Reportase Hari Ketiga Indonesia Public Expenditure Review

Improving Quality of Expenditure on Human Capital: Education, Health, Social Assistance, and Nutrition

24 Januari 2020

perh3

Gambar 1. Opening Virtual Events Public Expenditure Review (PER) 2020

Jakarta - World Bank Indonesia mengadakan virtual launch Public Expenditure Review (PER) 2020 atau Kajian Belanja Publik yang bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia. PER 2020 ini bertujuan untuk membantu Pemerintah Indonesia mengidentifikasi kendala utama agar belanja publik dapat lebih efisien dan efektif. Kajian ini juga merekomendasikan cara meningkatkan kualitas belanja untuk mewujudkan tujuan pembangunan Indonesia.

Rabu, 24 Januari 2020 dilakukan pertemuan virtual ketiga dengan topik “Improving Quality of Expenditure on Human Capital: Education, Health, Social Assistance, and Nutrition” dengan mengundang pembicara Rythia Afkar, Senior Education Economist, WB, Juul Pinxten, Social Protection Specialist, WB, Reem Haafez, Senior Economist dan Eko Satyo Pambudi, Health Economist, WB.

Materi pertama dari Rythia Afkar menjelaskan Indonesia telah menunjukkan reformasi penting di sektor pendidikan selama dua dekade terakhir dengan menetapkan 20% anggaran untuk sektor pendidikan. Walaupun adanya peningkatan pada sumber daya, tidak semua sekolah memadai untuk menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi siswa. Selain itu saat ini sumber daya pendidikan masih tidak merata di semua pemerintahan daerah dan level pendidikan. Pendidikan dan pengembangan anak usia dini perlu lebih diperhatikan. Pengeluaran anggaran untuk pendidikan sebagian besar berasal dari pemerintah pusat untuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan digunakan untuk mandat spesifik Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK diperuntukkan untuk mendanai dana operasional sekolah (BOS), tunjangan profesi guru dan untuk infrastruktur.

Rythia menyampaikan terdapat beberapa alasan yang sampai saat ini menjadi penyebab alokasi sumber daya untuk pendidikan tidak optimal. Pertama, adanya distribusi yang tidak merata dari pemerintah pusat. Kedua, alokasi transfer DAK masih lemah dimana hal ini terkait dengan kebutuhan infrastruktur dan terakhir perbedaan dari kapasitas kabupaten untuk mengelola pendidikan. Rekomendasi yang bisa diberikan untuk meningkatkan kualitas belanja yaitu dengan memperkuat koordinasi dan kapasitas dengan pemerintah daerah untuk mengimplementasikan kebijakan pendidikan, memastikan bahwa siswa diajar oleh guru yang berkompeten dan meningkatkan akuntabilitas untuk sektor pendidikan.

perh3 1

Gambar 2. Juul Pinxten menyampaikan materi “Social Assistance”

Materi kedua oleh Juul Pinxten yang menjelaskan 2012 - 2017 anggaran untuk subsidi energi diarahkan dana untuk bantuan sosial. Pada 2020 bantuan sosial meningkat lebih dari dua kali lipat sebagai bentuk tanggap COVID-19. Pengeluaran terus meningkat secara nominal yang berfokus pada program yang sudah ditargetkan seperti bantuan sembako. Hari ini bantuan sosial yang diberikan dirancang untuk memberikan perlindungan komprehensif bagi rumah tangga yang memiliki anak. Bantuan sosial seharusnya lebih responsif terhadap guncangan dan cakupannya diperluas. Juul Pinxten memberikan rekomendasi terhadap bantuan sosial yaitu menetapkan reformasi kebijakan dan desain program yang disesuaikan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pengeluaran untuk pendampingan sosial yang ditagetkan dan yang membutuhkan dukungan. Selanjutnya rekomendasi yang diberikan yaitu memperkuat sistem pengiriman dengan cara meningkatkan koordinasi antara program tingkat pusat dan pemerintah daerah.

Dari sektor kesehatan dibahas oleh Reem Haafez yang menjelaskan seberapa efektif sektor kesehatan di Indonesia. Saat ini Indonesia telah mencapai kemajuan yang siginifikan dalam cakupan kesehatan dan perlindungan keuangan. Tujuan utama yang dicapai oleh Kementrian Kesehatan yaitu untuk meningkatkan status kesehatan penduduk dengan menyediakan cakupan kesehatan universal (UHC) dan memberikan perlindungan keuangan untuk semua. Angka kesehatan di Indonesia saat ini meningkat selama beberapa dekade terakhir namun masih dihadapkan dengan Millennium Development Goal yang belum tercapai dan semakin tingginya angka penyakit tidak menular. Angka kematian maternal menunjukkan setiap 1,4 jam terjadi 1 kematian maternal atau setiap 100.000 kelahiran terjadi 305 kematian maternal. Penyakit ketiga terbesar yaitu Tuberculosis yang pada 2017 mencapai angka kasus baru sebesar 842.000 dan 116.000 kematian akibat Tuberculosis. Selain itu sebesar 8 juta anak atau 1 dari 3 anak di Indonesia menderita stunting.

Hal lainnya yaitu adanya transisi epidemiologis: munculnya penyakit tidak menular dan kondisi kronis dari dampak kondisi sosio demografis dan gaya hidup. Permasalahan kualitas pada fasilitas pelayanan kesehatan di tingkat primer mendorong masyarakat untuk melakukan perawatan ke rumah sakit dengan fasilitas dan sumber daya yang lebih baik. Fasilitas pelayanan kesehatan primer tidak memiliki tes diagnostik dasar, obat esensial dan pedoman diagnostik pengobatan. Praktik pribadi cenderung tidak terfokus pada tindakan pencegahan dan lebih banyak melakukan pengobatan. Juul Pinxten juga menjelaskan bagaimana kelangsungan keuangan JKN yang saat ini berada di bawah ancaman. Seperti diketahui hingga akhir Mei, JKN mengalami defisit sebesar Rp. 31,7 triliun. Pada sistem JKN, bagi fasilitas pelayanan kesehatan primer dibayarkan dengan sistem kapitasi yaitu besaran pembayaran yang menanggung 144 kompetensi di FKTP.

Pemberian insentif rujukan yang berlebihan dan lemahnya sistem pengawasan. Sebaliknya, klaim pembayaran ke rumah sakit pada dasarnya terbuka, adanya kerugian insentif dan pemberian perawatan yang tidak perlu. BPJS Kesehatan memiliki kekuatan sangat lemah dalam mengelola insentif pelayanan yang efektif, perilaku provider yang efisien dan kualitas pelayanan yang baik. Rekomendasi yang dapat diberikan kepada pemerintah yaitu dilakukan reformasi untuk meningkatkan pendapatan tambahan bagi BPJS Kesehatan, mengelola laju pengeluaran dan meningkatkan tata kelola dan akuntabilitas.

Masih dalam sektor kesehatan Eko Pambudi sebagai pemateri keempat membahas lebih lanjut tentang bagaimana mengurangi angka stunting di Indonesia. Mengatasi pencegahan stunting pada masa anak - anak sangat penting karena anak-anak merupakan investasi untuk sumber daya manusia nantinya. Generasi di Indonesia berikutnya yang menerima kesehatan dan pendidikan yang baik hanya sebesar 53%. Namun, untungnya intervensi pada nutrisi merupakan investasi sumber daya manusia yang efektif.

Pemerintah Indonesia mengeluarkan Strategi Nasional Percepatan Stunting (StraNas) 2018 - 2024. Sebanyak 23 kementerian berkomitmen dan menyiapkan Rp 51,9 triliun untuk intervensi pada sektor kesehatan, air dan sanitasi, pendidikan anak usia dini, perlindungan sosial dan keamanan pangan. Permasalahan stunting ini disebabkan dari adanya kualitas akses pemberian perawatan yang tidak baik. Sebagai contoh yaitu rendahnya kemampuan para kader kesehatan di masyarakat untuk memberikan pelayanan kesehatan, konseling, kunjungan kesehatan di rumah dan di dalam komunitas. Selain itu juga para ibu dan bayi baru lahir tidak menerima intervensi baik selama pemeriksaan terutama bagi para ibu yang memiliki pendidikan rendah.

Eko juga menambahkan bahwa masih adanya tantangan yang dihadapi dalam sistem menghambat peningkatan kualitas dalam belanja yang secara langsung berdampak pada stunting. kurangnya data yang reliabel, adanya fragmentasi dalam keuangan dan kurangnya kejelasan dalam peraturan dan tanggung jawab pendanaan dan pelayanan di level antara pemerintahan. Rekomendasi yang diberikan untuk mengatasi masalah ini adalah sebagian besar terkait dengan isu - isu lintas sektoral yang berdampak luas pada kualitas belanja publik secara keseluruhan. Rekomendasi pertama adalan menstandarisasi informasi kesehatan dan sistem akuntansi. Kedua melakukan investasi pada sistem informasi agar menjadi lebih terintegrasi. Ketiga adalah melakukan pelaporan yang baik dalam insentif dan proses akuntasi termasuk dasar pengukuran kinerja. Keempat mengharmonisasi anggaran dan prosedur antara pemerintah pusat dan daerah. Kelima adanya pedoman yang jelas tentang pembagian dana dan pemberian pelayanan di pemerintahan pusat, pemerintahan daerah hingga desa.

Reporter: Putu Citta Wicakyani

Link Terkait