Dialog Nasional Bersama Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden 2024 tentang Kesehatan
Pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Komunitas Profesi dan Asosiasi Kesehatan (KOMPAK) secara hybrid. Kegiatan ini dimulai dengan paparan visi misi pasangan calon Nomor 1 yang langsung disampaikan oleh Anies Baswedan via zoom. Anies menyampaikan visi misi dalam bidang kesehatan yaitu “Akses Kesehatan Berkualitas: Jalan Menuju Indonesia Adil dan Makmur”. Dilatarbelakangi oleh ketimpangan kesehatan antara Indonesia Barat diwakili oleh Jawa dan Sumatera dan Indonesia Timur yang dinilai berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia.
Data menunjukkan bahwa Wilayah Jawa dan Sumatera telah mengalami peningkatan skor IPM sebanyak 5 point dari tahun 2013-2022. Selain itu, 64% dokter dan 74% rumah sakit terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera sementara 68% rumah tangga di luar pulau jawa dan sumatera merasa sulit mengakses rumah sakit. Untuk itu, melalui misinya, Anies Baswedan menyampaikan beberapa strategi khusus di bidang kesehatan dengan meluruskan paradigma baru yang menghadirkan akses kesehatan berkualitas antara lain:
- Dari fokus kesehatan kuratif menjadi fokus kesehatan promotif, preventif dan kuratif
- Dari pendekatan Top Down menjadi pendekatan kolaborasi dan gotong royong
- Dari kesejahteraan tenaga kesehatan belum menjadi prioritas menjadi kesehatan nasional dan kesejahteraan tenaga kesehatan tumbuh berdampingan
- Dari pendekatan sektoral menjadi pendekatan health in all policies
Selain itu, Anies Baswedan juga menyampaikan 6 rumusan agenda strategis ke depan antara lain:
- Penguatan Peran Puskesmas dan Pemberdayaan Masyarakat diantaranya:
- Penguatan fungsi puskesmas dan Posyandu untuk promotif dan preventif
- Peningkatan peran bidan untuk kesehatan ibu, bayi dan tumbuh kembang anak
- Tunjangan khusus setiap bulan untuk kader kesehatan
- Menghadirkan konselor psikolog di puskesmas dan layanan konseling online gratis berkolaborasi dengan lembaga yang sudah ada.
- Pelayanan Rumah Sakit diantaranya:
- Rumah sakit kelas A minimal 1 disetiap provinsi
- Rumah singgah dekat rumah sakit untuk pasien dan keluarga
- Jemput bola pemeriksaan pengobatan dan pelayanan home care untuk lansia
- Sistem rujukan yang efisien dengan dukungan teknologi (ICT) untuk mempersingkat alur rujukan
- Kesejahteraan dan perlindungan tenaga kesehatan
- Status program pendidikan dokter spesialis (PPDS) menjadi tenaga kesehatan dalam pelatihan
- Peningkatan kesejahteraan tenaga medis dan tenaga kesehatan
- Perlindungan tenaga kesehatan termasuk dari tindak kekerasan dan hukum
- Pembiayaan Kesehatan
- Sistem rujukan pelayanan bagi peserta JKN yang lebih mudah dan berorientasi keselamatan pasien
- Evaluasi besaran pembayaran fasilitas tingkat lanjut (INACBGs) dan sistem kapitasi untuk memperkuat pelayanan JKN
- Kemandirian Farmasi dan alat kesehatan
- Menambah produsen bahan baku obat (BBO) yang difasilitasi untuk melaksanakan proses change source
- Penurunan BBO impor 20% atau lebih per tahun secara bertahap
- Pengendalian Penyakit dan Ketahanan Kesehatan
- Penguatan sistem surveilans nasional (data dan sistem terintegrasi)
- Peningkatan kapasitas dan kualitas laboratorium (testing)
- Pengayaan respons pandemi bagi nakes dan kader di lapangan (tracing-treatment)
Selanjutnya, Anies juga meminta peran strategis dari KOMPAK kedepannya antara lain:
- Mitra Penyusunan, pengambilan dan pembentukan kebijakan kesehatan
- Bergerak bersama memastikan pelayanan kesehatan yang berkualitas untuk seluruh masyarakat
- Akselerator peningkatan kesejahteraan tenaga kesehatan
Diakhir paparan Anies menyampaikan bahwa ada 4 komponen perubahan yang menjadi PR yang bisa dikerjakan bersama-sama yaitu:
- Apa yang sudah ada yang perlu ditingkatkan?
- Apa yang sudah ada sekarang perlu dikoreksi?
- Apa yang sudah ada yang yang perlu dihentikan?
- Apa yang belum ada dan harus dibuat baru?
Sesi Diskusi
Pertanyaan pertama dipaparkan panelis dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Dr. Harif Fadhillah, S.Kp.,SH.,M.Kep.,MH. Hanif menanyakan terkait kesejahteraan tenaga medis dan tenaga kesehatan. Instrumen apa yang ingin dibangun paslon untuk mewujudkan kesejahteraan yang beriring dengan pertumbuhan?
Pertanyaan ini ditanggapi oleh Prof. dr. H. Fasli Jalal Ph.D dan Dr. Ganis selaku tim sukses pasangan calon 1. Prof. Hasli menyampaikan melihat kebutuhan mulai dari 75.000 desa, 10.000 kelurahan serta komposisi penduduk yang beragam. Dari sini akan ditentukan kebutuhan tenaga kesehatan antara desa dan kelurahan karena memiliki karakteristik berbeda. Setelah jelas kedudukannya, maka syarat minimal untuk dibayar sebagai tenaga profesional di atas UMR untuk menjadi profesionalnya harus diperjuangkan. Sekarang dan kedepan, dengan adanya dana desa maka dijaga spending dari kabupaten untuk kesejahteraan tenaga kesehatan. Ganis melanjutkan bahwa kesejahteraan tenaga kesehatan tidak semata hanya uang, tapi juga jaminan kesehatan hingga jaminan hukum.
Pertanyaan kedua dipaparkan panelis dari Ikatan Bidan Indonesia, Dr. Ade Jubaedah, SSiT., MM., MKM. Jubaedah menyatakan Bidan berperan penting dalam program pemerintah. Apa rencana strategis untuk memperkuat dan memaksimalkan peran Bidan sebagai bagian terintegrasi dalam program penguatan sistem kesehatan nasional? dan bagaimana upaya memastikan kolaborasi interprofesional yang adil dan setara dalam mewujudkan percepatan penurunan AKI, AKB dan Stunting di Indonesia? dan bagaimana kesejahteraan bidan di daerah DTPK? serta bagaimana implementasi penempatan bidan di Desa?
Pertanyaan ini ditanggapi oleh Prof. dr. H. Fasli Jalal Ph.D yang menyatakan jika semua kepala daerah di dorong agar DAU, DAK dikaitkan dengan pencapaian KPI, maka kesejahteraan bidan akan dilihat sebagai tenaga profesional.
Pertanyaan ketiga dipaparkan panelis dari Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI), Budi Djanu Purwanto, SH., MH. Djanu menanyakan peran Organisasi Profesi sangat bermakna sejak adanya UU 36 tahun 2014. Berdasarkan UU tersebut ada 11 kelompok jenis tenaga kesehatan. Dalam UU Kesehatan terbaru, peran Organisasi Profesi dihilangkan. Apakah hal ini akan dibiarkan?
Pertanyaan ini ditanggapi oleh Dr. Ganis yang menyatakan Berdasarkan definisi, Organisasi profesi ada kekosongan hukum, dimana ormas dimana organisasi profesi. Ada peluang untuk membahas kerangka regulasi. Dilanjutkan dengan tanggapan Prof. dr. H. Fasli Jalal Ph.D yang menyatakan fungsi Organisasi Profesi sangat vital. Sekarang bagaimana kedudukan Organisasi profesi? Untuk itu, mana yang perlu diperbaiki dan mana yang perlu dirubah. Perlu duduk bersama dengan organisasi profesi
Pertanyaan keempat dipaparkan panelis dari Ikatan Dokter Indonesia, Prof. Menaldi Rasmin, dr, Sp.P(K). Rasmin menyatakan data dari Bappenas menunjukkan serapan belanja kesehatan adalah 6,9% sedangkan ada penghapusan mandatory spending bidang kesehatan. Bagaimana strategi pemenuhan anggaran untuk mengatasi masalah kesehatan AKI, AKB, Stunting, penyakit TB dan Kusta, serta pemenuhan dan keterjangkauan layanan kesehatan di tingkat masyarakat? dan juga keamanan, kesejahteraan, kepastian jenjang karir bagi SDM Kesehatan?
Pertanyaan ini ditanggapi oleh Dr. Ganis yang menyatakan bahwa yang menjadi acuan ilmiah belanja kesehatan 5% GDP bukan APBN untuk mencapai UHC. Angka saat ini untuk belanja kesehatan sekitar 3% dari GDP. Untuk itu, perlu mendorong peningkatan GDP untuk kesehatan. Prof. Hasli menambahkan bahwa kita butuh pembiayaan kesehatan yang lebih besar. Untuk itu, perlu mencari sumber pendanaan kesehatan lainnya dari berbagai sektor di Kementerian.
Pertanyaan kelima dipaparkan panelis dari PATELKI, Atna Permana, SKM., M. Biomed. Atna menyampaikan bahwa Laboratorium belum terintegrasi dan menjadi komponen vital yang disebutkan regulasi dari pusat hingga di daerah. Namun ketika terjadi covid, Negara ditentukan oleh Laboratorium. Indonesia ketika menghadapi penyakit baru menjadi rentan karena laboratorium belum seattle. Bagaimana langkah dan komitmen konkret dalam peningkatan laboratorium karena efek dominonya lebih banyak?
Pertanyaan ini ditanggapi oleh Dr. Ganis yang menyatakan bahwa secara teknis sudah disampaikan di visi misi, jika ada yang kurang bisa diberikan masukan. Prof. Hasli menambahkan
Pertanyaan keenam dipaparkan panelis dari PERSAGI, Prof. Dr. Iskari Ngadiarti, SKM, M.Sc. Ikari menyatakan bahwa dalam strategi health for all, jika dilihat masih terjadi masalah gizi mulai dari gizi kurang, gizi lebih dan defisiensi gizi mikro. Saat ini sudah ada intervensi sensitif dan spesifik yang dilakukan oleh berbagai kementrian yang berbeda. Masalah di lapangan, sulitnya melakukan koordinasi dan lemahnya monitoring dan pengawasannya, bagaimana mengatasinya?. Dalam hal defisiensi gizi mikro, hasil evaluasi konsumsi pangan di Indonesia menunjukkan masih lemah konsumsi protein hewani, sehingga terus terjadi peningkatan masalah. Bagaimana strategi meningkatkan konsumsi B2SA untuk masyarakat yang terkena dampak stunting dan dampak kekurangan gizi?
Pertanyaan ini ditanggapi oleh Prof. Hasli yang menyatakan bahwa Konvergensi antara gizi sensitif dan spesifik kunci untuk penanganan dan koordinasi antar program. Saya melihat yang belum ada, data tingkat desa yang dikumpulkan dari semua posyandu By Name By Address dengan 26 variabel diman 9 variabel untuk intervensi spesifik dan 11 intervensi sensitif, ada yang diterima oleh ibu hamil dan juga intervensi keluarga. Jika dari 26 variabel ini, baik dari data BKKBN, EPPBGM, maupun data kemiskinan kita jajarkan, dan setiap tahun rembuk stunting desa itu sudah berdasarkan data By Name By Address dengan 26 variabel, mana yang perlu seperti wasting makanan tambahan, siapa yang belum dapat tablet fe. Kalau ini di koordinir di tingkat desa, maka usulan kebutuhannya jelas. Dinaikkan dari tingkat desa, kabupaten hingga Pusat. Dana dikeluarkan akan sesuai kebutuhan dari penduduk spesifik.
Pertanyaan ketujuh dipaparkan panelis dari HAKLI, Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.K.M., M.Kes. Arif menyatakan bahwa Apakah paslon memiliki komitmen merumuskan kebijakan dan mendayagunakan tenaga yang ada di Puskesmas?
Pertanyaan ini ditanggapi oleh Dr. Burhan yang menyatakan bahwa Kami sudah merilis dokumen visi misi program. Yang terkait dengan lingkungan ada di Pola Hidup dan Lingkungan sehat, ada 6 program. Kami belum spesifik bicara tentang air. Silahkan kami diberikan masukan, nanti akan kami akomodasi.
Pertanyaan kedelapan dipaparkan panelis dari IAKMI, Prof. Dr.drg. Wahyu Sulistiadi, MARS. Wahyu menyatakan bahwa pada Visi Health in All Policies, bagaimana komitmen konkrit agenda strategis tersebut dilaksanakan dalam pelaksanaan kesehatan yang berkaitan dengan program promotif dan preventif dalam segala aspek kehidupan mulai dari awal hingga akhir kehidupan? Contoh pengendalian stunting dan bagaimana pengendalian tembakau itu bisa memasuki sektor-sektor lain yang sulit? Juga kaitannya dengan komitmen global, apakah akan meratifikasi FTCT sehingga menjadi anggota yang memiliki komitmen pengendalian tembakau karena peraturan KTR belum efektif?
Pertanyaan ini ditanggapi oleh Dr. Gani yang menyatakan bahwa meratifikasi FTCT butuh diskusi yang panjang. Jika bicara kesehatan promotif dan preventif sangat jelas dalam strategi visi misi. Untuk merokok dari aspek preventif, gaya hidup sehat yang diperkuat,mempermudah akses untuk orang berhenti merokok.
Reporter Candra, MPH (PKMK UGM)
Link Terkait
- Pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar
- Pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka
- Pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD