolongkan dalam kelas barang mewah.

Selain itu, Indonesia juga belum mampu produksi obat dan vaksin sendiri, sehingga harus impor. Karena itu, ia juga menuntut penghapusan pajak barang mewah untuk impor alat kesehatan. "Pelayanan kesehatan di Indonesia tidak bisa murah kalau masih seperti itu," kata Agung menambahkan.

Selain itu, massa juga menuntut agar pelayanan kesehatan tidak dipolitisasi. Agung menyebut, pelayanan kesehatan bersifat populis. Artinya, pemerintah hanya memikirkan bagaimana orang sakit bisa berobat ke dokter. Namun tidak memikirkan bagaimana tindakan pencegahannya.

"Kita ingin ada reformasi sistem kesehatan nasional yang berkeadilan, tidak semuanya dibebankan pada dokter," kata dia menegaskan.

(sumber: www.republika.co.id)

 

Indonesia Alami Dualisme Jaminan Sosial Mulai 2014

20mei-2Diskusi Buku Transformasi Setengah Hati di Universitas Atmajaya, Jakarta (20/5/2013)Jakarta, PKMK. Indonesia akan menghadapi dualisme sistem jaminan sosial seiring berlakunya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ataupun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) di tahun 2014. Sebab, di samping dua BPJS yang merupakan badan hukum nirlaba itu, masih ada PT Taspen dan Asabri yang belum ditransformasikan, ungkap A. A. Oka Mahendra, mantan anggota DPR RI di Jakarta (20/5/2013). Berbicara dalam diskusi buku "Transformasi Setengah Hati Persero" yang ditulisnya bersama Asih Eka Putri, Oka menyampaikan, transformasi PT Askes ke BPJS Kesehatan pun tidak tegas. Status perundangan yang mengatur PT Askes tidak dicabut. Sementara itu, untuk transformasi PT Jamsostek, ketegasan terlihat dengan pencabutan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. "Sementara itu, untuk Taspen dan Asabri, malah tidak ada transformasi," kata Oka.

Total waktu transformasi ke BPJS juga terlalu lama, yaitu harus sampai ke tahun 2029. Padahal di negara lain seperti Turki hanya perlu waktu enam bulan untuk sebuah transformasi. Asih Eka Putri berkata, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, belum operasional ataupun tidak tegas mengatur transformasi. Sebab, undang-undang tersebut tidak dapat langsung membubarkan empat badan usaha milik negara (BUMN) seperti Askes, Jamsostek, Taspen, dan Asabri. "Undang-undang tersebut tidak dapat langsung mengoperasikan BPJS, dan memerlukan sejumlah peraturan pelaksana," kata Asih. Sementara itu, dalam diskusi yang sama, Anggota Komisi IX DPR RI dr. Surya Chandra mengatakan : Taspen dan Asabri dapat dibubarkan oleh Pemerintah Indonesia di tahun 2029. Pembubaran itu bisa dengan Peraturan Pemerintah. Saat ini, Taspen dan Asabri diberi kesempatan sampai selambatnya tahun 2029 untuk peralihan ke BPJS. "Kita percaya bahwa, siapapun presidennya, peralihan itu akan dilakukan di tahun 2029," ujar pria asal Palembang tersebut. Setelah bertahun-tahun pembahasan Undang-undang BPJS dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Surya mengaku saat ini ketar-ketir pula. "Apakah di tahun 2014, BPJS jadi berjalan atau tidak," ulas dia.

 

Suara Hati Ratusan Dokter Untuk Presiden RI

20meiLong march Dokter di Bundaran Hotel Indonesia di Jakarta (20/5/2013)Jakarta, PKMK. Ratusan dokter yang tergabung dalam Dokter Indonesia Bersatu (DIB) hari ini (20/5/2013) menyampaikan aspirasi ke Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka berorasi sambil mengenakan jas dokter dan steteskop di negara, Jakarta Pusat, pukul 10.00 WIB hingga 12.00 WIB. Mereka berasal dari seluruh wilayah Indonesia seperti DKI Jakarta, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Utara, Kalimantan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan lain-lain. dr. Agung Sapto, salah satu pengurus DIB, menyampaikan : "Kami dokter se-Indonesia menyatakan menolak kebijakan kesehatan sebagai isu politik, dokter harus mengedepankan profesionalitas." Dalam orasi tersebut, seorang dokter perempuan spesialis penyakit dalam asal Medan, membacakan puisi yang ditujukan ke Presiden SBY. Berikut kutipan puisi tersebut:

"Wahai Paduka, hari ini kami turun ke jalan bukan tanpa sebab

Kami suarakan anak negeri

Tapi engkau diam karena tidak ada yang akomodir

Tegakkanlah sistem kesehatan nasional yang adil

Kami ketuk hatimu kuat-kuat hari ini

Kami rakyat, kami ketuk pintu hatimu

Kami berjuang atas nama profesi

Mulai saat ini kami tidak akan diam, Paduka"

Adapun seorang dokter pria yang juga dari Medan, dalam orasinya berkata, "Kepada Pak SBY yang sudah 10 tahun memimpin RI, kami meminta agar di akhir jabatan, memberikan sesuatu kepada dokter Indonesia." Ia pun berharap SBY tergugah hatinya mendengar keluhan anak-anaknya. Seorang dokter perempuan juga berorasi, Pemerintah Indonesia mengampanyekan pengobatan gratis. Dalam hal ini profesionalitas dokter sudah selaiknya diperhatikan juga. "Apakah hak kami untuk sejahtera tidak perlu diperhatikan? Ingatlah bahwa para dokter juga manusia," ucapnya. Agung Sapto pun membacakan petisi yang ditujukan untuk Presiden SBY. Bunyi petisi itu antara lain : menuntut reformasi sistem kesejahteraan berkualitas sesuai undang-undang; menolak politisasi kebijakan kesehatan; memperbaiki sisitem pendidikan dokter secara mendasar; meninjau ulang program internship yang terkesan terburu-buru; profesionalisme dokter harus dengan dasar yang kuat; kehidupan laikpun perlu bagi dokter; dan lain-lain.

Sekitar pukul 11.00 WIB, lima orang perwakilan DIB diperbolehkan masuk ke Istana Negara untuk menyampaikan petisi, satu diantaranya adalah Agung. Setelah keluar dari Istana Negara, Agung mengatakan bahwa petisi tersebut diterima oleh petugas dari Sekretariat Istana Negara. "Kami pun selanjutnya akan menyampaikan tembusan petisi ke berbagai pihak seperti para gubernur dan lain-lain," ucap Agung. DIB mengharapkan bahwa aksi tersebut akan menjadi bola salju yang terus membesar. Ikatan Dokter Indonesia dan pihak terkait lain disarankan merevitalisasi diri untuk terbentuknya sistem pelayanan kesehatan yang adil.

Ratusan dokter tersebut lantas dengan tertib membubarkan diri. Sebelumnya, sekitar jam 08.00 WIB, mereka berkumpul di Bundaran Hotel Indonesia. Orasi di atas mobil bak pengangkut sound system berlangsung di tempat tersebut. Sejumlah spanduk yang menyuarakan aspirasi mereka bertaburan, antara lain berbunyi: "Dokter Juga Manusia", "Dokter Anti-Malpraktek", "Hubungan Dokter-Pasien Bukan Transaksi Jual-Beli", "Isu Kesehatan Jangan Jadi Isu Pemilu/Pilpres", dan lain-lain. Sekitar pukul 09.00 WIB, ratusan dokter itu lalu melakukan long march ke Istana Negara dengan pengawalan petugas kepolisian.