Reportase Hari Keempat Indonesia Public Expenditure Review
Improving Quality of Expenditure on Infrastructure: National Roads, Housing, Water Resource Management, and Water Supply
25 Januari 2020
Gambar 1. Opening Virtual Events Public Expenditure Review (PER) 2020
Jakarta - World Bank Indonesia mengadakan virtual launch Public Expenditure Review (PER) 2020 atau Kajian Belanja Publik yang bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia. PER 2020 ini bertujuan untuk membantu Pemerintah Indonesia mengidentifikasi kendala utama agar belanja publik dapat lebih efisien dan efektif. Kajian ini juga merekomendasikan cara meningkatkan kualitas belanja untuk mewujudkan tujuan pembangunan Indonesia.
Kamis, 25 Juni 2020 dilakukan pertemuan virtual keempat dengan topik “Improving Quality of Expenditure on Infrastructure: National Roads, Housing, Water Resource Management, and Water Supply” dengan mengundang pembicara Elena Chesheva, Senior Transport Specialist, WB dan Tomás Herrero Diez, Transport Consultant, WB. Pembicara lainnya yaitu Dao Harrison, Senior Housing Specialist, WB, Deviariandy Setiawan, Water Resouces Consultat, WB, dan Irma Magdalena Setiono, Senior Water Supply and Sanitation Specialist, WB.
Gambar 2. Pemateri dalam Indonesia Public Expenditure Review Hari Keempat
Materi pertama oleh Elena Chesheva menjelaskan jalan nasional dan jalan tol sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi, produktivitas dan daya saing nasional. Meskipun saat ini hanya sebesar 40% dari semua lalu lintas di Indonesia. Kajian terhadap kualitas belanja oleh pemerintah pusat terhadap jalanan nasional terus mengalami peningkatan pada tahun sebelumnya yaitu mencapai 44 - 46 triliun di tahun lalu, namun ini masih belum sesuai dengan target yang diinginkan. Dari segi output fisik belum meningkat sesuai dengan belanja, yang dapat dilihat di dalam bagan yaitu pembangunan jalan relatif konstan antara 2 - 3 ribu per tahun.
Pelestarian jalan meningkat siginifikan pada 2010 - 2017 namun setelahnya terus mengalami penurunan. Indonesia merupakan negara yang memiliki paling sedikit jalan tol dibandingkan dengan Negara - negara tetangga lainnya. Pemerintah saat ini telah memprioritaskan pembangunan jalan tol yang bertujuan untuk menjangkau 6.500 km sebelum 2034 dimana hampir 1/3 bagian dari target ini sudah dimulai konstruksinya.
Rekomendasi yang diberikan yaitu pemerintah dianjurkan untuk terus melanjutkan konsolidasi proyek kecil ke proyak besar dan diharapkan untuk dapat mengefisiensikan proses pengadaan dengan ekonomi skala dan sistem penjaminan kualitas yang lebih kuat. Peraturan PP 16 dapat mengimplementasikan kontrak berbasis kinerja yang akan meningkatkan efisiensi belanja dan Dirjen Bina Marga sudah menerapkan kontrak berbasis kinerja yang diperkenalkan dari tahun 2016. Pengalaman sebelumnya yang dimiliki World Bank di Amerika Latin menunjukkan adanya penghematan biaya mencapai 25 - 30%. Dari sisi eksekusi anggaran, agar lebih terfokus untuk menjaga anggaran menuju yang lebih baik lagi.
Materi kedua yaitu oleh Dao Harrison yang membahas bagaimana perumahan di Indonesia. Dibandingkan dengan Negara - negara tetangga lainnya seperti Cambodia, Mongolia dan Filipina, Indonesia saat ini menduduki posisi terendah dalam mengatur perkembangan perumahan. Hal ini disebabkan karena pemerintah masih sedikit memberikan subsidi untuk perumahan yaitu hanya sebesar 16% yang sesuai dengan anggaran konstruksi minimum. Adanya program subsidi KPR yang dilakukan pemerintah merupakan langkah yang tidak baik, karena sangat menghabiskan biaya yang mahal bagi pemerintah sendiri dan pembelinya. Selain itu subsidi KPR menunjukkan adanya standar yang tidak baik.
Adapun langkah yang dapat dilakukan yaitu kualitas dari subsidi harus ditingkatkan sehingga dapat diakses dengan baik. Pemerintah saat ini harus melihat dan menyadari bahwa pasar tidak mampu untuk membeli apa yang ditawarkan sehingga pemerintah harusnya tidak puas dengan apa yang sudah dilakukan. Masih ada pilihan yang bisa dilakukan, melakukan perbaikan masalah yang ada di Indonesia terkait memberikan pilihan rumah dengan harga terjangkau.
Materi ketiga oleh Deviariandy Setiawan mengatakan bahwa, Indonesia memiliki banyak permasalahan air terkait manajemen air yaitu bagaimana ketersediaan air bersih per kapita di berbagai daerah. Ketidakseimbangan distribusi di berbagai pulau ini menyebabkan, Indonesia kesulitan untuk meningkatkan manajemen ketersediaan air per kapita. Dibandingkan dengan negara lainnya, Indonesia masih sangat sedikit memiliki ketersediaan air. Manajemen sumber daya air sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi dan sosial terutama untuk ketahanan pangan dan juga irigasi pertanian. Membahas konsep irigasi terhadap ketahanan pangan yaitu dari 65 juta beras yang dihasilkan, 95% dihasilkan dari sawah yang di irigasi oleh air sehingga irigasi air ini sangat penting.
Berdasarkan RPJMN terakhir, pemerintah meningkatkan produksi beras sebesar 11 ton dan hal ini sangat bergantung dari kontribusi efisiensi manajemen sumber daya air dan produktifitas pertanian. Sektor irigasi sudah mengalami reformasi sejak otonomi daerah, dimana pemerintah daerah memiliki peran besar yaitu untuk mendelegasikan skema dari tingkat provinsi kabupaten untuk daerah irigasi. Skema tersebut yaitu lahan di bawah 1000 ha untuk dikelola oleh kabupaten, luas 1000 - 3000 ha dikelola oleh provinsi dan luas lebih dari 3000 ha dikelola oleh pemerintah pusat.
Dari sisi kualitas belanja, saat ini 65% anggaran masih dikelola oleh pemerintah pusat dan hanya 35% belanja dikelola oleh pemerintah daerah. Anggaran 35% ini masih banyak dipengaruhi dari dana alokasi khusus dan ini mengindikasikan bahwa sumber daya air masih belum menjadi prioritas daerah. Jika melihat dari belanja pemerintah pusat saat ini masih terfokus pada pengembangan infrastruktur pada 2017 contohnya pengeluaran irigasi hanya 16% dan alokasi operasional manajemen per hektar saat ini masih lebih rendah dibandingkan dari yang diperlukan. Selain itu manajemen “dam” hanya 3%.
Deviariandy mengatakan seharusnya pemerintah lebih realistis dalam proses perencanaan, karena pembangunan infrastruktur yang ambisius bukan hanya menjadi beban fiskal tetapi juga mempertimbangkan kapasitas institusi. Rekomendasi yang diberikan yaitu meningkatkan kualitas dan managemen sistem, terkait dengan irigasi di level subnasional dan bagaimana memperbaiki dalam hal perencanaan, anggaran serta hasil monitoringnya.
Materi keempat oleh Irma Magdalena Setiono menjelaskan Pemerintah Indonesia saat ini telah mencapai target dalam pasukan air dan sanitasi yaitu peningkatan akses air minum sebesar 73% dan 69% akses sanitasi. Jika melihat tantangan di sektor ini masih ada kekhawatiran efektivitas dan efisiensi dalam belanja pemerintah dan walaupun terlihat peningkatan belanja, namun masih belum terlihat hasil yang signifikan dari sisi kualitas sanitasi. Membahas tentang isu sektor terkait persediaan air, ada tantangan dari sisi supply dan sisi demand.
Sisi supply yaitu kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang berujung sedikitnya jumlah rumah tangga yang terhubung dan pembangunan pipa - pipa baru masih kurang. Dari sisi demand lebih memilih untuk mendapatkan sumber air dari sumber tanah meskipun mereka memiliki akses dari PDAM, hal ini karena adanya ketidakpercayaan dari aspek kualitas air. Selain itu adanya persepsi air tanah lebih murah dan kurangnya regulasi dari topik ini.
Sisi layanan juga masih sangat rendah, dimana masih banyak rumah tangga yang memiliki septictank yang di bawah standar dan pengepul limbah tinja, pengelolaan air limbah belum optimal dan masih buruk. Rekomendasi yang diberikan yaitu penting untuk dipastikan adanya fokus dalam mengidentifikasi peluang - peluang untuk meningkatkan efisiensi.
Pemerintah pusat perlu memperluas perannya dan secara perlahan melakukan transisi peran dari penyedia infrastuktur menjadi regulator, penegak aturan dan juga mendukung Negara dalam memberikan layanan. Pemerintah juga harus mendukung perusahaan-perusahaan air minum untuk lebih berintegrasi dengan PDAM. Rekomendasi keduameningkatkan manajemen institusi untuk memastikan agar kajian belanja memberikan layanan yang lebih baik dan layanan koordinasi di level pemerintahan.
Pada sesi diskusi mengundang Ikhwan Hakim, Director for Transportation, Bappenas, Herry Trisaputra Zuna, Director of Director of System & Strategy Development for Financing Implementation, MoPWH. Moderator dalam sesi ini yaitu Sudipto Sarkar, Practice Manager for Water.
Gambar 3. Para Panelis Diskusi Indonesia Public Expenditure Review Hari Keempat
Menurut Ikhwan Hakim, sangat penting untuk memperbaiki efisiensi terkait dengan pembelanjaan publik dan ada rekomendasi yang relevan namun semua rekomendasi yang diberikan juga tidak mudah untuk dilakukan. Sudah banyak upaya yang dilakukan bersama dengan pihak Bina Marga untuk meningkatkan kapasitas balai - balai, karena balai - balai ini lebih memahami kondisi setempat dan dapat meningkatkan perencanaan. Faktor pengawasan juga menjadi laporan masalah hal ini terkait dengan sektor di luar yaitu sektor konsultan dan ini perlu dibahas secara mendalam lagi.
Selanjutnya Herry Trisaputra menyampaikan, seperti contoh kasus Sumetera dan proyek tol dalam jangka pendek berhasil membuat jalan sekitar 500 km ruas jalan. Pada sektor jalan perlu untuk melihat bahwa infrastuktur membutuhkan dana, karena alokasi APBN hanya 30% dan saat ini juga kita harus menghadapi pandemi COVID-19. Jadi saat ini bagaimana cara untuk memanfaatkan dana dan perluasan yang mencakup semua sektor dimana ini dimulai dari pendanaan dan penyampaian layanan.
Reporter: Citta Wicakyani
Link Terkait