sesi 1
Lifestyle Diseases and Mortality
Hari kedua South - East Asia Biennale Conference on Population and Health 9 November 2018 dimulai pada pukul 08:30 WIB. Sesi ini akan membahas tentang penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup dan kematian. Sesi ini dipimpin oleh Professor Djoko Wahono Soeatmadji, SpPD., KEMD dari Universitas Brawijaya. Ada tiga hasil penelitian yang memaparkan hasil penelitian mereka. Pertama dari Department of Public Health, Faculty of Medicine, University of Miyazaki, Japan. Judul penelitian adalah Community Social Capital and Suicide Mortality in Miyazaki, Japan, an evaluation of temporal changes. Ditemukan bahwa social cohesion berasosiasi dengan suicide rates untuk laki-laki namun tidak untuk perempuan. Hanya saja, alasan perbedaan pengaruh dari sosial kapital pada kejadian bunuh diri didasarkan pada perbedaan gender masih belum jelas. Sebuah hipotesa yang mungkin adalah perbedaan dari peran gender secara tradisional di Jepang yang mempengaruhi social cohesion dan kejadian bunuh diri. Secara tradisional, mayoritas laki - laki Jepang bekerja di luar yang menyebabkan tekanan secara psikologis yang mana mengharapkan mereka untuk menyeimbangkan hubungan sosial antara lingkungan komunitas dan pekerjaan. Studi ini mengambil kesimpulan bahwa mortalitas bunuh diri dipengaruhi oleh faktor sosial dan ekonomi yang mana telah berubah sepanjang tahun. Partisipasi sosial dari kaum orang tua akan berpengaruh baik terhadap penurunan kejadian bunuh diri di Jepang.
Presentasi berikutnya adalah dari Universitas Gadjah Mada mengenai Emotional Response of Dietary Reccomendation in Patients with Type 2 Diabetes. Penelitian ini memakai pendekatan kualitatif yang mengeksplor kendala utama pasien diabetes dalam menjalankan rekomendasi diet. Penelitian ini menyatakan faktor emosi merupakan faktor kunci dalam membahas diet pasien. Pasien sering kali merasa tertekan dengan sikap dari keluarga yang tidak sensitif terhadap perasaan pasien. Oleh karena itu, dalam memberikan rekomendasi diet, penting bagi tenaga kesehatan untuk mengingatkan keluarga pasien agar menciptakan suasana yang positif sebagai daya dukung pasien untuk mengubah gaya hidup dan pola makan. Presentasi terakhir dibawakan oleh presenter dari Universitas Brawijaya yang membawakan penelitian dengan judul: The Effect of Learning Tabletop DIsaster Exercise (TDE) To Improve Knowledge Among Nursing Students for Disaster Emergency Response. Latar belakang penelitian ini adalah keadaan dimana Indonesia disebutkan sebagai supermarket untuk bencana baik itu bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir dan juga bencana buatan manusia seperti kecelakaan transportasi, kerusuhan dan teror. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan dari semua orang termasuk juga mahasiswa keperawatan mengenai hal ini. Penelitian ini menganalisa efek pembelajaran TDE untuk menyediakan manajemen respon penanggulangan bencana. Dengan pendekatan quasy experimental, peneliti membandingkan antara grup yang diberi pembelajaran TDE dan grup yang diberi modul standar. Ditemukan bahwa terdapat perbedaan dari pengetahuan tentang penanganan bencana dengan grup pembelajaran TDE menunjukan hasil yang lebih baik. Oleh karena itu, memperkenalkan TDE bisa direkomendasikan untuk meningkatkan kesiagaan mahasiswa tenaga kesehatan dalam menghadapi bencana.
sesi 2
Wrap Up Session
Sesi terakhir South - East Asia Biennal Conference on Population and Health adalah kesempatan bagi para pemimpin sembilan sesi untuk memberikan kesimpulan ataupun tanggapan terhadap hasil presentasi dan diskusi selama dua hari yang menginspirasi ini. Sesi dibuka oleh Professor Saseendan Pallikadavath dari pusat studi Portsmouth Brawijaya. Saseendan memberikan ringkasan dari keseluruhan tema yang diangkat di konferensi kali ini. Dikatakan secara keseluruhan kematian ibu di regio Asia Tenggara telah menurun namun masih ada pekerjaan rumah untuk lebih lagi fokus ke kesehatan reproduksi remaja. Selanjutnya Saseendan menambahkan tentang masih kurangnya kepuasan publik terhadap sistem kesehatan di regio ini. Berkaitan dengan sistem kesehatan, belum banyak dukungan terhadap populasi geriatri yang kian hari kian bertambah. Satu isu mengenai demographic dividend adalah bagaimana menyiapkan lapangan kerja bagi anak-anak muda yang merupakan bonus demografi. Ada suatu kebutuhan untuk terus kembali merevisi kebijakan mengenai populasi. Misalnya untuk program keluarga berencana, menurut Saseendan masih banyak hal yang bisa dieksplorasi contohnya kaitan antara program KB yang berhasil dengan meningkatnya kesejahteraan suatu daerah.
Selanjutnya professor Terry Hull dari Australia National University memberikan refleksi mengenai presentasi dari para peneliti muda di konferensi kali ini. Terry menekankan tidak ada yang lebih penting dari pengembangan manusia seperti yang sedang dibangun saat ini. Meningkatnya perhatian dari para peneliti muda terhadap isu populasi dan kesehatan haruslah dinilai sebagai hal yang positif, dan negara juga regio Asia Tenggara mesti memberi dukungan penuh terhadap hal ini. Berkaitan denagn sesi Keluarga Berencana yang dipimpin oleh Terry, salah satu pertanyaan yang menggelitik adalah berkaitan dengan hierarki dan birokrasi yang kadang disebut menjadi satu masalah penghambat pengembangan program KB. Menurut narasumber, penting sekali kita bertanya, apakah hierarki pada hari ini di BKKBN masih sama dengan hierarki pada masa orde baru ketika BKKBN baru dibentuk. Mengingat saat ini, pemerintah Indonesia telah banyak berubah dengan adanya otonomi daerah dibanding dengan masa lalu yaitu otonomi terpusat. Ditambahkan beliau, saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengintegrasi program KB dan program kesehatan lainnya. Oleh karena itu, penelitian - penelitian, analisa data, evaluasi yang kritis dibutuhkan untuk hal ini.
Berikutnya Dr Wendy Hartanto dari BKKBN Indonesia menyampaikan mengenai grand design pemerintah mengenai perkembangan populasi. Bonus demografi bisa digunakan sebagai aset dari negara. Oleh karena itu penting untuk mengintegrasi kebijakan sosial dilihat dari sudut pandang budaya, sosial ekonomi, lingkungan dan sebagainya. Penting juga untuk menyeimbangkan antara jumlah, struktur dan distribusi dari populasi. Hanya saja tantangannya pada saat ini adalah kebijakan populasi yang belum terintegrasi dengan kebijakan pengembangan. Kesempatan berikutnya adalah Professor William Stones dari Malawi College of Medicine memberikan kesimpulanmengenai sesi yang dipimpinnya yaitu sesi Maternal and Child Health. William mengutarakan bahwa yang tak kalah penting dari pengetahuan teknis tentang penanganan kesehatan ibu dan anak adalah selalu mempraktekkan kemampuan teknis tersebut agar selalu sesuai dengan pedoman. Selain itu, penting untuk mempraktekan sikap yang sesuai kepada pasien. Tidak semua yang datang untuk pelayanan KIA termasuk juga untuk pelayanan KB adalah mereka yang sedang 'sakit'. Orang - orang ini tidak ingin diperlakukan seperti sedang sakit. Terminologi yang cocok untuk ini adalah klien. Sudah saatnya tenaga kesehatan memandang orang - orang yang datang dalam konteks ini sebagai klien. Penting sekali untuk memberikan perhatian terhadap budaya dan juga aspirasi individu. Hal ini juga untuk menghindari over medicalization, seperti yang terjadi di India dan China yaitu angka caesarian section yang tinggi. Sehingga muncul istilah 'too much too soon or too little too late'. Oleh karena itu kompetensi dari petugas kesehatan mulai dari konseling dan penanganan klien yang tepat perlu menjadi perhatian dari para pemegang kebijakan.
Sesi ini menjadi penutup konferensi dua hari ini. Diharapkan banyak hal positif yang bisa didapat dari kegiatan ini, seperti kerja sama antara institusi serta yang lebih utama lagi hasil - hasil penelitian ini bisa menarik perhatian dari para pemegang kebijakan untuk menjadi referensi dalam pengambilan keputusan.