Pokja Kebijakan Aids

KERANGKA ACUAN
FORUM NASIONAL VI JARINGAN KEBIJAKAN KESEHATAN

Tema:
UPAYA PENCAPAIAN UHC 2019: KENDALA, MANFAAT DAN HARAPAN

Sub Tema:
Memperkuat Integrasi Penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam Sistem Kesehatan sebagai Upaya untuk Mendukung UHC 2019

Hotel Bumi Minang Padang dan Universitas Andalas
Padang, 24-26 Agustus 2015

  Pendahuluan:

Dalam Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2015-2019 disebutkan bahwa kebutuhan dana untuk penyelenggaraan program HIV dan AIDS dari tahun 2015-2019 diperkirakan mencapai Rp.6,248,374,000,000 (USD 568,034,000). Perkiraan dana yang bisa dihimpun dengan berpedoman pada situasi saat ini hingga tahun 2019 hanya sebesar Rp.4,419,470,000,000 (USD 401,770,000) yang hampir separuhnya dibiayai oleh hibah luar negeri. Perhitungan mengenai ketersediaan dana dilakukan dengan memasukkan dana dalam negeri dengan asumsi pertumbuhan 20% per tahun pada dana pusat, dan peningkatan 20% dana daerah. Sementara itu, dana dalam negeri yang berasal dari swasta diperkirakan berada pada kisaran 3,4% - 4% dari total pendanaan untuk HIV dan AIDS, termasuk didalamnya layanan kesehatan swasta, bantuan swasta, dan CSR. Ketersediaan dana juga mencakup dana hibah luar negeri dari Global Fund dan dana bilateral lainnya, yang mencapai 49% dari total dana untuk HIV dan AIDS.

Berdasarkan perhitungan kebutuhan dan potensi ketersediaan dana penganggulangan HIV dan AIDS 5 tahun mendatang, terdapat kesenjangan pendanaan mulai dari tahun 2015 sebesar USD 12,057 juta hingga USD 55,870 juta pada tahun 2019. Kesenjangan ini akan semakin membesar pasca tahun 2017 dengan besaran dana yang tersedia hanya sekitar 56% - 57% dari kebutuhan. Kesenjangan yang terjadi pada dua tahun terakhir (2018 dan 2019) ini disebabkan oleh berakhirnya pendanaan dengan skema NFM dari Global Fund pada tahun 2017. Pada sisi lain, Pemerintah Australia (DFAT) dan Amerika Serikat (USAID) yang pada tahun 2014 memberikan bantuan sebesar USD 27,816,495 dan USD 24,496,612 akan mulai mengurangi dukungan pendanaannya mulai tahun 2015 ini sehingga kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan dana untuk lima tahun ke depan jelas akan bertambah besar

Kesenjangan kebutuhan dan ketersediaan dana ini akan mengancam cakupan layanan yang selama ini sudah dicapai oleh program penanggulangan AIDS secara nasional baik dalam upaya promosi dan pencegahan, perawatan, dukungan, pengobatan serta mitigasi dampak. Akibatnya, kemungkinan program HIV dan AIDS mencapai universal coverage pada tahun 2019 menjadi sesuatu yang sulit untuk direaliasikan. Salah satu strategi yang banyak direkomendasikan oleh banyak pihak untuk menjamin keberlanjutan program yang diinisiasi dari Global Health Initiatives adalah dengan mengintegrasikannya dengan sistem kesehatan yang berlaku. Isu penting sebagai konsekuensi upaya untuk mengintegrasikan penanggulangan HIV dan AIDS adalah seberapa jauh sistem kesehatan di Indonesia ini mampu mengadopsi penanggulangan HIV dan AIDS yang komprehensif mengingat selama ini pendanaan APBN hanya difokuskan untuk upaya kuratif, sementara upaya promotif dan preventif masih sebagian besar menggantungkan sumber pendaan dari luar negeri. Demikian pula pendaaan mitigasi dampak lebih banyak dilakukan oleh sektor non-kesehatan kecuali untuk pembiayaan perawatan infeksi oportunistik yang sudah ditanggung oleh JKN. Apakah dengan integrasi ke dalam sistem kesehatan, upaya promosi dan pencegahan bisa memperoleh perhatian yang besar dari pemerintah karena saat ini upaya tersebut sebagian besar dilakukan oleh sektor non-pemerintah khususnya lembaga swadaya pemerintah. Jika pemerintah menyediaan dana bagi kegiatan promotif dan preventif, apakah ada mekanisme yang memungkinkan bagi LSM untuk mengakses pendanaan tersebut sehingga memungkinkan untuk meneruskan peran mereka selama ini?

Sehubungan dengan berbagai permasalahan terkait dengan keberlangsungan program HIV di masa depan dan belum adanya mekanisme yang jelas dalam menintegrasikan penanggulangan HIV ke dalam sistem kesehatan, maka pada forum nasional kebijakan kesehatan kali ini, PKMK FK UGM akan mengembangkans sesi-sesi paralel selama forum ini berlangsung untuk membahas problematikan integrasi penanggulangan AIDS ke dalam sistem kesehatan sebagai antisipasi terhadap pencapaian UHC tahun 2019.

  Tujuan:

  1. Mendiskusikan permasalahan integrasi program dan kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam sistem kesehatan.
  2. Membahas upaya daerah untuk merespon integrasi pelayanan HIV ke dalam pelayanan kesehatan di tingkat puskesmas dan rumah sakit sebagai realisasi atas pendekatan layanan komprehensif dan berkesinambungan (LKB) yang digagas oleh pemerintah.
  3. Membahas kontriibusi dan efektivitas peran sektor komunitas termasuk lembaga swadaya masyarakat dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia.
  4. Menilai kelayakan inovasi dalam pembiayaan kesehatan yang berupa kontrak pelayanan dan manajemen program penanggulangan HIV dan AIDS kepada LSM dengan menggunakan skema dana pemerintah (APBN/APBD)
  5. Membahas tentang strategi untuk mencapai Universal Health Coverage bagi kelompok-kelompok yang terdampak oleh HIV dan AIDS
  6. Membahas perkembangan hasil-hasil penelitian kebijakan HIV dan AIDS yang telah dilakukan oleh akademisi dan praktisi kesehatan masyarakat.
  7. Memperkuat jaringan peneliti dan pengamat kebijakan HIV dan AIDS di Indonesia sebagai upaya untuk melakukan monitoring terhadap kinerja implementasi kebijakan AIDS di Indonesia

  Waktu Kegiatan :

Kegiatan ini akan dilaksanakan bersamaan dengan Forum Nasional VI Jaringan Kebijakan Kesehatan pada:

 Hari / Tanggal : Padang, 24-26 Agustus 2015
 Tempat : Hotel Bumi Minang Padang dan Kampus Universitas Andalas


  Agenda Kegiatan:

Hari I

Senin, 24 Agustus 2015

 

15.00-17.00

Diskusi Paralel – Kelompok HIV dan AIDS

 

Integrasi Penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam Sistem Kesehatan untuk Mendukung Pencapaian UHC 2019

  1. Integrasi kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam sistem kesehatan: Suharni, MA |  materi
  2. Implementasi Layanan Komprehensif dan Berkesinambungan untuk Pencegahan dan Perawatan HIV dan AIDS di tingkat Daerah: Hersumpana,MA  |  materi
  3. Peran Sektor Komunitas dalam Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia: Chrysant Lily, MA  |  materi

Moderator : dr. Juliandi Harahap, MA

 
 
 

17.00-19.00

Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS di Tingkat Daerah

  1. Membangun Critical Conciusness Terhadap HIV dan AIDS Melalui Kebijakan Bupati Jember Tentang Tim Penanggulangan HIV dan AIDS Tingkat Kecamatan, Kelurahan dan Desa. Dewi Rokhmah, SKM., M. Kes  |  materi
  2. PokJa Giwangan: Komitmen bersama Pencegahan IMS, HIV dan AIDS : 

    Ahmad Zubaeri  |  materi

  3. Sistem dan Pembiayaan HIV-AIDS Sektor Lembaga Swadaya Masyarakat : Usulan Kebijakan. 

    Esthi Susanti Hudiono  |  materi

  4. Futurologi of HIV Infection: Bridging Neuoroimmonology Towards Policy: 

    Dito Anurogo  |  materi

  5. Pengembangan 3 Kebijakan Penanggulangan AIDS di Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Edi sampana  |  materi
  6. Integrasi Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS Dalam Kerangka Sistem Kesehatan di Kota Medan. Lita Sri Andayani, SKM, M. Kes  |  materi

Moderator : Sudirman Nasir, PhD

 

 

 

  Keterangan Lebih Lanjut :

Wisnu Firmansyah atau Sri Hartuti
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Gedung IKM Sayap Utara Lt. 2, Fakultas Kedokteran UGM
Jl. Farmako, Sekip Utara, Yogyakarta 55281
Ph. /Fax : (0274) 549425 - hunting
Mobile : 081931734353 (Sri Hartuti) dan 081215182789 (Wisnu Firmansyah)
Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.  atau This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 
Website : www.kebijakanaidsindonesia.net 

 

Modul Pelatihan Penulisan Policy Brief :

Modul Pelatihan Penulisan Policy Brief 

Dalam template Policy Brief di atas bisa dibuat dalam 5 topik yang bisa Anda pelajari masing – masing 1 topik yaitu :

 

Hari 1

Hari 1: Introduction 

Pada tahap ini, Anda bisa pelajari materi dari IDRC berikut :

  1. How to Write Policy Brief
  2. Policy Brief Template
  3. ODI - How to write a policy brief
  4. Policy Briefs as communication tool for development  research
  5. Policy Brief - described
  6. Writing a Health Policy Brief with outline

Perlu menegaskan apakah penelitian ini berada dalam tahapan:

  1. Sebelum ada kebijakan. Penelitian ini diharapkan memberi ide untuk penyusunan kebijakan yang relevan.
  2. Saat kebijakan berada dalam proses legislasi untuk menjadi sebuah kebijakan public.
  3. Saat kebijakan dilaksanakan yang mengarah ke riset untuk memahami bagaimana pelaksanaan kebijakan (Implementation Research).
  4. Saat berada dalam fase Evaluasi Kebijakan untuk mengetahui apakah sebuah kebijakan mencapai hasil yang telah ditetapkan.

Sementara itu berdasarkan siapa yang membuat kebijakan, sebaiknya pernyataan tegas mengenai:

  1. Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, atau
  2. Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah propinsi, atau
  3. Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota

Contoh Pengantar salahsatu peserta:
Penelitian ini bertujuan untuk memonitoring pelaksanaan kebijakan Bupati Jember dalam SK Bupati Jember Nomor : 188.45/131.1/012/2014 tentang tim penanggulangan HIV dan AIDS tingkat kecamatan, kelurahan dan desa, dalam membangun critical conciousness masyarakat terhadap program HIV dan AIDS.

Penelitian ini mempunyai fokus pada monitoring kebijakan yang ditetapkan oleh penentu kebijakan di level kabupaten.

Sementara itu, ada satu peserta yang meneliti mengenai kebijakan manajemen di lembaga pelayanan kesehatan. Dalam konteks penelitian, apa yang diteliti merupakan penelitian manajemen. Saya kutipkan:

Tujuan dari Policy Brief (Ringkasan Kebijakan) ini untuk memberi masukan bagi para pengambil kebijakan mengenai Penilaian Kinerja Sumber Daya Manusia Kesehatan di klinik. Selama ini kebijakan yang ada hanya Pedoman Penilaian Kinerja Sumber Daya Manusia Kesehatan di Puskesmas, yaitu Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 857/Menkes/SK/IX/2009. Masukan ini berasal dari penelitian Lubis, dkk. (2013) mengenai penilaian kinerja tenaga kesehatan bagian medis di sebuah klinik di Medan. Penilaian yang ada di klinik tersebut hanya dari atasan yang membuat kekhawatiran subjektifitas penilaian.

Dalam penelitian tersebut, terlihat bahwa keputusan yag diambil berada di level kelembagaan. Dengan demikian pengambil kebijakan di lembaga adalah pimpinan lembaga.

Sebagai catatan dalam Pengantar:
Dengan memperhatikan konteks tingkat pengambil kebijakan maka kita sebagai penulis Policy Brief dapat membayangkan siapa yang akan dituju. Hal ini sangat penting untuk pemberian rekomendasi.

 

 

Masyarakat Praktisi Tentang Hubungan Antara Peneliti dan Pengambil Kebijakan

Program Masyarakat Praktisi
Hubungan Peneliti Kebijakan Kesehatan dan Pengambil Kebijakan Kesehatan

Diselenggarakan oleh:
Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia
&
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Oktober – November 2015

  PENDAHULUAN

Situasi sistem kesehatan di Indonesia saat ini masih mempunyai berbagai tantangan berat. Ada masalah pemerataan pelayanan kesehatan, perencanaan kesehatan yang tidak tepat sasaran, pelaksanaan yang terdesak waktu, belum baiknya kesinambungan dan integrasi antar program kesehatan. Secara geografis masih terdapat ketimpangan antar regional dalam pelayanan kesehatan.

Sementara itu, kecenderungan regionalisasi dan desentralisasi system kesehatan semakin meningkat. Berbagai peraturan baru mengatur kebijakan regionalisasi dan desentralisasi. Konsekuensinya, kebijakan di pusat dan daerah harus sambung, tidak boleh terfragmentasi.

Di sisi pengambilan kebijakan, masih ada kekurangan pemahaman mengenai kebutuhan penelitian yang dapat meningkatkan efektivitas pengambilan kebijakan. Dalam dekade 2000an ini berbagai kebijakan nasional dan regional tentang kesehatan terlihat ditetapkan tanpa masukan dari hasil penelitian. Bagaimana hasilnya? Kebijakan kesehatan sulit dinilai sebagai efektif, dan evaluasi kebijakan pun belum banyak dilakukan. Sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan; apakah memang tidak diperlukan penelitian kebijakan?

Pertanyaan ini menarik karena masalahnya adalah belum tersedianya peneliti tentang kebijakan kesehatan di nasional dan regional/daerah dalam jumlah yang cukup. Saat ini peneliti kebijakan masih langka. Pusat-pusat penelitian kebijakan kesehatan masih terbatas, dan terutama berada di kota-kota besar di Jawa.

Dengan minimnya tenaga peneliti kebijakan, terjadi suatu situasi dimana tidak ada dorongan untuk melakukan penelitian kebijakan. Celakanya di sisi pengambil kebijakan, masih ada pendapat yang menganggap tidak perlu adanya penelitian kebijakan yang independen. Sejarah mencatat bahwa beberapa kebijakan besar (contoh Askeskin, penurunan angka kematian ibu dan bayi, penggunaan pathways), dilakukan tanpa didahului, dimonitor pelaksanaannya, dan dievaluasi oleh penelitian yang independen. Akibatnya efektivitas kebijakan menjadi buruk dan sulit dinilai.

Dalam suasana ini, dapat dipahami bahwa saat ini terjadi kekurangan peneliti dalam kebijakan kesehatan. Kekurangan ini diperburuk dengan kenyataan bahwa penelitian kebijakan merupakan bentuk penelitian multi disiplin yang belum terbiasa dilakukan oleh peneliti di bidang kesehatan. Banyak ilmu dan konsep yang berasal dari ilmu – ilmu sosial dan politik, serta ekonomi. Fakta lain adalah bahwa dana untuk penelitian kebijakan menjadi tidak terperhatikan. Resultan dari berbagai hal tersebut berakibat burukya itu metode penelitian kebijakan dalam system kesehatan menjadi tidak terperhatikan.

Akan tetapi pada beberapa tahun belakangan ini, WHO dalam kelompok Alliance for Health Policy menyelenggarakan berbagai pertemuan dan penelitian untuk menguatkan metode riset dalam kebijakan kesehatan serta system kesehatan. Di tahun 2012 keluar buku yang diedit oleh Lucy Gilson berjudul Health Policy and Systems Research: A Methodology Reader. Buku ini memberi peluang bagi peneliti di Indonesia untuk mengembangkan kemampuan dalam penelitian kebijakan kesehatan dan system kesehatan.

Sebagai seorang peneliti, meneliti saja tidak cukup. Menindaklanjuti hasil penelitian dan mengkomunikasikan dengan pengambilan kebijakan merupakan hal penting dalam proses implementasi kebijakan kesehatan. Berdasarkan latar belakang inilah, Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) bersama Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Univeristas Gadjah Mada (FK UGM) menggagas Masyarakat Praktisi mengenai Hubungan Peneliti Kebijakan Kesehatan dan Pengambilan Kebijakan Kesehatan dengan menyelenggarakan berbagai rangkaian kegiatan pengembangan kapasitas peneliti.

  TUJUAN

Tujuan Masyarakat Praktisi dan Pelatihan Policy Brief ini adalah untuk:

  1. Mempelajari hubungan antara peneliti dengan pengambil kebijakan melalui lesson-learned di berbagai kasus.
  2. Mengembangkan kemampuan peneliti untuk memahami sifat dan budaya pengambil kebijakan
  3. Mengembangkan kemampuan peneliti untuk menyusun Policy-Brief untuk para pengambil kebijakan.

  PESERTA

Peserta yang diharapkan dapat mengikuti Pelatihan ini adalah :

  1. Para peneliti kebijakan kesehatan di berbagai lembaga penelitian / perguruan tinggi di Indonesia
  2. Para analis kebijakan kesehatan
  3. LSM dan/atau kelompok-kelompok yang bergerak dalam advokasi kebijakan
  4. Pengambil kebijakan yang ingin menggunakan hasil penelitian atau advokasi untuk proses pengambilan kebijakan.

  STRUKTUR PROGRAM

Untuk mengembangkan kemampuan anggota dalam mencapai tujuan tersebut, ada beberapa modul yang dapat diperdalam dengan total pembelajaran selama 2 bulan melalui metode blended learning, yaitu :

  1. Modul Pelatihan Penulisan Policy Brief :
    1. 5 hari pembelajaran modul Penulisan Policy Brief ( 5 - 10 Oktober 2015)
    2. 1 minggu untuk penulisan materi policy brief bagi peserta (12 - 17 Oktober 2015)
    3. 1 minggu review terhadap hasil penulisan (19 - 24 October 2015)

  2. Modul Memahami Proses Pengambilan Kebijakan dan Mengenali siapa dan Sifat-Sifat para pengambil kebijakan; 
    (2 - 29 November 2015)
    1. 10 hari pembelajaran modul I
    2. 10 hari pembelajaran modul II 
    3. 1 minggu untuk review hasil 

  3. Modul Penggunaan berbagai sarana, termasuk Policy Brief untuk melakukan advokasi. (1 - 30 Desember 2015)
    1. 10 hari untuk pembelajaran modul 
    2. 10 hari untuk penulisan dan tugas – tugas 
    3. 7 hari untuk review hasil 

  PENDAFTARAN

Pendaftaran dilakukan mulai tanggal 25 – 30 September 2015 melalui email ke This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. atau This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 

Biaya pendaftaran sebesar Rp. 500.000,- per modul dan mendapatkan sertifikat ber-SKP pada akhir pelatihan yang akan dikirimkan melalui pos.
Biaya pendaftaran dapat ditransfer melalui rekening PKMK FK UGM di Bank BNI Cabang UGM Yogyakarta no. 0203024192.

Sarana yang perlu dipersiapkan oleh peserta adalah email aktif, koneksi internet yang stabil untuk mengikuti pelatihan melalui mailing list, email dan webinar (online course).

Keterangan lebih lengkap silakan menghubungi :
Angelina Yusridar / Wisnu Firmansyah
Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia
Telp : +628111498442 / +6281215182789
Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.  / This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. / This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.  
Website : www.kebijakankesehatanindonesia.net 

 

 

Program jangka pendek I

  kembali

Susunan Kegiatan Pelatihan Pengembangan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Berbasis Telekomunikasi

No.

Tanggal

Materi

Keterangan

1

Selasa, 7 Juli 2015

Pengenalan Program Penyelenggaraan FKKI Padang Berbasis Telekomunikasi

Oleh Prof. dr.  Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D

materi

video

2

Rabu, 15 Juli 2015

Pelatihan Teknis IT untuk Co- Host Penyelenggaraan FKKI Padang Berbasis Telekomunikasi

Oleh PKMK FK UGM

 

Rabu, 29 Juli 2015

Uji Coba I : Keikutsertaan Peserta dalam Penyelenggaraan Diskusi Relay oleh PKMK FK UGM

Diskusi Panel Forum Indo HCF Kedua: Pengaruh JKN Terhadap Program KIA di Puskesmas

 

6-11 Agustus 2015

Penyelenggaraan Seminar tim co – Host untuk di relay oleh anggota Co – Host lain sebagai bagian dari uji coba II.

 

24-26 Agustus 2015

Keikutsertaan co – host dalam Forum JKKI di relay dari Padang

Tor kegiatan

22-23 September 2015

Evaluasi Kegiatan Co – Host selama jangka pendek

Tor Kegiatan

 

 

Pengembangan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Berbasis Sistem Telekomunikasi


Pengembangan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia
Berbasis Sistem Telekomunikasi

  PENDAHULUAN

Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia adalah suatu jembatan penyambung berbagai pemangku kepentingan dalam keijakan kesehatan di Indonesia. Mereka yang bergabung : para peneliti, akademisi, pemerhati, praktisi kebijakan, kelompok masyarakat, wakil rakyat, birokrat, penamat dari berbagai profesi dan lembaga.

Forum ini telah 6 kali digelar, setiap tahun berturut-turut di Jakarta (UI), Makasar (UNHAS), Surabaya (UNAIR), Kupang (UNDANA), Bandung (UNPAD), dan Padang(Universitas Andalas).

Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) merupakan jaringan informal yangtelahberdirisejak 2010. Kegiatan saat ini terutama menyelenggarakan:

  1. Pertemuan nasional setiap tahun untuk membahas berbagai kebijakan nasional;
  2. Berbagai pertemuan ilmiah;
  3. Penelitian bersama antara perguruan tinggi dalam kebijakan kesehatan;
  4. Pelatihan bersama dalam Metode Riset Kebijakan;
  5. Penggunaan website www.kebijakankesehatanindonesia.net 

Kegiatan pertemuan ilmiah dalam jaringan saat ini, termasuk forum nasional dikerjakan sebagian besar menggunakan tatap muka. Keadaan ini menyebabkan minimnya pertukaran informasi dan pengetahuan antar anggota. Kegiatan terbatas di kota-kota besar yang sulit diakses oleh anggota JKKI yang berada di kota-kota propinsi dan kabupaten kecil. Akibatnya pengembangan ilmu pengetahuan, kurang merata walaupun saat ini website kebijakan kesehatan sudah mulai berfungsi walaupun masih belum maksimal.

Dalam hal ini kebutuhan untuk penyebaran ilmu dan penguatan anggota JKKI di berbagai propinsi perlu dikembangkan terus. Mengapa?
Dalam sistem kesehatan yang terdesentralisasi di Indonesia, kebutuhan untuk melakukan pengembangan pengetahuan di segala bidang terutama di bidang kebijakan semakin besar. Sebagai gambaran berbagai kebijakan kesehatan yang dilakukan di tingkat nasional dan daerah perlu untuk dapat disebarluaskan hingga ke pelosok wilayah di Indonesia. Di sisi lain berbagai kegiatan skala nasional menjadi penting bagi akademisi / peneliti untuk mengembangkan diri.

Apa saja tantangan saat ini?

tan1Tantangan pertama adalah banyak kegiatan yang dilakukan di tingkat pusat yang tidak sampai ke level di daerah. Banyak kegiatan yang dilakukan di salah satu wilayah hanya dapat diikuti oleh peserta di wilayah tersebut saja, sehinga peserta dari tempat lain tidak bisa mengikuti. Hal ini dikarenakan akses yang sulit dan belum terjangkau oleh dana peneliti atau lembaga. Padahal, kegiatan – kegiaan di bidang kebijakan kesehatan secara signifikan sering dilakukan sebagai bagian dari penyebaran informasi.

tan2Tantangan kedua adalah lembaga pendidikan dan penelitian masih minim terhadap perkembangan teknologi modern jarak jauh yang sebenarnya mampu mendekatkan pada perkembangan kebijakan kesehatan. Beberapa lembaga di luar pulau Jawa masih minim akses untuk mendapatkan seminar atau workshop yang dapat membantu dalam pengembangan kapasitas lembaga dan personal..

tan3Tantangan ketiga adalah sumber daya keuangan untuk menjalankan kegiatan diseminasi riset kebijakan. Masalah ini menarik karena mempunyai ciri seperti "telur dan ayam" dengan tersedianya peneliti. Dengan adanya kekurangan peneliti kebijakan kesehatan yang baik, maka kemampuan menulis proposal, melaksanakan penelitian, dan mempengaruhi proses kebijakan menjadi lemah. Sementara itu logika dan peraturan menyatakan bahwa sebagian dari anggaran program kesehatan, termasuk kebijakan besar seperti Jaminan Kesehatan harus dimonitor dan dievaluasi oleh lembaga independen..

Latar belakang tersebut di atas mendorong perlunya program pengembangan Jaringan Kebijakan Kesehatan berbasis Telekomunikasi di Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Kedokteran

  TUJUAN DAN MANFAAT

Kegiatan ini mempunyai sasaran kelompok yaitu universitas yang mengembangkan penelitian kebijakan kesehatan. Ada beberapa tujuan yaitu:

  1. Mendukung masyarakat /akademisi di daerah untuk dapat mengikuti program – program di luar daerah terutama dalam hal diseminasi hasil penelitian kebijakan kesehatan
  2. Memberikan kesempatan kepada para peminat kebijakan kesehatan di daerah yang jauh dari pusat pengembangan ilmu dengan mengikuti berbagai pertemuan secara online, sekaligus menjadi penyelenggara untuk daerah yang bersangkutan.
  3. Mengembangkan simpul – simpul pengembangan penelitian kebijakan di perguruan tinggi kesehatan di seluruh propinsi di Indonesia dengan cara memperkuat tata-kelola

Sasaran Kegiatan

Perguruan Tinggi yang tergabung dalam JKKI dan menjadi pelaku dalam sistem Telekomunikasi ini akan mampu:

  1. Menjadi penyelenggara di daerah (Co-Host) berbagai pertemuan nasional dengan cara merelay dan mengelola kegiatan untuk daerahnya;
  2. Menjadi penyelenggara kegiatan ilmiah diperguruan tinggi masing dimana kegiatan dapat dinikmati secara langsung oleh perguruan tinggi lain secara live melalui Webinar (menjadi pusat kegiatan ilmiah dalam jaringan).
  3. Menjadi lembaga pendidikan yang aktif memberikan masukan di web www.kebijakankesehatanindonesia.net  

bagantelecon2

Untuk system Relay, lembaga pendidikan tinggi kesehatan atau lembaga konsultan dapat melakukan relay dan mengumpulkan peserta. Bagi lembaga yang melakukan relay, dapat menyimpan dana pendaftaran sebesar Rp 100.000,- untuk keperluan penyelenggaraan di tempat. Sebagai gambaran:

  • Apabila Relay di Tempat X dapat mengumpulkan 20 orang, maka akan ada dana 20 x Rp 150.000,- = Rp 3.000.000.
  • Tempat Relay X ini memperoleh Rp 2.000.000 untuk keperluan pengelolaan di daerah.
  • Pengelola Tempat Relay X ini mengirimkan Rp 1.000.000,- kekas Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia untuk disimpan sebagai modal pengembangan kegiatan selanjutnya.

Struktur Program Pengembangan

Jangka Pendek.

Program pengembangan ini akan berjalan sekitar 9 bulan dengan kegiatan sebagai berikut:

Silhkan klik pada kotak dibawah ini untuk megetahui program-program yang sudah berjalan

kuning2

 

Kegiatan Jangka Pendek:

Juli- September 2017:

  • PKMK melatih beberapa Perguruan Tinggi untuk siap menjadi Co-Host Forum Nasional JKKI di Universitas Gadjah Mada serta menyelenggarakan kegiatan Forum Nasional Kebijakan Kesehatan Indonesia VII secara satelit (online) di masing – masing wilayah.
  • Universitas / lembaga yang terlibat akan mengenakan biaya sebesar Rp. 600.000,- kepada peserta yang hadir di pertemuan di wilayahnya untuk mengikuti FKKI secara online. Untuk mahasiswa (S1, S2, S3), biayanya adalahRp 250.000,-
    Biaya tersebut terbagi menjadi:
    1. 50% menjadi hak penyelenggara;
    2. 50% menjadi hak panitia FKKI di Padang sebagai biaya ujian, pembuatan sertifikat, dan pengiriman.
      Sertifikat disediakan oleh Pusat. Sertifikat diberikan setelah peserta mengikuti ujian pasca Forum Nasional VII. SKP setara dengan SKP berbagai Profesi.
  • Peserta pengembangan terdiri dari tim pengelola unit penelitian / lembaga pendidikan kesehatan yang ada di perguruan tinggi masing-masing. Tim terdiri dari:
    • Dosen
    • Tenaga IT di PT masing-masing
    • Sekretaris/Manajer Program yang akanmengelolakegiatan.

  

 

  Informasi lebih lanjut:

Shita Dewi
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Gedung IKM Sayap Utara Lt. 2
Jl. Farmako, Sekip Utara Yogyakarta 55281
Telp/Fax.(0274) 549425 (hunting)
E-mail: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 

 

 

 

 

Workshop Penggunaan Sistem Kontrak di Sektor Kesehatan Untuk Mengantisipasi Kenaikan Anggaran Sektor Kesehatan Menjadi 5%

Hari ke III Workshop

Sistem Kontrak

Penggunaan Sistem Kontrak di Sektor Kesehatan Untuk
Mengantisipasi Kenaikan Anggaran Sektor Kesehatan Menjadi 5%

Dalam Forum Nasional Kebijakan Kesehatan Indonesia

Diselenggarakan oleh
Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia dan Universitas Andalas,
Rabu, 26 Agustus 2015

  PENGANTAR

Berbagai kebijakan besar saat ini dilaksanakan di Indonesia, seperti kebijakan penurunan kematian ibu dan bayi, Jaminan Kesehatan Nasional, pencegahan kanker hingga kebijakan pengendalian HIV-AIDS. Kebijakan-kebijakan kesehatan dilakukan berdasarkan Regulasi di tingkat UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Menteri Kesehatan.

Berbagai Kebijakan yang ada dapat dinilai dalam isi dan keadaan pelaksanaan. Ada 4 kondisi besar yang dapat digambarkan dengan matriks sebagai berikut:

 

Kebijakan disusun dengan isi yang baik

Isi Kebijakan tidak baik

Kebijakan dilaksanakan dengan baik

A

B

Kebijakan tidak dilaksanakan dengan baik

C

D

Pada harapannya, kondisi kebijakan berada di kotak A. Akan tetapi ada kemungkinan berada di kotak-kotak lainnya, bahkan ada di kotak D.

Di tahun 2016, kebijakan publik melalui UU APBN, akan memberikan kewenangan pemerintah untuk menaikkan anggaran sektor kesehatan menjadi sekitar 5% dari saat ini. Tujuan kebijakan publik ini tentunya baik untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat Indonesia. Akan tetapi kenaikan anggaran ini mempunyai risiko isinya kurang baik dan pelaksanaan juga tidak baik (Kotak D) karena tidak disiapkan secara detil. Ada 2 situasi penting yang mungkin terjadi di masa depan, yaitu:

  1. Anggaran tidak terserap sempurna karena tahun anggaran yang lalu, Kementerian Kesehatan mempunyai sisa sekitar Rp 2.000.000.000.000,-. Jika anggaran 5% benar-benar dijalankan maka Kemenkes ditaksir akan meningkat sekitar Rp. 20.000.000.000.000,-. Penyerapan dalam jumlah besar ini tidak mudah.
  2. Anggaran terserap namun mutu tidak baik, atau salah sasaran. Ada kemungkinan dana meningkat, namun tidak berdampak pada peningkatan status kesehatan masyarakat.

Salah satu isu kunci dalam persiapan kebijakan kenaikan anggaran 5% adalah kemungkinan diberlakukannya sistem kontrak dalam pelayanan kesehatan. Sistem kontrak ini diberlakukan untuk pelayanan rumahsakit ataupun pelayanan kesehatan masyarakat. Dengan sistem kontrak ini maka pemerintah dapat memberikan kontrak kepada lembaga penyedia jasa untuk memberikan pelayanan. Dengan demikian yang dimaksud adalah kontrak lembaga, bukan kontrak pemerintah dengan perorangan. Sistem kontrak ini diharapkan dapat menjawab risiko tidak terserapnya dana dan dapat mencapai mutu pelayanan kesehatan atau program yang baik.

Sistem kontrak masih merupakan isu kontroversial di sektor kesehatan Indonesia. Pro dan kontra terjadi. Akan tetapi di kebijakan JKN, sistem kontrak telah terjadi dengan dipergunakannya dana pemerintah untuk dipakai di FKTP atau FKTL swasta. Demikian pula di kebijakan AIDS dan KIA, Indonesia telah mempunyai berbagai pengalaman kontrak kelembagaan.


  TUJUAN

  1. Membahas makna sistem kontrak;
  2. Membahas aplikasi sistem kontrak di program Pencegahan HIV AIDS, Penurunan Kematian Ibu dan Bayi, serta Monitoring Mutu pelayanan kesehatan JKN;
  3. Membahas konsep Implementation Research dan Policy Brief dalam kebijakan sistem kontrak.


  AGENDA

Workshop mengenai sistem kontrak ini akan dibagi menjadi 4 kelompok:

  1. Penyusunan Policy Brief untuk sistem Kontrak di pelayanan kesehatan Indonesia, termasuk di kebijakan JKN dan Dana BOK;
  2. Kebijakan Penurunan Kematian Ibu dan Bayi, dan pengalaman menggunakan Sistem Kontrak;
  3. Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian HIV-AIDS dan situasi sistem kontrak saat ini;
  4. Sistem Kontrak, Policy Brief dan Implementation Research.

Acara yang sama adalah Sesi 1 Pembukaan: Pengantar mengenai Tantangan Sistem Kontrak di sector kesehatan Indonesia

Rabu, 26 Agustus 2015

 Waktu

Acara

08.30 – 10.00

Pembukaan:

  • Situasi Contracting di sector kesehatan
  • Masalah SDM Kesehatan dan lembaga kesehatan
  • Situasi Contracting di sektor kesehatan
  • Tantangan di tahun 2016
  • Peran strategis Implementation Research dan Policy Brief di tahun 2016 untuk monitoring kenaikan anggaran

Diskusi

Selanjutnya diikuti secara terpisah oleh berbagai Kelompok, yaitu:

  1. Penyusunan Policy Brief untuk sistem Kontrak di pelayanan kesehatan Indonesia, termasuk di kebijakan JKN dan Dana BOK
  2. Kebijakan Penurunan Kematian Ibu dan Bayi, dan pengalaman menggunakan Sistem Kontrak;
  3. Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian HIV-AIDS dan situasi sistem kontrak saat ini
  4. Sistem Kontrak dan Implementation Research

Policy Brief

  1. Penyusunan Policy Brief untuk sistem Kontrak di pelayanan kesehatan Indonesia, termasuk di kebijakan JKN dan Dana BOK

Waktu

Program

10.30-12.00

Sistem Kontrak di Jaminan Kesehatan Nasional dalam konteks konsep Purchasing:

Prof. Laksono Trisnantro

  • Sistem Kontrak di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
  • Sistem Kontrak di Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan

Workshop:

Memahami arti Kontrak.

Fasilitator: Dwi Handono Sulistyo
Studi kasus: Kegiatan Sister Hospital di NTT

Diskusi akhir: Kontrak untuk kegiatan Imunisasi di Papua. Mungkinkah?

12.00-13.00

ISHOMA

13.00-15.00

Diskusi mengenai kemungkinan Sistem Kontrak untuk APBN (BOK, Dana Dekonsentrasi) dan APBD

Pengantar:
Dana kesehatan di tahun 2016 diperkirakan akan meningkat dari APBN. Disamping itu di berbagai daerah ada dana yang berasal dari APBD. Sesi ini membahas kemungkinanan penggunaan dana APBD dan APBD untuk kontrak kegiatan.

  • Penggunaan Dana APBD untuk melakukan kontrak kerja. Studi Kasus di Kota Balikpapan.
  • Penggunaan Dana Dekonsentrasi untuk melakukan Kontrak kerja dalam Monitoring dan Bimbingan Teknis Program Kesehatan.

Studi kasus:

  • Prospek penggunaan Dana Dekonsentrasi untuk Pembinaan Teknis KIA.
  • Prospek penggunaan Kebijakan Kompensasi BPJS untuk kontrak tenaga kesehatan
  • Prospek CSR untuk kontrak tenaga kesehatan

Fasilitator:
Laksono Trisnantoro
Faozi Kurniawan

15.00-15.15

Coffee break

15.15-16.45

Penyusunan Policy Brief ke berbagai stakeholders untuk  pengembangan Sistem Kontrak menghadapi kemungkinan peningkatan anggaran sektor kesehatan menjadi 5% dari APBN

  • Apa masalah dalam pelaksanaan sistem kontrak?
  • Policy Brief untuk siapa? Apakah sampai ke arah policy brief untuk merubah hukum?
  • Apa yang akan dilakukan pasca kegiatan Fornas 6 JKKI ini?

 

 

Biaya mengikuti Workshop seperti pada informasi di Forum Kebijakan Kesehatan Indonesia adalah :

  • 1 Juni – 23 Agustus 2015 sebesar Rp. 600.000,-
  • On site sebesar Rp. 750.000,-

 

 

 

Arsip Diskusi Tahap I Mengenai Kontrak Di Sektor Kesehatan (Periode 23 Juni - 12 Juli 2015)

back  Kembali

Pemicu Diskusi

Pada hari Senin (15 Juni 2015) Prof. Laksono Trisnantoro menyampaikan pendapat dalam rapat yang diselenggarakan oleh Biro Perencanaan Kemenkes di Bandung. Paper ini membahas opsi sistem kontrak untuk menghadapi rencana kenaikan anggaran sektor kesehatan menjadi 5%. Hal yang ditekankan dalam paper ini jika tanpa ada opsi kontrak dikawatirkan masalah penyerapan Kemenkes akan kembali memburuk dan mutu pelaksanaan program menjadi tidak terjamin. Di samping itu, ada kemungkinan dana kenaikan akan lebih banyak terpakai untuk tindakan kuratif JKN yang seharusnya dapat dibayar oleh masyarakat mampu. Silakan simak paparannya pada link berikut

materi  Materi