RESUME HASIL DISKUSI POLA PEMETAAN INTERVENSI KIA

RESUME HASIL DISKUSI POLA PEMETAAN INTERVENSI KIA

Dalam upaya penurunan AKI dan AKB, berbagai intervensi dalam bidang pelayanan KIA sudah dicoba dilakukan. Dalam pelaksanaannya, diketahui bahwa sebenarnya perlu keterlibatan berbagai pihak untuk mencapai tujuan penurunan AKI dan AKB. Pokja KIA Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM mengusulkan sebuah pola pemetaan intervensi KIA dari hulu ke hilir yang melibatkan pihak-pihak terkait. Informasi mengenai pemetaan intervensi KIA dapat dilihat pada uraian berikut:

Apa yang disebut Pemetaan Intervensi? Pengembangan Pemetaan Intervensi KIA diilhami oleh pemikiran yang dipaparkan oleh Kay Bartholomew, Guy S. Parcel & Gerjo Kok. Dalam usaha memetakan intervensi yang efektif, sejak tahun 2009, PKMK FK UGM telah mengembangkan berbagai program intervensi dan inovasi di dalam KIA secara komprehensif. Hasilnya adalah sebuah model intervensi untuk mengatasi berbagai masalah KIA yang kompleks.

Model Pemetaan Intervensi KIA pada sebuah kabupaten/kota dapat digambarkan sebagai usaha menggambarkan berbagai intervensi dengan menggunakan pendekatan continuum of care dari hulu ke hilir. Hasil intervensi diukur dengan angka absolut kematian bayi dan ibu di Kabupaten/ Kota. Ditegaskan bahwa outcomenya adalah kematian, bukan cakupan-cakupan sehingga membutuhkan data yang baik. Dengan indikator data kematian setempat, maka "adrenalin dalam program penurunan kematian ibu dan bayi" dapat ditingkatkan.

Pendekatan ini dimulai dengan memetakan permasalahan yang terjadi di masyarakat sampai ke rumah sakit. Mohon klik di www.kesehatan-ibuanak.net  Pemetaan ini menggambarkan permasalahan dari hulu ke hilir (lihat sebelah kiri, berwarna Oranye). Dari permasalahan tersebut, dengan menggunakan metode akar permasalahan, akan dicari intervensi yang sesuai dengan permasalahannya (sebelah kanan). Intervensi dapat dibagi menjadi dua kelompok besar:

  1. Intervensi kegiatan langsung ke masyarakat (berwarna hijau tua), dan
  2. Intervensi penguatan sistem manajemen dalam program (berwana biru tua).

Intervensi kelompok pertama mengacu ke artikel di Lancet seperti intervensi di masyarakat secara terjadwal, intervensi keluarga, dan intervensi klinik sampai ke RS PONEK.

Pemetaan intervensi ini bertujuan agar kebijakan dan program KIA di sebuah kabupaten dapat dijalankan secara komprehensif dan mempunyai besaran kebijakan yang sesuai dengan permasalahan. Oleh karena itu ikon intervensi dilambangkan dengan sebuah tombol yang dapat diputar. Anda dapat melakukan penilaian sendiri akan intensitas program dan keadaan sistem manajemen sesuai permasalahan dengan mengklik tombol-tombol tersebut.

Jika dilihat pelakunya, maka tombol-tombol intervensi di hulu sebagian besar dilakukan bukan oleh Dinas Kesehatan namun lebih lintas sektor. Hal ini memang logis karena pendekatan hulu untuk mencegah orang sehat menjadi sakit banyak dilakukan oleh sektor lain misal pangan dan gizi, sanitasi, lingkungan keluarga, dan sebagainya. Di hilir lebih mengarah pada pelayanan kesehatan dari pelayanan primer sampai rujukan di rumahsakit yang tentunya dilakukan oleh pelaku sektor kesehatan.

Peta ini tentunya berbeda-beda di setiap kabupaten. Secara garis besar di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 daerah yang berbeda sekali. Daerah tipe pertama seperti Papua dimana kematian ibu dan bayi banyak terjadi di masyarakat. Daerah tipe kedua seperti di NTT di kematian ibu dan bayi sedang beralih dari rumah/masyarakat ke fasilitas kesehatan dan akhirnya meningkat di rumahsakit. Daerah tipe ketiga, contohnya adalah DIY dimana kematian ibu dan bayi sebagian besar (90% lebih) berada di rumahsakit.

Intervensi di daerah-daerah yang berbeda tersebut tentunya berbeda intensitas di hulu dan hilirnya. Papua sangat membutuhkan perbaikan hulu karena memang masih sangat buruk. Akan tetapi di DIY pendekatan hulu relatif lebih ringan, sementara justru masalah pelayanan rumahsakit dan rujukan menjadi faktor penting yang menentukan jumlah kematian ibu dan bayi. Walaupun berbeda-beda intensitasnya, tetap dianjurkan intervensinya merupakan kombinasi hulu dan hilir dengan baik. Koordinasi hulu dan hilir sangat dibutuhkan. Sebagai gambaran dengan pelayanan yang baik di rumahsakit, maka penyebab kematian dapat diketahui secara lebih rinci. Dengan demikin intervensi di hulunya menjadi lebih tepat dan dapat didukung oleh seluruh stakeholders.

Dengan pemahaman hulu dan hilir yang terintegrasi ini maka intervensi KIA dapat berupa pelayanan promotif dan preventif di masyarakat, keluarga, dan fasilitas kesehatan, serta pelayanan kuratif di puskesmas dan rumahsakit. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama antar profesi dalam menurunkan kematian ibu dan bayi, termasuk peran aktif para bidan, dokter umum, spesialis obsgin, spesialis anak, sampai ke promotor kesehatan dan perencana keuangan di pemerintah kabupaten.

Selama tanggal 7 – 12 Oktober 2013, dilakukan diskusi terkait pola pemetaan intervensi KIA dalam milis This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.. Poin-poin penting yang dapat dirangkum dari pemikiran peserta diskusi adalah sebagai berikut:

  1. Pemetaan intervesi yang efektif untuk pelaksanaan kebijakan KIA, misalnya di Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali dengan menggunakan pendekatan continuum of care dari hulu ke hilir yang dimulai dari memetakan permasalahan yang terjadi di masyarakat yaitu posyandu. Banyak masalah yang dialami dalam pelaksanaan posyandu di Kabupaten Gianyar salah satunya yaitu pada layanan konseling, padahal layanan ini sangat memberikan manfaat besar untuk penurunan AKI, dengan konseling masalah yang dihadapi balita bisa diketahui dan apabila ada masalah bisa dirujuk ke tempat pelayanan yang tepat seperti puskesmas dan rumah sakit.
  2. Perlu sekali adanya intervensi pada ibu-ibu hamil dan keluarganya. Intervensi ini mengenai bagaimana penanganan kehamilan bagi ibu-ibu. Intervensi kepada keluarga ibu hamil perlu dilakukan, melihat keluarga memegang peranan penting untuk memutuskan dimanakah pelayanan kehamilan ibu dilakukan (tidak hanya di desa, dikota dan dimanapun keluarga mempunyai peranan penting). Pihak puskesmas atau dukun desa, bisa saja menjadi sarana penyampaian pengetahuan/ penyuluhan ini, bahkan mungkin kepala desa/suku atau orang yang disegani di daerah tersebut yang memberikan penyuluhan.
  3. Paket policy brief adalah suatu bentuk paket kebijakan yang sangat diperlukan untuk menekan tingginya angka kematian ibu dan anak, artinya bahwa pengimplementasian program kebijakan KIA tidak bisa dipotong-potong, semua harus seimbang baik pendekatan kebijakan di hulu (pemberdayaan masyarakat, promosi kesehatan, perencanaan lintas sektor, perbaikan gizi dan pencegahan penyakit malaria pada ibu hamil) maupun pendekatan kebijakan di hilir (penurunan kematian bayi, strategi penurunan jumlah kematian ibu dan bayi, penggunaan data kematian absolut, dsb). Dari hasil SDKI 2012 ada beberapa usaha yang sangat perlu ditingkatkan seperti keberadaan fasilitas kesehatan, akses ke fasilitas kesehatan, dan petugas kesehatan baik dalam jumlah dan kualitas. Sehingga perlu adanya kerjasama atau koordinasi lintas sektor mulai dari DPRD, pemerintah daerah melalui SKPD terkait seperti Dinas Kesehatan, Kantor Pemberdayaan Perempuan, Badan Pemberdayaan Masyarakat, BKKBN, dan masyarakat sipil dalam upaya perbaikan program dan peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak.
  4. Untuk menjawab permasalahan-permasalahan terkait Program KIA perlu ada kerjasama gabungan antara Kemenkes, BKKBN. Program-program yang ada juga perlu diintegrasikan semua.
  5. Intervensi kepada keluarga melalui tokoh-tokoh masyarakat (toma) memegang peranan penting. Permasalahannya bagaimana memberdayakan toma (dalam praktek sesungguhnya) sehingga mampu mengintervensi keluarga-keluarga di wilayahnya, dan siapa yang bertanggungjawab melakukan itu?
    Mungkin diantara peserta diskusi ada yang punya best practise upaya intervensi kepada toma ini, sehingga bisa mengisi kolom "intervensi" bagian "hulu" dalam bagan mapping intervention (klik www.kesehatan-ibuanak.net ).
  6. Saat ini sebenarnya DIY telah banyak melakukan upaya untuk pencegahan kematian ibu dan bayi dengan pendekatan di hulu, melalui pemberdayaan masyarakat, dengan Gerakan Sayang Ibu (GSI). Upaya ini melibatkan masyarakat yang dimotori oleh pemerintah, namun dalam pelaksanaannya yang paling banyak berperan adalah pemerintah, selain itu masih banyak kendala-kendala yang dihadapi, contohnya pada pertemuan diskusi bulanan yang diadakan oleh PKMK FK UGM pada senin, 07/10/2013, terungkap bahwa Gerakan Sayang Ibu ini hanya bergaung pada saat lomba saja. Masih banyak masyarakat yang tidak begitu memahami masalah GSI dan masyarakat juga tidak tahu akan berpartisispasi dimana karena tidak adanya akses.
  7. Kesinambungan intervensi yang dilakukan dari aspek hulu hingga hilir sangat penting. Sebagai contoh, kondisi pelayanan KIA di NTT. Di NTT, semula banyak terjadi kematian di rumah. Sebabnya, masyarakat enggan untuk ke RSUD/ fasilitas kesehatan karena minimnya tenaga ahli yang dapat memberikan pertolongan memadai kepada mereka. Salah satu bentuk intervensi untuk mengatasi kondisi demikian adalah melalui Program Sister Hospital (SH). Dalam Program Sister Hospital ini, dilakukan pengiriman 3 jenis dokter spesialis (Anak, Obgin dan Anestesi) serta paramedis dari 9 RS besar di Indonesia ke 11 RSUD di NTT.
  8. Upaya merangkum upaya penurunan AKI dan AKB akan mudah jika ada framework yang jelas. Dalam hal ini framework pendekatan terintegrasi dari hulu ke hilir bisa membantu. Menu yang ada akan terus diperkaya, atau mungkin yang sudah ada akan dikritisi.
    Poin penting lainnya adalah bagaimana memilih dan memilah menu ke dalam kategori "hasil cepat", "hasil menengah" dan "hasil jangka panjang." Ini penting karena upaya menurunkan AKI tidak harus menunggu SDKI berikutnya (tahun 2017?), tetapi kita butuh "kemenangan-kemenangan kecil yang segera terlihat hasilnya" untuk membangkitkan semangat dan optimisme.
  9. Dari sisi Siklus Kebijakan, hasil SDKI 2012 merupakan evaluasi dari kumulatif semua upaya yang telah dilakukan minimal dalam 5 tahun terakhir (sejak SDKI sebelumnya tahun 2007). Berdasarkan siklus, berarti kita mulai lagi dari langkah pertama yaitu: Diagnosis Masalah. Langkah ini sangat penting dan harus dilakukan untuk mendiagnosis dengan tepat dan tajam mengapa AKI melonjak tajam (di luar soal perbedaan metode penghitungannya). Untuk itu mungkin dibutuhkan penelitian khusus yang komprehensif untuk mencari akar penyebab masalahnya. Pendekatan Pohon Diagnostik mungkin bisa membantu.
    Jadi konkritnya, berdasarkan Siklus Kebijakan, seharusnya kita berproses sesuai langkah-langkah yang dianjurkan. Pemetaan Intervensi akan lebih bermanfaat jika kita sudah tahu jelas akar penyebab masalahnya.
  10. Beberapa faktor penyebab Kematian Ibu dan Bayi adalah pre eklamsia dan eklamsia serta penyakit-penyakit lain yang diderita Ibu sebelum mengandung. Faktor lain-lain juga menjadi faktor pemicu kematian Ibu dan Bayi. Misalnya Ibu-Ibu yang melahirkan pada usia dini juga Ibu yang nekahirkan pada usia tua. Kurangnya pengetahuan Ibu dalam kasus kehamilan hingga melahirkan masih kurang sehingga ada beberapa Ibu yang melahirkan di rumah dan dibantu oleh Tenaga Non Kesehatan seperti Dukun Bayi. Salah satu intervensi yang dilakukan untuk menurunkan AKI dan AKB adalah program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival) yaitu program kerjasama antara Kementerian Kesehatan RI dengan USAID dalam rangka mengurangi angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Program EMAS dicanangkan akan berlangsung selama 5 tahun, dari 2012 hingga 2016. Program EMAS mendukung pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten untuk berjejaring dengan Organisasi Masyarakat Sipil, fasilitas kesehatan publik dan swasta, asosiasi rumah sakit, organisasi profesi, dan sektor-sektor lain. Program EMAS bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia hingga 25%.
  11. Kami sepakat dengan pendekatan sistem dari hulu ke hilir yang di wacanakan guna menekan angka kematian ibu yang meningkat menurut data SDKI 2012. Pola berfikir hulu hilir dapat dengan mudah menemukan titik permasalahan yang ada di ditingkat pelayanan kesehatan dan dimasyarakat.
    Data SDKI menunjukkan angka kematian ibu juga terjadi di tingkat masyarakat sehingga diperlukan pendekatan kemasyarakatan yang lebih komprehensif. Pendekatan yang tidak hanya melibatkan tenaga kesehatan, tetapi semua sektor yang terlibat termasuk perangkat pemerintahan desa/kelurahan atau dalam hal ini menggunakan pendekatan dari aspek hulu. Menurut analisis kami, pendekatan sistem di hulu memerlukan pendekatan berbasis masyarakat sebagai pondasi awal dalam rangka menurunkan angka kematian ibu. Misalnya, kemitraan antara bidan dan dukun beranak yang seharusnya tidak hanya sebagai program tanpa impelementasi. Dalam pendekatan ini, dibutuhkan pendekatan yang berbasis modal sosial seperti intervensi berupa kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, Memberdayakan semua unsur masyarakat tanpa berusaha mengikis atau bahkan menghilangkan modal sosial yang ada.
  12. Penanganan program kematian ibu diperlukan penanganan lintas sektor. Penanganan ini juga melalui pendekatan hulu-hilir. Dimana di tingkat hulu, kesadaran masyarakat dan pihak-pihak terkait perlu ditingkatkan. Untuk di tingkat hilir, penanganan kuratif perlu ditingkatkan terutama di tingkat daerah. Peran serta pengambil kebijakan juga merupakan salah satu faktor yang dapat menekan angka kematian ibu. Mengingat hal tersebut, maka pengambilan kebijakan perlu dilakukan dari tingkat daerah yg diarahkan ke tingkat pusat, sehingga gambaran masing-masing daerah lebih terlihat detail dan nyata.

Resume Hasil Diskusi Analisis Kebijakan 30 September 2013

RESUME HASIL DISKUSI ANALISIS KEBIJAKAN

Berbagai kebijakan dalam bidang KIA telah diterapkan. Namun belum juga memberi dampak dalam upaya penurunan AKI dan AKB di Indonesia. Kebijakan ini perlu dianalisis menggunakan pendekatan segitiga kebijakan dari Buse dkk. Kesimpulan analisis kebijakan adalah sebagai berikut:

Isi

Terjadi fragmentasi pelayanan KIA antara pelayanan primer dengan pelayanan sekunder dan tertier. Penggunaan data kematian absolut ibu dan anak kurang dimaksimalkan. Kebijakan terlalu menekankan pada penggunaan rates dengan data yang sudah terlambat, tidak tepat dipergunakan di level kabupaten, dan memberikan rasa aman yang palsu (misal sudah lebih baik dari angka rata-rata nasional). Kebijakan monitoring dan evaluasi program belum maksimal dijalankan, padahal kunci keberhasilan program berada pada monitoring dan evaluasi program dan pelaksanaan kebijakan. Dana dekonsentrasi untuk perencanaan dan pembinaan teknis (termasuk monev) belum maksimal dipergunakan. Secara tegas dapat dinyatakan bahwa kebijakan KIA tidak fokus pada indikator kematian.

Aktor

Kebijakan selama ini menimbulkan situasi dimana banyak pelaku di pelayanan primer dan pencegahan namun masih kurang di aspek klinis. Hal ini terjadi karena selama puluhan tahun kebijakan dan program KIA aktif dikelola oleh DitJen BinKesmas. Sementara pelaku di rumahsakit yang dikelola oleh DitJen Pelayanan Medik belum begitu aktif (sebelum reorganisasi Kemenkes yang menghasilkan DitJen Bina Upaya Kesehatan). Profesi yang paling banyak menjadi obyek kebijakan adalah bidan. Dokter Spesialis dan dokter umum, serta perawat kurang berperan. Kepemimpinan dokter spesialis dalam pengurangan kematian belum banyak ditekankan. Peran dokter umum terkesan dikesampingkan. Tidak ada tenaga ahli manajemen untuk perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring-evaluasi program KIA. Kerjasama lintas sektor untuk promosi dan pencegahan hulu belum maksimal. Para pelaku promosi dan pencegahan yang lintas sektor belum banyak memberikan kontribusi.

Konteks kebijakan

Dampak kebijakan desentralisasi di sektor kesehatan belum banyak diperhitungkan. Isu program KIA belum diperhatikan di daerah, khususnya di kabupaten. Pemerintah pusat sudah mempunyai perhatian besar untuk KIA, namun tidak mampu mempengaruhi pemerintah propinsi dan kabupaten untuk memperhatikannya. Di berbagai daerah anggaran untuk KIA masih rendah. Kebijakan KIA terlihat hanya satu di seluruh Indonesia. Perbedaan tempat kematian ibu dan bayi dimana di pulau Jawa sebagian besar berada di rumahsakit belum diperhatikan.

Proses Kebijakan

Kebijakan KIA sering ditetapkan secara top-down dari pemerintah pusat. Di masa lalu inisiatif kebijakan sering berasal dari lembaga di luar negeri. Kebijakan yang berasal dari daerah belum banyak muncul. Saat ini dari NTT dan DIY sudah mulai ada inisiatif untuk kebijakan di daerah. Inisiatif daerah ini menimbulkan berbagai inovasi seperti adanya Revolusi KIA di NTT atau penyusunan manual rujukan dan Peraturan Gubernur tentang Rujukan KIA di DIY. Saat ini belum popular adanya tim monitoring dan evaluasi kebijakan dan program KIA yang independen. Akibatnya belum ada mekanisme kontrol yang sehat terhadap efektifitas kebijakan dan program KIA.

Selama tanggal 30 September – 5 Oktober 2013, dilakukan diskusi terkait analisis kebijakan KIA dalam milis This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.. Poin-poin penting yang dapat dirangkum dari pemikiran peserta diskusi adalah sebagai berikut:

  1. Kebijakan KIA di beberapa daerah di Indonesia dinilai belum efektif untuk menurunkan AKI dan AKB karena:
    1. Kebijakan yang diimplementasi di lapangan tidak efektif karena tidak dibuat secara mendetail.
    2. Beberapa program KIA yang dijalankan tidak melibatkan pihak-pihak lain terkait.
    3. Data yang digunakan di tingkat Kabupaten sering tidak menggambarkan kondisi. Belum adanya pelaporan KIA secara Surveilans berbasis database serta kerjasama lintas sektor.
    4. Kasus kematian ibu tidak seluruhnya dilakukan investigasi atau AMP sehingga tidak diketahui secara jelas penyebab kejadian kematian.
    5. Kegiatan Bimtek wilayah Puskesmas tidak dilakukan terpadu dengan berbagai program kesehatan terkait.
    6. Tidak ada sangsi tegas terhadap petugas kesehatan yang telah melakukan kelalaian terhadap tugas dan profesi.
    7. Budaya saling menyalahkan dan budaya kerja yang tidak efektif dan efisien.
    8. Kuatnya faktor sosial ekonomi yang ada di masyarakat.
    9. Minimnya akses pelayanan kesehatan dan sistem pelaporan K1-K4
    10. Kebijakan pembiayaan persalinan (Jampersal) belum optimal. Kebijakan ini hendaknya dapat lebih menjamin peluang seorang ibu untuk meninggal ketika melahirkan lebih kecil.
    11. Ketersediaan, kinerja dan kompetensi SDM tenaga kesehatan belum optimal
    12. Keadaan geografi dan budaya lokal setempat yang kurang mendukung.
    13. Kebijakan Pemda dan Dinkes sering kurang memprioritaskan program KIA dalam agenda tahunan dan minimnya alokasi anggaran menjadi konteks yang perlu untuk diperhatikan. Ada kesan Pemda kurang peduli dengan angka kematian ibu.
    14. Belum ada kebijakan khusus (lokal spesifik) yang dicetuskan dan dikeluarkan oleh pemerintah Provinsi untuk menangani permasalahan KIA di Provinsi. Selama ini hanya mengacu pada kebijakan yang diturunkan langsung dari pusat.
    15. Minimnya insentif dokter spesialis yang dirasa kurang seimbang dengan pelayanan yang mereka berikan
       
  2. Solusi yang ditawarkan oleh para peserta diskusi:
    1. Meningkatkan advokasi pada tingkat pemerintah daerah provinsi dan kabupaten tentang betapa besarnya pengaruh kematian ibu ini dengan indeks pembangunan manusia masa depan di daerahnya.
    2. Perbaikan kualitas SDM kesehatan melalui pelatihan dalam membantu proses persalinan khususnya di fasilitas kesehatan seperti Puskesmas.
    3. Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi (Monev) terhadap program KIA yang dilaksanakan.
    4. Perbaikan komunikasi dan koordinasi. Dalam menjalankan kebijakan KIA perlu adanya komunikasi dan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang efektif (tidak ada anggapan pemerintah pusat adalah raja dan pemerintah daerah hanya sebagai pengikut)
    5. Salah satu syarat turunnya AKI adalah "Penjarangan kelahiran". Untuk mendorong upaya ini, perlu ada data penelitian mengenai proporsi meninggalnya ibu saat melahirkan: anak pertama, dengan anak berikutnya (ke dua dst) untuk usia dan kondisi ibu yang kira-sama (misal bukan primi muda, primi tua, grande-multipara)
    6. Alternatif solusi yang diharapkan dapat menurunkan AKI dan AKB antara lain:
      1. Menambah alokasi anggaran kesehatan untuk program UKM bidang KIA, terutama mengenai klaim Jampersal. Penambahan nominal klaim dan penggantian klaim tidak terlambat diserahkan kepada para bidan.
      2. Mempererat kerja sama lintas sektoral dan antar SKPD baik di tingkat kabupaten/ kota maupun tingkat provinsi.
      3. Regulasi sistem rujukan dari bidan ke Rumah Sakit.
      4. Pemberian pembatasan tertentu bagi pemanfaatan Jampersal, sehingga pemanfaatannya tidak overload dan tidak menciptakan kerugian di aspek lain.
      5. Mengadakan sosialisasi program Jampersal kepada masyarakat dengan melibatkan kader-kader kesehatan setempat
      6. Melibatkan peran aktif masyarakat dalam menurunkan MMR dan IMR, salah satunya adanya kemitraan bidan-dukun dalam pertolongan persalinan
         
    7. Pengalokasian BOK secara merata sampai kepada daerah-daerah pelosok.
    8. Distribusi tenaga kesehatan yang merata yang didukung dengan fasilitas yang memadai.
    9. Perlu adanya kebijakan Penguatan Sistem Rujukan. Kebijakan Penguatan Sistem Rujukan ini menekankan penanganan di fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat dan cepat.
    10. Perlu ada pengiriman peserta tugas belajar bagi dokter umum untuk menempuh jenjang pendidikan spesialis kebidanan.
    11. Dalam rangka menghindari kehilangan data kematian di daerah, bisa dilakukan mulai dari memperbaiki sistem pencatatan dan pelaporan berupa kekonsistenan data yang dikumpulkan dari petugas kesehatan yang berada di lapangan. Perlu dipikirkan teknik pengumpulan data yang merepresentasikan kondisi di lapangan (dengan hasil confident interval yg sempit, bukan hanya melihat nilai p-value yang signifikan).
    12. Melanjutkan program-program yang sudah berjalan seperti:
      1. Sister Hospital --> dapat terus berkembang luas hingga menyentuh daerah pedalaman Indonesia yang masih sulit untuk mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan ibu dan anak serta mendapat dukungan pendanaan dari kementerian kesehatan RI
      2. Pencerah Nusantara --> dapat berkontribusi lebih untuk Indonesia yang lebih baik dan lebih sehat. Setiap tahunnya selalu ada peningkatan dari segi kualitas dan kuantitas bagi mereka generasi indonesia terpilih dari berbagai pendidikan tinggi kesehatan yang siap ditempatkan di seluruh Indonesia.

 

Diskusi Mekanisme Penggunaan Dana Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan

Kerangka Paparan Konferensi Pers
"Desakan Daerah untuk Menaikkan Harga Rokok"

Rabu, 9 Oktober 2013


Topik 1: Analisis Situasi Konsumsi Rokok di Tiga Daerah

Para Narasumber yakni Rizanna Rosemary Darwis (Fakultas llmu Sosial dan llmu Politik, Universitas Syah Kuala, Aceh), Santi Martini (Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya), dan RA Yayi Suryo Prabandari, Dra (Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta), akan memaparkan:

  1. Trend prevalensi dan jumlah perokok di masing-masing provinsi, 
  2. Trend jumlah perokok remaja di masing-masing provinsi,
  3. Faktor-faktor yang mendorong peningkatan konsumsi rokok (iklan rokok, harga, kemudahan membeli batangan dsb) di masing-masing provinsi,
  4. Kebijakan pengendalian rokok di masing-masing provinsi/ beberapa kab/kota, misalnya Kawasan Tanpa Rokok (KTR),
  5. Perlunya meningkatkan harga rokok melalui kenaikan cukai

Topik 2 : Kebijakan Cukai Rokok sebagai Pengendali Konsumsi

Topik ini akan dibawakan oleh Bapak Prof. Bambang P.S. Brodjonegoro, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Rl, dengan rincian paparan sebagai berikut:

  1. Filosofi cukai dalam UU Cukai No 39 tahun 2007
  2. Perkembangan kebijakan cukai dari masa ke masa
  3. Kebijakan cukai terkini dalam kaitannya dengan upaya peningkatan dan simplifikasi tarif cukai rokok

Waktu

Acara

Diisi Oleh

12.00-13.00

Registrasi Peserta dan Makan Siang

Panitia

13.00-13.15

Pembukaan


Dr. Sonny Harry B. Harmadi
Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

13 .15-14.00

Kebijakan Cukai Rokok sebagai Pengendali Konsumsi

  Djaka kusmartata

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Rl

14.00-16.00

Analisis Situasi Konsumsi Rokok di 3 (tiga) Daerah di Indonesia:

Nanggroe Aceh Darussalam

D.I. Yogyakarta

Jawa Timur

Video Diskusi hari I

Pembicara



Rizanna Rosemary, M.Si., MHC

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Syiah Kuala, Nangroe Aceh Darussalam

 

 

 

Dra. Yayi Suryo Prabandari, M.Si, Ph.D

Sekretaris Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

 

 

 

Dr. Santi Martini, dr., M.Kes

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Erlangga, Surabaya


 

 


Moderator:

Abdillah Ahsan, SE, MSE
Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

16.00-selesai

Penutupan dan Rehat Kopi

Panitia

Berita Pers: Berita Pers: Tiga Peneliti dari Surabaya, Yogyakarta dan Aceh Mendesak Pemerintah Naikkan Cukai Rokok


Kerangka Diskusi
"Mekanisme Penggunaan Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan"

Kamis-Jumat, 10-11 Oktober 2013


Sesi 1: Potensi Pemanfaatan Pajak Rokok Daerah bagi Peningkatan Kesehatan Masyarakat

  1. Kebijakan Pajak Rokok Daerah (oleh Dr. Marwanto Harjowiryono, M.A, Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan Rl)
    1. Kebijakan pajak rokok menurut UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 
    2. Ketentuan terkait dengan pajak rokok daerah
    3. Perkembangan penyusunan PMK tentang Pajak Rokok Daerah
       
  2. Potensi Pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan (oleh Prof. dr. Budi Sampurna, SH, DFM, Sp.F(K},Sp.KP, staf ahli medico legal Kementerian Kesehatan Rl}
    1. Kondisi dan permasalahan kesehatan di Indonesia
    2. Trend penyakit tidak menular dan penyakit menular
    3. Kebijakan pembiayaan kesehatan menuju Indonesia sehat
    4. Kebijakan untuk mengantisipasi pelaksanaan Pajak Rokok untuk kesehatan yang berlaku Januari 2014 menurut Kementerian Kesehatan
    5. Tantangan dalam pelaksanaan pelaksanaan pajak rokok untuk kesehatan
       
  3. Pemberdayaan Masyarakat dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat (oleh lr. Tarmizi Abdul Karim, MSc, Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kementerian Dalam Negeri Rl)
    1. Kebijakan Kementerian Dalam Negeri dalam pemberdayaan masyarakat terutama yang berkaitan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat
    2. Lesson learned kabu,paten atau provinsi yang berhasil dalam pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan
    3. Permasalahan dan tantangan upaya pemberdayaan masyarakat
       
  4. Pencapaian MDGs Indonesia: Situasi dan Tantangan (oleh Prof. Nila F. Moeloek, MD, PhD, MDGs Ambasador Indonesia)
    1. Trend pencapaian MDGs Indonesia
    2. Kebijakan pemerintah untuk mempercepat pencapaian target MDGs
    3. Target MDGs yang berkaitan dengan kesehatan yang perlu perhatian khusus

Moderator: Dr. Sonny Harry B. Harmadi (Kepala Lembaga Demografi FEUI)


Sesi 2: Diskusi Mekanisme Penggunaan Pajak Rokok Daerah bagi Kesehatan

  1. Kebutuhan Pemerintah Daerah terhadap Petunjuk Pemanfaatan Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan (oleh Drs. H. Kamil Ganda Permadi, MM, Asisten Ekonomi Kabupaten Kuningan)
    1. Kondisi dan permasalahan kesehatan di Kab Kuningan
    2. Program pemerintah Kab Kuningan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat
    3. Program pemerintah Kab Kuningan dalam pembiayaan kesehatan masyarakat
    4. Potensi pajak rokok daerah untuk pembiayaan kesehatan di Kab Kuningan
    5. Perlunya petunjuk pelaksanaan pajak rokok daerah bidang kesehatan untuk menghindari mis­intepretasi UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
       
  2. Pemanfaatan Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan Melalui Pembentukan Lembaga Khusus (oleh dr. Lily Sulistiyowati, MM, Kepala Pusat Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan Rl)
    1. Trend penyakit tidak menular terutama yang berkaitan dengan rokok
    2. Kebijakan promosi kesehatan untuk mengurangi konsumsi rokok
    3. Potensi Pajak rokok daerah untuk meningkatan promosi kesehatan masyarakat
    4. Perlunya pembentukan Lembaga Khusus yang menangani pajak rokok daerah untuk kesehatan
       
  3. Pengawasan Pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan (oleh Rukijo,SE, MM, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Ditjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan Rl)
    1. Mekanisme pengawasan pemanfaatan dana pajak rokok daerah
    2. Prasyarat pembuatan aturan pelaksanaan pemanfaatan pajak rokok daerah bagi kesehatan

Moderator: Abdillah Ahsan, SE, MSE (Peneliti Lembaga Demografi FEU I)


Sesi 3: Diskusi Panduan U'mum Pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah (oleh Abdillah Ahsan, SE, MSE, Peneliti Lembaga Demografi FEUI)

  1. Tujuan Panduan Umum Pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah
  2. lsi panduan umum: pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum
  3. Tanggapan pemerintah daerah dengan adanya Panduan Umum Dana Pajak Rokok Daerah

Moderator: dr. Lily Sulistiyowati, MM, Kepala Pusat PrQmosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan Rl

Kamis, 10 Oktober 2013

Waktu

Acara

Diisi Oleh

08.30-09.00

Registrasi Peserta

Panitia

09.00-09.15

Pembukaan

Dr. Sonny Harry B. Harmadi
Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

09.15-12.00

Sesi 1:

Pembicara

Kebijakan Cukai Rokok sebagai pengendali Konsumsi

Djaka Kusmartata, SE, MM

Potensi Pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan

Dr Soewarta Kosen, MPH, DrPH

(Peneliti Utama Balitbangkes Kemenkes RI)

Pemberdayaan Masyarakat untuk Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat

Ir. Tarmizi Abdul Karim, M.Sc

Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kementerian Dalam Negeri Rl

Pencapaian MDGs Indonesia: Situasi dan Tantangan

bagian 2

Prof. Nila F. Moeloek, MD, Ph.D

MDGs Ambassador Indonesia

 Video Diskusi hari II

Moderator:

Dr. Sonny Harry B. Harmadi
Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

12.00-13.00

Ishoma dan Makan Siang

Panitia

13.00-16.00

Sesi 2:

Pembicara

Kebutuhan Pemerintah Daerah terhadap Petunjuk Pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan

Drs. H. Kamil G. Permadi, MM

Asisten Ekonomi Kabupaten Kuningan, Jawa Barat

Pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan

Dr. Nana Mulyana, SKMm M.Kes

Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Pengawasan dan Pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan

Rukijo, SE, MM

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Moderator:

Abdillah Ahsan, SE, MSE
Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

16.00-selesai

Penutupan dan Rehat Kopi

Panitia

 

Jumat, 11 oktober 2013

 

Waktu

Acara

Diisi oleh

08.30-09.00

Registrasi Peserta

Panitia

09.00-11.30

Diskusi Panduan Pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah untuk Kesehatan

Abdillah Ahsan, SE, MSE

Peneliti Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Moderator:

dr. Lily S Sulityowati, MM

Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

11.30-13.00

Ishoma dan Makan Siang

Panitia

Konsultan Manajemen dan Tenaga ahli Untuk Menurunkan Kematian Ibu dan Bayi di Kabupaten

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM

Menyelenggarakan Workshop Pengembangan

Konsultan Manajemen dan Tenaga ahli Untuk Menurunkan
Kematian Ibu dan Bayi di Kabupaten

Yogyakarta, 30 Oktober 2013
Pukul 09.00 – 15.00

dapat diikuti dengan Live Streaming melalui:

www.kebijakankesehatanindonesia.net
atau
www.kesehatan-ibuanak.net 

  Pengantar

Angka kematian ibu "melonjak tinggi" di SDKI 2012. Dari 228 menjadi 359. Keadaan ini menarik karena perlu dicari strategi baru untuk mengurangi kematian ibu dan bayi di Indonesia. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM bersama dengan Dinas Kesehatan Propinsi NTT dan DIY mencoba strategi inovatif antara tahun 2010 di NTT dan di DIY, dengan menggunakan jumlah kematian absolut. Hasilnya cukup menggembirakan walaupun masih banyak permasalahan.

Berdasarkan pengalaman tersebut, dalam usaha penurunan kematian ibu dan bayi, diharapkan ada tim konsultan manajemen dan tenaga ahli yang aktif bekerja. Indikator hasil kerjanya adalah menggunakan jumlah kematian absolut. Dibayangkan di sebuah kabupaten, tim konsultan ini melakukan kerjasama dengan pemerintah kabupaten setempat dengan kontrak multi-years. Janji atau target tim konsultan adalah dalam waktu 3 – 5 tahun dapat menurunan kematian ibu dan bayi melalui perubahan cara kerja program kesehatan ibu dan anak di kabupaten tersebut.

Tim ini mempunyai anggota yang multi disiplin, antara lain:

  1. Ahli manajemen pelayanan kesehatan
  2. Dokter Spesialis Obsgin atau dokter umum yang memahami masalah kebidanan dan kandungan, atau bidan;
  3. Dokter Spesialis Anak atau dokter umum yang memahami masalah kesehatan anak;
  4. Ahli epidemiologi;
  5. Promotor kesehatan.

Tim bekerja dengan klien pemerintah daerah dan berbagai pihak terkait di kabupaten, misalnya: tokoh-tokoh masyarakat, LSM-LSM, POGI setempat, IDAI setempat, IBI setempat, IDI setempat, dan berbagai kelompok masyarakat. Pada tanggal 29 Oktober 2013 di Jakarta akan diselenggarakan pertemuan untuk membahas inovasi kebijakan dan perlunya tim konsultan untuk penurunan kesehatan ibu dan anak dan cara kerjanya. (TOR dan Agenda 29 Oktober 2013).

Pada tanggal 30 Oktober 2013, di Yogyakarta akan diselenggarakan workshop untuk menyusun Pengembangan Operasional Tim Konsultan KIA untuk Kabupaten dan Propinsi.

 

  Tujuan:

Kegiatan ini akan bertujuan untuk membahas:

  1. Pengembangan Tim Konsultan Manajemen dan Ahli Teknis KIA di Propinsi dan Kabupaten. Apakah bertumpu di Perguruan Tinggi atau lembaga Swasta?
    Apabila berada di perguruan tinggi, siapa saja anggotanya dan bagaimana struktur dan proses kegiatannya?
  2. Proses Bekerja Tim Konsultan.
    Pra-Kontrak:
    1. Melakukan pendekatan ke Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Propinsi dan Kabupaten mengenai perlunya tim konsultan manajemen dan ahli teknis KIA untuk menurunkan kematian ibu dan bayi
    2. Menyusun perjanjian kerjasama yang bersifat multi-year dengan pemerintah kabupaten dan proponsi dengan dukungan Kementerian Kesehatan.

      Di Dalam Kontrak:
    1. Melakukan analisis kebijakan KIA di propinsi dan kabupaten yang bersangkutan
    2. Melakukan Perencanaan Berbasis Bukti dan menyusun Strategi Pengembangan dengan indicator kinerja Jumlah Kematian Absolut. Penurunan jumlah kematian absolut yang sebenarnya merupakan indicator keberhasilan Tim Konsultam.
    3. Penentuan Strategi Pengembangan dengan menggunakan pemetaan intervensi dari hulu ke hilir
    4. Melakukan Monitoring dan Evaluasi kebijakan, strategi dan program yang dijalankan.

      Pasca Kontrak
    5. Melakukan Monitoring kegiatan secara independen dan terus menerus.
       
  3. Sumber Pendanaan Tim Konsultan:
    1. APBN: Dana dekonsentrasi
    2. APBD: Tenaga ahli
    3. Sumber dana luar negeri
    4. Corporate Social Responsibility
    5. Dana pengabdian dan penelitian dari perguruan tinggi yang bersangkutan.

  Peserta

Siapa peserta workshop?

-  Tim Perguruan Tinggi yang berminat
-  Lembaga Konsultan Swasta yang berminat

Satu tim tersusun minimal atas: Ahli manajemen pelayanan kesehatan, Dokter Spesialis Obsgin atau dokter umum yang memahami masalah kebidanan dan kandungan, atau bidan ; Dokter Spesialis Anak atau dokter umum yang memahami masalah kesehatan anak; Ahli epidemiologi; dan Promotor kesehatan.

Biaya Pendaftaran:

Satu tim:
Tatap Muka (5 orang); Rp 4.000.000,-
Jarak-jauh (5 orang): Rp 2.500.000,- (dilakukan melalui live streaming)

Dapat dibayarkan melalui Bank BNI UGM Yogyakarta no rekening : 0203024192 atas nama Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan atau melalui on site.

Fasilitas tatap muka : materi, konsumsi selama meeting, sertifikat, seminar kit.
Fasilitas jarak jauh : materi

 

  Pendaftaran

Angelina Yusridar/Hendriana Anggi
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Gedung IKM Sayap Utara Lt. 2, Fakultas Kedokteran UGM
Jl. Farmako, Sekip Utara, Yogyakarta 55281
Ph. /Fax : +62274-549425 (hunting)
Mobile : +628111409442 / +6281227938882
Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.; This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Website : www.kebijakankesehatanindonesia.net 

Strategi untuk mencegah Fraud dan Korupsi di Jaminan Kesehatan Nasional: Apa dan bagaimana peran Pengawas Eksternal Independen dan Perguruan Tinggi?

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM

Menyelenggarakan diskusi:

Strategi untuk mencegah Fraud dan Korupsi di Jaminan Kesehatan Nasional:
Apa dan bagaimana peran Pengawas Eksternal Independen dan Perguruan Tinggi?

Rabu, 6 November 2013 | Pukul 08.30 – 13.00
Gedung Granadi Lantai 10, Jalan Rasuna Said (Seberang Kemenkes), Jakarta

Dapat diikuti dengan Live streaming melalui

www.kebijakankesehatanindonesia.net 
dan
www.manajemen-pembiayaankesehatan.net 

  Latar Belakang

Jaminan Kesehatan Nasional mulai tahun 2014. Kebijakan ini menarik karena melibatkan anggaran negara yang cukup besar, sekitar Rp 30 triliun setahun. Dana yang akan dikelola oleh BPJS tersebut merupakan sumber daya pemerintah yang sebaiknya dipergunakan secara efektif. Situasi saat ini menunjukan bahwa model pembayaran Jaminan Kesehatan Nasional yang berbasis pada klaim INA-CBG rawan untuk terjadinya fraud dalam bentuk berbagai penyimpangan misal: Up-Coding, De-bundling, Admisi yang tidak seharusnya, penggunaan obat dan tindakan yang berlebih dan sebagainya. Pengalaman di luar negeri menunjukkan bahwa potensi fraud sangat besar. Di Amerika Serikat dengan teknologi IT yang sudah baik diperkirakan antara 3 – 10% dana jaminan/asuransi kesehatan menjadi fraud. Andai kata di Indonesia terjadi penyimpangan sebesar 10 % maka dana Rp 3 triliun akan hilang sia-sia, atau bahkan memperburuk mutu pelayanan. Fraud ini merupakan sebuah bentuk korupsi yang perlu dicegah oleh seluruh stakeholders.

Apa saja yang mungkin terjadi di Indonesia dalam konteks fraud? Tanpa pencegahan, maka terjadinya fraud dapat merusak, apalagi dengan adanya asumsi kecilnya pembayaran yang diberikan dalam skema INA-CBG. Di beberapa tempat sudah disinyalir ada peningkatan Up-Coding secara sistematis. Adanya fraud akan memperburuk penyerapan dana BPJS oleh daerah yang banyak fasilitas kesehatan dengan yang di daerah sulit.

Potensi Fraud ini perlu dicegah dengan pengawasan internal di BPJS dan Pengawas Eksternal yang Independen. Di UU BPJS ditetapkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan menjadi lembaga pengawas eksternal. Namun dari berbagai diskusi dengan pimpinan OJK terlihat bahwa lembaga ini belum mempunyai kemampuan untuk pengawasan eksternal independen yang masuk detil ke domain klinis untuk pencegahan fraud. Pertanyaan adalah apakah OJK perlu dibantu oleh konsultan pengawas pelayanan klinik yang independen. Apakah diperlukan? Siapa mereka? Apakah perguruan tinggi dapat menjadi konsultan independen? Atau apa lembaga alternatifnya dan siapa orangnya?

 

  Tujuan Kegiatan:

  1. Membahas potensi fraud di pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional;
  2. Membahas peran pengawas internal dan eksternal dalam SJKN;
  3. Membahas potensi perguruan tinggi sebagai pelaku pencegahan fraud.

 

  Acara: 

Waktu

Agenda

08.30 – 09.00

Pendaftaran

09.00 – 09.15

Pembukaan dan Pengantar

09.15 – 10.30

SESI I :

Potensi Korupsi di Sistem Jaminan Kesehatan : Observasi Awal dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

  Niken Ariati - Fungsional Litbang KPK

Deteksi dan investigasi fraud dalam asuransi kesehatan, bagaimanaa situasi di Indonesia.

  Dr. Drg. Yulita Hendrartini, MKes, AAK

10.30 – 10.45

Coffee Break

10.45 – 12.30

Sistem Pencegahan Korupsi dan Fraud secara Internal di BPJS

Pembicara :

  dr. Taufik Hidayat, MM - PT Askes Indonesia

Peran OJK sebagai Pengawas Eksternal

  Sumarjono - Kepala OJK Kementerian Keuangan

Peran Perguruan Tinggi dalam Pencegahan dan Pengendalian Fraud/Korupsi

Fasilitator : Tim PKMK FK UGM

  Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

Sesi Diskusi dan Tanya jawab

12.30 – 13.30

Penutupan dan Makan Siang

 

 

  Peserta :

  1. Eselon 1 dan 2 Kementerian Kesehatan
  2. PT Askes Indonesia
  3. Kementerian Keuangan
  4. FK dan FKM di Indonesia
  5. Perguruan Tinggi
  6. Pengamat Kesehatan

 

  Pendaftaran pada:

Angelina Yusridar / Hendriana Anggi
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Gedung IKM Sayap Utara Lt. 2, Fakultas Kedokteran UGM
Jl. Farmako, Sekip Utara, Yogyakarta 55281
Ph. /Fax : +62274-549425 (hunting)
Mobile : +628111409442 / +6281227938882
Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.; This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Website : www.kebijakankesehatanindonesia.net 

Reportase MTAF

Informasi dan Pembentukan Data Based Konsultan Manajemen Kesehatan
dalam program
Management and Technical Assistance Facility (MTAF)

Prof. Laksono menyampaikan bahwa Global Fund bekerja sama dengan FK UGM akan memfasilitasi para konsultan di Yogyakarta pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya untuk bergabung dalam MTAF Global Fund, diharapkan para konsultan dapat mendaftar di MTAF Global Fund shingga akan terekam dalam databased Global Fund. Dari sinilah MTAF Global Fund akan melakukan verifikasi dan melakukan ratting, sehingga dapat diketahui oleh pengguna yang akan melakukan kerjasama dengan para konsultan tersebut. Beliau juga menyampaikan bahwa konsultan yang sudah masuk di databased MTAF Global fund akan di fasilitasi dan juga dapat di update jumlah dan kebutuhan dari para konsultan dan pengguna.

Sesi I : Informasi dan Pembentukan Operasionalisasi MTAF

Sesi ini disampaikan oleh: Krisyani Inawati, SE,Ak, MBA. Diskusi untuk sesi ini dimulai dengan dr. Rossi Sanusi yang menyampaikan mohon diberikan penilaian yang lebih obyektif bagi peneliti atau konsultan, misalnya pengalaman peneliti, kompetensi, supaya tidak di dominasi oleh para peneliti yang memiliki akses-akses ke UNDP atau AusAID.

Krisyani menjawab membangun sistem yang lebih oyektif dengan memasukkan data di database dengan dan menggunakan scoring, mislnya Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau pemilik proyek maka yang dilakukan kerjasama dengan ULP tersebut. Lalu mekanisme yang obyektif dengan semi manual, kedepannya dilakukan dengan sistem yang otomatis dari software sehingga komputer yang akan menentukan. Kebutuhan oleh peneliti akan di-posting dalam website UGM, sehingga dapat diketahui untuk difasilitasi oleh MTAF Global Fund, untuk peneliti lokal dan bukan hanya untuk peneliti pusat. Prioritas konsultan nasional apabila tidak ada maka akan dicarikan konsultan Internasional.

Dicontohkan dilakukan evaluasi permasalahan yang sering muncul adalah "reporting dan analysis", adanya pertukaran ilmu atau keahlian. MTAF harus disusun oleh PR yang terkoodinir dalam satu model yang melibatkan konsultan lokal sehingga terjadi pertukaran ilmu dengan konsultan internasional. Membuat CV dengan meng-update ekspertisi.

Putu Eka Andayani mempertanyakan apakah sudah ada kerjasama dengan IKMK?

Pemateri menjawab sudah dilakukan kerjasama dengan dr. Nancy dari IKMK --> mau dilebur atau dibawah MTAF. Standar dan klasifikasi sementara sesuai dengan GF, namun masih dilakukan pengkajian untuk standar yang lebih umum.

Dwi Handono mengajukan pertanyaan "Apakah peneliti dapat langsung secara pribadi atau secara kelembagaan? Konsultan lokal yang bekerja di institusi asalnya terlalu banyak".

Pemateri menjawab disediakan juga untuk individu dan juga untuk kelembagaan, tergantung kebutuhan dari masing-masing, dibuat shortlist dalam beberapa paket untuk menghemat waktu. Lebih baik untuk konsultan dari lokal dikarenakan lebih paham dan mengenal jenis konsultan. Konsultan Manajemen berhadapn dengan para eksekutif puncak disebuah lembaga. Konsultan yang baik adalah konsultan yang melakukan seleksi terhadap klien yang akan melakukan kerjasama.

Evidence Base

Konsultan Manajemen tidak bisa bekerja sendiri namun memerlukan tim. Konsultan Teknik dapat dilakukan oleh sendiri tanpa sebuah tim. Dalam suatu Firma Konsultan yang berbasis pada nama besar: misalnya ada nama besar seseorang untuk menarik klien. Apakah terpisah antara konsultan manajemen atau konsultan teknis atau dijadikan satu?. Berdasarkan pengalaman masing-masing konsultan adalah pilihan namun di dalamnya juga perlu adanya suatu tim yang mendukung, secara teknisnya dapat dipecah menjadi beberapa TOR namun dalam satu tema dan tujuan yang sama. Investasi sebagai Konsultan itu cukup menjanjikan

Nina dari Bappelkes mempertanyakan apakah ada masa expired ada?

Prof. Laksono menjawab tidak ada masa expired, kecuali meninggal

Guardian Sanjaya mempertanyakan apakah ada spesifikasi terhadap konsultan tertentu, karena perusahaan ingin melihat qualified.

Pembicara menjawab yakni dengan mengisi jenis spesifikasi yg dimiliki pada menu kategorisasi konsultan (global fund), untuk itu MTAF sedang menyiapkan kategorisasi yang berlaku umum, yang dirumuskan oleh tim kecil di MTAF yang akan segera diberlakukan.

Sealvy Hernawan, mempertanyakan Apakah secara individu dan juga secara kelembagaan, bagaimana yang dipilih dan apakah berpengaruh terhadap rating?

Prof. Laksono menjawab pertama harus memasukkan secara pribadi dan kemudian memasukkan kelembagaannya, dalam sistem MTAF akan juga dilakukan verifikasi terhadap data peneliti yang sudah masuk ke database MTAF, sehingga akan juga dapat berpengaruh terhadap rating-nya.

Kelompok Konsultan Manajemen dan Pendamping Ahli

seminarKelompok Konsultan Manajemen dan Pendamping Ahli


 

panahManajemen Rumahsakit

panahManajemen dan Kebijakan Penyakit yang didanai oleh Global Fund; AIDS, TB, dan Malaria.

Telah diselenggarakan oleh Global Fund pengembangan dalam bentuk Management and Technical Assistance Facilities (MTAF). Tahun ini diselenggarakan berbagai pertemuan di Indonesia untuk menjaring nama-nama Konsultan Manajemen dan Tenaga Ahli Teknis untuk masuk ke database berbasis computer. Untuk mengetahui tujuan dan kegiatan MTAf silahkan

Silahkan klik ke www.konkes.org yang membahas mengenai database konsultan dan mendaftar sebagai konsultan. Silahkan melihat video berikut untuk melihat cara mengisi formulir pendaftaran 

panahKebijakan dan Manajemen Ibu dan Anak.

Angka kematian ibu "melonjak tinggi" di SDKI 2012, dari 228 menjadi 359. Kondisi ini menarik karena perlu dicari strategi baru untuk mengurangi kematian ibu dan bayi di Indonesia. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM bersama dengan Dinas Kesehatan Propinsi NTT dan DIY mencoba strategi inovatif antara tahun 2010 di NTT dan di DIY, dengan menggunakan jumlah kematian absolut. Hasilnya cukup menggembirakan walaupun masih banyak permasalahan. Berdasarkan pengalaman tersebut, dalam usaha penurunan kematian ibu dan bayi, diharapkan ada tim konsultan manajemen dan tenaga ahli yang aktif bekerja. Indikator hasil kerjanya adalah menggunakan jumlah kematian absolut. Diharapkandi sebuah kabupaten, tim konsultan ini melakukan kerja sama dengan pemerintah kabupaten setempat dengan kontrak multi-years.Janji atau target tim konsultan adalah dalam waktu 3-5 tahun dapat menurunan kematian ibu dan bayi melalui perubahan cara kerja program kesehatan ibu dan anak di kabupaten tersebut.Tim ini mempunyai anggota yang multidisiplin, antara lain:

  1. Ahli manajemen pelayanan kesehatan
  2. Dokter Spesialis Obsgin atau dokter umum yang memahami masalah kebidanan dan kandungan;
  3. Dokter Spesialis Anak atau dokter umum yang memahami masalah kesehatan anak;
  4. Ahli epidemiologi;
  5. Promotor kesehatan.

Tim bekerja dengan klien pemerintah daerah dan berbagai pihak terkait di kabupaten, misalnya: tokoh-tokoh masyarakat, LSM, POGI setempat, IDAI setempat, IBI setempat, IDI setempat, dan berbagai kelompok masyarakat. Pada 29 Oktober 2013 akan diselenggarakan pertemuan untuk membahas inovasi kebijakan dan perlunyatim konsultan untuk penurunan kesehatan ibu dan anak dan cara kerjanya. Silakan untuk melihat jadwal selengkapnya

Pengembangan Konsultan Manajemen dan Kebijakan di Sektor Kesehatan

Pengembangan Konsultan Manajemen dan Kebijakan di Sektor Kesehatan


pengembangan konsultanRubrik ini membahas Pengembangan Konsultan Manajemen dan Kebijakan di sektor kesehatan. Mengapa diperlukan pengembangan ini? Seperti kita pahami, sistem kesehatan merupakan sebuah sektor yang kompleks melibatkan berbagai pelaku, berbagai tingkat pemerintahan, dan berbagai teknologi yang kompleks. Lembaga pelayanan kesehatan seperti rumah sakit merupakan lembaga yang kompleks. Untuk meningkatkan kinerja sistem kesehatan dan lembaga kesehatan diperlukan konsultan manajemen dan tenaga ahli (technical assistance).

Saat ini sedang dikembangkan kelompok Konsultan Manajemen dan Pendamping Ahli yang tercatat di tiga bidang, yaitu:

  1. Manajemen Rumah sakit.
  2. Manajemen dan Kebijakan penyakit-penyakit yang didanai oleh Global Fund: Aids, TB, dan Malaria.
  3. Kebijakan dan Manajemen Ibu dan Anak.

Masing-masing mempunyai pengembangan yang berbeda-beda. Silahkan

  • angka jitu
  • togel 4d
  • agen togel
  • slot 4d
  • bandar toto 4d
  • togel 4d
  • togel online
  • rajabandot
  • slot gacor
  • toto macau
  • toto macau
  • toto macau
  • toto macau
  • situs toto
  • situs slot
  • rtp live slot
  • toto slot
  • bandar slot
  • toto macau
  • bandar togel online
  • togel online
  • togel sdy
  • togel online
  • toto macau
  • hongkong lotto
  • hongkong lotto
  • situs slot
  • slot gacor
  • bandar slot 4d
  • bandar slot
  • bandar slot gacor
  • bandar slot gacor
  • slot dana
  • toto macau
  • bandar togel 4d
  • wengtoto
  • toto hk
  • slot dana
  • hk lotto
  • toto sdy
  • slot gacor
  • slot 5000
  • toto slot
  • toto togel 4D
  • toto macau
  • slot thailand
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • Bandar Slot
  • bandar slot gacor
  • togel macau
  • toto slot
  • slot qris
  • slot toto 4d
  • Toto Togel 4D
  • sdy lotto
  • bola gacor
  • slot 5000
  • toto hongkong
  • toto slot
  • slot 5000
  • slot 5000
  • toto togel
  • slot 5000
  • slot 5000
  • slot 5000
  • situs toto
  • BATASRAJABANDOT
  • slot 777
  • slot gacor
  • slot gacor
  • Bandar Slot
  • Situs Slot
  • Bandar Slot
  • Slot Gacor
  • situs slot
  • situs slot online
  • Bandar Situs Slot Gacor
  • slot online
  • bokep
  • toto slot
  • Slot Demo
  • situs togel
  • bola slot
  • slot gacor
  • hitam slot
  • permainan slot
  • dewa slot
  • agent slot
  • slot toto
  • slot gacor
  • slot gacor
  • toto slot
  • akun demo slot
  • toto slot
  • slot gacor
  • slot gacor
  • https://heylink.me/iblbettotoslot
  • toto slot
  • slot88
  • situs toto
  • slot 5000