MONITORING DAN EVALUASI KEBIJAKAN DAN PROGRAM KESEHATAN
OLEH PIHAK INDEPENDEN:
"Apa yang harus dilakukan oleh Kemenkes, BPJS, dan
Dinas Kesehatan di Tahun 2015?"

Periode Februari - Mei 2015

 

  PENDAHULUAN

Di era JKN tahun 2015 ini, sektor kesehatan di Indonesia membutuhkan dukungan penelitian kebijakan, khususnya dalam rangka monitoring dan evaluasi independen dalam pelaksanaan berbagai kebijakan kesehatan. Sebagai gambaran BPJS mengelola dana sekitar 40 Triliun setiap tahun.

Dana ini diserahkan ke pelayanan primer melalui pembayaran kapitasi dan pelayanan rujukan melalui pembayaran klaim INA-CBGs. Saat ini diamati pelaksanaan dana sebesar Rp 40 Triliun ini dilakukan tanpa ada system monitoring dan evaluasi oleh pihak independen. Sementara itu potensi penyimpangan dana sangat besar, seperti yang ditemukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal ini sangat memprihatinkan dan membutuhkan monitoring dan evaluasi secara independen.

Kementerian Kesehatan juga mempunyai berbagai program antara lain di pencegahan penyakit menular dan tidak menular, KIA, pelayanan rumah sakit. Saat ini di Kementerian Kesehatan juga tidak ada tradisi melakukan monitoring dan evaluasi secara independen. Akibatnya, kinerja kegiatan pelaksanaan kebijakan dan program Kementerian Kesehatan belum dapat dinilai dan berbagai program seperti usaha penurunan kematian ibu dapat dikatakan belum berhasil ditangani. Akhir-akhir ini dilaporkan juga bahwa pelaksanaan kebijakan TB juga bermasalah.

Oleh karena itu adanya Monitoring dan Evaluasi merupakan suatu keharusan dan diperlukan perjuangan untuk mewujudkannya. Apa masalahnya?

  Ketidak biasaan diawasi dan tidak adanya peraturan

Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan dan BPJS tidak mempunyai tradisi menjadi obyek monitoring dan evaluasi secara independen. Monev oleh pihak luar dalam program Kemenkes dan BPJS tidak ada dalam peraturan.

  Bagaimana seharusnya?

Kemenkes dan BPJS perlu menyadari bahwa kebijakan dan program kesehatan seharusnya dimonitor dan di evaluasi oleh pihak independen di level nasional. Harapannya dapat terjadi akuntabilitas, transparansi dan peningkatan efektifitas pelaksanaan kebijakan dan program

  Ketidak siapan lembaga independen melakukan monitoring dan evaluasi

Saat ini jarang ada lembaga yang mampu melakukan monitoring dan evaluasi secara independen. Para dosen/peneliti Perguruan Tinggi belum terbiasa meneliti kebijakan kesehatan khususnya monev.


  TUJUAN KEGIATAN PENGEMBANGAN

Program ini bertujuan untuk memperkuat Pengambil Kebijakan di Kemenkes, Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten serta BPJS untuk melaksanakan kegiatan Monitoring dan Evaluasi oleh pihak independen.

Setelah mengikuti kegiatan ini diharapkan para peserta:

  1. Menyadari perlunya Monitoring dan Evaluasi oleh pihak independen
  2. Memahami bahwa kegiatan Monev pihak independen dapat dilakukan secara nyata
  3. Mampu mengalokasikan anggaran untuk keperluan Monitoring dan Evaluasi oleh pihak independen di tahun 2015

Catatan:
Kegiatan ini diusahakan dilakukan secara tandem. Ada dua kegiatan di suatu wilayah: Kepada Dinas Kesehatan setempat, serta ke perguruan tinggi/lembaga penelitian yang berada di daerah tersebut.


  SASARAN PESERTA

  • Pejabat Kementerian Kesehatan yang berwenang
  • Pejabat Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten yang berwenang
  • Pimpinan BPJS Pusat, Regional dan Cabang.


  WAKTU KEGIATAN

Kegiatan dilakukan dalam waktu tiga bulan ke depan pada bulan Maret, April, sampai Mei 2015 dengan menggunakan pendekatan Blended Learning Executive Seminar melalui tatap muka atau jarak jauh

Topik yang dibahas dalam Seminar Eksekutif antara lain:

  • Memahami mengapa perlu monitoring dan evaluasi secara independen. Apa risikonya apabila tidak melakukan monev independen?
  • Memahami berbagai kebijakan yang membutuhkan monitoring dan evaluasi secara independen;
    • Pembahasan kasus KIA
    • Pembahasan kasus dana BPJS
  • Memahami anggaran-anggaran yang dapat dipergunakan untuk monitoring dan evaluasi secara independen
  • Memahami teknik kontrak


  LANGKAH-LANGKAH PELATIHAN

  1. Membentuk tim kerja
  2. Menyiapkan sistem telekomunikasi dan ruangan untuk pelaksanaan pelatihan jarak-jauh.
  3. Menyiapkan anggaran untuk pelatihan yang terdiri atas:
    1. Fee ke UGM sebesar Rp 10 juta rupiah per kelompok (maksimal 5 orang). Apabila ada tambahan orang maka akan dikenakan biaya Rp 1 juta rupiah per orang.
    2. Dana untuk pertemuan-pertemuan internal
    3. Dana untuk menghadiri pertemuan tatap muka. Apabila tidak ada dana untuk tatap muka, maka kegiatan dilakukan secara webinar.

 

  INFORMASI DAN PENDAFTARAN

Sdr. Wisnu Firmansyah, S.IP
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Gedung IKM Sayap Utara Lantai 2
Jalan Farmako Sekip Utara, Yogyakarta 55281
Telp/Faks : 0274 – 549425 (hunting)
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 
Kontak: 081215182789

 

 

Seminar Kepemimpinan dalam Penelitian Kebijakan
Monitoring dan Evaluasi Kebijakan dan Program Kesehatan oleh pihak Independen

Rabu, 25 Februari 2015  |  Pukul 10.00 – 12.30 Wib
di Ruang Theater Gedung Perpustakaan Lt.2 FK UGM

Acara dapat diikuti melalui Webinar dan informasi lebih jauh dapat disimak melalui:

www.kebijakankesehatanindonesia.net

 

  Apa yang terjadi di tahun 2015 ini?

Kebijakan JKN BPJS mengatur besaran klaim rasio di atas 100%. Klaim rasio sangat tinggi terutama untuk kelompok non-PBI mandiri. Pihak BPJS sendiri mengharapkan kenaikan premi karena tahun 2014 sudah menggunakan dana talangan. Kemudian, pertanyaan yang muncul yaitu : Apakah kenaikan premi tidak disertai dengan perbaikan pemerataan yang mendapatkan manfaat BPJS dan meningkatkan efisiensi (termasuk mengurangi fraud?)

Pelayanan KIA, masih banyak Kabupaten/Kota yang jumlah kematian ibu dan bayinya meningkat. Pertanyaannya, Apakah target MDG akan tercapai?
Untuk program TB, Ada pemburukan situasi, pertanyaannya: Bagaimana sistem pengawasan dari Global Fund yang mendanai kegiatan pengurangan TB?.

Manajemen obat, kebijakan e-procurement berjalan dengan berbagai masalah tanpa ada kejelasan solusi. Di dalam pemberian obat juga terjadi masalah pada labeling sehingga produk obat dari PT K ditarik dari seluruh Indonesia.

"Mengapa terjadi situasi ini?"

Pada tahun 2014 atau era JKN, BPJS mengelola dana sekitar 40 Triliun . Dana ini diserahkan ke pelayanan primer melalui pembayaran kapitasi dan pelayanan rujukan melalui pembayaran klaim INA-CBGs. Jika diamati, penggunaan atau pemanfaatan dana Rp 40 Triliun ini dilakukan tanpa diikuti sistem monitoring dan evaluasi oleh pihak independen. Sementara itu, potensi penyimpangan dana sangat besar, seperti yang ditemukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal ini sangat memprihatinkan dan membutuhkan monitoring dan evaluasi secara independen.

Kementerian Kesehatan juga mempunyai berbagai program antara lain pencegahan penyakit menular dan tidak menular, KIA,serta pelayanan rumah sakit. Saat ini, di Kementerian Kesehatan juga tidak ada tradisi melakukan monitoring dan evaluasi secara independen. Akibatnya, kinerja kegiatan pelaksanaan kebijakan dan program Kementerian Kesehatan belum dapat dinilai dan berbagai program seperti usaha penurunan kematian ibu dapat dikatakan belum berhasil ditangani. Akhir-akhir ini, dilaporkan juga bahwa pelaksanaan kebijakan TB dan kebijakan obat juga bermasalah.

  Beda Sektor Kesehatan dengan Pekerjaan Umum

Sektor kesehatan berbeda dengan sektor pekerjaan umum, dimana seluruh proyek PU selalu mempunyai komponen perencanaan dan pengawasan oleh pihak independen. Dengan demikian, kebijakan dan proyek-proyek PU dapat disebut lebih akuntabel dibanding kebijakan dan program kesehatan. Kegagalan proyek fisik lebih dapat diketahui dan dicegah dibanding dengan proyek kesehatan. Patut dicatat, program kesehatan sama dengan proyek PU yang dapat membahayakan nyawa manusia. Kegagalan program kesehatan dapat menambah kematian yang tidak perlu misalnya kematian ibu yang seharusnya dapat dicegah.

Oleh karena itu, adanya Monitoring dan Evaluasi merupakan suatu keharusan dan diperlukan perjuangan untuk mewujudkannya. Apa masalahnya? Dalam anggaran Kementerian Kesehatan/Dinas Kesehatan/BPJS tidak ada anggaran untuk melakukan monitoring dan evaluasi kebijakan. Hal ini berbeda dengan sektor Pekerjaan Umum dimana selalu ada sekitar 5 % anggaran dipergunakan untuk monitoring dan evaluasi oleh pihak independen.

  Budaya tidak diawasi dan tidak adanya peraturan

Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan dan BPJS tidak mempunyai tradisi menjadi obyek monitoring dan evaluasi secara independen. Monev oleh pihak luar dalam program Kemenkes dan BPJS tidak ada dalam peraturan. Selama ini juga tidak ada tradisi monitoring dan evaluasi pihak luar. Kemenkes dan DinKes merencanakan kebijakan dan program, melaksanakan, dan mengevaluasi sendiri tanpa ada pihak luar yang membantu.

Dinas Kesehatan sebagai perpanjangan tangan Kementerian Kesehatan sebagai pengawas sistem pelayanan kesehatan di propinsi dan kabupaten/kota mempunyai kelemahan khususnya kekurangan tenaga ahli. Sebagai gambaran, dalam upaya menjamin mutu pelayanan dan keselamatan pasien, akibatnya kebijakan dan program kesehatan di Indonesia berjalan tanpa ada logika yang tepat. Terjadi apa yang disebut sebagai kesulitan atau hambatan dalam menilai keberhasilan atau kegagalan sebuah kebijakan atau program.

  Bagaimana seharusnya?

Kemenkes dan BPJS perlu menyadari bahwa kebijakan dan program kesehatan seharusnya dimonitor dan dievaluasi oleh pihak independen di level nasional. Harapannya dapat terjadi akuntabilitas, transparansi dan peningkatan efektivitas pelaksanaan kebijakan dan program. Di propinsi dan kabupaten kota, Kemenkes perlu mengaktifkan Dinas Kesehatan sebagai pengawas sistem kesehatan yang dapat bekerja sama dengan pihak independen.

Sebagai contoh: Dinas Kesehatan perlu mengaktifkan pengawasan sistem kesehatan. Bidang pelayanan kesehatan dan yang bertugas untuk memberi perijinan tenaga dan fasilitas kesehatan (rumah sakit dan pelayanan primer) di Dinas Kesehatan perlu ditingkatkan kemampuan dan otoritasnya, termasuk pengawasan pelayanan BPJS. Mengingat lemahnya Dinas Kesehatan dalam pengawasan, maka fungsi ini sebaiknya dibantu oleh pendidikan tinggi dan/atau lembaga swasta yang mampu melakukan Monitoring dan Evaluasi serta investigasi secara independen.

  Ketidaksiapan lembaga independen melakukan monitoring dan evaluasi

Sebagaimana telur dan ayam, karena selama ini tidak ada anggaran dan kebijakan monitoring dan evaluasi independen, maka jarang ada lembaga yang mampu melakukan monitoring dan evaluasi secara independen. Para dosen/peneliti Perguruan Tinggi belum terbiasa meneliti kebijakan kesehatan khususnya monev. Secara khusus, para dosen tidak terbiasa menyusun proposal penelitian kebijakan dan manajemen. Selain, tugas pokok mereka yaitu beban mengajar yang berat. Padahal di setiap Propinsi sebaiknya ada satu unit penelitian/lembaga yang dapat menjalankan fungsi sebagai tim independen untuk perencanaan, pengawasan dan evaluasi kebijakan. Bahkan di Propinsi besar seperti Jawa Tengah diperlukan lebih dari satu pusat. Sementara itu, lembaga penelitian swasta di sektor kesehatan juga belum banyak yang melakukan monitoring dan evaluasi. Kondisi ini perlu diperbaiki, salah satunya melalui kegiatan ini.

Apa yang perlu dilakukan?

  1. Meningkatkan kepemimpinan para peneliti di sektor kesehatan, khususnya dalam monitoring dan evaluasi;
  2. Meningkatkan kemauan atau minat para pemimpin/pengambil kebijakan di sektor kesehatan untuk melakukan monitoring dan evaluasi;

Strategi Kegiatan:

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM memulai kampanye untuk terselenggaranya Monitoring dan Evaluasi oleh pihak independen melalui berbagai cara, salah satunya melalui seminar.

  Waktu & tempat pelaksanaan

Hari : Rabu, 25 Februari 2015
Waktu  : Pukul 10.00 – 12.00 Wib.
Tempat  : Ruang Theater Gedung Perpustakaan Lt.2 FK UGM

 

Pembicara: Prof. Laksono Trisnantoro, M.Sc PhD

attach  materi presentasi

Pembahas:

  • Dr. Budiono Santoso, M.Sc PhD
  • Kepala Biro Perencanaan Kemenkes
  • Kepala Dinas Kesehatan DIY
  • BPJS Pusat

Kampanye dilakukan melalui kegiatan pasca Seminar pada bulan Maret – Mei 2015 yang menggunakan Blended Learning dan penulisan Policy Brief untuk berbagai pihak.

Pengembangan Pelatihan dengan Pendekatan Blended Learning dilakukan untuk:

  1. Para peneliti di bidang kesehatan dengan judul Pengembangan Kemampuan Lembaga Perguruan Tinggi untuk melakukan Monitoring dan Evaluasi Kebijakan dan Program Kesehatan;
  2. Para pengambil kebijakan/pejabat yaitu Apa yang harus dilakukan oleh Kemenkes, BPJS, dan DInas Kesehatan di tahun 2015 untuk terselenggaranya Monev oleh pihak independen.


  Pendaftaran:

Sdr. Wisnu Firmansyah
Gedung IKM Baru Lt.2 Sayap Utara
Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta 55281
Telp/Fax (hunting) (+62274) 549425
Kontak: 081215182789
email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.  

 

 

Hari ke V The 14th World Congress on Public Health

 Hari I Hari II  Hari III  Hari IV  Hari V 

 

Plenary 5

Human Rights and Law as tools for sustainable development

Co-Chairs: Dr David Butler-Jones, Senior Medical Officer, First Nations and Inuit Health Branch, Health Canada and former Chief Public Health Officer of Canada and DrYogendra. K. Gupta, Professor & Head, Department of Pharmacology, All India Institute of Medical Sciences, New Delhi.

Pembicara :

  • Sharon Friel :Professor of Health Equity & ARC Future Fellow,ANU College of Medicine, Biology and Environment and ANU College of Asia and the Pacific, Australia
  • Martin McKee :Professor ofEuropean Public Health, London school of Hygene and Topical Medicine. UK
  • JavedRahmanzai : Member Governance council, Executive Board Member Afghanistan
  • Y.K Gupta
  • K.SrinathReddy :President , Public Health Foundation of India
  • Dinesh Thakur : Consultant on Drug Manufacturing, EX- Ranbaxy Laboratories

15feb15-1

Pleno kali ini bertujuan untuk mengeksplorasi lebih dalam berbagai pengalaman dan pendapat tentang bagaimana hak asasi manusia dan hukum dapat diintegrasikan dan mampu menjadi pilar kebijakan kesehatan masyarakat dalam tindakan maupun kegiatannya.

Sharon tertarik pada :

  • Konsep dan integrasi dari berbagai disiplin ilmu dalam meningkatkan kesetaraan kesehatan (Health Equity)
  • Adanya aturan dari faktor-faktor struktural dalam mempengaruhi ketidakadilan kesehatan termasuk perdagangan dan investasi, urbanisasi dan perubahan iklim.
  • Analisis dari proses kebijakan dan efektifitas dalam menangani ketidakadilan kesehatan
  • Menerapkan system teori-teori keilmuan dan metode-metode untuk study Kebijakan public yang sehat dan adil.

Pembicara lain yaitu Rahmanzai memberikan pengalaman mengenai kondisi pengungsi yang berada dalam daerah konflik dan perang. Dimana kondisi ini menimbulkan banyak orang kelaparan dan menderita. Rahmanzai mengajak semua peserta untuk bersama-sama berpikir untuk keadaan ini dan melihat secara global bahwa pengungsi di daerah konflik adalah suatu masalah yang besar, dimana saat kita melakukan politik, membuat regulasi dll tetapi faktanya belum dapat memecahkan masalah kebutuhan kesehatan publik pada masyarakat yang berada di daerah konflik. Apa sebenarnya isu terbesar terhadap kesehatan publik pada masyarakat di konflik zone? Seorang peserta juga mengingatkan masalah pengungsi yang diakibatkan oleh bencana. Sehingga mungkin kita juga bisa melihat kasuspengungsi yang diakibatkan oleh keadaan bencana di Indonesia contohnya pengungsi gunung meletus Rokatenda dan di Sumatera Utara, mereka telah berbulan-bulan berada di kampung pengungsian. Apakah yang dibutuhkan mereka saat ini terkait dengan kesehatan dan makanan sudah laik? Pembicara ini juga mengatakan bahwa kita harus ikut bekerja dan masuk dalam sistem dan tidak hanya sekedar memberi konsumsi pada pengungsi. Ahli epidemiologi sangat dibutuhkan dalam penyiapan data, sehingga kita tidak hanya menggunakan pemberitaan media.

Pembicara lain bercerita tentang tiga pilar dalam kebijakan publik terhadap susteinabilitas kesehatan masyarakat yaitu :

  • Ekonomi
  • Sosial
  • Lingkungan

Ketiga pilar tersebut saling mendukung, terutama pilar sosial dan lingkungan yang sangat besar dalam mendukung ekonomi dan ini jelas terkait kesehatan publik. Isu hak asasi manusia ini termasuk dalam kapabilitas manusia dan kapabilitas kesehatan seperti kesetaraan kesehatan (health equity), udara bersih dan air bersih.

Pembicara terakhir bukan seorang dokter melainkan seorang pengusaha dan ahli dalam obat-obatan bercerita bagaimana pengembangan produk biomedis, regulasi dan teknologis informasi obat. Beliau mengatakan bahwa beliau bukanlah seorang yang anti terhadap obat generik karena obat generic adalah obat sehat dan ekonomis, namun terdapat problematik sistem terhadap obat generik. Dalam pemberian obat seperti antibiotik juga seringkali menjadi masalah sehingga banyak dijumpai resistensi obat di masyarakat. Kejadian serupa juga terjadi di Indonesia bahwa banyak terdapat pemberian obat yang seringkali tidak sesuai kebutuhan dan bagaimana pemahaman masyarakat terhadap antibiotik yang dapat dibeli dengan bebas yang mengakibatkan resistensi dikarenakan mengkonsumsi dengan tidak sesuai yang seharusnya.

Beliau juga bercerita bahwa ada perusahaan obat yang dialaporkan melakukan penipuan yaitu pemalsuan data obat dan melanggar Good Manifacturing Practices (GMP) dan Good Laboratory Practices (glp), sehingga perusahaan tersebut membayar dari tuntutan yang diberikan.

Efektivitas sistem kesehatan memiliki dampak besar pada morbiditas dan mortalitas, terutama di negara-negara yang berpenghasilan rendah dan menengah dimana kapasitas pengawasan obat lemah.

Beliau juga mengatakan bahwa di India dibutuhkan quality control dan quality insurance, agar tidak terjadi pemalsuan obat dan label obat. Terhadap obat generik perlu akses Good Quality Medicine.

Situasi ini akan dijadikan bingkai yang utama untuk masuk dalam masalah hukum kesehatan masyarakat dan akan disajikan menjadi suatu kasus dalam perjanjian global yang baru.

Output yang diharapkan yaitu ini akan menjadi kerangka kerja untuk kebijakan WFPHA dan aksi pernyataan untuk pendekatan kesehatan masyarakat.

 

Hari ke IV The 14th World Congress on Public Health

 Hari I Hari II  Hari III  Hari IV  Hari V 

 

Tiga delegasi PKMK (Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan) FK UGM hanya mengikuti sesi plenary pada hari ke-4 konferensi dengan topik "Global Public Health Challenges" di ruang grand theatre. Ruang ini merupakan ruang terbesar diantara ruang lainya tempat sesi concurent, thematic, poster dan presentasi oral berlangsung. Berikut reportase plenary 4 yang diliput oleh dr. Tiara Marthias, MPH.

Co-Chair: Ulrich Laaser, WFPHA Past President (2012-2014)

Speakers:

  • Ilona Kickbush, Professor; Global Health Programme at the Graduate Institute of International and Development Studies Switzerland
  • Vesna Bjegovic, Professor of Public Health & President of Association of Schools of Public Health in the European Region (ASPHER), Belgrade University, Serbia
  • Frederika Meijer, Country Representative, United Nations Population Fund (UNFPA)
  • Tewabech Bishaw, Managing Director, Alliance for Brain-Gain & Innovative Developmetn; and Secreatry General, African Federation of Public Health Assocation, Ethiopia

14feb15

Sesi ini memberikan sejumlah pemaparan mengenai berbagai tantangan komunitas kesehatan masyarakat di level global dan juga negara atau kawasan di dunia. Sesi ini juga bertujuan untuk memaparkan berbagai perspektif seputar solusi-solusi yang dapat dikembangkan untuk menjawab tantangan di era pasca 2015 (atau berakhirnya era MDG).

Beberapa tantangan utama yang masih ada termasuk masih tingginya angka kematian ibu dan anak di berbagai belahan dunia. Meskipun secara global AKI telah dapat ditekan hingga separuh dari angka pada tahun 1990, perkembangan kesehatan ibu dan anak dinilai belum optimal. Sejumlah negara, termasuk Indonesia, diperkirakan tidak akan dapat mencapai target-target yang telah ditetapkan dalam MDG 2015. Selain permasalah tersebut, penyakit tidak menular telah menunjukkan beban yang semakin meningkat, baik untuk negara maju maupun berkembang. Tantangan utama yang ketiga adalah keterbatasan dana kesehatan, yang merupakan masalah klasik yang terus-menerus dihadapi oleh berbagai negara.

Salah satu pembicara mengemukakan beberapa problema global yang saat ini ada dan perlu menjadi pertimbangan utama seluruh penduduk dunia karena masalah ini mempengaruhi seluruh negara dan juga lingkungan hidup. Masalah-masalah tersebut antara lain:

  1. Global warming, dimana berbagai bencana alam seperti bajir dan juga kekeringan melanda berbagai negara di belahan bumi
  2. Global divides, yaitu semakin senjangnya status kesejahteraan dilihat dari masih belum tuntasnya masalah kelaparan dan kemiskinan
  3. Global security, masalah keamanan dunia ditunjukkan dengan begitu banyaknya tragedi perang saudara dan juga terorisme
  4. Global instability, dilihat dari sejumlah krisis finansial yang melanda negara-negara di dunia. Krisis ini tentu saja telah mempengaruhi banyak negara lainnya secara tidak langsung.
  5. Global health, dimana kesehatan belummenjadi salah satu hak asasi yang utama

Beberapa permasalahan menarik yang diangkat dalam sesi ini adalah masih buruknya sistem tata kelola atau governance di bidang kesehatan. Hal ini diilustrasikan dengan contoh pinjaman asing untuk kesehatan. Begitu banyak pinjaman dari pihak asing (misalnya World Bank) yang diberikan dengan asumsi negara-negara tersebut akan mampu membiayai kelanjutan program yang diimplementasikan. Padahal, menurut co-chair sesi ini yaitu Ulrich Laaser, pinjaman semacam ini cenderung memberikan kesan bahwa dana tersedia tetapi tidak memberikan kesiapan suatu negara dalam membiayai program tersebut secara mandiri. Sisi negatif lainnya untuk pinjaman asing ini adalah adanya asumsi bahwa setelah 2-3 tahun implementasi proyek pilot, program tersebut harus dan akan bisa dibiayai oleh negara. Faktanya, bukti keberhasilan program tersebut belum tentu positif dan bermanfaat bagi negara tersebut. Sebagai tambahan, pinjaman tersebut merupakan investasi negara (karena harus dibayar di kemudian hari), yang belum tentu terbukti cost-effective.

Hal-hal positif yang telah berhasil dilakukan di level global untuk bidang kesehatan antara lain adalah:

  1. Adanya sejumlah kesepakatan global mengenai visi kesehatan masyarakat, misalnya melalui MDG
  2. Telah adanya sistem akreditasi NGO, sehingga tidak sembarang NGO dapat mengerjakan proyek dan juga untuk menjaga kualitas program
  3. Konsep One Health yang mulai dikembangkan dan diadopsi oleh banyak negara
  4. Telah maraknya SWAp atau Sector-wide approaches dalam mengimplementasikan solusi di bidang kesehatan masyarakat

Beberapa pesan penting yang perlu menjadi catatan dan dibawa pulang dari sesi ini adalah:

  1. Agenda paska 2015 harus mengutamakan perbaikan sistem pembiayaan kesehatan, baik di level negara maupun global antar lembaga donor dan negara pemberi pinjaman
  2. Solusi yang ditawarkan untuk paska 2015 seharusnya tidak lagi terbatas pada solusi teknis atau programatik di bidang kesehatan masyarakat, tetapi lebih mengedepankan perbaikan sistem pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat yang memiliki visi perbaikan status kesehatan bagi semua
  3. Investasi yang "pintar" adalah investasi yang memprioritaskan manusia–bukan program atau negara, atau lainnya–dan mengutamakan populasi yang rentan di bidang kesehatan. Investasi semacam inilah yang akan dapat mulai menjembatani jurang disparitas kesehatan untuk mengangkat status kesehatan seluruh populasi di dunia.

14feb15-1Setelah tiga delegasi PKMK mengikuti plenary, kami membagi policy brief dan pengalaman PKMK dalam menangani bencana dan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Memasuki sesi makan siang, kami menyempatkan diri untuk berkunjung ke exhibition Hangar tempat pameran poster berlangsung, disini terdapat banyak stan –stan menarik seperti Jhon Snow Inc, Taiwan helath promotion, WHO, atlas healthcare software dan lainya.

Konferensi ini juga menyediakan fasilitas untuk berkeliling Kolkata, tiga delegasi PKMK dan dua dari Indonesia lainya mengikuti tour. Kami diajak mengunjungi sungai Gangga. Delegasi Indonesia tidak kaget melihat kondisi sungai Gangga karena fenomena ini ibarat melihat sungai Ciliwung yang berada di Jakarta. Sungai ini digunakan sebagai media transportasi dan bahkan banyak masyarakat yang menggunakan air sungai Gangga untuk mandi. Fenomena lain yang juga menarik dari Kolkata, hampir setiap jalan yang kita lalui, di tepinya selalu ada aliran air sungai Gangga yang digunakan masyarakat kolkata mandi dan mencuci di pinggir jalan.

Reporter: dr. Bella Donna dan Eva Tirtabayu Hasri

 

Hari ke II The 14th World Congress on Public Health

 Hari I Hari II  Hari III  Hari IV  Hari V 

Reporter: dr. Bella Donna, M. Kes; dr. Tiara Marthias, MPH dan Eva Tirtabayu, MPH

Setelah mengikuti pre-kongres sehari sebelumnya, maka tiga delegasi PKMK mengikuti Kongres kesehatan masyarakat yang dimulai hari ini, 12 Februari 2015 di Kolkata.

kolkota7

Kolkata adalah ibu kota dari Bengal Barat dan merupakan kota terbesar di India setelah New Delhi. Kota ini cukup membuat kami selalu terkejut dengan suara klakson mobil maupun motor dari setiap kendaraan yang ada di jalanan. Mereka selalu membunyikan klakson setiap kali jalan, dan yang menarik adalah bahwa setiap kali tiba di perempatan lampu merah maka akan mematikan mesin dan mulai menyalakannya kembali saat lampu menyala hijau.

Pengalaman pertama bagi delegasi PKMK untuk menginjakkan kaki di Kolkata. Infrastruktur, sanitasi dan budaya Kolkata membuat kami bangga menjadi anak Indonesia. Potret kehidupan masyarakat Kolkata menjadi tantangan bagi ahli kesehatan masyarakat. Mungkin ini sebabnya konferensi diselenggarakan di sini.

Kegiatan kongres diselengggarakan di Science City Kolkata, melihat tempatnya maka kami teringat Taman Pintar Yogyakarta, namun bangunan tempat pelaksanaan plennary berlangsung cukup luas dengan ruangan berbentuk teater dan bisa menampung sekitar 2.200 orang. Sementara kegiatan lainnya seperti presentasi oral disiapkan di belakang gedung grand theatre dengan bangunan yang dibangun khusus untuk kongres kesehatan masyarakat yang ke-14.

Berikut laporan dari kongres yang kami ikuti:

Plenary I

Defining the Role of Public Health in Today's Global Setting

Co-Chairs: Bettina Borisch, Head of WFPHA Geneva Secretariate Dipika Sur, Secretary General, IPHA

Speakers:

  • Reuben Samuel, Representative to India, WHO
  • Eduardo Campos, FIOCRUZ (Brazil)
  • Pekka Puska, President of International Association of National Public Health Institutions (IANPHI)
  • Rudger Krech, Director of Department of Ethics, Equity, Trade & Human Rights, WHO

kolkota2Sesi ini bertujuan untuk memaparkan sejumlah reformasi di bidang kesehatan masyarakat, dengan mengangkat hasil-hasil pembelajarandari sejumlah negara dan kawasan.

Pembicara dari Finlandia memaparkan langkah-langkah yang telah ditempuh pemerintah dan profesional kesehatan masyarakat dalam bidang promosi kesehatan, terutama dalam menjawab tantangan beban penyakit degenatif atau non-communicable disease. Salah satu hasil nyata adalah berhasilnya program pengurangan kadar lemak dalam susu. Upaya ini tidak terlepas dari faktor-faktor kunci dalam mempromosikan perubahan dalam sistem kesehatan, di mana semua faktor saling mempengaruhi:

13feb15

Berdasarkan pengalaman di Finlandia dan dari suksesnya beberapa program promosi kesehatan, instrumen utama yang dibutuhkan adalah adanya dukungan dari kebijakan dan institusi pemerintahan terhadap program tersebut.

Pembicara dari FIOCRUZ/Brazil dalam paparannya yang berjudul "Public health needs to be both technical and political – Brazil experience in sharing health equity agenda" mempresentasikan situasi Brazil yang masih menghadapi sejumlah masalah kesenjangan dalam kesehatan. Namun, satu hal yang sudah didesain dengan baik di Brazil adalah adanya platform kebijakan yang menekankan equity dalam kesehatan. Misalnya, dalam konstitusi Brazil tahun 1988, keadilan kesehatan atau equity in health telah dituangkan dalam setidaknya lima pasal mengenai kesehatan. Konstitusi ini juga telah memberikan dasar hukum untuk implementasi universal health coverage, dengan penekanan pada kualitas dan kesetaraan untuk seluruh masyarakat Brazil.

Brazil, dalam gerakan yang menjadi bagian dari inisiatif health in all policies, berhasil menelurkan sejumlah program kunci (tidak hanya di bidang kesehatan, tetapi menjangkau lintas sektor), terutama setelah dibentuknya komisi untuk determinan sosial kesehatan melalui surat keputusan presiden;

  • Conditional cash transfer – berhasil mengangkat 30 juta populasi dari status kemiskinan
  • Sektor pendidikan – dengan menyediakan pendidikan gratis hingga universitas
  • Pembangungan perumahan skala besar
  • Penyediaan akses universal ke sumber air bersih, listrik, dan sanitasi
  • Pusat-pusat kebugaran di level masyarakat

kolkota1Saat ini, meski tantangan kesehatan masih ada, Brazil telah berhasil menempatkan sistem rujukan berjenjang di seluruh kawasan negara tersebut, dan merupakan negara ke-2 terbesar setelah Amerika Serikat yang menyediakan layanan transplantasi organ yang dibiayai oleh negara, serta memiliki sistem transportasi untuk gawat darurat kesehatan secara universal.

Kunci pembelajaran dari Brazil yang dapat dipetik adalah reformasi di bidang kesehatan dapat berhasil bukan karena masalah teknis atau sekedar berhasilnya program-program kesehatan, tetapi dengan menjangkau sektor-sektor di luar bidang kesehatan dengan cara menyatukan kebijakan-kebijakan agar perbaikan kesehatan dianggap sebagai salah satu tujuan utama yang mendukung perbaikan bangsa.

Pemaparan dari WHO Brazil menunjukkan beberapa tantangan kesehatan di India, termasuk tingginya angka kematian ibu dan prevalensi gizi buruk pada anak. Meskipun terdapat beberapa perbaikan ekonomi dan pengentasan kemiskinan, masalah kesenjangan kesehatan di India masih sangat besar. Misalnya, tingginya pembayaran out of pocket payment (OOP) yang mencapai 40% serta banyaknya rakyat India yang jatuh ke dalam satus miskin akibat pengeluaran kesehatan (catastrophic expenditure). Faktor kunci yang berperan adalah determinan sosial, dimana kesenjangan ini banyak dipengaruhi oleh tingkat kemiskinan dan pendidikan masyarakat yang timpang.

Langkah kebijakan yang dianggap penting untuk India adalah tindakan-tindakan yang menggabungkan pendekatan upstream dengan downstream, termasuk mengatasi masalah determinan sosial untuk kesehatan, memastikan sistem pembiayaan kesehatan yang menjamin equity, serta inklusi masyarakat ke dalam program-program kesehatan.

Rudger Krech dari WHO memberikan presentasi menarik tentang bagaimana agenda kesehatan telah menjadi agenda politik. Misalnya dalam pertemuan pimpinan negara G-7 di Jerman pada 2014, tiga dari enam agenda adalah masalah kesehatan. Sementara tiga agenda lainnya juga berhubungan dengan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah isu pemberdayaan perempuan.

Agenda kesehatan menjadi agenda politik karena beberapa hal, terutama di era globalisasi saat ini;

  • Kesehatan mempengaruhi sistem finansial. Di era globalisasi ini, keruntuhan ekonomi di satu negara akan (dan tidak dapat dihindari) mempengaruhi perbankan dan sistem keuangan negara-negara lainnya.
  • Kesehatan telah menjadi isu keamanan, hal ini dapat dilihat dari isu Ebola di Afrika sejak tahun lalu, di mana penyakit tidak mengenal perbatasan ataupun zona wilayah negara.
  • Kesehatan selalu merupakan masalah sosial yang mempengaruhi masyarakat di tingkat global.

Kepentingan politik ini juga telah membuahkan sejumlah inisiatif kesehatan global yang didukung oleh berbagai negara. Banyak sekali organisasi kesehatan global yang didanai oleh pemeirntah, berbagai peneltiian dan proyek kesehatan yang didukung oleh berbagai negara, hingga kolaborasi internasional yang saat ini sangat banyak dan berkembang pesat.

Namun, dari tragedi krisis Ebola yang terjadi akhir-akhir ini di kawasan Afrika Barat, nyata sekali bahwa sistem kesehatan masyarakat global belum dapat berfungsi sama sekali dalam mengatasi bencara semacam Ebola. Kegagalan ini terjadi di dua level:

  1. Di dalam negeri yang mengalami wabah Ebola, di mana tidak ada sistem kesehatan yang berfungsi sehingga kontrol wabah tidak berjalan dengan semestinya. Para pekerja kesehatan tidak didukung oleh pemerintah, baik dari segi alokasi pendanaan maupun regulasi yang mendukung sistem itu sendiri.
  2. Kegagalan kedua adalah di level global, yang lebih banyak dibahas dalam sesi ini. Komunitas kesehatan global ternyata tidak memiliki sistem koordinasi yang berfungsi. Hal ini dapat dilihat dari begitu lambatnya respon global terhadap wabah Ebola, yang menyebabkan kematian ribuan masyarakat dan ratusan pekerja kesehatan di berbagai negara. Komunitas kesehatan global juga mengalami kegagalan dalam memobilisasi sumber daya yang dibutuhkan, yang juga disebabkan oleh begitu terbatasnya koordinasi antar insitusi dan negara-negara di bidang kesehatan global.

Hasil diskusi sesi ini menggarisbawahi beberapa hal penting, yaitu:

  • Komunitas kesehatan global harus menghentikan kebiasaan eksklusivitas yang telah membatasi hubungan dunia kesehatan dengan bidang lainnya.
  • Tanpa perubahan yang nyata, sistem kesehatan global saat ini tidaklah berfungsi sebagaimana mestinya. Upaya harus dilakukan ke arah yang sama dan didukung oleh berbagai pihak, misalnya dengan mengkoordinasikan institusi dan berbagai negara untuk satu tujuan kesehatan global.
  • Perubahan sistem ini perlu dimulai dari perubahan dalam sistem pendidikan public health yang perlu lebih inklusif terhadap lintas sektor lainnya

kolkota3 

 

 

 

 

Pre conference: A Framework of Global Health Functions (GPHF) and Competencies

 Hari I Hari II  Hari III  Hari IV  Hari V 

Oleh: dr. Bella Donna, M. Kes

14wcph-1

Pada konferensi ini penulis berkesempatan untuk mengikuti satu sesi dengan topik A Framework of Global Health Functions (GPHF) and Competencies yang digelar pada Rabu (11/2/2015) di Kolkata, India. Sesi ini menghadirkan sejumlah narasumber terkemuka di bidang kesehatan masyarakat, yaitu:

  1. Prof. Vesna Bjegovic-Mikanovic, ASPHER
  2. Prof Karl Ekdahl, ECDC
  3. Prof. Anders Foldspang, ASPHER
  4. Prof Ulrich Laaser, WFPHA
  5. Dr Dennis Lennaway, CDC
  6. Dr Ehud Miron, Israel
  7. Dr Joanna Nurse, Inggris Raya
  8. Prof. Pekka Puska, Finlandia
  9. Dr. Priscilla Robinson, Australia
  10. Prof. Louise Stjernberg, Swedia
  11. Prof Heather Yeatman, Australia

Dr. Joana memaparkan isu tentang A Global Framework for Public Health Services and Functions. Ada tiga dasar pemikiran kerangka kesehatan global yaitu Changing Public Health Challenges and risks, Demand and costs for health systems are projected to continue increasing, dan Potential to benefit low income as well as middle and high income countries. Berdasarkan tiga alasan tersebut The World Federation of Public Health Associations diminta oleh WHO untuk menjawab semua tantangan dan ancaman kesehatan masyarakat global.

Materi Dr. Joana

World Federation of Public Health Association (WFPHA) mulai mengindentifikasi angka kematian dari tahun 1990-2010, faktanya ada pergeseran pola penyakit, dari comunnicable disease menjadi non-communicable disease. Dr. Joana mengungkapkan permasalahan kesehatan masyarakat mulai dari NCD mengancam pencapaian MDGs pasca 2015, Kesenjangan dana yang signifikan untuk mencapai UHC di negara berpenghasilan rendah, kasus Ebola, dan lain-lain. Untuk menjawab tantangan dan ancaman kesehatan masyarakat global WFPHA berdiskusi dengan beberapa organisasi kesehatan didunia diantaranya WHO, UNICEF, World Bank, American Association of Public Health, dan pada konferensi USA, Eropa. Dari hasil diskusi dihasilkan tujuh unsur penting yaitu governance, information, protection, prevention, promotion, advocacy, dan capacity.

14wcph-2

Permasalahan kesehatan global tidak hanya pada fungsi tetapi juga kompetensi yang dimiliki oleh tenaga kesehatan masyarakat. Faktanya saat ini program magister kesehatan masyarakat belum mempunyai kemampuan yang spesifik karena ilmu pendidikan s1 kesehatan masyarakat dipelajari kembali di magister kesehatan masyarakat. Padahal WHO mempunya list kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga atau ahli kesehatan masyarakat. Prof. Anders Foldspang Co-chair, European Competences Programme merekomendasikan untuk mengunjungi website www.aspher.org.

Materi Prof. Anders Foldspang

 

14wcph-3

Prof. Louise Stjernberg dari Swedia juga menjelaskan isu tentang kompetensi program sarjana kesehatan masyarakat. Dalam presentasinya, Louise mengungkapkan fakta tentang kompleksitas program kesehatan masyarakat. Sebuah studi yang dilakukan di tahun 2011 di sekolah ASPHER, sebesar 23/25 (92%) ECTS credit points adalah hal yang sangat kompleks. Perbedaan kompetensi yang dimiliki oleh berbagai negara terkait dengan kualiatas pendidikan, multi disiplin ilmu, lama pendidikan, dan kompetensi yang diharapkan menjadi tantangan ahli kesehatan masyarakat global.

Materi Prof. Louise

Tiga delegasi Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM juga mengikuti opening ceremony for 14th World Congress on Public Health yang dimulai pukul 16.00-18.00 waktu setempat. Dr Madhumita Dobe menjadi pembuka opening ceremony yang merupakan sekretariat organizing. Semua peserta yang peduli dengan masalah kesehatan masyarakat global berkumpul di ruang auditorium Science City. Kegiatan ini membuka konferensi yang akan diselenggarakan pada 12 hingga 15 Februari 2015.

 

 

JARINGAN KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA

www.kebijakankesehatanindonesia.net 

  SEJARAH

Diawali dengan adanya desentralisasi sistim kesehatan, maka di tahun 2000 dibentuklah semacam jaringan informal yang menghimpun para praktisi, peneliti, pemegang dan penentu kebijakan, untuk bersama-sama mengawal euphoria dan semangat desentralisasi kesehatan Indonesia, melalui jaringan dan forum desentralisasi kesehatan, dalam bentuk komunikasi melalui hasil penelitian, pelatihan-pelatihan dan advokasi ke pemegang kebijakan, baik di tingkat pusat dan daerah. Diadakan pertemuan nasional di bandung dengan pelaksana UNPAD-UGM.

Tahun 2010 dibentuklah jaringan kebijakan kesehatan Indonesia, yang telah mengadakan lima kali pertemuan/forum nasional di Jakarta, Makasar, Surabaya, Kupang, dan Bandung dengan tuan rumah/host 4 institusi yaitu PKMK FK UGM, FKM Universitas Hasanuddin Makassar, FKM Universitas Airlangga Surabaya, P2K3 Universitas Nusa Cendana Kupang dan FK Universitas Padjajaran Bandung. Pada tahun 2015 ini akan dilaksanakan forum jaringan keenam di Padang dengan tuan rumahnya adalah Universitas Andalas.

Didalam perkembangan selama 6 tahun ini jaringan ini telah berkembang dengan sangat pesat, berbasis dukungan seluruh anggota yang memiliki visi misi yang sepaham untuk menjadikan jaringan informal ini, berkembang menjadi kekuatan moral melalui karya akademik, berupa penelitian, sosialisasi hasil penelitian dan advokasi ke pemegang kebijakan. Diharapkan proses ini menjadi dasar pijakan pengambilan dan penentuan keputusan di bidang kesehatan secara umum, khususnya pelayanan kesehatan masyarakat.

Infrastruktur jaringan ini, telah dibangun sangat baik melalui dibentuknya jaringan website, jurnal dan kegiatan-kegiatan pelatihan penulisan policy brief, penelitian kebijakan dan kompetisi proporsal penelitian dan policy brief. Jaringan ini bisa diakses melalui www.kebijakankesehatanindonesia.net 

  VISI

Jaringan Kebijakan Kesehatan sebagai wadah para peneliti dan pemerhati kebijakan kesehatan di Indonesia memiliki visi untuk menjadi organisasi yang independen dan profesional dalam meningkatkan kapasitas penelitian kebijakan kesehatan di Indonesia. Selain itu, menjadi referensi dan rujukan bagi para pengambil keputusan dalam menentukan dan menganalisa kebijakan kesehatan yang telah dibuat berdasarkan hasil penelitian dari anggota Jaringan.

  MISI

Misi Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia adalah mengembangkan kemampuan dalam penelitian kebijakan kesehatan serta untuk meningkatkan efektifitas pengambilan keputusan. Anggota Jaringan adalah universitas dan lembaga riset yang bersifat independen. Dengan demikian, kegiatan penelitian dapat dilakukan oleh semua anggota.

17jkki

Pada masa mendatang, diharapkan ada sumber dana yang memberikan ruang untuk independensi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh anggota Jaringan.

  WORKING GROUP PADA JARINGAN KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA

Selama pertemuan Nasional yang telah dilaksanakan oleh Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia, telah terbentuk beberapa kelompok kerja sebagai berikut :

  1. Kelompok KIA yang telah mulai berkumpul sejak Forum Nasional II di Makassar telah melakukan pengembangan strategi kebijakan melalui pendekatan hulu ke hilir yang mencakup preventif-promotif sampai kuratif. Kelompok ini juga menyadari dan mulai melakukan penggunakan angka absolut dan prinsip surveillance-response kematian ibu dan bayi. Selain itu, telah dilakukan penyebaran policy brief ke seluruh kabupaten-kota dan pengembangan metode telemedia untuk menjangkau 520an kabupaten dan puluhan universitas/kelompok ahli.
  2. Kelompok Pembiayaan Kesehatan yang telah berkumpul sejak Forum Nasional I di Jakarta telah melaksanakan persiapan JKN pada 1 Januari 2014 dan memberikan masukan adanya pertimbangan untuk daerah-daerah yang belum siap fasilitas kesehatan dan SDM untuk diberikan penanganan khusus (investasi ). Selain itu memberikan rekomendasi dan saran kepada pemerintah untuk menaikkan kelengkapan infrastruktur sehingga mengecilkan gap antara daerah maju dengan yang terpencil serta akan melakukan monitoring pelaksanaan JKN akan dilakukan oleh berbagai universitas dengan menggunakan pendekatan multi-center.
  3. Kelompok AIDS yang baru berkumpul pada pertemuan di Forum Nasional IV sedang melaksanakan konsolidasi kegiatan, menggambarkan land-scape kebijakan, mengembangkan agenda kebijakan dan mengembangkan jaringan untuk kebijakan AIDS.
  4. Kelompok Mental Health yang mulai bergabung pada tahun 2014 dengan berbagai kegiatan untuk mengkonsilidasikan peserta dan mengidentifikasikan kegiatan – kegiatan di daerah di Indonesia.
  5. Kelompok Kebijakan SDM dan Pendidikan, Kelompok Gizi Masyarakat, Kelompok Pelayanan Kesehatan merupakan kelompok yang baru bergabung pada Forum Nasional di Bandung tahun 2014, sehingga masih dalam tahap konsidasi dengan peneliti dan rencana penelitian
  6. Kedepannya, akan dibentuk kelompok Disabilities. Anggota kelompok ini akan diundang untuk bergabung dengan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia selanjutnya.


  KEGIATAN TAHUN 2015

Months

Activities

Februari

  • 13 – 14 Februari 2015 di FK UGM, Workshop GP Mental Health
  • Seminar mengenai Masalah Sosial dampak Pembangunan Pada Mental Health (Studi Waduk Dharma)
  • Blended Learning  Pengembangan Kemampuan Perguruan Tinggi dan Policy Maker pada Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Program Kesehatan (Februari – Mei 2015) 
  • Seminar Manajemen Residen di FK UGM dan RSUP Dr. Sardjito
  • Pelatihan rencana strategi bisnis , 23-25 Februari 2015
  • Blended learning Pencegahan, Deteksidan Penindakan Fraud dalam JKN untuk Pimpinan dan Staf Dinas Kesehatan (Februari - april)

Maret

  • ASM: Leadership dalam Penerapan Sistem Remunerasi di RS
  • ASM: Kaitan Peningkatan Risiko Bencana dengan Pencapaian MDG'S
  • 18 Maret dalam rangka Annual Scientific Meeting Fakultas Kedokteran UGM : Seminar Bedah Buku KIA
  • Seminar Pokja Disaster
  • Seminar Pembelajaran Program KIA 

April

  • 2nd Indonesian Economics Association congress and world health day 2015
  • Workshop Integrated Maternal and Child Health Planning and Budgeting through Evidence Based model for district level
  • Seminar Private Sector di RS dan Equity di Era JKN
  • Seminar Safe Hospital and Community Involvement
  • Tentative Pelatihan Policy Brief untuk PTS Kesehatan di Jawa Barat
  • Blended learning Memahami Equity di JKN (dalam rangka INAHEA)

Mei

  • Pelatihan menyusun policy brief

Juni

  • Penyusunan Model Jaringan Telekomunikasi untuk JKKI

Juli

  • Uji-coba system Jaringan Telekomunikasi ke 6 Perguruan Tinggi di Indonesia
  • Pelatihan Menyusun Policy Brief untuk peserta Forum Nasional JKKI di Padang

Agustus

  • Seminar Forum Mutu IHQN ke 11
  • 24 – 26 Agustus 2015 Forum Nasional JKKI VI di Hotel Ina Muara Padang dan penggunaan Live-Streaming serta Sistem Co-Host
  • Workshop mengenai Sistem Kontrak di sektor Kesehatan menghadapi kenaikan anggaran sector kesehatan. Topik di KIA dan AIDS.
  • Workshop mengenai Implementation Research dan Policy Brief
  • Workshop mengenai INA-CBG dan Clinical Pathways

September

  • Evaluasi Kegiatan Jaringan Telekomunikasi dan Pembukaan peserta baru untuk Sistem Telekomunikasi dalam JKKI.
  • Pernyusunan Uji-coba Seminar bulanan melalui Webinar.

Untuk mendapatkan update mengenai kegiatan – kegiatan Jaringan Kebijakan, silakan klik pada www.kebijakankesehatanindonesia.net untuk mendapatkan alert system.

 

  KETERANGAN LEBIH LENGKAP

Hendriana Anggi
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Gedung IKM Sayap Utara Lt. 2, Fakultas Kedokteran UGM
Jl. Farmako, Sekip Utara, Yogyakarta 55281
Ph. /Fax : +62274-549425 (hunting)
Mobile : +6281227938882
Website : www.kebijakankesehatanindonesia.net 

 

 

Jadwal Agenda Annual Scientific Meeting 2015

 

No.

Tanggal

Kegiatan

 
1.  20 – 21 Februari dan 6 – 7 Maret 2015  Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) dan Penyiapan Akreditasi Bidang K3  klik
2.  21 Februari 2015  Workshop Manajemen Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Layanan Primer  klik
3.  2 Maret 2015  Seminar Keistimewaan Profesi Promotor Kesehatan Menuju Indonesia yang Lebih Sehat  klik 
4.  6 Maret 2015  Menutup Kesenjangan Millenium Development Goals (MDG) dan Agenda Pasca MDG  klik 
5.  7 Maret 2015  Peran Laboratorium Klinik dalam Upaya Skrining Hipotiroid Kongenital dan Manajemen HIV Ibu dan Anak  klik
6.  7 Maret 2015 Translational In Dermatology klik
7.  7 Maret 2015  Symposium and Video Session "Surgical Management in Corneal and Ocular Surface Disorders"  klik 
8.  10 Maret 2015  Seminar Kemajuan Mutakhir dan Peluang Pengembangan Radiologi Intervensi  klik 

9.

11 Maret 2015

Seminar dan Talkshow Pendekatan Analisa Data Besar (Big Data) di Bidang Kesehatan: Manfaat, Peluang dan Tantangan 

Klik

10.  14 Maret 2015  Nutrition in Critically Ill Patients  klik 
11.  14-15 Maret 2015  Clinical Updates 2015 "Current Management on General Practice and Emergency Cases klik
12. 16 Maret 2015  Seminar mengenai: Kaitan Peningkatan Risiko Bencana dengan Pencapaian MDGs  klik
13.  18 Maret 2015  Seminar Bedah Buku Inovasi KIA sebagai Rangkaian Annual Scientific Meeting (ASM) Tahun 2015 klik 
14.  19 Maret 2015  Seminar Leadership dalam penerapan sistem Remunerasi di Rumahsakit klik
15.  20-21 Maret 2015  Workshop Penyiapan ekstrak terstandar dari Herbal dan Uji aktivitasnya sebagai Imunostimulan klik
16.  24 Maret 2015  Potensi dan Peran Institusi Pendidikan dalam Penyediaan Tenaga Kesehatan untuk Daerah Terpencil, Kepulauan dan Perbatasan  klik
17.  28 Maret 2015  Peran Antioksidan Dalam Penanganan Penyakit Degeneratif dengan Pendekatan Nutrigenomik klik
18.  28 Maret 2015  Seminar "Menakar Implementasi Kartu Indonesia Sehat: Input Untuk Perbaikan Pelaksanaan" klik
19.  31 Maret 2015  Pengembangan Academic Health System (AHS) dalam Menyongsong Era Pasca MDGs  klik 
20.  Maret 2015  Kursus Biologi Molekuler & Imunologi klik 

 

 

 

 

 

  • slot resmi
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot