video 1 video 2
Pertemuan pelatihan konsultan pada pekan ke IV membahas tentang pelaksanaan pelatihan konsultan dengan tema pemahaman business. Tema ini dibawakan langsung oleh Prof Laksono di Yogyakarta, sementara peserta luar lainnya mengikuti kegiatan ini via webinar.
Menurut prof Laksono seorang konsultan selayaknya memiliki kualifikasi khusus. Seorang konsultan penting untuk memiliki beberapa skills dan perilaku.
Pada topic yang membahas tentang bisnis acumen, Prof Laksono menekankan perlunya memahami dengan baik dan tepat dalam menganalisis masalah klien. Praktisnya adalah bagaimana memahami sifat bisnis klien itu sendiri. Dikarenakan, klien juga memiliki fokus dan karakter masing-masing. Sehingga konsultan akan memiliki berbagai jenis konsultasi berdasarkan ragam lingkungan dan unsur-unsur lain yang mempengaruhinya.
Unsur dan lingkungan yang selayaknya harus dipahami sebagai konteks bisnis klien seperti: Mulai pada peraturan perundang-undangan, peraturan menteri, peraturan presiden, dan lingkungan sekitar klien (ekonomi,politik,dsb).
Untuk materi tentang bagaimana mengelola projek manajemen, dijelakan oleh Prof Laksono akan dimulai pada minggu depan dan dilaksanakan langsung dengan praktiknya. Sehingga para peserta BL konsultan dapat memulai dan membiasakan diri dalam menghadapi klien.
Pengembangan pribadi dan profesionalisme juga mutlak dilakukan oleh konsultan. Setiap konsultan harus didukung oleh kemampuan dan skill untuk menganalisa. Sebab saat ini kata Prof laksono, susah menemukan orang yang ahli dalam ilmu/bidangnya dan balance dengan cara dia berkomunikasi. Maka, kelompok BL konsultan ini memiliki kemungkinan untuk dilakukan placement test untuk mengetahui penempatan kemampuan masing-masing peserta. Dengan jalan ini, kita dapat menempatkan posisi konsultan yang akan menghadapi berbagai model klien. Prof Laksono melanjutkan bahwa tidak ada perbedaan level antara konsultan internasional dan domestic. Konsultan domestic belum tentu lebih buruk dibandingkan dengan konsultan internasional. Hal tersebut tergantung pada bagaimana konsultan memiliki kedalaman ilmu dan cara berkomunikasi dengan klien. Salah satu contoh dalam pengembangan konsultan dapat dilakukan dengan sertifikasi dan sekolah pada jenjang yang lebih tinggi.
DISKUSI
Pertanyaan diajukan oleh Pak Yos mengenai bisnis acumen yaitu apakah sama dalam melakukan analisis internal dan eksternal. Salah satunya saja atau dua-duanya?
Prof Laksono menjawab bahwa analisa yang dilakukan dalam bisnis acumen ini bahkan lebih luas lagi karena akan memahami berbagai faktor luar yang dapat mempengaruhi klien, bagaimana proses dan dampaknya terhadap klien. Dan tenntunya mampu mensistesis akibat dari adanya hubungan/dampak dari luar dan dalam.
dr Aminah juga menambahkan bahwa proses ini memiliki perbedaan dengan penyusunan naskah stratejik dan membutuhkan pengkajian lebih mendalam, karena factor yang mempengaruhi sangatlah beragam seperti berbagai situasi politik, kemampuan (baik dari sisi pembiayaan maupun klien), dan sebagainya.
Prof Laksono melanjutkan dengan kapasitas selanjutnya yang penting dimiliki oleh seorang konsultan adalah cara berfikir yang proaktif. Konsultan harus dapat berfikir dimana orang lain (awam) belum memikirkan hal tersebut. Konsultan memiliki kemampuan untuk dapat memecah-mecah berbagai persoalan dan menganalisisnya. Keseuluruhan persoalan berada pada satu system yang mana memiliki subsistem dan jika salah satu subsistemnya tidak jalan maka system tersebut tidak akan efektif.
Sebagai contoh dalam analisis program rujukan nasional. Apa saja yang diperlukan untuk memikirkan kebijakan menteri saat ini. Terkait syarat-syarat yang diperlukan dan pengalaman sebuah rumah sakit dalam melakukan kegiatan sebagai rumah sakit rujukan nasional yang pada akhirnya memunculkan pertanyaan mengenai kesiapan rumah sakit tersebut menjadi rumah sakit rujukan nasional.
DISKUSI
Pertanyaan dari Hardhantyo menyatakan jika beberapa statement yang dikemukakan oleh Prof Laksono tentang indicator kesiapan rumah sakit rujukan nasional tersebut, apakah indicator tersebut memiliki sumber tertentu atau berasal dari analisis?
Prof Laksono menjawab jika pakem tersebut berasal dari kementrian kesehatan. Dengan adanya pakem tersebut, maka setiap konsultan harus mampu untuk menganalisisnya. Konsultan diharapkan memiliki analisa yang tajam dan problem solving. Konsultan dianalogikan oleh prof Laksono sebagai orang yang duduk di atas meja saja, tetapi orang yang proaktif.
Pertanyaan selanjutnya datang dari Pak hanevi yang menanyakan bahwa apakah ini kompetensi ini juga berlaku bukan hanya bagi konsultan manajemen namun juga untuk konsultan teknis?
Prof Laksono memberikan jawaban jika kompetensi ini berlaku untuk semua konsultan baik manajemen maupun teknis. Dimanapun, konsultan harus memiliki etika dan skill, namun konsultan manajemen harus lebih baik dari konsultan teknis, sebab konsultan manajemen tentunya menghadapi problematika yang lebih kompleks.
Pak Hanevi kembali bertanya dan mencontohkan sebuah permenkes yang jika kurang sesuai dengan paradigm konsultan, maka bagaimana seorang konsultan dalam memposisikan diri?
Prof Laksono menjawab dengan memberikan perumpamaan pada pengembangan rumah sakit rujukan nasional dimana saat ini konsultan rujukan itu harus segera diimplementasikan. Meskipun semua memiliki ideology dalam pengembangannya, seorang konsultan harus berani mengambil sebuah ideology yang terbaik, seperti memegang prinsip equity. Yang tidak hanya memberikan kesempatan kepada masyarakat yang memiliki akses mudah untuk memanfaatkan layanan rumah sakit tersebut, namun mendekatkan akses tersebut kepada masyarakat yang memiliki akses yang sulit. Prof Laksono juga mengungkapkan pada bentuk system kontrak. Harusnya, model lelang seperti itu dapat dihindari. Karena pemecahan masalah dapat berlangsung lama (minimal 5 tahun) dengan mengembangkan komponen-komponen pendukung yang tidak mungkin dilakukan hanya dalam jangka waktu setahun.
Pernyataan berikutnya dari salah satu peserta dinkes aceh menyebutkan bahwa selain konsekuensi dari kebijakan Menkes, peran konsultan dalam membantu pemerintah terutama provinsi terkait kebijakan dalam pembagian tanggung jawab antara kab-prov dan pusat dalam pengembangan rumah sakit regional segera perlu ditindaklanjuti.
Prof Laksono menambahkan dengan kegiatan konkrit yang perlu dilakukan oleh pihak Aceh sendiri dengan melakukan seminar dan mengundang pihak Kementrian Kesehatan seperti Dirjen Bina Pelayanan, dan stakeholder lainnya untuk menggambarkan permasalahan dan pentingnya memberikan pendampingan pada pengembangan rumah sakit regional ini.
Ibu Ina hernawati juga menanyakan bahwa apakah konsultan juga harus membuatkan TOR yang baik/ apakah hal ini juga merupakan bagian dari pekerjaan konsultan? Sebab ibu Ina memiliki opini bahwa konsultan bisa melaksanakan tugasnya dengan baik, artinya mempunyai kemampuan analytic thinking untuk hal-hal yg tidak dipikirkan sebelumnya oleh klien, jika kebutuhan klien, TOR dan penugasannya lebih jelas. Tetapi, kenyataannya banyak klien yang tidak mengetahui apa yang diinginkan dan hasil apa yang diharapkan ketika pekerjaan selesai.
Prof Laksono menjawab dan mengiyakan pernyataan dari Ibu Ina, bahwa kebutuhan klien, TOR hingga penugasan yang jelas merupakan kompetensi dari seorang konsultan.
Pertanyaan terakhir berasal dari Said Muntahaza terkait peran konsultan, untuk implementasi kebijakan rumah sakit regional termasuk bagaimana merumuskan produk-produk hukum daerah supaya bersinergi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, disamping itu peran konsultan juga menganalisis sinergi terhadap aturan-aturan dari kemenkes yang mendukung dan atau yang menghambat implementasi kebijakan tersebut.
Menurut Prof Laksono, tim konsultan harus mengetahui system kesehatan, harus mengetahui masalah hukum, persoalan BPJS, berbagai kasus rujukan ke suatu rumah sakit, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kebijakan dan pelaksanaan rumah sakit regional. Sehingga konsultan dapat mengetahui strategi apa yang dapat dikembangkan.