Dialog Nasional Bersama Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden 2024 tentang Kesehatan

Pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka

Yogyakarta, 16 Januari 2024

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Komunitas Profesi dan Asosiasi Kesehatan (KOMPAK) secara hybrid. KOMPAK mendukung sosialisasi dan penyebarluasan visi dan misi para pasangan calon sebagai implementasi ketaatan komunitas kesehatan terhadap Undang-Undang Pemilu. Mereka juga ingin memperkuat posisi tenaga medis, kesehatan, serta asosiasi kesehatan sebagai pemangku kepentingan kesehatan utama, dalam kerangka dedikasi yang setinggi-tingginya untuk pembangunan kesehatan bangsa. Pada sesi kedua, pasangan calon nomor urut 2 tidak dapat hadir pada acara hari ini. Oleh karena itu, kegiatan dilaksanakan dengan menyampaikan aspirasi dari para panelis. Pertanyaan dan masukan akan dicatat oleh tim sukses yang hadir dalam acara, untuk kemudian diteruskan kepada pasangan calon nomor urut 2.

Panelis pertama dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
Dr. Aprisunadi, S.Kep. Ns., M.Kep., Sp.Kep. MB.

17jan1

Aprisunadi menyampaikan bahwa dalam negara ini, saya ingin menekankan dua hal pertama mengenai tenaga kesehatan. Ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang tenaga kesehatan, seperti sertifikasi dan sebagainya. Namun, dalam praktiknya, sertifikasi tidak dihitung atau dinilai oleh negara, berbeda dengan profesi lain seperti guru yang langsung mendapatkan penghargaan setelah memperoleh sertifikasi.

Saya merasa bingung dan bertanya-tanya, mengapa tenaga kesehatan tidak mendapatkan perlakuan serupa? Apakah kita, sebagai tenaga kesehatan, mendapatkan pertanyaan dan jaminan dari negara terkait praktik kita? Saat ini, perlindungan untuk tenaga kesehatan hampir tidak ada, namun yang ada hanyalah penghargaan yang terbilang minim, yakni sekitar 1,2 juta. Artinya, pemberdayaan terhadap tenaga kesehatan belum sepenuhnya dilakukan, terutama di desa-desa. Kami mengusulkan agar desa-desa juga mendapatkan pemberdayaan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan. Namun, masalahnya adalah ketidakjelasan terkait masuknya profesi perawat ke dalam skema JKN tentang Praktek Keperawatan. Kami merasa bingung dan ingin menanyakan siapa yang seharusnya memberikan jawaban terkait hal ini, terutama karena hal ini menjadi perhatian bersama.

 

Panelis kedua dari Ikatan Bidan Indonesia (IBI)
Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes.

17jan2

Emi Nurjasmi menyampaikan bahwa Kami tetap serius dan menantikan bagaimana pesan kami dapat sampai kepada pasangan calon. Jika terpilih menjadi presiden, mereka akan memiliki tanggung jawab terhadap semua aspek kehidupan di negara ini, termasuk hak kesehatan setiap individu sesuai dengan Undang-Undang Dasar. Kami menitipkan pertanyaan mengenai strategi untuk memastikan bahwa setiap orang dapat mendapatkan hak terhadap pelayanan kesehatan.

Sebagai Ikatan Bidan Indonesia, kami ingin memberikan beberapa masukan. Pertama, perlu adanya ketersediaan fasilitas kesehatan yang dekat dengan masyarakat agar mudah diakses. Selanjutnya, pentingnya memperhatikan aksesibilitas dalam konteks jarak dan biaya, termasuk pembiayaan yang terjangkau oleh masyarakat. Kontinuitas peningkatan kualitas layanan kesehatan juga harus dijaga melalui pendidikan berkelanjutan, pemantauan, evaluasi, dan penghargaan terhadap tenaga kesehatan profesional. Selain itu, Emi Nurjasmi setuju dengan pembicaraan sebelumnya mengenai kurangnya penghargaan terhadap tenaga kesehatan profesional, yang sudah mendapatkan sertifikasi namun tidak mendapatkan insentif. Seharusnya, program-program dari pasangan calon 02 dapat mengembangkan strategi dalam konteks pembiayaan yang terjangkau dan peningkatan kualitas dari fasilitas kesehatan.

 

Panelis ketiga dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Mayor Jenderal TNI Dr. Budiman, Sp.BP-RE (K), MARS.

17jan3

Budiman menyampaikan bahwa Para dokter, dokter gigi, perawat, bidan, apoteker, dan tenaga kesehatan lainnya merupakan agen-agen pelaksana yang sangat penting dalam sistem pertahanan dan ketahanan negara ini, terutama dalam menghadapi ancaman di bidang kesehatan. Ancaman tersebut tidak hanya bersifat fisik, namun juga mencakup ancaman penggunaan biologi, kimia, dan sebagainya. Peran mereka sebagai garda terdepan terbukti saat kita berhadapan dengan pandemi COVID-19. Dengan jumlah perawat mencapai 420 jutaan pada tahun 2011, mereka bergabung sebagai garda terdepan dalam kolaborasi pentahelix yang merupakan pilar pertama dalam pemerintahan, melibatkan TNI, Polri, akademisi, pengusaha, dan media.

Sangat penting bagi para calon pemimpin bangsa untuk tetap melibatkan organisasi profesi dan asosiasi kesehatan sebagai mitra strategis pemerintah. Organisasi profesi memiliki fungsi utama untuk melindungi masyarakat dalam aspek kesehatan serta menjaga marwah profesi dalam hal etika, moralitas, dan profesionalisme. Oleh karena itu, keterlibatan mereka sebagai mitra strategis perlu dipertahankan, tergantung pada kemungkinan revisi undang-undang yang mungkin dilakukan oleh pemerintah di masa depan. 

 

Panelis keempat dari Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI)

17jan4PAFI menyampaikan bahwa kami membawa pesan kepada Calon Presiden dari nomor urut 02 yang saat ini menjadi Menteri Pertahanan. Pengalaman dalam menghadapi COVID-19 telah mengajarkan kita betapa pentingnya ketahanan kesehatan nasional, khususnya dalam konteks ketahanan kefarmasian. Mewakili apoteker se-Indonesia, kami ingin memberikan masukan terkait ketahanan kefarmasian. Kami percaya bahwa pemerintah perlu mencapai ketahanan kefarmasian nasional dengan membangun ekosistem farmasi yang sehat, termasuk riset dan investasi di industri farmasi. Penting untuk mempersiapkan ekosistem yang sehat dari hulu ke hilir, mulai dari riset bahan baku hingga penyediaan obat yang terjangkau. Kami berharap pemerintah dapat mempertimbangkan regulasi terintegrasi seperti RUU Kefarmasian yang telah kami usulkan kepada DPR.

Selain itu, kami ingin menyoroti konsep "mining full participation" yang menjadi tren di organisasi profesi saat ini. Kami merasakan bahwa Undang-Undang 17 Tahun 2023 belum sepenuhnya mendukung konsep ini, dan kami berharap pemerintahan yang baru dapat segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk menyempurnakan Undang-Undang 17 Tahun 2023 dalam 100 hari ke depan. Kami tidak menentang undang-undang tersebut, namun kami merasa perlu untuk memberikan masukan guna meningkatkan efektivitasnya.

 

Panelis kelima dari Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia (PATELKI), Ally Kafesa, S.ST., M.Si.

17jan5Ally Kafesa menyampaikan bahwa materi yang telah dibahas sejak pagi hingga sekarang, yang mengungkapkan berbagai hal terkait fasilitas perundang-undangan. Harapannya untuk pasangan calon nomor urut 2, baik calon presiden maupun wakilnya, adalah agar pemerintah dapat memperhatikan laboratorium sebagai bentuk kegiatan atau fungsional yang sangat penting. Ia berharap bahwa dari segi perundang-undangan dan fasilitas, serta peralatan laboratorium, dapat ditingkatkan sehingga mereka dapat menghadapi berbagai situasi yang mungkin dihadapi di masa depan.

Ia menyoroti kebutuhan akan kesiapan laboratorium, khususnya terkait dengan sistem biologi. Ia menginginkan peningkatan dalam hal perundang-undangan dan fungsionalitas laboratorium, sehingga laboratorium dihargai sepenuhnya dan memiliki posisi yang jelas dan diakui. Ia menekankan bahwa pemerintah perlu meningkatkan kualitas dan kualifikasi laboratorium, bukan hanya sebagai pandangan sebelah mata. Selain itu, Ally Kafesa mengungkapkan harapannya terhadap program dan langkah-langkah strategis yang akan diambil jika pasangan calon nomor 2 menang.

 

Panelis keenam dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI).

17jan6Persagi menyampaikan bahwa permasalahan stunting yang selalu menjadi pembicaraan, termasuk dalam peraturan yang dikeluarkan oleh Presiden pada tahun 2021 terkait percepatan penurunan stunting. Dalam lima pilar yang diambil, salah satunya adalah penguatan pengembangan sistem data, informasi, dan inovasi. Meskipun demikian, peran organisasi profesi masih belum optimal, meskipun sudah bekerja aktif di tingkat desa. Target penurunan stunting pada tahun ini seharusnya sudah mencapai 14 persen, namun data terakhir masih mencatat 21,6%.

 

Panelis ketujuh dari Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI)
Prof. drg. Suryono, SH, MM, Ph.D

17janpdgiSuryono menyampaikan bahwa permasalahan pemerataan tenaga kesehatan, terutama dokter gigi, merupakan isu kronis yang belum terselesaikan sejak saya berada di SMA hingga saat ini. Pemerataan tersebut menjadi kendala utama, terutama di daerah pinggiran dan terpencil. Saya ingin bertanya mengenai strategi yang akan diambil oleh Paslon nomor urut 2 dalam satu periode kepemimpinan untuk menyelesaikan masalah pemerataan tenaga kesehatan ini. Menurut evaluasi saya, kurangnya koordinasi di antara kementerian, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan, dan Kementerian Kesehatan, menjadi kendala utama. Saya melihat solusinya adalah dengan meningkatkan koordinasi di tingkat tersebut.

Selain itu, saya mengamati bahwa ada kurangnya pemanfaatan pendanaan terkait beasiswa atau LPDP oleh Kementerian Kesehatan. Dengan koordinasi yang baik antara kementerian, terutama Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri, serta pemerintah daerah, pemenuhan pemerataan tenaga kesehatan, terutama dokter gigi spesialis, dapat lebih mudah dicapai. Inisiatif seperti menempatkan dokter-dokter gigi spesialis di setiap desa dan kelurahan di Indonesia menjadi sebuah ide yang saya harapkan dapat diwujudkan.

Selanjutnya, saya ingin membahas pergeseran paradigma dalam undang-undang kesehatan terbaru nomor 17 tahun 2023. Dengan pergeseran ini, pelayanan kesehatan yang semula bersifat sosial dan ekonomi, kini menjadi industri kesehatan. Saya melihat bahwa orientasi yang lebih pada proses dan keterlibatan investor asing, terutama di Rumah Sakit asing, dapat membawa dampak negatif. Saya berharap Paslon nomor urut 2 memiliki keberanian untuk memerintahkan jajaran kementerian agar selalu berkoordinasi dalam membangun bangsa dan negara. Kemandirian dalam pelayanan kesehatan juga harus diutamakan, dengan menghindari eksploitasi oleh rumah sakit asing untuk kepentingan profit semata. 

 

Panelis kedelapan dari Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI)
Bambang Lukisworo, SKM.

17jan7Bambang Lukisworo menyampaikan bahwa kami ingin menyoroti aspek kebijakan terkait undang-undang nomor 17 tahun 2023. Banyak telah dibahas mengenai pertahanan dan pemerataan. Saya ingin mengemukakan tentang kebijakan yang terasa ambigu, terutama terkait lapangan pekerjaan dan pemerataan. Banyak lulusan kita yang menghadapi minimnya formasi di Kementerian Kesehatan untuk tenaga sanitarian. Seandainya paslon nomor 2 terpilih sebagai presiden, saya berharap ada harmonisasi regulasi antar lembaga dan kementerian, terutama terkait lapangan pekerjaan. Saya juga ingin menyampaikan keprihatinan mengenai partisipasi dan kontribusi lembaga terhadap regulasi yang sama. Meskipun paslon nomor 2 menyuarakan program seperti memberikan makan dan susu gratis, saya berharap hal ini tidak menciptakan ketergantungan di masyarakat.

Apakah program tersebut akan merangsang kemandirian masyarakat atau sebaliknya? Saya berharap agar kebijakan-kebijakan yang diusulkan tidak menjadi blunder dan berdampak negatif pada masyarakat. Selanjutnya, mengenai masalah harmonisasi regulasi, penting bagi pemerintah untuk segera mengatasi persoalan ini agar program-program yang diusulkan dapat berjalan dengan baik. Sebuah contoh konkret adalah kerjasama antara Kementerian Desa dan Kementerian lain, seperti program satu Desa satu sanitarian untuk tenaga kesehatan. Harmonisasi ini akan memungkinkan penggunaan dana desa untuk memberikan solusi bagi tenaga kesehatan di desa. Terakhir, saya ingin menambahkan bahwa program makan siang gratis dan susu gratis sebaiknya tidak hanya menjadi isu kampanye semata. Harapannya, program ini tidak hanya menciptakan ketergantungan dan berhenti setelah kampanye berakhir. Kita perlu memperhatikan pengalaman negara-negara maju yang telah menerapkan program serupa, agar tidak menciptakan ketergantungan di masyarakat kita. Semoga saran-saran ini dapat dijadikan pertimbangan.

 

Panelis kesembilan dari Ikatan Fisioterapi Indonesia (IFI)
Moh Ali Imron, SMPh, S.Sos, M.Fis.

17jan8Moh Ali Imron menyampaikan bahwa tiga isu, yang pertama terkait dengan kurangnya peningkatan kualitas pendidikan nakes di Indonesia sejak undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Kami, terutama para nakes, tidak melihat perkembangan yang signifikan dalam akses pendidikan ini. Saya mengajukan permohonan kepada paslon nomor urut 2 untuk memberikan dukungan nyata dalam pengembangan pendidikan, karena kualitas pelayanan kesehatan erat kaitannya dengan tingkat pendidikan nakes. Isu kedua datang dari Ikatan Fisioterapi Indonesia yang mencatat bahwa sekitar 27% penduduk Indonesia mengalami disabilitas atau cedera pada tahun 2018. Masalahnya adalah kasus disabilitas dianggap sebagai kasus akut dalam JKN, yang berujung pada biaya besar. Saya mengusulkan agar paslon nomor urut 2 mempertimbangkan perubahan dalam penanganan disabilitas, melalui kolaborasi dengan JKN BPJS dan mengakui praktek-praktek ini sebagai bagian dari jejaring pelayanan kesehatan. Terakhir, saya ingin menyoroti pentingnya revisi undang-undang nomor 17 tahun 2023. Perubahan ini diperlukan karena arah sentralisasi yang dapat memengaruhi governance dan peran organisasi profesi yang selama ini efisien. Saya berharap paslon nomor urut 2 dapat mengakomodasi perspektif ini untuk menjaga prinsip pelayanan desentralisasi dan mempertimbangkan tiga pilar dalam penyusunan kebijakan. Masalah lain yang diangkat adalah tentang praktek nakes, disabilitas, dan sentralisasi dalam undang-undang. Semua isu ini membutuhkan perhatian dan dukungan nyata untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan nakes di Indonesia.

 

Panelis kesepuluh dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat indonesia (IAKMI)
dr. Agustin Kusumayati, M.Sc., Ph.D.

17jan10Agustin Kusumayati menyampaikan bahwa terima kasih kepada pasangan calon nomor urut 2 atas komitmennya dalam membangun kesehatan, diibaratkan seperti membangun pertahanan bangsa yang harus memiliki alutsista modern. Namun, yang paling utama adalah memastikan ketahanan rakyat itu sendiri. Oleh karena itu, pembangunan kesehatan harus memperkuat kemampuan rakyat, bukan hanya sebatas kekuatan tentara. Prioritas utama harus diberikan pada upaya promosi dan preventif, dengan peningkatan aktivitas fisik melalui pengembangan tata kota, transportasi, dan lingkungan yang aman.

Pasangan calon nomor urut 2 diharapkan mewujudkan perhatian khusus pada upaya promosi dan preventif, seperti pengendalian tembakau, peningkatan pola makan sehat dengan memanfaatkan sumber daya pangan lokal. Selain itu, dibutuhkan dukungan SDM yang kompeten, cukup kewenangan, dan cukup jumlahnya, serta dukungan pembiayaan dan teknologi. Masyarakat berharap agar pemimpin dapat membangun kemampuan rakyat untuk hidup sehat dengan menyelenggarakan program yang sesuai dengan kebijakan yang memadai.

 

Panelis kesebelas Prof. drg. Anton Rahardjo, MSc (PH), PhD

17jan9Anton Rahardjo menyampaikan bahwa sebagai seorang dokter gigi, saya merasa bertanggung jawab terhadap kesehatan gigi masyarakat, dan sudah tiga dekade terakhir ini kami sebagai profesi merasakan bahwa pemerintah kurang memberikan prioritas pada kesehatan gigi. Hal ini mengakibatkan status kesehatan gigi cenderung memburuk dari waktu ke waktu. Meskipun banyak program telah dijalankan sejak saya masih mahasiswa, dampaknya tidak terlihat signifikan karena kurangnya fokus pemerintah dalam mengurus kesehatan gigi.

Oleh karena itu, kami berharap pemerintah dapat mendengarkan aspirasi profesi kesehatan gigi dan membentuk Direktorat Kesehatan Gigi di Kementerian Kesehatan untuk memperhatikan dan meningkatkan kesehatan gigi masyarakat secara menyeluruh. Selain itu, terkait dengan program untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia, kami berharap paslon nomor urut 2 dapat menampung aspirasi dan unek-unek yang telah disampaikan oleh panelis.

 

Sebagai penutup pada sesi kedua, DR. Dr. Mohammad Adib khumaidi, Sp.OT

17janpMenyampaikan bahwa Terlepas dari satu sisi informasi dan jadwal yang mungkin padat di sela aktivitas. Kami berharap agar pembawa acara dan moderator tetap melanjutkan diskusi dan pertanyaan dari para peserta dengan KOMPAK, mengingat kehadiran 11 organisasi profesi dan 8 asosiasi kesehatan yang serius dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan di Indonesia. Kami ingin dilibatkan sebagai mitra strategis utama dalam permasalahan kesehatan, bukan hanya sebagai penonton.

Kami bukan hanya ingin menghadirkan diri, melainkan juga ingin agar pemikiran yang disampaikan oleh para penelis menjadi pokok pemikiran yang dijadikan kebijakan strategis oleh presiden terpilih. Ini bukan hanya berlaku untuk paslon nomor urut 2, tetapi untuk semua calon pemimpin negara. Kami ingin menyampaikan aspirasi anggota kami di seluruh Indonesia dan berharap pemimpin ke depan dapat menyelesaikan permasalahan kesehatan dengan melibatkan semua stakeholder kesehatan. Kami siap berkolaborasi dan menghindari hal-hal negatif serta menjaga forum ini sebagai wadah keilmuan dan intelektualitas.

Link Terkait