Resume Hasil Diskusi Analisis Kebijakan 30 September 2013

RESUME HASIL DISKUSI ANALISIS KEBIJAKAN

Berbagai kebijakan dalam bidang KIA telah diterapkan. Namun belum juga memberi dampak dalam upaya penurunan AKI dan AKB di Indonesia. Kebijakan ini perlu dianalisis menggunakan pendekatan segitiga kebijakan dari Buse dkk. Kesimpulan analisis kebijakan adalah sebagai berikut:

Isi

Terjadi fragmentasi pelayanan KIA antara pelayanan primer dengan pelayanan sekunder dan tertier. Penggunaan data kematian absolut ibu dan anak kurang dimaksimalkan. Kebijakan terlalu menekankan pada penggunaan rates dengan data yang sudah terlambat, tidak tepat dipergunakan di level kabupaten, dan memberikan rasa aman yang palsu (misal sudah lebih baik dari angka rata-rata nasional). Kebijakan monitoring dan evaluasi program belum maksimal dijalankan, padahal kunci keberhasilan program berada pada monitoring dan evaluasi program dan pelaksanaan kebijakan. Dana dekonsentrasi untuk perencanaan dan pembinaan teknis (termasuk monev) belum maksimal dipergunakan. Secara tegas dapat dinyatakan bahwa kebijakan KIA tidak fokus pada indikator kematian.

Aktor

Kebijakan selama ini menimbulkan situasi dimana banyak pelaku di pelayanan primer dan pencegahan namun masih kurang di aspek klinis. Hal ini terjadi karena selama puluhan tahun kebijakan dan program KIA aktif dikelola oleh DitJen BinKesmas. Sementara pelaku di rumahsakit yang dikelola oleh DitJen Pelayanan Medik belum begitu aktif (sebelum reorganisasi Kemenkes yang menghasilkan DitJen Bina Upaya Kesehatan). Profesi yang paling banyak menjadi obyek kebijakan adalah bidan. Dokter Spesialis dan dokter umum, serta perawat kurang berperan. Kepemimpinan dokter spesialis dalam pengurangan kematian belum banyak ditekankan. Peran dokter umum terkesan dikesampingkan. Tidak ada tenaga ahli manajemen untuk perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring-evaluasi program KIA. Kerjasama lintas sektor untuk promosi dan pencegahan hulu belum maksimal. Para pelaku promosi dan pencegahan yang lintas sektor belum banyak memberikan kontribusi.

Konteks kebijakan

Dampak kebijakan desentralisasi di sektor kesehatan belum banyak diperhitungkan. Isu program KIA belum diperhatikan di daerah, khususnya di kabupaten. Pemerintah pusat sudah mempunyai perhatian besar untuk KIA, namun tidak mampu mempengaruhi pemerintah propinsi dan kabupaten untuk memperhatikannya. Di berbagai daerah anggaran untuk KIA masih rendah. Kebijakan KIA terlihat hanya satu di seluruh Indonesia. Perbedaan tempat kematian ibu dan bayi dimana di pulau Jawa sebagian besar berada di rumahsakit belum diperhatikan.

Proses Kebijakan

Kebijakan KIA sering ditetapkan secara top-down dari pemerintah pusat. Di masa lalu inisiatif kebijakan sering berasal dari lembaga di luar negeri. Kebijakan yang berasal dari daerah belum banyak muncul. Saat ini dari NTT dan DIY sudah mulai ada inisiatif untuk kebijakan di daerah. Inisiatif daerah ini menimbulkan berbagai inovasi seperti adanya Revolusi KIA di NTT atau penyusunan manual rujukan dan Peraturan Gubernur tentang Rujukan KIA di DIY. Saat ini belum popular adanya tim monitoring dan evaluasi kebijakan dan program KIA yang independen. Akibatnya belum ada mekanisme kontrol yang sehat terhadap efektifitas kebijakan dan program KIA.

Selama tanggal 30 September – 5 Oktober 2013, dilakukan diskusi terkait analisis kebijakan KIA dalam milis This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.. Poin-poin penting yang dapat dirangkum dari pemikiran peserta diskusi adalah sebagai berikut:

  1. Kebijakan KIA di beberapa daerah di Indonesia dinilai belum efektif untuk menurunkan AKI dan AKB karena:
    1. Kebijakan yang diimplementasi di lapangan tidak efektif karena tidak dibuat secara mendetail.
    2. Beberapa program KIA yang dijalankan tidak melibatkan pihak-pihak lain terkait.
    3. Data yang digunakan di tingkat Kabupaten sering tidak menggambarkan kondisi. Belum adanya pelaporan KIA secara Surveilans berbasis database serta kerjasama lintas sektor.
    4. Kasus kematian ibu tidak seluruhnya dilakukan investigasi atau AMP sehingga tidak diketahui secara jelas penyebab kejadian kematian.
    5. Kegiatan Bimtek wilayah Puskesmas tidak dilakukan terpadu dengan berbagai program kesehatan terkait.
    6. Tidak ada sangsi tegas terhadap petugas kesehatan yang telah melakukan kelalaian terhadap tugas dan profesi.
    7. Budaya saling menyalahkan dan budaya kerja yang tidak efektif dan efisien.
    8. Kuatnya faktor sosial ekonomi yang ada di masyarakat.
    9. Minimnya akses pelayanan kesehatan dan sistem pelaporan K1-K4
    10. Kebijakan pembiayaan persalinan (Jampersal) belum optimal. Kebijakan ini hendaknya dapat lebih menjamin peluang seorang ibu untuk meninggal ketika melahirkan lebih kecil.
    11. Ketersediaan, kinerja dan kompetensi SDM tenaga kesehatan belum optimal
    12. Keadaan geografi dan budaya lokal setempat yang kurang mendukung.
    13. Kebijakan Pemda dan Dinkes sering kurang memprioritaskan program KIA dalam agenda tahunan dan minimnya alokasi anggaran menjadi konteks yang perlu untuk diperhatikan. Ada kesan Pemda kurang peduli dengan angka kematian ibu.
    14. Belum ada kebijakan khusus (lokal spesifik) yang dicetuskan dan dikeluarkan oleh pemerintah Provinsi untuk menangani permasalahan KIA di Provinsi. Selama ini hanya mengacu pada kebijakan yang diturunkan langsung dari pusat.
    15. Minimnya insentif dokter spesialis yang dirasa kurang seimbang dengan pelayanan yang mereka berikan
       
  2. Solusi yang ditawarkan oleh para peserta diskusi:
    1. Meningkatkan advokasi pada tingkat pemerintah daerah provinsi dan kabupaten tentang betapa besarnya pengaruh kematian ibu ini dengan indeks pembangunan manusia masa depan di daerahnya.
    2. Perbaikan kualitas SDM kesehatan melalui pelatihan dalam membantu proses persalinan khususnya di fasilitas kesehatan seperti Puskesmas.
    3. Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi (Monev) terhadap program KIA yang dilaksanakan.
    4. Perbaikan komunikasi dan koordinasi. Dalam menjalankan kebijakan KIA perlu adanya komunikasi dan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang efektif (tidak ada anggapan pemerintah pusat adalah raja dan pemerintah daerah hanya sebagai pengikut)
    5. Salah satu syarat turunnya AKI adalah "Penjarangan kelahiran". Untuk mendorong upaya ini, perlu ada data penelitian mengenai proporsi meninggalnya ibu saat melahirkan: anak pertama, dengan anak berikutnya (ke dua dst) untuk usia dan kondisi ibu yang kira-sama (misal bukan primi muda, primi tua, grande-multipara)
    6. Alternatif solusi yang diharapkan dapat menurunkan AKI dan AKB antara lain:
      1. Menambah alokasi anggaran kesehatan untuk program UKM bidang KIA, terutama mengenai klaim Jampersal. Penambahan nominal klaim dan penggantian klaim tidak terlambat diserahkan kepada para bidan.
      2. Mempererat kerja sama lintas sektoral dan antar SKPD baik di tingkat kabupaten/ kota maupun tingkat provinsi.
      3. Regulasi sistem rujukan dari bidan ke Rumah Sakit.
      4. Pemberian pembatasan tertentu bagi pemanfaatan Jampersal, sehingga pemanfaatannya tidak overload dan tidak menciptakan kerugian di aspek lain.
      5. Mengadakan sosialisasi program Jampersal kepada masyarakat dengan melibatkan kader-kader kesehatan setempat
      6. Melibatkan peran aktif masyarakat dalam menurunkan MMR dan IMR, salah satunya adanya kemitraan bidan-dukun dalam pertolongan persalinan
         
    7. Pengalokasian BOK secara merata sampai kepada daerah-daerah pelosok.
    8. Distribusi tenaga kesehatan yang merata yang didukung dengan fasilitas yang memadai.
    9. Perlu adanya kebijakan Penguatan Sistem Rujukan. Kebijakan Penguatan Sistem Rujukan ini menekankan penanganan di fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat dan cepat.
    10. Perlu ada pengiriman peserta tugas belajar bagi dokter umum untuk menempuh jenjang pendidikan spesialis kebidanan.
    11. Dalam rangka menghindari kehilangan data kematian di daerah, bisa dilakukan mulai dari memperbaiki sistem pencatatan dan pelaporan berupa kekonsistenan data yang dikumpulkan dari petugas kesehatan yang berada di lapangan. Perlu dipikirkan teknik pengumpulan data yang merepresentasikan kondisi di lapangan (dengan hasil confident interval yg sempit, bukan hanya melihat nilai p-value yang signifikan).
    12. Melanjutkan program-program yang sudah berjalan seperti:
      1. Sister Hospital --> dapat terus berkembang luas hingga menyentuh daerah pedalaman Indonesia yang masih sulit untuk mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan ibu dan anak serta mendapat dukungan pendanaan dari kementerian kesehatan RI
      2. Pencerah Nusantara --> dapat berkontribusi lebih untuk Indonesia yang lebih baik dan lebih sehat. Setiap tahunnya selalu ada peningkatan dari segi kualitas dan kuantitas bagi mereka generasi indonesia terpilih dari berbagai pendidikan tinggi kesehatan yang siap ditempatkan di seluruh Indonesia.

 

Diskusi Mekanisme Penggunaan Dana Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan

Kerangka Paparan Konferensi Pers
"Desakan Daerah untuk Menaikkan Harga Rokok"

Rabu, 9 Oktober 2013


Topik 1: Analisis Situasi Konsumsi Rokok di Tiga Daerah

Para Narasumber yakni Rizanna Rosemary Darwis (Fakultas llmu Sosial dan llmu Politik, Universitas Syah Kuala, Aceh), Santi Martini (Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya), dan RA Yayi Suryo Prabandari, Dra (Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta), akan memaparkan:

  1. Trend prevalensi dan jumlah perokok di masing-masing provinsi, 
  2. Trend jumlah perokok remaja di masing-masing provinsi,
  3. Faktor-faktor yang mendorong peningkatan konsumsi rokok (iklan rokok, harga, kemudahan membeli batangan dsb) di masing-masing provinsi,
  4. Kebijakan pengendalian rokok di masing-masing provinsi/ beberapa kab/kota, misalnya Kawasan Tanpa Rokok (KTR),
  5. Perlunya meningkatkan harga rokok melalui kenaikan cukai

Topik 2 : Kebijakan Cukai Rokok sebagai Pengendali Konsumsi

Topik ini akan dibawakan oleh Bapak Prof. Bambang P.S. Brodjonegoro, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Rl, dengan rincian paparan sebagai berikut:

  1. Filosofi cukai dalam UU Cukai No 39 tahun 2007
  2. Perkembangan kebijakan cukai dari masa ke masa
  3. Kebijakan cukai terkini dalam kaitannya dengan upaya peningkatan dan simplifikasi tarif cukai rokok

Waktu

Acara

Diisi Oleh

12.00-13.00

Registrasi Peserta dan Makan Siang

Panitia

13.00-13.15

Pembukaan


Dr. Sonny Harry B. Harmadi
Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

13 .15-14.00

Kebijakan Cukai Rokok sebagai Pengendali Konsumsi

  Djaka kusmartata

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Rl

14.00-16.00

Analisis Situasi Konsumsi Rokok di 3 (tiga) Daerah di Indonesia:

Nanggroe Aceh Darussalam

D.I. Yogyakarta

Jawa Timur

Video Diskusi hari I

Pembicara



Rizanna Rosemary, M.Si., MHC

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Syiah Kuala, Nangroe Aceh Darussalam

 

 

 

Dra. Yayi Suryo Prabandari, M.Si, Ph.D

Sekretaris Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

 

 

 

Dr. Santi Martini, dr., M.Kes

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Erlangga, Surabaya


 

 


Moderator:

Abdillah Ahsan, SE, MSE
Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

16.00-selesai

Penutupan dan Rehat Kopi

Panitia

Berita Pers: Berita Pers: Tiga Peneliti dari Surabaya, Yogyakarta dan Aceh Mendesak Pemerintah Naikkan Cukai Rokok


Kerangka Diskusi
"Mekanisme Penggunaan Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan"

Kamis-Jumat, 10-11 Oktober 2013


Sesi 1: Potensi Pemanfaatan Pajak Rokok Daerah bagi Peningkatan Kesehatan Masyarakat

  1. Kebijakan Pajak Rokok Daerah (oleh Dr. Marwanto Harjowiryono, M.A, Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan Rl)
    1. Kebijakan pajak rokok menurut UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 
    2. Ketentuan terkait dengan pajak rokok daerah
    3. Perkembangan penyusunan PMK tentang Pajak Rokok Daerah
       
  2. Potensi Pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan (oleh Prof. dr. Budi Sampurna, SH, DFM, Sp.F(K},Sp.KP, staf ahli medico legal Kementerian Kesehatan Rl}
    1. Kondisi dan permasalahan kesehatan di Indonesia
    2. Trend penyakit tidak menular dan penyakit menular
    3. Kebijakan pembiayaan kesehatan menuju Indonesia sehat
    4. Kebijakan untuk mengantisipasi pelaksanaan Pajak Rokok untuk kesehatan yang berlaku Januari 2014 menurut Kementerian Kesehatan
    5. Tantangan dalam pelaksanaan pelaksanaan pajak rokok untuk kesehatan
       
  3. Pemberdayaan Masyarakat dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat (oleh lr. Tarmizi Abdul Karim, MSc, Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kementerian Dalam Negeri Rl)
    1. Kebijakan Kementerian Dalam Negeri dalam pemberdayaan masyarakat terutama yang berkaitan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat
    2. Lesson learned kabu,paten atau provinsi yang berhasil dalam pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan
    3. Permasalahan dan tantangan upaya pemberdayaan masyarakat
       
  4. Pencapaian MDGs Indonesia: Situasi dan Tantangan (oleh Prof. Nila F. Moeloek, MD, PhD, MDGs Ambasador Indonesia)
    1. Trend pencapaian MDGs Indonesia
    2. Kebijakan pemerintah untuk mempercepat pencapaian target MDGs
    3. Target MDGs yang berkaitan dengan kesehatan yang perlu perhatian khusus

Moderator: Dr. Sonny Harry B. Harmadi (Kepala Lembaga Demografi FEUI)


Sesi 2: Diskusi Mekanisme Penggunaan Pajak Rokok Daerah bagi Kesehatan

  1. Kebutuhan Pemerintah Daerah terhadap Petunjuk Pemanfaatan Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan (oleh Drs. H. Kamil Ganda Permadi, MM, Asisten Ekonomi Kabupaten Kuningan)
    1. Kondisi dan permasalahan kesehatan di Kab Kuningan
    2. Program pemerintah Kab Kuningan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat
    3. Program pemerintah Kab Kuningan dalam pembiayaan kesehatan masyarakat
    4. Potensi pajak rokok daerah untuk pembiayaan kesehatan di Kab Kuningan
    5. Perlunya petunjuk pelaksanaan pajak rokok daerah bidang kesehatan untuk menghindari mis­intepretasi UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
       
  2. Pemanfaatan Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan Melalui Pembentukan Lembaga Khusus (oleh dr. Lily Sulistiyowati, MM, Kepala Pusat Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan Rl)
    1. Trend penyakit tidak menular terutama yang berkaitan dengan rokok
    2. Kebijakan promosi kesehatan untuk mengurangi konsumsi rokok
    3. Potensi Pajak rokok daerah untuk meningkatan promosi kesehatan masyarakat
    4. Perlunya pembentukan Lembaga Khusus yang menangani pajak rokok daerah untuk kesehatan
       
  3. Pengawasan Pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan (oleh Rukijo,SE, MM, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Ditjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan Rl)
    1. Mekanisme pengawasan pemanfaatan dana pajak rokok daerah
    2. Prasyarat pembuatan aturan pelaksanaan pemanfaatan pajak rokok daerah bagi kesehatan

Moderator: Abdillah Ahsan, SE, MSE (Peneliti Lembaga Demografi FEU I)


Sesi 3: Diskusi Panduan U'mum Pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah (oleh Abdillah Ahsan, SE, MSE, Peneliti Lembaga Demografi FEUI)

  1. Tujuan Panduan Umum Pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah
  2. lsi panduan umum: pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum
  3. Tanggapan pemerintah daerah dengan adanya Panduan Umum Dana Pajak Rokok Daerah

Moderator: dr. Lily Sulistiyowati, MM, Kepala Pusat PrQmosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan Rl

Kamis, 10 Oktober 2013

Waktu

Acara

Diisi Oleh

08.30-09.00

Registrasi Peserta

Panitia

09.00-09.15

Pembukaan

Dr. Sonny Harry B. Harmadi
Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

09.15-12.00

Sesi 1:

Pembicara

Kebijakan Cukai Rokok sebagai pengendali Konsumsi

Djaka Kusmartata, SE, MM

Potensi Pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan

Dr Soewarta Kosen, MPH, DrPH

(Peneliti Utama Balitbangkes Kemenkes RI)

Pemberdayaan Masyarakat untuk Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat

Ir. Tarmizi Abdul Karim, M.Sc

Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kementerian Dalam Negeri Rl

Pencapaian MDGs Indonesia: Situasi dan Tantangan

bagian 2

Prof. Nila F. Moeloek, MD, Ph.D

MDGs Ambassador Indonesia

 Video Diskusi hari II

Moderator:

Dr. Sonny Harry B. Harmadi
Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

12.00-13.00

Ishoma dan Makan Siang

Panitia

13.00-16.00

Sesi 2:

Pembicara

Kebutuhan Pemerintah Daerah terhadap Petunjuk Pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan

Drs. H. Kamil G. Permadi, MM

Asisten Ekonomi Kabupaten Kuningan, Jawa Barat

Pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan

Dr. Nana Mulyana, SKMm M.Kes

Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Pengawasan dan Pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan

Rukijo, SE, MM

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Moderator:

Abdillah Ahsan, SE, MSE
Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

16.00-selesai

Penutupan dan Rehat Kopi

Panitia

 

Jumat, 11 oktober 2013

 

Waktu

Acara

Diisi oleh

08.30-09.00

Registrasi Peserta

Panitia

09.00-11.30

Diskusi Panduan Pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan

Abdillah Ahsan, SE, MSE

Peneliti Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Moderator:

dr. Lily S Sulityowati, MM

Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

11.30-13.00

Ishoma dan Makan Siang

Panitia

Konsultan Manajemen dan Tenaga ahli Untuk Menurunkan Kematian Ibu dan Bayi di Kabupaten

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM

Menyelenggarakan Workshop Pengembangan

Konsultan Manajemen dan Tenaga ahli Untuk Menurunkan
Kematian Ibu dan Bayi di Kabupaten

Yogyakarta, 30 Oktober 2013
Pukul 09.00 – 15.00

dapat diikuti dengan Live Streaming melalui:

www.kebijakankesehatanindonesia.net
atau
www.kesehatan-ibuanak.net 

  Pengantar

Angka kematian ibu "melonjak tinggi" di SDKI 2012. Dari 228 menjadi 359. Keadaan ini menarik karena perlu dicari strategi baru untuk mengurangi kematian ibu dan bayi di Indonesia. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM bersama dengan Dinas Kesehatan Propinsi NTT dan DIY mencoba strategi inovatif antara tahun 2010 di NTT dan di DIY, dengan menggunakan jumlah kematian absolut. Hasilnya cukup menggembirakan walaupun masih banyak permasalahan.

Berdasarkan pengalaman tersebut, dalam usaha penurunan kematian ibu dan bayi, diharapkan ada tim konsultan manajemen dan tenaga ahli yang aktif bekerja. Indikator hasil kerjanya adalah menggunakan jumlah kematian absolut. Dibayangkan di sebuah kabupaten, tim konsultan ini melakukan kerjasama dengan pemerintah kabupaten setempat dengan kontrak multi-years. Janji atau target tim konsultan adalah dalam waktu 3 – 5 tahun dapat menurunan kematian ibu dan bayi melalui perubahan cara kerja program kesehatan ibu dan anak di kabupaten tersebut.

Tim ini mempunyai anggota yang multi disiplin, antara lain:

  1. Ahli manajemen pelayanan kesehatan
  2. Dokter Spesialis Obsgin atau dokter umum yang memahami masalah kebidanan dan kandungan, atau bidan;
  3. Dokter Spesialis Anak atau dokter umum yang memahami masalah kesehatan anak;
  4. Ahli epidemiologi;
  5. Promotor kesehatan.

Tim bekerja dengan klien pemerintah daerah dan berbagai pihak terkait di kabupaten, misalnya: tokoh-tokoh masyarakat, LSM-LSM, POGI setempat, IDAI setempat, IBI setempat, IDI setempat, dan berbagai kelompok masyarakat. Pada tanggal 29 Oktober 2013 di Jakarta akan diselenggarakan pertemuan untuk membahas inovasi kebijakan dan perlunya tim konsultan untuk penurunan kesehatan ibu dan anak dan cara kerjanya. (TOR dan Agenda 29 Oktober 2013).

Pada tanggal 30 Oktober 2013, di Yogyakarta akan diselenggarakan workshop untuk menyusun Pengembangan Operasional Tim Konsultan KIA untuk Kabupaten dan Propinsi.

 

  Tujuan:

Kegiatan ini akan bertujuan untuk membahas:

  1. Pengembangan Tim Konsultan Manajemen dan Ahli Teknis KIA di Propinsi dan Kabupaten. Apakah bertumpu di Perguruan Tinggi atau lembaga Swasta?
    Apabila berada di perguruan tinggi, siapa saja anggotanya dan bagaimana struktur dan proses kegiatannya?
  2. Proses Bekerja Tim Konsultan.
    Pra-Kontrak:
    1. Melakukan pendekatan ke Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Propinsi dan Kabupaten mengenai perlunya tim konsultan manajemen dan ahli teknis KIA untuk menurunkan kematian ibu dan bayi
    2. Menyusun perjanjian kerjasama yang bersifat multi-year dengan pemerintah kabupaten dan proponsi dengan dukungan Kementerian Kesehatan.

      Di Dalam Kontrak:
    1. Melakukan analisis kebijakan KIA di propinsi dan kabupaten yang bersangkutan
    2. Melakukan Perencanaan Berbasis Bukti dan menyusun Strategi Pengembangan dengan indicator kinerja Jumlah Kematian Absolut. Penurunan jumlah kematian absolut yang sebenarnya merupakan indicator keberhasilan Tim Konsultam.
    3. Penentuan Strategi Pengembangan dengan menggunakan pemetaan intervensi dari hulu ke hilir
    4. Melakukan Monitoring dan Evaluasi kebijakan, strategi dan program yang dijalankan.

      Pasca Kontrak
    5. Melakukan Monitoring kegiatan secara independen dan terus menerus.
       
  3. Sumber Pendanaan Tim Konsultan:
    1. APBN: Dana dekonsentrasi
    2. APBD: Tenaga ahli
    3. Sumber dana luar negeri
    4. Corporate Social Responsibility
    5. Dana pengabdian dan penelitian dari perguruan tinggi yang bersangkutan.

  Peserta

Siapa peserta workshop?

-  Tim Perguruan Tinggi yang berminat
-  Lembaga Konsultan Swasta yang berminat

Satu tim tersusun minimal atas: Ahli manajemen pelayanan kesehatan, Dokter Spesialis Obsgin atau dokter umum yang memahami masalah kebidanan dan kandungan, atau bidan ; Dokter Spesialis Anak atau dokter umum yang memahami masalah kesehatan anak; Ahli epidemiologi; dan Promotor kesehatan.

Biaya Pendaftaran:

Satu tim:
Tatap Muka (5 orang); Rp 4.000.000,-
Jarak-jauh (5 orang): Rp 2.500.000,- (dilakukan melalui live streaming)

Dapat dibayarkan melalui Bank BNI UGM Yogyakarta no rekening : 0203024192 atas nama Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan atau melalui on site.

Fasilitas tatap muka : materi, konsumsi selama meeting, sertifikat, seminar kit.
Fasilitas jarak jauh : materi

 

  Pendaftaran

Angelina Yusridar/Hendriana Anggi
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Gedung IKM Sayap Utara Lt. 2, Fakultas Kedokteran UGM
Jl. Farmako, Sekip Utara, Yogyakarta 55281
Ph. /Fax : +62274-549425 (hunting)
Mobile : +628111409442 / +6281227938882
Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.; This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Website : www.kebijakankesehatanindonesia.net 

Strategi untuk mencegah Fraud dan Korupsi di Jaminan Kesehatan Nasional: Apa dan bagaimana peran Pengawas Eksternal Independen dan Perguruan Tinggi?

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM

Menyelenggarakan diskusi:

Strategi untuk mencegah Fraud dan Korupsi di Jaminan Kesehatan Nasional:
Apa dan bagaimana peran Pengawas Eksternal Independen dan Perguruan Tinggi?

Rabu, 6 November 2013 | Pukul 08.30 – 13.00
Gedung Granadi Lantai 10, Jalan Rasuna Said (Seberang Kemenkes), Jakarta

Dapat diikuti dengan Live streaming melalui

www.kebijakankesehatanindonesia.net 
dan
www.manajemen-pembiayaankesehatan.net 

  Latar Belakang

Jaminan Kesehatan Nasional mulai tahun 2014. Kebijakan ini menarik karena melibatkan anggaran negara yang cukup besar, sekitar Rp 30 triliun setahun. Dana yang akan dikelola oleh BPJS tersebut merupakan sumber daya pemerintah yang sebaiknya dipergunakan secara efektif. Situasi saat ini menunjukan bahwa model pembayaran Jaminan Kesehatan Nasional yang berbasis pada klaim INA-CBG rawan untuk terjadinya fraud dalam bentuk berbagai penyimpangan misal: Up-Coding, De-bundling, Admisi yang tidak seharusnya, penggunaan obat dan tindakan yang berlebih dan sebagainya. Pengalaman di luar negeri menunjukkan bahwa potensi fraud sangat besar. Di Amerika Serikat dengan teknologi IT yang sudah baik diperkirakan antara 3 – 10% dana jaminan/asuransi kesehatan menjadi fraud. Andai kata di Indonesia terjadi penyimpangan sebesar 10 % maka dana Rp 3 triliun akan hilang sia-sia, atau bahkan memperburuk mutu pelayanan. Fraud ini merupakan sebuah bentuk korupsi yang perlu dicegah oleh seluruh stakeholders.

Apa saja yang mungkin terjadi di Indonesia dalam konteks fraud? Tanpa pencegahan, maka terjadinya fraud dapat merusak, apalagi dengan adanya asumsi kecilnya pembayaran yang diberikan dalam skema INA-CBG. Di beberapa tempat sudah disinyalir ada peningkatan Up-Coding secara sistematis. Adanya fraud akan memperburuk penyerapan dana BPJS oleh daerah yang banyak fasilitas kesehatan dengan yang di daerah sulit.

Potensi Fraud ini perlu dicegah dengan pengawasan internal di BPJS dan Pengawas Eksternal yang Independen. Di UU BPJS ditetapkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan menjadi lembaga pengawas eksternal. Namun dari berbagai diskusi dengan pimpinan OJK terlihat bahwa lembaga ini belum mempunyai kemampuan untuk pengawasan eksternal independen yang masuk detil ke domain klinis untuk pencegahan fraud. Pertanyaan adalah apakah OJK perlu dibantu oleh konsultan pengawas pelayanan klinik yang independen. Apakah diperlukan? Siapa mereka? Apakah perguruan tinggi dapat menjadi konsultan independen? Atau apa lembaga alternatifnya dan siapa orangnya?

 

  Tujuan Kegiatan:

  1. Membahas potensi fraud di pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional;
  2. Membahas peran pengawas internal dan eksternal dalam SJKN;
  3. Membahas potensi perguruan tinggi sebagai pelaku pencegahan fraud.

 

  Acara: 

Waktu

Agenda

08.30 – 09.00

Pendaftaran

09.00 – 09.15

Pembukaan dan Pengantar

09.15 – 10.30

SESI I :

Potensi Korupsi di Sistem Jaminan Kesehatan : Observasi Awal dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

  Niken Ariati - Fungsional Litbang KPK

Deteksi dan investigasi fraud dalam asuransi kesehatan, bagaimanaa situasi di Indonesia.

  Dr. Drg. Yulita Hendrartini, MKes, AAK

10.30 – 10.45

Coffee Break

10.45 – 12.30

Sistem Pencegahan Korupsi dan Fraud secara Internal di BPJS

Pembicara :

  dr. Taufik Hidayat, MM - PT Askes Indonesia

Peran OJK sebagai Pengawas Eksternal

  Sumarjono - Kepala OJK Kementerian Keuangan

Peran Perguruan Tinggi dalam Pencegahan dan Pengendalian Fraud/Korupsi

Fasilitator : Tim PKMK FK UGM

  Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

Sesi Diskusi dan Tanya jawab

12.30 – 13.30

Penutupan dan Makan Siang

 

 

  Peserta :

  1. Eselon 1 dan 2 Kementerian Kesehatan
  2. PT Askes Indonesia
  3. Kementerian Keuangan
  4. FK dan FKM di Indonesia
  5. Perguruan Tinggi
  6. Pengamat Kesehatan

 

  Pendaftaran pada:

Angelina Yusridar / Hendriana Anggi
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Gedung IKM Sayap Utara Lt. 2, Fakultas Kedokteran UGM
Jl. Farmako, Sekip Utara, Yogyakarta 55281
Ph. /Fax : +62274-549425 (hunting)
Mobile : +628111409442 / +6281227938882
Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.; This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Website : www.kebijakankesehatanindonesia.net 

Reportase MTAF

Informasi dan Pembentukan Data Based Konsultan Manajemen Kesehatan
dalam program
Management and Technical Assistance Facility (MTAF)

Prof. Laksono menyampaikan bahwa Global Fund bekerja sama dengan FK UGM akan memfasilitasi para konsultan di Yogyakarta pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya untuk bergabung dalam MTAF Global Fund, diharapkan para konsultan dapat mendaftar di MTAF Global Fund shingga akan terekam dalam databased Global Fund. Dari sinilah MTAF Global Fund akan melakukan verifikasi dan melakukan ratting, sehingga dapat diketahui oleh pengguna yang akan melakukan kerjasama dengan para konsultan tersebut. Beliau juga menyampaikan bahwa konsultan yang sudah masuk di databased MTAF Global fund akan di fasilitasi dan juga dapat di update jumlah dan kebutuhan dari para konsultan dan pengguna.

Sesi I : Informasi dan Pembentukan Operasionalisasi MTAF

Sesi ini disampaikan oleh: Krisyani Inawati, SE,Ak, MBA. Diskusi untuk sesi ini dimulai dengan dr. Rossi Sanusi yang menyampaikan mohon diberikan penilaian yang lebih obyektif bagi peneliti atau konsultan, misalnya pengalaman peneliti, kompetensi, supaya tidak di dominasi oleh para peneliti yang memiliki akses-akses ke UNDP atau AusAID.

Krisyani menjawab membangun sistem yang lebih oyektif dengan memasukkan data di database dengan dan menggunakan scoring, mislnya Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau pemilik proyek maka yang dilakukan kerjasama dengan ULP tersebut. Lalu mekanisme yang obyektif dengan semi manual, kedepannya dilakukan dengan sistem yang otomatis dari software sehingga komputer yang akan menentukan. Kebutuhan oleh peneliti akan di-posting dalam website UGM, sehingga dapat diketahui untuk difasilitasi oleh MTAF Global Fund, untuk peneliti lokal dan bukan hanya untuk peneliti pusat. Prioritas konsultan nasional apabila tidak ada maka akan dicarikan konsultan Internasional.

Dicontohkan dilakukan evaluasi permasalahan yang sering muncul adalah "reporting dan analysis", adanya pertukaran ilmu atau keahlian. MTAF harus disusun oleh PR yang terkoodinir dalam satu model yang melibatkan konsultan lokal sehingga terjadi pertukaran ilmu dengan konsultan internasional. Membuat CV dengan meng-update ekspertisi.

Putu Eka Andayani mempertanyakan apakah sudah ada kerjasama dengan IKMK?

Pemateri menjawab sudah dilakukan kerjasama dengan dr. Nancy dari IKMK --> mau dilebur atau dibawah MTAF. Standar dan klasifikasi sementara sesuai dengan GF, namun masih dilakukan pengkajian untuk standar yang lebih umum.

Dwi Handono mengajukan pertanyaan "Apakah peneliti dapat langsung secara pribadi atau secara kelembagaan? Konsultan lokal yang bekerja di institusi asalnya terlalu banyak".

Pemateri menjawab disediakan juga untuk individu dan juga untuk kelembagaan, tergantung kebutuhan dari masing-masing, dibuat shortlist dalam beberapa paket untuk menghemat waktu. Lebih baik untuk konsultan dari lokal dikarenakan lebih paham dan mengenal jenis konsultan. Konsultan Manajemen berhadapn dengan para eksekutif puncak disebuah lembaga. Konsultan yang baik adalah konsultan yang melakukan seleksi terhadap klien yang akan melakukan kerjasama.

Evidence Base

Konsultan Manajemen tidak bisa bekerja sendiri namun memerlukan tim. Konsultan Teknik dapat dilakukan oleh sendiri tanpa sebuah tim. Dalam suatu Firma Konsultan yang berbasis pada nama besar: misalnya ada nama besar seseorang untuk menarik klien. Apakah terpisah antara konsultan manajemen atau konsultan teknis atau dijadikan satu?. Berdasarkan pengalaman masing-masing konsultan adalah pilihan namun di dalamnya juga perlu adanya suatu tim yang mendukung, secara teknisnya dapat dipecah menjadi beberapa TOR namun dalam satu tema dan tujuan yang sama. Investasi sebagai Konsultan itu cukup menjanjikan

Nina dari Bappelkes mempertanyakan apakah ada masa expired ada?

Prof. Laksono menjawab tidak ada masa expired, kecuali meninggal

Guardian Sanjaya mempertanyakan apakah ada spesifikasi terhadap konsultan tertentu, karena perusahaan ingin melihat qualified.

Pembicara menjawab yakni dengan mengisi jenis spesifikasi yg dimiliki pada menu kategorisasi konsultan (global fund), untuk itu MTAF sedang menyiapkan kategorisasi yang berlaku umum, yang dirumuskan oleh tim kecil di MTAF yang akan segera diberlakukan.

Sealvy Hernawan, mempertanyakan Apakah secara individu dan juga secara kelembagaan, bagaimana yang dipilih dan apakah berpengaruh terhadap rating?

Prof. Laksono menjawab pertama harus memasukkan secara pribadi dan kemudian memasukkan kelembagaannya, dalam sistem MTAF akan juga dilakukan verifikasi terhadap data peneliti yang sudah masuk ke database MTAF, sehingga akan juga dapat berpengaruh terhadap rating-nya.

Kelompok Konsultan Manajemen dan Pendamping Ahli

seminarKelompok Konsultan Manajemen dan Pendamping Ahli


 

panahManajemen Rumahsakit

panahManajemen dan Kebijakan Penyakit yang didanai oleh Global Fund; AIDS, TB, dan Malaria.

Telah diselenggarakan oleh Global Fund pengembangan dalam bentuk Management and Technical Assistance Facilities (MTAF). Tahun ini diselenggarakan berbagai pertemuan di Indonesia untuk menjaring nama-nama Konsultan Manajemen dan Tenaga Ahli Teknis untuk masuk ke database berbasis computer. Untuk mengetahui tujuan dan kegiatan MTAf silahkan

Silahkan klik ke www.konkes.org yang membahas mengenai database konsultan dan mendaftar sebagai konsultan. Silahkan melihat video berikut untuk melihat cara mengisi formulir pendaftaran 

panahKebijakan dan Manajemen Ibu dan Anak.

Angka kematian ibu "melonjak tinggi" di SDKI 2012, dari 228 menjadi 359. Kondisi ini menarik karena perlu dicari strategi baru untuk mengurangi kematian ibu dan bayi di Indonesia. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM bersama dengan Dinas Kesehatan Propinsi NTT dan DIY mencoba strategi inovatif antara tahun 2010 di NTT dan di DIY, dengan menggunakan jumlah kematian absolut. Hasilnya cukup menggembirakan walaupun masih banyak permasalahan. Berdasarkan pengalaman tersebut, dalam usaha penurunan kematian ibu dan bayi, diharapkan ada tim konsultan manajemen dan tenaga ahli yang aktif bekerja. Indikator hasil kerjanya adalah menggunakan jumlah kematian absolut. Diharapkandi sebuah kabupaten, tim konsultan ini melakukan kerja sama dengan pemerintah kabupaten setempat dengan kontrak multi-years.Janji atau target tim konsultan adalah dalam waktu 3-5 tahun dapat menurunan kematian ibu dan bayi melalui perubahan cara kerja program kesehatan ibu dan anak di kabupaten tersebut.Tim ini mempunyai anggota yang multidisiplin, antara lain:

  1. Ahli manajemen pelayanan kesehatan
  2. Dokter Spesialis Obsgin atau dokter umum yang memahami masalah kebidanan dan kandungan;
  3. Dokter Spesialis Anak atau dokter umum yang memahami masalah kesehatan anak;
  4. Ahli epidemiologi;
  5. Promotor kesehatan.

Tim bekerja dengan klien pemerintah daerah dan berbagai pihak terkait di kabupaten, misalnya: tokoh-tokoh masyarakat, LSM, POGI setempat, IDAI setempat, IBI setempat, IDI setempat, dan berbagai kelompok masyarakat. Pada 29 Oktober 2013 akan diselenggarakan pertemuan untuk membahas inovasi kebijakan dan perlunyatim konsultan untuk penurunan kesehatan ibu dan anak dan cara kerjanya. Silakan untuk melihat jadwal selengkapnya

Pengembangan Konsultan Manajemen dan Kebijakan di Sektor Kesehatan

Pengembangan Konsultan Manajemen dan Kebijakan di Sektor Kesehatan


pengembangan konsultanRubrik ini membahas Pengembangan Konsultan Manajemen dan Kebijakan di sektor kesehatan. Mengapa diperlukan pengembangan ini? Seperti kita pahami, sistem kesehatan merupakan sebuah sektor yang kompleks melibatkan berbagai pelaku, berbagai tingkat pemerintahan, dan berbagai teknologi yang kompleks. Lembaga pelayanan kesehatan seperti rumah sakit merupakan lembaga yang kompleks. Untuk meningkatkan kinerja sistem kesehatan dan lembaga kesehatan diperlukan konsultan manajemen dan tenaga ahli (technical assistance).

Saat ini sedang dikembangkan kelompok Konsultan Manajemen dan Pendamping Ahli yang tercatat di tiga bidang, yaitu:

  1. Manajemen Rumah sakit.
  2. Manajemen dan Kebijakan penyakit-penyakit yang didanai oleh Global Fund: Aids, TB, dan Malaria.
  3. Kebijakan dan Manajemen Ibu dan Anak.

Masing-masing mempunyai pengembangan yang berbeda-beda. Silahkan

tes

aasdd

 

27 September 2013 - mohnuh2002

Ada beberapa kemungkinan:

  1. Realisasi Jampersal tidak sesuai rencana. Bisa karena masyarakat tidak tahu, bisa karena bidan tidak tahu, bisa karena kreativitas pejabat dinkes/pemda yang melihat jampersal sebagai sumber dana yang dapat diotak-atik sesuai keinginan sendiri.
  2. Bidan di desa tidak menjemput bola tetapi menunggu bola. Menunggu sesudah orang hamil datang ke dia, dan bukan dia berinisiatif mengunjungi rumah bumil. Apalagi melakukan penyuluhan terhadap ibu baru atau calon ibu.
  3. RS rujukan tidak siap dan tidak punya program utk itu.
  4. Pemda/Kepala daerah tidak merasa terpanggil untuk ikut menurunkan AKI.
  5. Masalah geografi adalah given factor yang tidak dapat selalu dijadikan alibi.
  6. Masalah transportasi, terutama di luar Jawa akan teratasi jika Kepda atau Pemda mempunyai komitmen. Kalau tidak ada sarana transportasi cepat, pendekatan preventif dan deteksi dini harus menjadi prioritas. Sehingga bumil dapat dirujuk jauh-jauh hari sebelum terjadi komplikasi.

 

27 September 2013 - Adi Sasongko

Seorang mahasiswa FKMUI membuat penelitian Jampersal di seluruh RB yang ada di Jakarta Utara tahun 2012. Terjadi lonjakan kunjungan persalinan yang besar antara sebelum dan sesudah Jampersal tapi pada saat yang sama tidak ada peningkatan yang berarti dalam hal SDM dan sarana kerja pendukung. Fenomena ini saya yakin juga terjadi di tempat-tempat lain. Bisa dipahami kalau akibatnya terjadi penurunan kualitas pelayanan persalinan......

Akibat lain dari Jampersal adalah tergusurnya berbagai upaya swadaya masyarakat seperti Tabulin (Tabungan ibu bersalin) yang sudah dibina dengan susah payah. Buat apa susah-susah menabung untuk biaya persalinan karena dengan Jampersal semuanya gratis.

Jampersal juga berdampak pada keberadaan klinik RB swasta. Pasien yang semula bersedia membayar lalu berduyun-duyun pindah ke Jampersal. Akibatnya kunjungan ke klinik swasta non jampersalpun menurun.

27 September 2013 - Hilmi Rathomi

Setahu saya memang banyak penyimpangan di Jampersal.

di RB2 kami angka rujukan melonjak tajam karena bidan merasa lebih mudah untuk merujuk. Banyak BPS yang meminta cost sharing ke pasien, memanfaatkan ketidaktahuan pasien ttg jampersal, dengan menginfokan bahwa ada subsidi dari pemerintah 500 ribu. Jadi kalau tarif biasanya 1 juta, pasien diinfokan dapat "diskon" 500 ribu, tinggal membayar 500 ribu lagi. Kalo tidak begitu kualitas turun krn bidan enggan melayani.

Klo menurut saya dari awal sebaiknya jampersal tidak langsung diterapkan secara nasional. Dengan sumber daya dan kemampuan pemerintah yang terbatas, sepertinya lebih pas jika dana yang ada diarahkan ke daerah2 yang konsentrasi AKInya tinggi dahulu.

Ini ibarat kita punya stok antibiotik yang tinggal 1 strip dan hanya cukup untuk 1 orang, tapi berhubung yang sakit ada 3, akhirnya dibagi2 merata. Masing2 cuma icip2, kebagian 3 butir setiap orang. Akhirnya malah tidak ada yang sembuh, malah resisten.

 

27 September 2013 - Agung Setiawan

Selalu ikuti perkembangan jaminan sosial dan kesehatan hanya di JAMSOSINDONESIA.COM

27 September 2013 - Dewi Mulyani

Urun rembug saja untuk masalah AKI (termasuk juga AKB).
  1. Jampersal hanya sekedar pindah cara bayar. Bukankah selama ini sudah ada Jamkesmas/ Jamkesda yang mengcover biaya untuk masyarakat miskin. Yang terjadi di rumah sakit, pasien yang mampu pun pada awalnya masuk dengan cara bayar umum, menuntut untuk mendapatkan fasilitas gratis. Pelayanan kesehatan berjenjang tidak berjalan, karena pasien langsung ke rumah sakit dan meminta jampersal. Proporsi pasien jamkesmas /jampersal/ jamkesda di RS > 50%.
  2. Pendekatan pengukuran AKI di Kemenkes selama ini hanya berdasarkan laporan dari puskesmas. Padahal banyak sekali kematian yang terjadi di rumah sakit tidak terdeteksi. Kami pernah melakukan semacam pengumpulan data kematian ibu dan bayi di rumah sakit Kota Batam. Langsung ke bangsal dan ruangan rawat inap. Data yang ditemukan sangat berbeda dengan laporan yang sampai ke Dinkes Provinsi. KHUSUSNYA data kematian Bayi (mengingat definisi AKB adalah kematian Bayi < 1 thn). Selama ini data kematian bayi merupakan data Angka Kematian Neonatal.
  3. Dari data yang tidak akurat tersebut, tentu saja laporan yang sampai kepada Kepala Daerah adalah yang bagus-bagus saja. Dan, masalah AKI AKB menjadi bukan masalah.
  4. Deteksi risiko tinggi di bidan, termasuk BPS tidak berjalan dengan baik. PARTOGRAF hanya digunakan saat pelatihan APN atau untuk klaim jaminan, bukan sebagai upaya untuk menemukenali kegawatdaruratan obstetric neonatal.
  5. Berbagai masalah lain yang terkait pengetahuan/ perilaku masyarakat memang tidak mudah untuk dirubah.

27 September 2013 - Bambang Purwanto 

Siapa yang bertanggung jawab ?

27 September 2013 - Syahrul Aminullah

Saya duga rekan rekan UGM prof Laksono dan UI / indramayu dan universitas lain punya data yg sdh di analisa , mohon komentar

29 September 2013 - Tjahjo Harsojo 

Apapun perbaikan sistemnya, sepanjang SDM kualitasnya makin turun hal ini akan terus terjadi.

Pendidikan bidan, makin lama makin memprihatinkan. Lulus bidan keterampilan dalam menolong persalinan perlu dipertanyakan. Dulu dikatakan lulus bidan kalau sudah dapat menolong 50 persalinan normal, sekarang jadi partus pandang malah bisa jadi partus dengar.

Akibatnya di Jawa Timur ada sinyalemen bidan hanya menjadi tukung rujuk persalinan, tentunya TST dengan nakes lainnya. Jadi, saya pikir wajar angka AKI masih tinggi.

29 September 2013 - This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Usul saya coba kaji unsur proses, lihat Rifaskes tentang emergency obstetri di Rs dan puskesmas rasanya jelek semua dan setahu saya Emergency obstetri di RS puskesmas merupakan syarat mutlak utk penurunan aki termasuk kualitas layanan (ketrampilan provider dan waktu pelayanan) selama ini hal ini kurang diperhatikan kita hanya konsentrasi di anc K1 dan K4 padahal sejak th 2009 orientasi dunia ke emergency obstetri. sebagai unsur utama utk menurunkan AKI , saya usul lihat daerah aki yg meningkat korelasikan dgn keberadaan emergency obstetri dan sekalian perhatikan keadaan persalinan usia muda (upaya KB pasangan muda). Singkatnya analisa utk intervensi dari pada berdebat salah atau benar.

29 September 2013 - Syrl51

Prof CS, usul saya diadakan workshop 3 hari untuk tanggulangi kontraversi ini, aspek kebijakan (pusat vs daerah), aspek teknis medis/rujukan, aspek lapangan- sdm yang menangani, aspek munculnya angka (ini amat penting juga) siapa yang mensurvey dan bagaimana hasil survey? baru diurai aatu persatu, saya masihh di Nanyang Tech Univerity, membahas Good Governance vs Bad Governance, se asia pasific, patud diduga semuanya terjadi karena Bad Governance.

29 September 2013 - mohnuh2002

Prof, Indonesia bukan hanya Jakarta atau Jawa. Dan penyumbang AKI yang tinggi justru di luar Jawa. PONED pernah dicobakan di lebih dari 100 puskesmas, terutama di Jawa. Kemudian berguguran dan terabaikan. Mari kita kaji kembali segala cara yang pernah dicobakan. Lalu buat diagnosis kausatif yang lebih tepat. Selama ini berbagai terapi telah dicobakan, bukannya AKI menurun tetapi justru naik. Mungkin terapi itu yang kurang tepat. 

29 September 2013 - This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Setuju Dr Kartono dan sdr Syahrul,

bukankah data dan laporan intervensi sudah tersedia mulai dari desa siaga, jampersal, IPKM dan intervensinya( dgn fasilitasi litbangkes) , emergency obsteteri seingat saya malahan intervensi banyak dilakukan di luar jawa terutama yg didorong lembaga internasional seperti UNFPA di ditambah adanya data sdki, sensus, IPKM dan Rifaskes dan sebentar lagi data riskesdas 2013 kita harus jelas apa masalahnya dan apa intervensi di puskesmas , kabupaten dan kota , dan kita harus lihat apa yg jalan dan tak jalan.

29 September 2013 - Agung Dwi Laksono

saya rasa beberapa data besar level nasional yang dijadikan dasar kebijakan makro maupun meso masih perlu diperdalam lagi, karena paling rendah hanya bisa menggambarkan level kabupaten. masih perlu pendalaman lagi sampai ke level kecamatan atau lebih dalam lagi.

saya rasa isu di republik yang sangat luas ini masih belum bergeser. aksesibilitas! mungkin saya paparkan saja sedikit gambaran dari hasil perjalanan beberapa waktu lalu;

  • kabupaten pegunungan bintang, papua; di wilayah ini terdiri dari 13 kecamatan yang hanya 3 kecamatan saja bisa diakses secara darat, sisanya hrs dng pesawat. persalinan oleh dukun pun diklaimkan jampersal, karena mmg bidan jarang. ada kepala puskesmas yg hanya lulusan SPK, karena mmg dia satu2nya petugas kesehatan di wilayah tersebut.
  • puskesmas benjina, kabupaten kepulauan aru, maluku; seluruh petugas kesehatan ngumpul di puskesmas. dng wilayah kerja berupa kepulauan masyarakat didatangi bila tersedia dana utk sewa perahu, itupun harus bersandar pada dana BOK.
  • kabupaten kepulauan raja ampat, papua barat; hampir sama dng kondisi benjina. di wilayah ini masyarakat banyak tinggal di pulau-pulau kecil berkoloni hanya dengan sekitar 20-60 jiwa per pulau tanpa fasilitas umum apapun. apapun! puskesmas terapung keliling tetap menunggu dana dari langit (BOK), sebulan sekali pun sudah bisa bersyukur.
  • kabupaten natuna, kepulauan riau; kabupaten kaya ini menolak dana jampersal krn merasa sudah sanggup membiayai dirinya sendiri. petugas kesehatan menumpuk di pulau induk. kecamatan lain yang ada di pulau-pulau lain yang perlu waktu berjam-jam untuk mencapainya, itupun bila laut bersahabat, tenaga kesehatan sangat minimalis.
  • kabupaten wakatobi, sulawesi tenggara; pelayanan dasar sudah sangat bagus dan mau jemput bola, tapi pelayanan lanjutan kosong (usulan pak CS cocok di sini). pemda sudah berinisiatif mendatangkan dokter obgyn, tp sarana RS tdk mendukung, jadi tetap saja hrs dirujuk ke kabupaten lain. wilayah ini jg kepulauan, yg biaya rujukannya tujuh digit atau lebih.
  • kota balikpapan, kalimantan timur; di wilayah ini biaya persalinan sangat tinggi. dengan menggunakan jampersal, masyarakat masih harus merogoh kocek untuk tambahan sampai 1 juta rupiah. hal ini sepengetahuan IBI dan Dinas Kesehatan.
  • kabupaten lombok tengah, nusa tenggara barat; di wilayah ini jasa persalinan yang diterima bidan di puskesmas dengan jampersal Rp. 50.000,-. ini resmi.

29 September 2013 - This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Sdr Agung dengan lain perkataan monev dan tindak lanjut utk tiap kab kota dan kecamatan kurang jalan ? Atau monevnya cuma data kuantitatip dan dari kertas laporan ? Atau ??? Datanya yg salah. ??v. Mhn maaf kalau ada salah kata salam CS

29 September 2013 - Agung Dwi Laksono 

saya rasa semangatnya kita benahi dulu pak CS. tidak untuk mencari siapa yang salah, tetapi mencari bagaimana jalan keluarnya.

menurut saya, para pengambil keputusan dan siapapun yg peduli perlu untuk turun ke lapangan, melihat apa yg sedang berlangsung. tidak berhenti hanya sampai di ibukota kabupaten.

saya peneliti dari litbangkes pak CS (kita sempet ketemu di kupang), saya rasa data riskesdas pun bisa jadi bahan awal untuk didalami bila memang kita berniat untuk memperbaiki.

contoh kecil, data riskesdas tahun 2007, bahwa beberapa kabupaten di wilayah pegunungan tengah papua mempunyai angka cakupan air bersih dan sanitasi 0%! apakah kita pernah memperhatikan ini? apakah hal ini tidak berhubungan dengan AKI?

mari kita uraikan sama-sama.

29 September 2013 - This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Sdr Agung masih ingat dgn anda , saya salah satu pengagum anda ( org yg begitu produktip ) Setuju pendapat anda , mhn maaf kalau kesan jadi menyalahkan ( saya salut sama semua tenaga kes di lini depan yg rasanya kerja begitu hebat dalam situasi serba sederhana ) lebih bagus lagi kalau ada kasus positive deviannya ? Saya ingat rasanya beberapa tahun lalu ada kasus yg diangkat jadi tulisan di makassar singkatnya ada tidak daerah yg akinya menurun atau tetap ? Kita lihat dan pelajari kenapa salam CS

29 September 2013 - This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 

Maksud saya kita angkat kasus daerah yg akinya menurun apakah benar hanya karena akses ( pasti yang utama ) atau ada faktor lain pada daerah yg akses baik misalnya perkotaan salam CS

29 September 2013 - Agung Dwi Laksono

Saya punya usulan pak,

Dengan luasnya bentangan republik ini, dan kompleksnya permasalahan di negeri majemuk ini, bagaimana bila kita berinisiatif mendampingi salah satu saja kabupaten terdekat dng kita, yg derajat kesehatannya kurang menggembirakan. Anggota milis ini cukup banyak. Kita bisa membikin grup2 kecil utk mendampingi secara konsisten salah satu kabupaten saja. Hasil pendampingan bisa kita diskusikan di milis ini. Jadi kita tdk sekedar berdiskusi, tp bisa langsung kita implementasikan di lapangan dlm lingkup terbatas. Anggota milis ini yg berdomisili di jakarta dan sekitarnya Saya rasa cukup banyak. Mungkin bisa dipancing rasa gatalnya dengan paparan situasi derajat kesehatan kabupaten cianjur. Kabupaten yg dekat dng ibukota tp bikin miris status kesehatannya.

Bagaimana pak?

29 September 2013 - This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 

Usul yg bagus sekali siapa yang mau ikutan bagaimana iakmi , POGI, IDI dll ? Sy akan coba lihat DKI , Bali kebetulan sdg melototin KB nya salam CS

29 September 2013 - syrl51

Pak ADL, kalau yg di usukan sperti itu sdh dikerjakan o Gov,

pusat,prov.kab,kota , anggarannya dr apbn n apbd, plus donor, kita di APPI bbrp thn yg lalu lsg ke Ibu Pres(istri Sby), istri2 Gub, istri2 bupati,istri walikota, mereka yg kita kapasitasi agar dpt cepat belajar spt Prof CS, Prof L, dan sperti kita kkita ini, he he he smoga berkenan, two the point saja dg emak2 pejabat ini, insya allah gerakan mereka lebih hebat dr kita2, caranya data terkait tinggi nya AKI di masing kab/kota/prov yg ada,(kalau ada amunisi bs juga dg istri2 ketua dprdnya) kita paparkan scara sederhana the real problem yg merupakan tgg jwb suami2 mereka he he he(pengalaman ini pernah APPI lakukan bbrp thn lalu).... Kok sekarang naik lagi AKI kita...

29 September 2013 - Agung Dwi Laksono

Pendekatan yg menarik pak syahrul. Usul saya sekalian diikuti setiap pergerakannya, sehingga terdokumentasi apa yg dilakukan dan perubahan apa yg terjadi. Hal ini bisa jadi pembelajaran buat aktor lainnya.

Di kemenkes sendiri ada gerakan PDBK (penanggulangan daerah bermasalah kesehatan). Gerakan ini modal dasar pendekatannya non material, jd hanya memanfaatkan apa yg sudah ada di daerah.

Sudut pandang Usulan saya hanya dengan melihat potensi yg ada pd anggota grup ini, yg saya merasa idealismenya msh bisa diandalkan.

Secara pribadi saya dan beberapa teman peneliti surabaya juga 'merasa' punya daerah binaan. Hehehe..

Kami berkonsentrasi di kab sampang. Kab peringkat buncit IPKM di jatim. Meski sebenarnya 4 kab di madura semuanya mrp 5 besar dr bawah utk prop jatim. Seneng nih kalo bisa saling sharing pengalaman di sini. Lumayan bisa belajar banyak dr para senior.

29 September 2013 - syrl51

Professoer dari Colombia univ, bilang negara singapore kayak planet lain di asean? 33 provinsi n 500 kab kota kita mana yg mau menjadi planet lain (spt singapore)

29 September 2013 - Agung Dwi Laksono

Pe Saya rasa profesor tersebut perlu lebih banyak belajar lagi. Mengkomparasi 1 'kota' dengan kumpulan 500 lebih 'kota/kab'?

Mungkin saya subyektif. Tp apa profesor tsb 'obyektif'?

Mungkin kita perlu lebih 'gila' lagi utk Lebih mencintai negeri ini.

  • slot resmi
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot