Plenary II: Research and Development of Big Data in Healthcare System

Oleh: dr. Lutfan Lazuardi, M.Kes, Ph.D (Universitas Gadjah Mada)

lfnKuala Lumpur – Pada sesi Plenary II Postgraduate Forum on Health Systems and Policies, Lutfan Lazuardi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada Indonesia memberikan paparan tentang penggunaan big data untuk penelitian dan pengembangan di bidang pelayanan kesehatan. Data memiliki banyak keuntungan dalam proses pelayanan kesehatan, seperti menjadi alat untuk mendukung pengambilan keputusan (decision making process) yang lebih baik. Akan tetapi, situasinya saat ini adalah data rutin dalam layanan kesehatan sering kali tidak tersedia secara baik karena memiliki format yang tidak mudah digunakan.

Pendekatan analisis big data dalam dunia kesehatan meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Big data banyak dimanfaatkan oleh banyak sektor, khususnya di sektor kesehatan. Lalu, apakah sebenarnya big data? Lutfan menyampaikan, big data setidaknya memiliki 5 karakteristik. Karakteristik tersebut yaitu: large volume, velocity, variety, value, and veracity. Big data didefinisikan beragam, di antaranya adalah sebagai kumpulan data berskala besar baik terstruktur maupun tidak terstruktur. Unsur yang membedakan dengan traditional data adalah big data berskala besar dan umumnya semi terstruktur-unstruktur. Sementara itu big data analytics adalah proses pengumpulan, pengorganisasian, dan analisis data berukuran besar untuk menemukan pola dan informasi berguna lainnya.

Sumber big data yang potensial dianalisis antara lain data dari sistem informasi klinis, database genetika, data klaim, the internet of things, data iklim, jejaring sosial, dan web search (google trends). Sebagai contoh adalah kasus infeksi dengue. Penggunaan big data pada surveilans dengue digunakan untuk early warning dalam sistem surveilans. Harapannya, informasi dari hasil analisis big data dapat mendorong percepatan penanganan kasus dan tindakan yang semula passive reactive approached berdasarkan pelaporan menjadi deteksi dini (prediksi) menggunakan data iklim data surveilans rutin. Hal ini dimungkinkan karena daya prediksi infeksi dengue menggunakan data iklim cukup kuat, yaitu memiliki model yang presisi dengan kenyataannya. Sehingga dengan proses ini diharapkan dapat dilakukan tindakan segera.

Pengembangan data Twitter juga digunakan untuk melihat situasi dengue. Menggunakan teknik ini, didapatkan informasi bahwa mobilitas penduduk merupakan faktor penyebab dengue. Selain Twitter, Google Trends juga cukup baik digunakan untuk memprediksi kejadian dengue. Penggunaan big data yang lain misalnya pada kampanye imunisasi Measles and Rubella (MR) dengan penggunaan analisis sentimen dengan Twitter yang bertujuan untuk mengetahui respon masyarakat terkait awareness atas imunisasi MR. Berdasarkan kegiatan ini, diperoleh informasi tentang ekspresi positif dan negatif masyarakat tentang rumor yang beredar mengenai kampanye MR di Indonesia. Analisis big data yang bersumber Twitter memiliki banyak keuntungan, antara lain akses gratis, data yang realtime, serta biaya yang murah. Meskipun demikian, analisis big data Twitter memiliki kelemahan yaitu hanya 1% data yang dapat diakses secara gratis. Tantangan lain yaitu penggunaan bahasa yang kompleks yang mana menyebabkan sulitnya mengidentifikasi dan menemukan pola. Sumber big data lain yang potensial untuk dianalisis yaitu data JKN. Sebagaimana disebutkan, saat ini terdapat sekitar 198 juta penduduk merupakan peserta JKN, dan ini memberikan konsekuensi pada banyanya data penduduk yang terekam. Beberapa data yang dapat dimanfaatkan adalah data klaim (INA-CBGs).

Terakhir, Lutfan menyampaikan bahwa big data sangat potensial digunakan untuk lebih memahami isu kesehatan secara lebih baik, memperbaiki kualitas sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa, meningkatkan kepedulian masyarakat, dan mendorong efisiensi. Tantangannya adalah pertumbuhan data bersifat eksoponensial sehingga membutuhkan infrastruktur khusus serta sumber daya manusia yang terlatih.

Reporter: Dedik Sulistiawan

Reportase Terkait: