Diskusi ke-15 UU Kesehatan: Dampak Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan terhadap Pelayanan THT
Diskusi ke-15 UU Kesehatan
Dampak Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan terhadap Pelayanan THT
Jumat, 1 September 2023 | Pukul: 13:00 - 15:00 WIB
REPORTASE
Webinar ini membahas dampak Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan terhadap pelayanan THT. Webinar dipandu oleh dr. Mahatma Bawono, MSc, Sp.T.H.T.B.K.L (Ketua Komite Quality Control RSA UGM) selaku moderator.
Pengantar oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D
Webinar diawali dengan pengantar oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. yang menyampaikan peluang dan persiapan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan terhadap pelayanan THT. Dalam UU ini, aturan mengenai kesehatan penglihatan dan pendengaran menjadi satu pada Bab V tentang upaya kesehatan bagian kesepuluh pasal 71-73. Meski demikian, pasal yang mengatur tentang upaya kesehatan pendengaran juga terkait dengan bagian lain yang mengatur tentang sistem informasi, SDM, pendanaan, dan obat serta dimana letak kolegium dan konsil. Ketika berbicara mengenai teori reformasi, transformasi kesehatan merupakan reformasi kesehatan sejati yang mengatur banyak tombol sistem kesehatan untuk mencapai tujuan pada populasi target. Dengan demikian, akan ada peluang untuk mereformasi sistem pelayanan kesehatan pendengaran dengan menggunakan prinsip transformasi kesehatan dengan landasan hukum UU Nomor 17 Tahun 2023. Untuk memanfaatkan peluang ini, diharapkan ada tim tangguh yang berjalan jangka panjang untuk menganalisis UU Kesehatan ini dan memberikan masukan ke pemerintah, termasuk untuk memonitor dan mengevaluasi kebijakan ini.
video
Moderator dr. Mahatma Bawono, MSc, Sp.T.H.T.B.K.L
dr. Mahatma Bawono, MSc, Sp.T.H.T.B.K.L (Ketua Komite Quality Control RSA UGM) selaku moderator menyampaikan bahwa setiap ada regulasi baru maka pasti ada implikasi yang mengikuti. Melalui diskusi ini diharapkan muncul berbagai sudut pandang terkait dengan muatan UU Kesehatan ini terkait dengan pelayanan THT.
Narasumber Utama dr. Agus Surono, MSc, PhD, Sp.T.H.T.B.K.L, Subsp.B.E.(K)
Sesi pembahasan disampaikan oleh dr. Agus Surono, MSc, PhD, Sp.T.H.T.B.K.L, Subsp.B.E.(K) yang mengawali pemaparan dengan menunjukkan berbagai beban penyakit bidang THT mulai dari gangguan pendengaran, ketulian, serumen, OMSK, tuli kongenital, GPAB, presbikusis, hingga ototoksik. Indonesia juga masih menghadapi masalah akses dan mutu pelayanan THT baik terkait dengan ketersediaan, distribusi, dan kompetensi SDM, maupun terkait dengan fasilitas kesehatan di bidang THT yang belum memadai. Selain itu masih ada beberapa tindakan medis yang belum dapat dilakukan di daerah yang disebabkan masih kurangnya SDM, fasilitas dan infrastruktur.
Sebelum UU Kesehatan ini, aturan tentang penanggulangan gangguan pendengaran diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2020 tentang penanggulangan gangguan penglihatan dan pendengaran. Dalam Permenkes ini pada bab 4 pasal 8 diatur tentang penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran yang diselenggarakan secara terpadu, komprehensif, efektif, efisien, dan berkelanjutan. Sementara dalam UU Kesehatan, ketentuan tentang penglihatan dan pendengaran terdapat di pasal 71-73. Meski demikian, terdapat pasal-pasal lain terkait upaya pendengaran antara lain dalam hal pendanaan kesehatan, SDM kesehatan (kolegium, konsil, task shifting, sister hospital), serta dalam hal pengembangan teknologi. Tantangan terkait UU Kesehatan ini antara lain bagaimana menyusun PP sebagai aturan turunan dan bagaimana kerjasama dengan kelompok pelayanan di bidang THT.
video materi
Pembahas dr. Ashadi Prasetyo, M.Sc., Sp.T.H.T.B.K.L., Subsp.N.O.(K) dan dr. M. Arif Purnanta, M.Kes., Sp.T.H.T.B.K.L., Subsp.N.O.(K)
dr. Ashadi Prasetyo, M.Sc., Sp.T.H.T.B.K.L., Subsp.N.O.(K) memberikan tanggapan dengan menggarisbawahi bahwa untuk mencapai tujuan meningkatkan derajat kesehatan dan menurunkan angka disabilitas, harus dipetakan terlebih dahulu berbagai permasalahan kesehatan pendengaran. Prioritas masalah kesehatan pendengaran adalah tuli kongenital dan infeksi kronik. Dengan demikian, perlu ada universal hearing screening yang melibatkan peran multidisiplin, tentunya dengan pendanaan yang mendukung. Kolaborasi yang intens juga dibutuhkan untuk mengatasi tidak meratanya fasilitas dan jumlah dokter THT. dr. M. Arif Purnanta, M.Kes., Sp.T.H.T.B.K.L., Subsp.N.O.(K) menambahkan tanggapan dengan memotret fenomena dari tempat kerja, bahwa masalah alat diagnostik masih jauh tertinggal dan masih menggunakan targeted hearing screening. Apabila screening dapat dilakukan sedini mungkin maka beban biaya untuk permasalahan gangguan pendengaran dapat berkurang.
Sesi Diskusi
Dalam sesi diskusi banyak dibahas mengenai universal hearing screening dengan melibatkan rumah sakit maupun PPK 1. Metode task shifting pada bidan juga dapat dipertimbangkan karena banyak proses kelahiran yang ditangani oleh bidan, sehingga universal screening dapat dilaksanakan sedini mungkin. Diskusi tentang dampak UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan terhadap pelayanan THT diharapkan tidak berhenti dengan berakhirnya webinar ini, melainkan dilakukan secara berkelanjutkan sehingga menghasilkan suatu rekomendasi terhadap peraturan turunan UU kesehatan. PKMK UGM berupaya memfasilitasi hal ini dengan mengembangkan website www.kebijakankesehatanindonesia.net di laman UU Kesehatan.
Reporter: dr. Valentina Lakhsmi Prabandari, MHPM; Nila Munana, S.HG, MHPM