Hari ke V The 14th World Congress on Public Health

 Hari I Hari II  Hari III  Hari IV  Hari V 

 

Plenary 5

Human Rights and Law as tools for sustainable development

Co-Chairs: Dr David Butler-Jones, Senior Medical Officer, First Nations and Inuit Health Branch, Health Canada and former Chief Public Health Officer of Canada and DrYogendra. K. Gupta, Professor & Head, Department of Pharmacology, All India Institute of Medical Sciences, New Delhi.

Pembicara :

  • Sharon Friel :Professor of Health Equity & ARC Future Fellow,ANU College of Medicine, Biology and Environment and ANU College of Asia and the Pacific, Australia
  • Martin McKee :Professor ofEuropean Public Health, London school of Hygene and Topical Medicine. UK
  • JavedRahmanzai : Member Governance council, Executive Board Member Afghanistan
  • Y.K Gupta
  • K.SrinathReddy :President , Public Health Foundation of India
  • Dinesh Thakur : Consultant on Drug Manufacturing, EX- Ranbaxy Laboratories

15feb15-1Suasana Ruang Mini Theatre

Pleno kali ini bertujuan untuk mengeksplorasi lebih dalam berbagai pengalaman dan pendapat tentang bagaimana hak asasi manusia dan hukum dapat diintegrasikan dan mampu menjadi pilar kebijakan kesehatan masyarakat dalam tindakan maupun kegiatannya.

Sharon tertarik pada :

  • Konsep dan integrasi dari berbagai disiplin ilmu dalam meningkatkan kesetaraan kesehatan (Health Equity)
  • Adanya aturan dari faktor-faktor struktural dalam mempengaruhi ketidakadilan kesehatan termasuk perdagangan dan investasi, urbanisasi dan perubahan iklim.
  • Analisis dari proses kebijakan dan efektifitas dalam menangani ketidakadilan kesehatan
  • Menerapkan system teori-teori keilmuan dan metode-metode untuk study Kebijakan public yang sehat dan adil.

Pembicara lain yaitu Rahmanzai memberikan pengalaman mengenai kondisi pengungsi yang berada dalam daerah konflik dan perang. Dimana kondisi ini menimbulkan banyak orang kelaparan dan menderita. Rahmanzai mengajak semua peserta untuk bersama-sama berpikir untuk keadaan ini dan melihat secara global bahwa pengungsi di daerah konflik adalah suatu masalah yang besar, dimana saat kita melakukan politik, membuat regulasi dll tetapi faktanya belum dapat memecahkan masalah kebutuhan kesehatan publik pada masyarakat yang berada di daerah konflik. Apa sebenarnya isu terbesar terhadap kesehatan publik pada masyarakat di konflik zone? Seorang peserta juga mengingatkan masalah pengungsi yang diakibatkan oleh bencana. Sehingga mungkin kita juga bisa melihat kasuspengungsi yang diakibatkan oleh keadaan bencana di Indonesia contohnya pengungsi gunung meletus Rokatenda dan di Sumatera Utara, mereka telah berbulan-bulan berada di kampung pengungsian. Apakah yang dibutuhkan mereka saat ini terkait dengan kesehatan dan makanan sudah laik? Pembicara ini juga mengatakan bahwa kita harus ikut bekerja dan masuk dalam sistem dan tidak hanya sekedar memberi konsumsi pada pengungsi. Ahli epidemiologi sangat dibutuhkan dalam penyiapan data, sehingga kita tidak hanya menggunakan pemberitaan media.

Pembicara lain bercerita tentang tiga pilar dalam kebijakan publik terhadap susteinabilitas kesehatan masyarakat yaitu :

  • Ekonomi
  • Sosial
  • Lingkungan

Ketiga pilar tersebut saling mendukung, terutama pilar sosial dan lingkungan yang sangat besar dalam mendukung ekonomi dan ini jelas terkait kesehatan publik. Isu hak asasi manusia ini termasuk dalam kapabilitas manusia dan kapabilitas kesehatan seperti kesetaraan kesehatan (health equity), udara bersih dan air bersih.

Pembicara terakhir bukan seorang dokter melainkan seorang pengusaha dan ahli dalam obat-obatan bercerita bagaimana pengembangan produk biomedis, regulasi dan teknologis informasi obat. Beliau mengatakan bahwa beliau bukanlah seorang yang anti terhadap obat generik karena obat generic adalah obat sehat dan ekonomis, namun terdapat problematik sistem terhadap obat generik. Dalam pemberian obat seperti antibiotik juga seringkali menjadi masalah sehingga banyak dijumpai resistensi obat di masyarakat. Kejadian serupa juga terjadi di Indonesia bahwa banyak terdapat pemberian obat yang seringkali tidak sesuai kebutuhan dan bagaimana pemahaman masyarakat terhadap antibiotik yang dapat dibeli dengan bebas yang mengakibatkan resistensi dikarenakan mengkonsumsi dengan tidak sesuai yang seharusnya.

Beliau juga bercerita bahwa ada perusahaan obat yang dialaporkan melakukan penipuan yaitu pemalsuan data obat dan melanggar Good Manifacturing Practices (GMP) dan Good Laboratory Practices (glp), sehingga perusahaan tersebut membayar dari tuntutan yang diberikan.

Efektivitas sistem kesehatan memiliki dampak besar pada morbiditas dan mortalitas, terutama di negara-negara yang berpenghasilan rendah dan menengah dimana kapasitas pengawasan obat lemah.

Beliau juga mengatakan bahwa di India dibutuhkan quality control dan quality insurance, agar tidak terjadi pemalsuan obat dan label obat. Terhadap obat generik perlu akses Good Quality Medicine.

Situasi ini akan dijadikan bingkai yang utama untuk masuk dalam masalah hukum kesehatan masyarakat dan akan disajikan menjadi suatu kasus dalam perjanjian global yang baru.

Output yang diharapkan yaitu ini akan menjadi kerangka kerja untuk kebijakan WFPHA dan aksi pernyataan untuk pendekatan kesehatan masyarakat.