100 Duta Sehat Urai Permasalahan Kesehatan Negeri

PTTEP perusahaan migas milik pemerintah Thailand bersama Dompet Dhuafa memilih 100 Duta Sehat yang siap mengabdi untuk menuntaskan permasalahan kesehatan di Indonesia. Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, masih ada beberapa penyakit yang menjadi masalah kesehatan Indonesia di sepanjang 2018 seperti gizi buruk, penyakit menular, dan kesehatan mental.

"Penghargaan 100 Duta Sehat Indonesia ini diharapkan mampu mendorong masyarakat terus berkontribusi untuk negeri terutama di bidang kesehatan,” tutur Direktur CSR Dompet Dhuafa Social Enterprise, Herdiansah saat memberikan keterangan pers di Fakultas Kedokteran Trisaksi, Jakarta, Jumat (28/6/2019).

Herdiansah menjelaskan, 100 Duta Sehat yang terpilih adalah dari kalangan mahasiswa dengan latar belakang pendidikan kedokteran, kesehatan masyarakat, dan ilmu gizi. Para calon Duta Sehat dipilih dari berbagai universitas, antara lain Universitas Indonesia, Universitas Trisakti, Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Islam Negeri (UIN), dan Universitas pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta.

Sebelum terpilih menjadi duta sehat Indonesia, kata Herdiansah, kandidat wajib mengikuti serangkaian seleksi proposal, presentasi, dan penjurian yang dilakukan para dokter dari perbagai universitas. Selanjutnya, 100 Duta sehat akan mendapatkan bantuan program guna mendukung kegiatan pengabdian masyarakat. Laporan hasil pengabdian masyarakat ini akan dibuat menjadi satu buku report bertema dedikasi untuk negari.

Program pemilihan 100 Duta Sehat ini dilakukan melalui Gerai Sehat Rorotan yang didirikan PTTEP dan Dompet Dhuafa sejak 2014 lalu, sekaligus sebagai puncak peringatan HUT ke-4 gerai sehat tersebut. Gerai Sehat Rorotan merupakan fasilitas kesehatan untuk masyarakat umum dan dhuafa yang mengusung visi dan misi ikut mensukseskan program-program kesehatan Kemkes.

Pada kesempatan yang sama, Public Relation and Affairs Officer PTTEP Irwan Mardelis menambahkan bahwa kegiatan ini merupakan lanjutan dari program pejuang kesehatan yang berhasil dilakukan 2 tahun terakhir. "Pembeda kegiatan kali ini dengan tahun sebelumnya yakni adanya penghargaan kepada para tokoh nasional, aktivis, dan public figure yang telah berkontribusi di bidang kesehatan,” ujar Irwan Mardelis.

Irwan Mardelis menjelaskan selain memilih 100 Duta Sehat, Gerai Sehat Rorotan PTTEP -Dompet Dhuafa juga memberikan penghargaan kepada tokoh-tokoh nasional, aktivis, yang berkontribusi di bidang kesehatan. Proses seleksi dan penilaian dilakukan bersama oleh Gerai Sehat Rorotan PTTEP-Dompet Dhuafa dan Forum lkatan Alumni Kedokteran Seluruh Indonesia (FIAKSI).

Ada tiga kategori dalam penghargaan ini yaitu Kategori Pemimpin Publik Berdedikasi dalam mendukung kebijakan kesehatan masyarakat dengan terpilih sebagai pemenag yaitu Prof. dr Ali Ghufron Mukti M.Sc., PhD. (Wakil Menteri Kesehatan 2011 2014 dan Rektor Universitas Trisakti), Ir. H. Mohammad Ramdhan Pomanto (Wali Kota Makassar periode 2014 2019, dan dr. Hj. Faida, MMR (Bupati Jember Periode 2016 2021).

Kategori Aktivis Kesehatan lnspiratif terpilih yaitu dr. Gamal Albinsaid (dokter, wirausahawan sosial, CEO Indonesia Medika), Dr. dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A(K) (Pakar Penyakit Nutrisi Metabolik Anak) dan Prof. dr. Sri Suparyati,Sp.A.(K),Ph.D. (Peneliti Ahli anyakit Diare pada Anak). Sedangkan untuk Kategori Artis/Tokoh Publik yang Berkomitmen Dalam Menjaga dan Mengedukasi Pola Hidup Sehat terplih dr. Lula Kamal, dan Titiek Puspa.

sumber: https://www.beritasatu.com/kesehatan/561690/100-duta-sehat-urai-permasalahan-kesehatan-negeri

 

PR Jokowi-Ma’ruf Terkait JKN-KIS, PTM, dan Kekerdilan ini Harus Diselesaikan

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Joko Widodo dan K.H. Ma'ruf Amin sebagai pasangan calon presiden terpilih dan calon wakil presiden terpilih yang akan menjabat untuk masa pemerintahan 2019-2024.

Menyusul rapat pleno yang dilaksanakan Minggu sore (30/6/2019), usai kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2019 yang panjang lantaran hasil penghitungan suara KPU digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh pasangan calon (paslon) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno.

Calon presiden terpilih yang juga petahana Joko Widodo berulang kali mengajak masyarakat Indonesia untuk kembali bersatu untuk membangun negeri bersama-sama demi kepentingan bangsa, tidak ada lagi perselisihan, tidak ada 01 dan 02.

Berbagai PR menanti paslon terpilih Jokowi-Ma’ruf untuk pembangunan Indonesia di berbagai bidang selama lima tahun ke depan. Tak lepas berbagai persoalan bidang kesehatan yang harus diselesaikan dan diperbaiki guna meningkatkan kualitas pembangunan manusia Indonesia di masa datang.

Jika berbicara pada sektor kesehatan Indonesia saat ini, ada perkara yang harus segera diselesaikan oleh kepala negara agar tidak berlarut-larut dan membahayakan keuangan negara.

Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat yang digalakkan oleh Jokowi pada awal masa pemerintahaan 2014, saat ini sudah pada kondisi darurat. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai penyelenggara semakin tahun kian berdarah-darah menghadapi defisit yang kian membesar sejak 2014.

Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap laporan keuangan BPJS Kesehatan Tahun Anggaran 2018 mengungkapkan lembaga yang dahulunya bernama Askes tersebut, menderita defisit Rp9,1 triliun. Bahkan, defisit keuangan Tahun Anggaran 2018 tersebut dibebankan pada 2019.

BPPKP menyebutkan pembiayaan program Jaminan Kesehatan Nasional masih tekor atau tidak seimbang antara pendapatan dari iuran dan pengeluaran untuk pelayanan kesehatan. Tekornya BPJS Kesehatan tersebut membuat pemerintah melalui Kementerian Keuangan harus memberikan suntikan dana pada BPJS Kesehatan sejak 2015 sekitar Rp5 triliun, pada 2016 sekitar Rp6,82 triliun, pada 2017 sekitar Rp3,6 triliun, dan pada 2018 sekitar Rp10,1 triliun.

Jika kondisi BPJS Kesehatan dan regulasi program JKN-KIS tidak diubah, defisit diperkirakan semakin membengkak setiap tahun dan APBN semakin banyak dikeluarkan untuk menutupi kerugian penyelenggara program jaminan sosial.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyebutkan permasalahan utama kondisi keuangan lembaganya ialah besaran jumlah iuran peserta yang tidak sesuai dengan nilai aktuaria.

Bahkan, Fachmi mengatakan biar pun seluruh peserta JKN-KIS membayar iuran dan tak ada satu pun yang menunggak, BPJS Kesehatan akan tetap defisit lantaran besaran iuran yang terlampau kecil dari layanan yang diberikan.

Besaran iuran peserta BPJS Kesehatan saat ini Rp25.500 per bulan untuk kelas tiga, Rp51 ribu untuk kelas dua, dan Rp80 ribu untuk kelas satu. Dengan membayar iuran sejumlah tersebut tiap peserta bisa mendapatkan berbagai manfaat layanan kesehatan, seperti hemodialisa setiap pekan bagi penderita gagal ginjal, pemasangan ring jantung, dan berbagai tindakan operasi serta terapi untuk penderita kanker.

Kenaikan besaran iuran bagi peserta program JKN menjadi salah satu faktor penting untuk memperbaiki kondisi keuangan BPJS Kesehatan, kendati diperlukan banyak perbaikan lain di sana-sini agar program pembiayaan kesehatan ini bisa berkelanjutan.

BPJS Kesehatan hanyalah penyelenggara program jaminan sosial kesehatan, sementara yang mengatur berbagai regulasi dalam pelaksanaan program ialah pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan; Kementerian Keuangan; dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

Kementerian dan lembaga sebagai regulator bertanggung jawab dalam pembahasan berbagai kebijakan program JKN, termasuk angka kenaikan iuran peserta. Namun, keputusan mengetok palu mengenai naik tidaknya iuran BPJS Kesehatan tetap berada di tangan presiden.

Alasan defisit BPJS Kesehatan dari tahun ke tahun pada pokoknya dikarenakan pengeluaran untuk pembiayaan layanan kesehatan yang sangat besar. Beban pembiayaan pelayanan kesehatan paling besar berasal dari penyakit tidak menular seperti jantung, gagal ginjal, kanker, dan lainnya yang mencapai Rp20,4 triliun atau 21,66 persen dari total seluruh pembiayaan layanan kesehatan pada 2018.

Biaya layanan kesehatan pada 2018 terbesar dari penyakit jantung Rp10,5 triliun, kanker Rp3,4 triliun, stroke Rp2,5 triliun, gagal ginjal Rp2,3 triliun, dan thalassemia Rp490 miliar. Membengkaknya biaya layanan kesehatan itu dikarenakan banyaknya masyarakat Indonesia yang menderita penyakit tersebut.

Prevalensi penyakit tidak menular seperti disebutkan di atas terus meningkat dari tahun ke tahun. Padahal, penyakit-penyakit berbiaya mahal itu dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat.

Penyakit katastropik, seperti jantung, stroke, gagal ginjal dan lainnya, tidak datang begitu saja karena seseorang makan makanan tidak sehat atau tidak berolahraga selama satu tahun terakhir.

Akan tetapi, penyakit-penyakit itu merupakan penyakit kronis hasil dari akumulasi pola hidup yang tidak sehat sejak usia muda. Karena itu, kesadaran masyarakat akan pola hidup yang sehat seperti makan makanan gizi seimbang, biasa makan sayur dan buah, rajin beraktivitas fisik, tidak merokok, menjaga kebersihan diri dan lingkungan menjadi hal yang sangat penting.

Peran pemerintah dirasa perlu untuk membuat regulasi yang dapat mengubah pola hidup masyarakat jadi lebih sehat. Misalnya saja, penerapan regulasi batasan kadar gula, garam, dan lemak (GGL) pada makanan kemasan atau makanan cepat saji yang sering dikonsumsi oleh masyarakat.

Wacana batasan kadar GGL beberapa tahun belakangan hanya menjadi pembahasan seputar kementerian dan lembaga, sementara kebijakan seperti itu telah banyak diterapkan di negara-negara maju.

Masalah kekerdilan atau "stunting" pada anak ramai dibicarakan beberapa waktu belakangan karena pemerintah yang juga sedang gencar menyosialisasikan pencegahannya. Kekerdilan merupakan suatu kondisi seorang anak yang gagal tumbuh atau tumbuh kembang anak yang tidak sesuai dengan indikator pertumbuhan anak pada umumnya.

Penyebab kekerdilan, adalah kekurangan gizi kronis atau defisit gizi dalam waktu yang lama, yaitu sejak 1.000 hari pertama kehidupan si anak mulai dari sembilan bulan dalam kandungan hingga dua tahun setelah dilahirkan.

Jika ada ibu hamil yang tidak menjaga asupan gizinya selama mengandung, ditambah lagi dengan tidak memenuhi gizi anak dengan sempurna sejak dilahirkan hingga usia dua tahun maka anak tersebut memiliki kemungkinan mengalami kekerdilan.

Guru Besar Bidang Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Profesor Ali Khomsan menjabarkan dampak kekerdilan berupa fisik dan nonfisik. Dampak fisik ialah pertumbuhan tinggi badan anak yang terhambat sehingga tidak sesuai dengan anak-anak seusianya, membuatnya terlihat kerdil.

Namun, hal yang paling dikhawatirkan dampak nonfisik, berupa terhambatnya perkembangan otak anak yang menyebabkan kemampuan berpikirnya di bawah rata-rata anak normal, IQ yang rendah, dan paling parah menyebabkan keterbelakangan mental.

Ahli gizi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dr dr Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K) mengatakan anak yang kekerdilan tidak akan pernah bisa mengejar IQ anak yang tidak kekerdilan, meski bagaimana pun bagusnya tempat dia disekolahkan.

Walaupun upaya pemerintah sudah cukup baik menurunkan angka prevalensi kekerdilan dari 37,2 persen pada 2013 menjadi 30,8 persen pada 2018 persen, hal itu belumlah cukup karena Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan batas maksimal prevalensi kekerdilan pada angka 20 persen.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pernah mengalkulasi kerugian ekonomi Indonesia akibat kekerdilan bisa mencapai 2-3 persen dari Produk Domestik Bruto Indonesia.

Misal PDB Indonesia pada 2018 di kisaran Rp14 ribu triliun, kerugian ekonomi dari generasi balita kerdil itu mencapai Rp420 triliun per tahun. Jika Presiden Joko Widodo ingin melakukan pembangunan sumber daya manusia Indonesia berkualitas pada masa jabatan periode kedua, pencegahan kekerdilan menjadi fokus penting untuk menghindari masa depan sumber daya manusia Indonesia yang tidak berkualitas. (ant)

sumber: https://www.indopos.co.id/read/2019/06/30/179864/pr-jokowi-maruf-terkait-jkn-kis-ptm-dan-kekerdilan-ini-harus-diselesaikan

 

PTTEP Gandeng Dompet Dhuafa Cari 100 Duta Sehat untuk Negeri

PTTEP perusahaan minyak dan gas asal Thailand bersama Dompet Dhuafa memilih 100 Duta Sehat yang siap mengabdi untuk menuntaskan permasalahan kesehatan di Indonesia. Data Kementrian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mencatat, masih ada beberapa penyakit yang menjadi masalah kesehatan Indonesia di sepanjang 2018, seperti gizi buruk, penyakit menular, dan kesehatan mental.

Program pemilihan 100 Duta Sehat ini dilakukan melalui Gerai Sehat Rorotan yang didirikan PTTEP dan Dompet Dhuafa sejak 2014 lalu, sekaligus sebagai puncak peringatan HUT ke-4 gerai sehat tersebut. Gerai Sehat Rorotan merupakan fasilitas kesehatan untuk masyarakat umum dan dhuafa yang mengusung visi dan misi ikut mensukseskan program-program kesehatan Kemenkes.

Direktur CSR Dompet Dhuafa Social Enterprise, Herdiansah menjelaskan, 100 Duta Sehat yang terpilih adalah dari kalangan mahasiswa dengan latar belakang pendidikan kedokteran, kesehatan masyarakat, dan ilmu gizi. Para calon Duta Sehat dipilih dari berbagai universitas, antara lain Universitas Indonesia, Trisakti, IPB, UIN, dan UPN Veteran Jakarta.

Sebelum terpilih menjadi duta sehat Indonesia, kandidat duta sehat wajib mengikuti serangkaian seleksi proposal, presentasi, dan penjurian yang dilakukan oleh para dokter yang berasal dari berbagai universitas. Selanjutnya, 100 Duta sehat yang terpilih akan mendapatkan bantuan program guna mendukung kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan. Laporan hasil pengabdian masyrakat ini akan dibuat menjadi satu buku report bertema "Dedikasi untuk Negari".

”Penghargaan dan penyematan 100 Duta Sehat Indonesia ini diharapkan mampu mendorong individu dan masyarakat terus berkontribusi untuk negeri terutama di bidang kesehatan,” tutur Herdiansah saat Press Conference berlangsung pada Jumat (28/6), di Auditorium Fakultas Kedokteran Trisaksi, Jakarta.

Pada kesempatan yang sama, Public Relation and Afairs Ofcer PTTEP, Irwan Mardelis, menambahkan kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan dari program pejuang kesehatan yang berhasil dilakukan dua tahun terakhir. ”Pembeda kegiatan kali ini dengan tahun sebelumnya yakni adanya penghargaan kepada para tokoh nasional, aktivis, dan public fgure yang telah berkontribusi di bidang kesehatan,” ujar Irwan menjelaskan.

Selain memilih 100 Duta Sehat, Gerai Sehat Rorotan PTTEP –Dompet Dhuafa juga memberikan penghargaan kepada tokoh-tokoh nasional, aktivis, dan public fgure yang berkontribusi di bidang kesehatan. Proses seleksi dan penilaian dilakukan bersama oleh Gerai Sehat Rorotan PTTEP-Dompet Dhuafa dan Forum Ikatan Alumni Kedokteran Seluruh Indonesia (FIAKSI).

Terdapat tiga kategori dalam penghargaan ini yaitu Ketegori Pemimpin Publik Berdedikasi dalam mendukung kebijakan kesehatan masyarakat dengan terpilih sebagai pemenag yaitu Prof. dr Ali Ghufron Mukti M.Sc., Ph.D. (Wakil Menteri Kesehatan 2011 – 2014 dan Rektor Universitas Trisakti), Ir. H. Mohammad Ramdhan Pomanto (Walikota Makassar Periode 2014 - 2019, dan dr. Hj. Faida, MMR (Bupati Jember Periode 2016 – 2021), Kategori Aktivis Kesehatan Inspiratif terpilih yaitu dr. Gamal Albinsaid (dokter, wirausahawan sosial, CEO Indonesia Medika), Dr. dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A(K) (Pakar Penyakit Nutrisi Metabolik Anak) dan Prof. dr. Sri Suparyati,Sp.A.(K),Ph.D. (Peneliti Ahli Penyakit Diare pada Anak).

Sedangkan untuk Kategori Artis/ Tokoh Publik yang Berkomitmen Dalam Menjaga dan Mengedukasi Pola Hidup Sehat terplih dr. Lula Kamal, dan Titiek Puspa. Sebagai salah satu penerima penghargaan kategori artis/tokoh publik, Titiek Puspa mengaku sangat senang dengan penghargaan yang diberikan.

“Saya ucapkan terimakasih kepada Gerai Sehat Rorotan yang telah memilih saya sebagai penerima penghargaan ini. Semoga menjadi inspirasi bagi yang umurnya sudah merasa banyak,” ungkap Titiek Puspa.

Di acara puncak kali ini, terdapat pula seminar kesehatan yang diisi oleh para penerima penghargaan. Kegiatan ini sengaja dibuka untuk masyarakat umum sehingga penyampaian informasi kesehatan yang bersifat promotif dapat dirasakan oleh masyarakat luas.

Turut hadir pula dalam kegiata ini Prof. dr. Ali Ghufron Mukti , M.Sc, Ph. D selaku wakil menteri kesehatan periode 2011-2014 dan Rektor Universitas Trisakti untuk saat ini.

sumber: https://republika.co.id/berita/ekonomi/korporasi/ptwooi423/pttep-gandeng-dompet-dhuafa-cari-100-duta-sehat-untuk-negeri

 

Pemkab Pacitan Bentuk Tim Khusus Atasi KLB Hepatitis A

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pacitan membentuk tim khusus untuk menangani kasus hepatitis A yang ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).

"Kami bentuk tim khusus untuk menangani. Ada beberapa OPD (Organisasi perangkat daerah) yang tergabung," kata Bupati Pacitan, Indartato, Minggu (30/6/2019).

Menurutnya, OPD yang tergabung adalah Dinas Kesehatan (Dinkes), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Perdagangan dan Dinas Pekerjaan Umum.

"Mereka saling terkait. Ke empat OPD itu," kata Indartato saat dikonfirmasi jatimnow.com.

Ia mencontohkan, dinas kesehatan bertugas turun ke bawah. Mengedukasi warga untuk hidup sehat dan berperilaku sehat.

Sementara BPBD dan PU menyuplai air bersih. Karena diduga, awal adanya hepatitis di daerah Kecamatan Sudimoro. Daerah tersebut merupakan daerah rawan kekeringan.

"Kebanyakan memakai sumber air yang sama. Sehingga perlu suplai air bersih. Tentu dipenuhi oleh PU dan BPBD," jelas Indartato.

Sementara, untuk dinas perdagangan bertugas untuk menelitisi sumber makanan di pasar. Harus dijaga kebersihannya.

Indartato menyebutkan, telah mengirim sampel air di kawasan tersebut ke laboratorium.

Bupati Pacitan Indartato menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) atas penyakit Hepatitis A yang menjangkiti 581 warganya. Status KLB itu ditetapkan untuk mempermudah penanganan penyakit tersebut.

sumber: https://jatimnow.com/baca-17481-pemkab-pacitan-bentuk-tim-khusus-atasi-klb-hepatitis-a

 

Menkes RI Pimpin Konferensi Tingkat Menteri ke-2 tentang Resistensi Anti-Mikroba

Menteri Kesehatan RI, Prof. DR. dr. Nila F. Moeloek, SpM(K) bersama Menteri Pelayanan Medis Belanda, Mr. Bruno Bruins dan Menteri Pertanian, Alam, dan Kualitas Pangan Belanda, Ms. Carola Schouten telah memimpin bersama Pertemuan Tingkat Menteri ke-2 tentang Resistensi Anti-Mikroba yang diselenggarakan di Noordwijk, Belanda pada tanggal 19-20 Juni 2019.

Didaulatnya Menkes RI oleh Pemerintah Belanda sebagai Co-Chair merupakan penghargaan atas kinerja Pemerintah Indonesia dalam upaya memerangi resistensi anti-mikroba pasca Pertemuan Tingkat Menteri ke-1 tahun 2014. Dalam pidato pembukaan, Menkes Belanda menegaskan bahwa keberhasilan Pertemuan Tingkat Menteri ke-1 yang dipimpin bersama Indonesia dan Belanda telah berhasil meningkatkan upaya memerangi resistensi anti-mirkoba pada tingkat global, regional dan nasional.

Lebih lanjut Menkes Belanda mengapresiasi bahwa ''selama 5 tahun terakhir Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Menkes RI telah menunjukkan kinerja positif menangani resistensi anti-mikroba dan karenanya Pemerintah Belanda kembali meminta Menkes RI memimpin bersama Pertemuan Tingkat Menteri ke-2.''

Menkes RI dalam pidato pembukaan antara lain menyampaikan, ''Resistensi anti-mikroba merupakan salah satu tantangan kesehatan yang semakin menarik perhatian para pemangku kepentingan di bidang kesehatan dan non-kesehatan di tingkat global. Untuk itu, diperlukan upaya serius dalam penanganan potensi krisis tersebut.''

Lebih lanjut, Menkes RI menekankan pentingnya aktualisasi pendekatan One Health untuk melibatkan dan menyatukan seluruh pemangku kepentingan yang mempunyai visi dan tujuan yang sama dalam menanggulangi resistensi anti-mikroba.

Pada sesi diskusi interaktif, Indonesia membagi pengalaman dalam implementasi GAP-AMR di rumah sakit Indonesia melalui pemutaran Virtual Reality Video, dengan mengambil contoh praktek di RS Persahabatan sebagai bahan diskusi pembuka. Menkes RI juga turut memberikan pandangan mengenai best practices Indonesia dalam penanggulangan resistensi anti-mikroba serta tantangan yang dihadapi ke depan khususnya dalam kolaborasi multi-sektor dan dukungan pembiayaan yang berkelanjutan. Namun Menkes RI menegaskan bahwa Pemerintah RI optimis dapat mengimplementasikan Rencana Aksi Nasional dengan kerja bersama seluruh pemangku kepentingan.

Pertemuan Tingkat Menteri ke-2 Resistensi Anti-Mikroba membahas tema ''Accelerating Ambitions for Future Health'' dan menjadi platform bagi para pemangku kebijakan dari berbagai negara dan pemangku kepentingan lainnya guna membahas kemajuan implementasi WHO Global Action Plan on AMR (GAP-AMR), upaya tripartite WHO, FAO dan OIE dalam mendukung implementasi GAP-AMR, upaya percepatan dan peningkatan kolaborasi lintas sektoral, serta penguatan kerja sama internasional dan peningkatan saling berbagi praktik terbaik dari masing-masing negara dalam mengimplementasikan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pengendalian Anti-Mikroba.

Pertemuan Tingkat Menteri ke-2 Resistensi Anti-Mikroba dibuka oleh Princess Margriet of the Netherlands dan dihadiri oleh 11 menteri kesehatan dan pertanian serta 250 peserta dari 45 negara. Delegasi RI terdiri dari wakil Ditjen Yankes, Ditjen Farmalkes, Badan Litbangkes, Badan PPSDM Kesehatan, serta perwakilan rumah sakit, yaitu: RSUP Kariadi Semarang, RSUP Sanglah, RSPI Sulianti Saroso, RSUP Persahabatan, dan RSUD Soetomo Surabaya.

sumber: http://www.depkes.go.id/article/view/19062000002/menkes-ri-pimpin-konferensi-tingkat-menteri-ke-2-tentang-resistensi-anti-mikroba.html

 

Kemenkes : Pemblokiran Iklan Rokok Efektif Turunkan Angka Perokok Pemula

Prevalensi perokok muda di Indonesia terus meningkat. Data Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan bahwa jumlah perokok muda mencapai 9,1 persen. Angka ini meningkat sebesar 1,9 persen dari prevalensi di 2013 yang mencapai 7,2 persen.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan, Siswanto, mengatakan bahwa prevalensi perokok muda bisa diturunkan, salah satunya dengan pemblokiran iklan rokok di internet. Langkah ini pun sudah dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) selama beberapa hari setelah Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek menyurati Kominfo.

"Menurut saya (pemblokiran iklan rokok) efektif untuk perokok pemula. Tapi seberapa besar efektivitasnya kita belum bisa hitung karena baru berlangsung beberapa hari," ujar Siswanto dalam temu media Peringatan Hari Tanpa Tembakau di Balitbangkes, Jakarta, Selasa (18/6/2019).

Siswanto menambahkan, lebih efektif lagi jika pelarangan iklan rokok tak hanya dilakukan di internet tapi juga di media lainnya seperti televisi bahkan ruang publik. Alasannya, pengaruh iklan rokok sangat besar dalam menciptakan perilaku merokok di kalangan remaja.

"Dampak iklan untuk perokok pemula, korelasinya tinggi. Iklan rokok dikaitkan dengan lifestyle, kejantanan, dan imej bahwa pemuda harus mencari jati diri dan mengasah keberanian. Itu sangat berpengaruh," imbuhnya.

Selain pelarangan iklan rokok, Siswanto juga menyinggung upaya kenaikan cukai rokok yang menurutnya juga dapat menekan jumlah perokok pemula. Siswanto mengatakan ketika cukai rokok naik, maka harga rokok pun ikut naik sehingga permintaan dapat menurun.

"Studi yang Balitbangkes lakukan dengan UI mengenai dampak peningkatkan cukai terhadap penurunan konsumsi rokok memang positif. Tapi angkanya itu tidak hanya cukup 15 persen. Minimal dua kali lipat karena pada perokok pemula secara ekonomi kalau harga ditinggikan, demand akan turun. Tapi mungkin kalau untuk perokok lama tidak terlalu signifikan karena sudah adiksi," tandasnya.

sumber: https://www.suara.com/health/2019/06/18/181535/kemenkes-pemblokiran-iklan-rokok-efektif-turunkan-angka-perokok-pemula

 

Atasi Defisit, Kemkes Diminta Optimalkan Sejumlah Regulasi

Dukungan regulasi dari pemangku kepentingan terkait untuk mengatasi defisit program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) sangat diperlukan. Kementerian Kesehatan (Kemkes), misalnya, perlu mengoptimalkan sejumlah regulasi untuk mendukung strategi bauran kebijakan yang telah disepakati bersama lintas kementerian dan BPJS Kesehatan (BPJSK) untuk mengurangi beban pembiayaan JKN.

Kepala Humas BPJSK, Muhammad Iqbal Ma'aruf menyebutkan, ada beberapa aturan yang perlu dilakukan penyesuaian oleh Kemkes untuk mendukung keberlanjutan pembiayaan program JKN-KIS. Di antaranya, aturan yang mengatur soal penyesuaian kelas rumah sakit (RS), optimalisasi pencegahan fraud (Permenkes 36/ 2015), izin praktik dokter, implementasi iur biaya (cost sharing), implementasi tentang koordinasi manfaat untuk jaminan sosial terkait kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan kecelakaan lalu lintas, dan lain-lain. Jika aturan-aturan ini tidak dilakukan penyesuaian, maka potensi defisit akan terus terjadi.

“Kami mendorong beberapa regulasi harus ditindaklanjuti oleh Kemkes, karena ini juga bagian dari rekomendasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),” kata Iqbal kepada Beritasatu.com, Senin (17/6).

Menurut Iqbal, BPJSK telah melakukan pertemuan dengan Kemkes di Kantor Kemkes, Jumat (14/6), untuk membahas penyesuaian regulasi tersebut. Tujuan penyesuaian regulasi ini mendukung strategi bauran kebijakan yang telah disepakati bersama 9 menteri, BPJSK, dan kepala daerah untuk mengatasi masalah defisit yang dihadapi BPJSK.

Secara teknis, regulasi yang dibutuhkan saat ini untuk mengurangi beban pembiayaan Program JKN-KIS adalah bagaimana mengoptimalkan dana kapitasi untuk puskesmas. Hasil audit BPKP terhadap BPJSK dan seluruh fasilitas kesehatan di 34 provinsi tahun 2019 menemukan sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) dana kapitasi di puskesmas mencapai Rp 2,5 triliun. Dana ini mengendap di rekening pemerintah daerah.

Kapitasi adalah sejumlah dana yang ditransfer BPJSK kepada puskesmas setiap bulan dengan nominal sesuai jumlah peserta yang tertanggung. Di sejumlah puskesmas, penggunaan dana ini tidak optimal.

Secara aturan, dana kapitasi yang sudah ditransfer ke puskesmas merupakan hak puskesmas dan tidak bisa ditarik kembali. Akan tetapi, melihat kondisi BPJSK yang terus defisit bahkan kekurangan biaya, maka silpa tersebut sangatlah mubazir. Karenanya, menurut Iqbal, silpa sebesar Rp 2,5 triliun bukanlah jumlah yang kecil, sehingga perlu dibuatkan payung hukum untuk mengoptimalkan anggaran tersebut.

"BPJSK tidak bisa apa-apa karena tidak ada payung hukumnya. Contohnya, kapitasi untuk bulan berikutnya apakah dikurangi bagi puskesmas yang masih ada silpanya. Semua ini butuh payung hukum,” kata Iqbal.

Penyesuaian Kelas
Aturan lain yang mendesak untuk dioptimalkan adalah soal penyesuaian kelas RS. Sebab, kelas RS yang tidak sesuai juga turut berkontribusi terjadinya defisit. Ini terbukti dari temuan BPKP yang menunjukkan, terjadi inefisiensi pembayaran klaim layanan di RS sebesar Rp 819 miliar. Ini terjadi karena kontrak antara RS dan BPJSK menggunakan tarif untuk kelas RS yang lebih tinggi. BPJS Watch mencatat klaim layanan ini ada di 94 RS yang tersebar di sekitar 14 provinsi.

Menurut Iqbal, Permenkes 99/2015 tentang Pelayanan Kesehatan pada JKN hanya mengatur bahwa proses kredensialing dan rekredensialing (kredensialing ulang) untuk RS yang bekerja sama BPJSK dilakukan bersama-sama BPJSK dengan dinas kesehatan (dinkes) dan Kemkes. Namun, aturan ini tidak secara detail mengatur soal bagaimana jika dalam proses rekredensialing ditemukan adanya RS yang tidak lagi memenuhi syarat kompetensi sesuai kondisi awalnya.

Tidak adanya payung hukum ini membuat BPJSK harus membayar untuk klaim layanan di RS dengan kelas dan biaya lebih tinggi, misalnya tipe B dan A. Padahal seharusnya layanan tersebut bisa dilakukan di RS dengan kelas dan biaya lebih rendah, misalnya tipe C dan D. Selisih biaya layanan antar kelas RS ini sekitar 30% lebih.

Koordinator advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan, klaim RS dengan kelas lebih tinggi ini turut memicu defisit. Untuk diketahui, hasil audit BPKP menunjukkan beban biaya manfaat atau klaim pelayanan di RS dan fasilitas kesehatan tingkat pertama (kapitasi) tahun 2018 jauh lebih besar dari target.

Biaya klaim manfaat mencapai Rp 98,4 triliun, sedangkan dalam rencana kerja anggaran tahunan (RKAT) 2018 diproyeksikan hanya sebesar Rp 87,33 triliun, atau ada selisih sebesar Rp 11 triliun. Temuan ini menunjukkan bahwa upaya pengendalian biaya manfaat harus segera dibenahi.

sumber: https://www.beritasatu.com/kesehatan/559742/atasi-defisit-kemkes-diminta-optimalkan-sejumlah-regulasi

 

Cegah Korupsi di Bidang Kesehatan Lewat Platform JAGA

Semakin kompleksnya masalah korupsi di Indonesia mengharuskan adanya tindakan pencegahan yang proaktif dari masyarakat. Kali ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya pencegahan korupsi, terutama dibidang kesehatan. KPK memperkenalkan platform bernama JAGA kepada masyarakat Kota Solo, Jawa Tengah, pada Sabtu (15/6/2019). Hal ini dikatakan Fungsional Direktorat Pengolahan Informasi dan Data KPK, Indira Malik, disela-sela acara.

"Kami siap menerima feedback dari masyarakat, dinas dan juga dari pihak lain. Jadi ada interaksi, tidak hanya sebatas laporan. Masyarakat juga bisa ikut membantu pencegahan korupsi," terang Indira.

Platform ini ditujukan agar masyarakat ikut berpartisipasi dalam upaya pencegahan korupsi di Indonesia, khususnya di bidang kesehatan. Pengenalan platform JAGA dikemas dalam sebuah workshop yang diadakan di Kampus Poltekkes, Solo.

Kegiatan ini turut menghadirkan berbagai pegiat bidang kesehatan, seperti dari Dinas Kesehatan Kota Solo, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, BPJS Kesehatan, perwakilan dari LSM, dosen, guru, serikat pekerja dan juga asosiasi profesi.

"Dengan adanya pelatihan ini, masyarakat akan semakin paham serta dapat menggunakan JAGA sebagai sarana advokasi dan edukasi kepada masyarakat," ujar Indira.

Pengenalan dan percontohan platform JAGA yang diadakan di Kota Solo ini diharapkan bisa menjadi cerita sukses yang bisa diimplementasikan di daerah lain sebagai salah satu cara pemberantasan korupsi di Indonesia. (Agung Santoso)

sumber: https://kumparan.com/bengawannews/cegah-korupsi-di-bidang-kesehatan-lewat-platform-jaga-1rHm7vmJONG