Permenkes No. 7/2013 tidak adil? Poempida langsung bertindak

Komisi IX DPR RI akan melakukan langkah politik kepada Menteri Kesehatan (Menkes) jika Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 7/2013 tentang Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Dokter dan Bidan sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) tidak memenuhi unsur keadilan.

"Apabila peraturan tersebut tidak terdapat asas ketidakadilan bagi para bidan PTT ini, maka saya akan meminta Permenkes itu," ujar Poempida saat ditemui Licom di Gedung DPR RI, Senin (13/05/2013).

Baca juga: Sebelum naikkan BBM, Komisi IX desak pemerintah perbaiki ketenagakerjaan dan Politisi Senayan "tersinggung" BLT rakyat miskin, jawaban kenaikan BBM

Menurutnya, pengangkatan status bidan menjadi PNS dalam masa kerja 9 tahun ini belumlah terang benderang terkait hal-hal yang mengatur masa kerja bidan untuk diangkat menjadi PNS.

"Kemudian, statusnya menjadi PNS. Secara teknis, dalam konteks tersebut tidak jelas, apakah semua bidan PTT ini yang akan menjadi PNS atau sebagaian atau bertahap," terangnya.

Lebih lanjut, politisi Partai Golkar ini menjelaskan, permasalahan yang nampak Permenkes No 7/2013 ini lebih pada periodesasi. "Permasalahan yang sangat jelas ini ketika ada Permenkes No. 7/2013, yang menyatakan status bidan PTT maksimal harus 3 periode. 1 periode itu ada 3 tahun, jadi maksimal 9 tahun," bebernya.

Sehingga, lanjutnya, ini menjadi ketidakjelasan sendiri dari aspek keadilan bagi para bidan. Padahal, menurutnya, status bidan PTT yang sudah lima tahun hingga lebih dari tujuh tahun menjadi tidak jelas akibat Permenkes ini. Kecuali, menjadi bidan di tempat lain, bukan di tempat yang saat ini. Poempida menilai ini merupakan suatu ketidakadilan di dalam konteks kebijakan.

Hal ini, ia meyakini, jika para bidan nasibnya tidak jelas, yang dikemudian hari akan mengganggu kesukseskan program BPJS karena porsi kerja ibu-ibu bidan ini akan bertambah karena orang-orang tidak perlu ada biaya lagi dan yang menjadi ujung tombaknya adalah para Bidan.

"Gol utama Bidan itu kan menjadikan mereka PNS. Tapi kalau Permenkes itu tidak strategis, ya.. minta Permenkes itu dicabut karena nanti Menkes bisa berkelit di Permenkes itu tadi. Jadi, bisa menghambat mereka menjadi PNS karena adanya Permenkes itu tadi," tuturnya.

Apabila memang Permenkes ini tidak adil atau diindahkan, Poempida tidak segan-segan untuk melakukan penindakan sebaik mungkin.

"Apabila Menkes tidak mengindahkan hal tersebut, saya akan melakukan tindakan-tindakan politik semampunya sebagai anggota IX DPR," pungkasnya. @yuanto

(sumber: www.lensaindonesia.com)

 

Australia Perkuat Sistem Kesehatan Indonesia

Denpasar - Setelah mengikuti upacara peringatan 10 Tahun Bom Bali yang dipusatkan di Garuda Wisnu Kencana (GWK) Jimbaran, Badung, Menteri Kesehatan RI Dr. Nafsiah Mboi bersama-sama Gubernur Bali Mangku Pastika menyambut kedatangan Perdana Menteri Australia Julia Gillard di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, Jumat (12/10).

Di Lokasi, Perdana Menteri Gillard didampingi Menteri Kesehatan dan Gubernur Bali selanjutnya langsung meninjau Instalasi Penanganan Luka Bakar yang merupakan bantuan dari Pemerintah Australia pasca tragedi bom Bali 12 Oktober 2012. Selain itu, Gillard juga berbincang-bincang dengan para medis maupun keluarga korban mengenai pengalaman menangani bencana tersebut serta langkah –langkah yang dilaksanakan pasca tragedi sampai pada hari ini.

Julia Gillard dalam pidatonya menyampaikan komitmennya dalam upaya peningkatan sistem kesehatan di Indonesia melalui bantuan sebesar 50 Juta Dolar Australia sampai pada 2016. Mulai dari peningkatkan sarana dan prasarana penunjang medis sampai pada pengembangan sumber daya manusia bidang kesehatan sehingga dapat melakukan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat pada umumnya.

Terkait pertanyaan awak media tentang masih adanya 10 orang korban Bom Bali yang tidak mendapatkan perhatian dari Pemerintah, Gubernur Bali menyampaikan ini karena kurang komunikasi antara keluarga korban dengan pemerintah.

"Saya pastikan kita akan bantu mereka apalagi itu warga saya, kita punya JKBM yang bisa dipergunakan untuk perawatan maupun operasi. Tolong datang ke saya atau pada saat simakrama yang rencananya akan dilaksanakan pada akhir bulan ini", demikian ujarnya lugas.

"Saya informasikan bahwa Gubernur tidak akan bisa tau segalanya, tolong kerjasama yang baik dan komunikasi yang intens agar semuanya bisa berjalan dengan baik", imbuhnya.

(sumber: www.koridortimur.com)

Sosialisasi Rumah Honai Sehat Perlu Tokoh Agama

honai Rumah Sehat Honai di Papua (13/5/2013)Jakarta, PKMK. Dalam mengenalkan rumah honai sehat ke sebagian masyarakat Papua, Kementerian Perumahan Rakyat RI perlu melibatkan tokoh agama. Tokoh agama yang dimaksud antara lain para misionaris buat warga beragama Nasrani, dan para dai untuk yang beragama Islam. Jika sosialisasi tersebut hanya melalui birokrat pemerintah, sulit mengharapkan hasil memadai, ungkap Zulfi Syarif Koto, Pengamat kebijakan perumahan (13/5/2013). Mantan deputi menteri perumahan rakyat RI itu berkata, pembuatan desain rumah honai sehat tidak cukup hanya dari segi kelayakan teknis. Aspek antropologi, sosial budaya juga perlu dipertimbangkan. Dalam hal itu, para tokoh agama perlu dilibatkan saat pembuatan desain dan saat sosialisasi, mereka pun terus dilibatkan. Para kepala suku di Papua pun bisa berperan serupa," kata dia.

Tahun 2007, Kementerian Perumahan Rakyat RI pun pernah membuat desain rumah honai sehat, bekerja sama dengan pihak lain seperti Universitas Gadjah Mada dan Universitas Cendrawasih. Hal itu terkait pemindahan masyarakat Kabupaten Yahukimo karena bencana kelaparan. Di kota, mereka ditempatkan di rumah honai sehat; rumah tersebut juga berlantai dua seperti yang ditawarkan sekarang. "Dulu menurut kita, itu rumah sehat yang bagus. Tapi masyarakat ternyata tidak berpendapat demikian," ujar Zulfi sambil tertawa ringan. Pengubahan bentuk desain rumah honai juga mengharuskan perilaku baru. Masyarakat tersebut tampak enggan mengubah kebiasaan tertentu. Mereka terbiasa meminyaki tubuh dengan minyak babi dan tinggal satu lantai dengan ternak itu. Maka, saat ternak itu di lantai satu dan orang di lantai dua, ada kebingungan. Kini sudah waktunya Pemerintah Indonesia lebih memperhatikan aspek antropologi sosial budaya seperti itu. Jangan seperti Pemerintah Orde Baru yang menyamakan segala hal. "Kalau Orde Baru itu kan gebyah uyah. Penanganan Suku Asmat dianggap sama dengan suku lain di Papua," ucap Ketua Umum The Hud Institute itu.

 

Dana BLT Sebaiknya Dialihkan ke BPJS Kesehatan

image ilustrasi (wayang.files.wordpress.com)Jakarta, PKMK. Bila Pemerintah Indonesia akhirnya menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubdisi, sebaiknya jangan menggunakan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk membantu warga miskin. Namun, dana BLT tersebut digunakan untuk kenaikan nilai Penerima Bantuan Iuran (PBI) di Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, ungkap Poempida Hidayatulloh, anggota Komisi IX DPR RI, di Jakarta (13/5/2013). Politisi dari Partai Golkar itu mengatakan, penyaluran dana melalui BLT rawan oleh berbagai hal yang tidak diinginkan. Dalam konteks berlangsungnya Pemilihan Umum Tahun 2014, dana BLT bisa diklaim ataupun disalahgunakan oleh pihak tertentu. "Sementara, kesuksesan pelaksanaan BPJS Kesehatan antara lain ditentukan oleh nilai PBI tersebut," ujar Poempida.

Hal yang paling krusial dalam kesuksesan BPJS Kesehatan adalah memadai atau tidaknya nilai PBI tersebut. Peraturan Presiden (Perpres) yang menyebutkan bahwa pengobatan semua penyakit berat harus dijamin oleh BPJS Kesehatan sudah ada. Maka, seharusnya nilai PBI dinaikkan, bukan di angka Rp 15 ribuan per orang per bulan. "Saya lebih suka mengacu ke nilai Rp 27ribuan sesuai dengan standar PT Askes. Juga sesuai dengan kalkulasi dari Dewan Jaminan Sosial Nasional," kata dia. Apa akibatnya bila nanti yang digunakan nilai Rp 15.000-an itu? Berbagai permasalahan bisa muncul, nilai tersebut jelas tidak memadai bila semua penyakit akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Kini, peraturan teknis terkait nilai PBI tersebut belum ada. Saat ini, yang sudah keluar adalah Perpres tentang definisi ataupun kriteria warga yang akan memperoleh PBI. "Kemungkinan, besaran nilai PBI itu akan diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan atau dalam Peraturan Menteri Kesehatan. Itu kalau saya tidak salah," ucap Poempida.

 

Pembahasan RUU Pendidikan Kedokteran Harus Diintensifkan

image (mkki-idi.or.id/)Jakarta, PKMK. Pembahasan Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi Kedokteran (RUU Pendidikan Tinggi Kedokteran) oleh Komisi X DPR RI harus lebih intensif. Demikian pula pembahasan sejumlah RUU lain di DPR seperti RUU Jaminan Produk Halal dan RUU Pemberantasan Pembalakan liar. Sebab, semua RUU tersebut telah beberapa kali mendapatkan persetujuan perpanjangan masa pembahasan. Ketua DPR RI Marzuki Alie menyampaikan hal itu dalam Sidang Paripurna DPR RI di Jakarta (13/5/2013). Meski perpanjangan waktu itu disetujui, hendaknya jangan diartikan bahwa ketidaktepatan waktu selalu menjadi pilihan. "Kita harapkan bahwa pembahasan lebih produktif dan intensif dengan dorongan dari pimpinan komisi di DPR," kata politisi dari Partai Demokrat itu.

Ia menambahkan kualitas RUU yang dihasilkan DPR RI juga harus lebih dinaikkan. Dalam masa persidangan sebelum ini, DPR RI baru menyelesaikan pembahasan lima RUU. Sementara itu, DPR telah menetapkan penyelesaian 70 RUU di sebagai prioritas di Program Legislasi Nasional Tahun 2013. Lebih lanjut, sejumlah masalah sosial patut dicermati bersama oleh DPR RI. Satu di antara itu adalah pengaduan dari masyarakat terkait jaminan sosial. Menyikapi hal semacam ini, DPR perlu lebih responsif. Masalah sosial lain yang dicermati DPR RI adalah persoalan bencana alam yang masih sering terjadi di seluruh Indonesia. Bencana tersebut merugikan secara materil dan kerap kali menimbulkan korban jiwa. "DPR RI meminta agar Pemerintah Indonesia selalu bertindak cepat sekaligus tepat dalam mitigasi bencana alam," ujar Marzuki. Sidang Paripurna untuk pembukaan Masa Sidang V Tahun Sidang 2012-2013, dihadiri oleh 306 orang anggota DPR RI. Jumlah tersebut telah mewakili seluruh fraksi di DPR RI. "Maka, kuorum telah tercapai," ucap Marzuki saat membuka sidang itu.

Indonesia Berkomitmen Perangi Limbah B3 dalam KTT Genewa

Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) menjadi Focal Point Indonesia dalam pertemuan terkait Bahan Beracun Berbahaya (B3) dan limbahnya yang diselenggarakan United Nations of Environment Programme (UNEP) di Jenewa Swiss, Jumat (10/5). Pertemuan bertajuk 'Ordinary and Extraordinary Meetings of the Conferences of the Parties of the Basel Convention, Rotterdam Convention and Stockholm Convention'.

Pertemuan tersebut merupakan lanjutan dari Konvensi Basel tentang ekspor dan impor limbah B3, Konvensi Rotterdam tentang informasi ekspor dan impor bahan kimia berbahaya dan beracun, dan Konvensi Stockholm tentang Persistant Organic Polutant.

Menteri Negara Lingkungan Hidup (MenLH) Balthasar Kambuaya menyatakan sebagai negara kepulauan di jalur pelayaran dunia, Indonesia sangat rentan terhadap datangnya limbah dan sumber pencemar lainnya.

"Karena itulah peranan kita dalam implementasi pengawasan amatlah penting," ujar Balthasar dalam siaran Pers usai pertemuan di Jenewa Swiss, Jumat (10/5).

Balthasar mengakui pengawasan B3 dan limbahnya bukannya tidak ada kendala. "Kendala utamanya tentu saja keberadaan lebih dari 17.000 pulau di Indonesia tentu saja semakin memudahkan sekaligus godaan menggiurkan bagi banyak negara untuk membuang limbahnya ke Indonesia," tegas Balthasar.

Komitmen Indonesia dalam upaya mengurangi dampak negatif perdagangan dan pergerakan bahan kimia menurut Balthasar benar-benar diperlukan. Jika tidak diatur maka resiko mengganggu kesehatan dan lingkungan hidup.

"Melalui komitmen ini kita dapat mencegah Indonesia dijadikan tempat 'dumping' senyawa kimia yang berbahaya dan beracun yang dilarang digunakan di negara maju,

Selain upaya melindungi lingkungan, Indonesia juga bisa mendapat manfaat dengan menggalang kerjasama Internasional dan membuka akses pertukaran informasi mengenai pergerakan B3 dan limbah B3.

Indonesia, lanjut Balthasar saat ini telah sampai di akhir proses ratifikasi Konvensi Rotterdam yang sudah mendapat persetujuan parlemen.

"Kita telah menyatakan komitmen mencegah dampak negatif pergerakan limbah B3 dan B3 ke Indonesia, tidak hanya bagi pemerintah, tetapi juga untuk industri di Indonesia dan masyarakatnya dari peredaran B3 dan limbah ilegal dari negara lain," tegas Balthasar. (Soraya Bunga Larasati)

(sumber: www.metrotvnews.com)

 

Bidan PTT Bisa Mendaftar Kembali atau Jadi PNS

Jakarta, Kompas - Bidan pegawai tidak tetap yang telah selesai masa tugasnya selama 9 tahun bisa mendaftar kembali. Mereka berpeluang untuk diangkat sebagai pegawai negeri sipil bila formasi tersedia.

Demikian dikemukakan Kepala Biro Kepegawaian Kementerian Kesehatan Pattiselanno Robert Johan, Jumat (10/5), di Jakarta. Ia memaparkan isi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 7/2013 tentang Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Dokter dan Bidan sebagai Pegawai Tidak Tetap.

Selasa (7/5), ribuan bidan pegawai tidak tetap (PTT) mendatangi Istana Presiden. Mereka menolak Permenkes No 7/2013 karena mengatur perpanjangan masa tugas hanya dua kali. Mereka minta masa penugasan diperpanjang dan diangkat jadi PNS.

Menurut Robert, pengangkatan bidan PTT sebelumnya diatur Keputusan Presiden (Keppres) No 77/2000 tentang Perubahan atas Keppres No 23/1994 tentang Pengangkatan Bidan sebagai PTT. Dalam keppres itu disebutkan, lama penugasan sebagai PTT adalah tiga tahun dan dapat diperpanjang paling banyak dua kali. "Dengan demikian, jumlah seluruh masa tugas bidan PTT 9 tahun. Setelah itu berhenti," katanya.

Permenkes No 7/2013, kata Robert, tidak mengubah esensi masa tugas bidan PTT. Menteri Kesehatan hanya dapat memperpanjang masa tugas bidan PTT paling banyak dua kali penugasan, jadi masa tugas total 9 tahun. "Setelah itu, bidan bisa mendaftar ulang sebagai bidan PTT atau PNS jika ada formasi," katanya. Bidan PTT juga bisa menjadi bidan praktik mandiri.

Dalam Permenkes No 7/2013 Pasal 10 disebutkan, agar diangkat kembali sebagai bidan PTT, bidan terkait harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan paling lambat tiga bulan sebelum masa penugasan berakhir. Permohonan dapat ditolak jika tidak memenuhi syarat administrasi, alokasi kebutuhan bidan PTT di kabupaten/kota tujuan sudah terpenuhi, dan alokasi anggaran tidak cukup.

Menurut Robert, Kemkes akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang berwenang mengurusi formasi PNS.

Dalam aturan baru, kata Robert, diatur sanksi bagi tenaga medis PTT yang tak melaksanakan tugas dengan baik. Selain itu, juga diatur pengawasan terhadap tenaga PTT secara berjenjang dari tingkat pusat hingga daerah.

Pelaksana Tugas Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Emi Nurjasmi yang dihubungi secara terpisah mengatakan, PP IBI telah meminta Menkes memprioritaskan bidan yang telah habis masa PTT menjadi PNS pusat bila ada formasi. "Kami juga memohon Menkes menyurati pemerintah daerah di seluruh Indonesia agar memprioritaskan bidan PTT sebagai PNS daerah," kata Emi.

Saat ini, jumlah bidan PTT di seluruh Indonesia 40.058 orang. Gaji untuk bidan PTT yang bertugas di wilayah terpencil Rp 2,7 juta per bulan, ditambah insentif dari pemerintah daerah. Gaji untuk bidan PTT di wilayah non- terpencil Rp 1,7 juta per bulan.

Terkait dokter PTT yang ditugaskan di lokasi terpencil dan sangat terpencil, dalam Permenkes No 7/2013, masa penugasan menjadi 2 tahun. Masa tugas bisa diperpanjang satu kali. Sebelumnya, dalam Keputusan Menteri Kesehatan No 683/2011, masa penugasan dokter 1 tahun dan tidak diatur soal perpanjangan masa tugas. (DOE/K06)

(sumber: health.kompas.com)

 

Batam Tekan Kematian Ibu Untuk Capai MDG's

Jakarta — Pemerintah Kota Batam Kepulauan Riau terus menekan angka kematian ibu dari 78 per 100.000 kelahiran hidup pada 2011 menjadi 64 per 100.000 kelahiran hidup pada 2012 dengan berbagai pelayanan kesehatan di puskesmas dan posyandu.

"Angka kematian ibu terus menurun dari tahun ke tahun hingga jauh dibawah target MDGs (Millennium Development Goals/Tujuan Pembangunan Milenium) yang 102 per 100.00 per kelahiran hidup," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Chandra Rizal di Batam, Rabu (8/5).

Ia mengatakan, pemerintah terus menggalakan pelayanan kesehatan untuk ibu seperti meningkatkan sumber daya manusia kesehatan, dan terus memantau serta mengevaluasi kinerja petugas kesehatan, baik di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) maupun pos pelayanan terpadu (posyandu).

Pemerintah juga memberikan asuransi, jaminan kesehatan masyarakat, juga ada jaminan kesehatan masyarakat kecil yang membantu masyarakat memperoleh akses kesehatan serta bantuan operasional kesehatan.

Dalam menekan angka kematian ibu, Pemkot juga melatih cara persalinan normal yang benar dan antisipasi yang harus dilakukan agar ibu selamat dalam persalinan.

Khusus di pulau-pulau pesisir, pemerintah membangun desa siaga yang memberikan pelatihan kepada masyarakat agar tanggap terhadap berbagai persoalan kesehatan, termasuk kesehatan ibu dan calon ibu.

Selain angka kematian ibu, Pemkot Batam juga berhasil menekan angka kematian bayi dari 3,8 per 100.000 kelahiran pada 2011 menjadi 3 per 100.000 kelahiran pada 2012. Angka itu dibawah target MDGs 23 per 100.000 kelahiran.

Secara umum, lanjut dia, Pemkot Batam berhasil menjalankan program Pencapaian Sasaran Tujuan Pembangunan Milenium yang direncanakan pemerintah.

Sementara itu, Provinsi Kepri mendapat menjadi terbaik III dalam penghargaan MGDs. Dari 48 indikator MDGs, 24 di antaranya sudah dicapai Kepri, bahkan beberapa target telah melebihi target nasional.

(sumber: www.aktual.co)