Hari ke II PGF

The 6th Postgraduate Forum on Health System and Policy 2015

“Provider Payment Reforms in SEA: Impact and Lessons Learned”

VENUE : Universiti Kebangsaan Malaysia Medical Center (UKMMC)
14 – 15 September 2015

HARI I   |   HARI II

Postgraduate Training in public health – current and future needs

Oleh: Datuk Dr. Lokman Hakim bin Sulaiman-Deputy Director General of Health, Ministry of Health, Malaysia.

Fakta yang terjadi saat ini, terdapat perubahan skenario. Kemudian, interaksi human-animal, emergency-re emergency infection disease threats. Adanya harapan hidup yang meningkat. Perubahan lingkungan dan manusia dalam menginduksi perubahan iklim. Public health harus melanjutkan dengan melakuakan penguatan dan membuat strategi baru. Terdapat banyak isu penyakit karena perjalanan, perdagangan dan cross border.

Malaysia memiliki skenario untuk bidang kesehatan mereka yaitu menyelesaikan masalah kesehatan dengan memperluas program public health. Seperti dalam pengaksesan primary health care. Malaysia selalu memastikan kesehatan dalam setiap tahap kehidupan. Sebagai contoh dalam penanganan diabetes dan dalam penanganan NCD’s. Sehingga dalam sebuah surat kabar pernah menyebutkan “Malaysia has one of the best healthcare system in the world.. Malaysia health care system hailed…Malaysia health care world class”

Topic : Designing and Implementing Provider Payment Reform in Social Health Insurance : Theory vs Practice

Keynote Speaker : Prof. Dato’ Dr. Syed MohamedAljunid
Notulen: Emmy Nirmalasari, MPH

Pada sesi ini, Professor Aljunid membahas pengalaman bagaimana mendesain dan melaksanakan Social Health Insurance di Malaysia.

Social Health Insurance di Malaysia sangat accessible untuk semua kalangan. Artinya Social Health Insurance tidak hanya dapat dijangkau pada masyarakat dengan ekonomi tinggi tapi juga terjangkau untuk masyarakat miskin.

Lebih lanjut, Aljunid membandingkan pengalaman Indonesia menggunakan BPJS dengan Social Insurance.

Untuk keberlangsugan Social Health Insurance yang perlu diperhatikan antara lain effisiensi, control moral hazards, biaya operasional yang tidak lebih dari 10% dan harus diterima oleh stakeholder-stakeholder lain. Kenapa? Karena dengan adanya stakeholder dapat mendukung efisiensi.

Keuntungan menggunakan Social Health Insurance dalam hal ini Casemix antara lain; jika ada resiko mengenai finansial dapat dirundingkan dengan si pemberi dana (funder) dengan provider,casemix bisa mengidentifikasi biaya per kasus, dapat mengembangkan cost containment measures.

Bagaimana mengembangkan casemix?

Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan koding atau mengkode data, mengelompokan data, mengeksplorasi, cleaning dan trimming, serta melakukan cost analisis.

Sesi ini berlangsung sangat interaktif sekali dengan durasi 65 menit.

Reporter: Gerardin Ranind K

Taha Almahbashi
“Peningkatan Kualitas Pentingnya dan Kinerja di Institut Kesehatan profesi Pendidikan di Yaman”

Poin utama untuk penelitian ini adalah untuk menilai peningkatan kualitas di lembaga profesi kesehatan dan difokuskan pada peningkatan perubahan lima dimensi di semua tingkat dalam organisasi (kepemimpinan, kebijakan dan strategie, orang, kemitraan dan sumber daya, dan proses). Menggunakan studi cross-sekte dengan random sampling. Jumlah level untuk pelaksanaan sukses dari scheme.ple HEF: 201/207  90%. Hasil: Kesenjangan tertinggi (-0,81) antara kepentingan dan kinerja peningkatan kualitas layanan pada masyarakat. Kesimpulan: Meningkatkan kepemimpinan akan mempengaruhi kualitas sistem dan memotivasi orang.

Azimatun Noor
“Kemampuan Malaysia dan Kesediaan untuk Bayar untuk Kesehatan dan Faktor yang Mempengaruhi mereka”

Orang-orang yang tinggal di daerah pedesaan dan perkotaan menunjukkan perbedaan dalam APT dan WTP. Tujuan penelitian: Untuk mempelajari kemampuan dan kemauan untuk membayar kesehatan oleh individu. Penanya telah melakukan wawancara tatap muka.
Hasil: Mayoritas responden mampu membayar dan bersedia membayar untuk kesehatan mereka, juga mereka menerima dan bersedia untuk berkontribusi untuk Pembiayaan Kesehatan Skema Nasional.

Saysong Somsamouth
“Kepuasan Pasien Terhadap Kesehatan Equity Fund: Sebuah Studi Kasus di Nong Kabupaten Savanket Provinsi Lao PDR”

Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi tingkat kepuasan anggota terhadap skema HEF, dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan anggota di Nong Kabupaten, Provinsi Savannaket Laos. Kepuasan terdiri dari kuratif, uang makan, transportasi, dan co-pembayaran. Analisis deskriptif dengan sampel adalah orang miskin dan berusia lebih dari 15 tahun. Hasil: Perempuan menggunakan layanan lebih dari laki-laki tapi mereka kurang puas dengan layanan dari laki-laki. Kesimpulan: rumah sakit harus fokus pada layanan kesehatan yang berkualitas berorientasi pasien daripada berfokus hanya pada penyakit pasien, dan otoritas harus mengambil tindakan untuk meningkatkan kepuasan anggota.

Irwan Saputra
“Dampak casemix Penggantian di Rumah Sakit Penghasilan Berdasarkan Aceh Program Asuransi Kesehatan”

Melalui Jaminan (Asuransi) Kesehatan Aceh atau JKA, biaya layanan rumah sakit diganti oleh pemerintah daerah. Metode ini membuat sumber daya keuangan di rumah sakit meningkat. JKA yang diintegrasikan ke dalam JKN (Program Asuransi nasional) yang merupakan asuransi dengan metode casemix berdasarkan INA-CBGs. Hasil akhirnya, rumah sakit pemerintah di Aceh yang menggunakan metode casemix, peningkatan pendapatan mereka dan lebih tinggi dari ketika mereka menggunakan JKA atau membayar untuk metode layanan.

Improving Maternal and Child Health in Indonesia Papua Region Through The Implementation of Evidence Based- Planning and Budgeting

Oleh : Tiara Marthias

Masalah kesehatan ibu dan anak di Indonesia memerlukan perhatian khusus oleh pemangku kebijakan, khususnya di daerah Papua. Usaha yang telah dilakukan untuk masalah tersebut diantaranya adalah dengan penguatan perencanaan kapasitas lokal, dengan menggunakan pendekatan EPB dan Budgeting.

Prevalence of Depression, Anxiety and Stress and Its Associated Factors Among Caregivers of Stroke Patients Residing at Home in the Community
Oleh : Ozdalifah Omar

Beberapa pasien penderita pasca stroke mengalami ketidakmampuan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, sehingga dalam melakukan aktivitas sehari-hari harus membutuhkan bantuan orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi tingkat kecemasan, depresi dan stress yang dialami oleh caregiver kepada pasien penderita stroke, dengan menggunakan kuesioner skala pengukuran kecemasan dan depresi.

Economic Aspect of Caeserean Section Casemix by Measuring Australian Diagnosis Related Groups (DRG’s) Aplication Based Costing (ABC) System in Hospitals Indonesia.
Oleh: Siti Rahmawati

Penelitian dilakukan karena beberapa hal diantaranya tingginya angka SC dalam proses persalinan, penggunaan teknologi yang sangat mahal, dan penyalahgunaan prosedur dan lamanya waktu tunggu operasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan tarif DRG menggunakan aplikasi “ABC” di rumah sakit Indonesia.

Anxiety , Depression and Quality of life among type 2 Diabetic Patients : Crossectional Study
Oleh : Rafidah Aini

Pada pasien penderita diabetes sering mengalami kecemasan dan depresi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kecemasan, tingkat depresi pada pasien penderita diabetes tipe 2 dengan menggunakan form Hospital Anxiety and Depression (HAD) dan Short Form (SF-36).

Fostering Midwife Performance in Indonesia with Continuous Education
Oleh : Yuli Mawarti

Angka kematian ibu di Indonesia meningkat. Perubahan kondisi ekonomi di Indonesia berdampak pada pelayanan kesehatan. Perlu dilakukan peningkatan kualitas tenaga bidan, seperti training dan pelatihan secara reguler.

SWOT Analysis the Midwife’s Role in Controlling HIV/AIDS in Denpasar Assesment of Barriers and Achievment
Oleh: Ni Komang Yuni Rahyani

Penyebaran penyakit HIV/AIDS di Indonesia masih cukup tinggi. Perlu dilakukan pemerikasaan yang variatif untuk mencegah penyebaran tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh coordinator bidan di beberapa health center di Denpasar dan BPM. Hasil penelitian ini adalah kekuatan utama dalam pengontrolan kasus HIV/AIDS adalah adanya kebijakan untuk pencegahan tersebut yang dilakukan dari pusat ke daerah.

Why Thai Long Term Care Providers in Rural Area Don’t Wait The Patient at the Hospital? : Lamsonthi Distric Model
Oleh : Nalinee

Angka pertumbuhan populasi lansia meningkat, khususnya di daerah Lamsonthi. Populasi lansia di daerah ini sangat miskin dan pemberi pelayanan kesehatan (caregivers) tidak mampu membawa mereka ke pusat kesehatan terdekat, sehingga masalah kesehatan yang terjadi pada lansia terabaikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil kesehatan lansia setelah dilakukan perawatan jangka panjang, dan menganalisis bagaimana pola dan penerapan yang dilakukan (long term care) di daerah tersebut. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perawatan untuk lansia dengan gangguan khususnya masalah kesehatan dapat dilakukan dengan perawatan jangka panjang yang bisa dilakukan di rumah, tanpa harus ke pusat pelayanan kesehatan. Perlu dilakukam kerja sama antara pemberi pelayanan kesehatan dan dinas sosial.

Follow up of Maternal and Perinatal Death of Review in Public Hospital (Case Study in Panemnahan Senopati and Wonosari Public Hospital in DIY)
Oleh: Emmy Nirmalasari

Menurut data SDKI 2012, menyatakan bahwa terdapat peningkatan angka kematian ibu yang cukup signifikan dari tahun 2007 sampai tahun 2012. Penyebab utama kematian tersebut adalh kasus peradarahan, eklampsi, preeklamsi dan infeksi. Dengan kondisi tersebut, pemerintah menggalakkan program AMP (Audit Maternal Perinatal). Penelitiaan ini menunjukkan bahwa follow up rekomendasi pelaksanaan AMP tidak berjalan optimal.

Getting your research output published

Malaysia: Dr. Nor Azlin Mohd Nordin
Indonesia: Dr. Mubasysyir Hasanbasri
Thailand : Dr. Pudtan Phanthunane

Indonesia: Dr. Mubasysyir Hasanbasri
Bagaimana bisa anggota Fakultas dapat memiliki siswa mengembangkan Penelitian mereka diterbitkan. Produk program MPH PhD: Pemecahan masalah manajer atau peneliti. PhD untuk guru pendidikan, gerakan pendidikan sehingga lebih tinggi, dan publikasi internasional menjadi kriteria harus dipenuhi. Apa yang bisa dilakukan untuk membantu siswa untuk mengejar cita-cita sebagai peneliti?

Ada beberapa poin perlu ditangani:

  1. harus dipilih mahasiswa muda yang ingin dipromosikan menjadi peneliti daripada menjadi agen atau manajer pemerintah
  2. masalah kadang-kadang datang dari dosen, sebagai dosen mungkin tidak seorang peneliti, sehingga mereka alami tidak bisa benar-benar secara alami menghasilkan sesuatu yang mereka tidak tahu
  3. untuk melibatkan mahasiswa dalam proyek penelitian, masalahnya jika proyek hanyalah proyek konsultan bukan proyek penelitian akhir sehingga tidak bisa dipublikasikan secara internasional
  4. menulis paper untuk publikasi internasional dengan professor. Profesor dan mahasiswa harus benar-benar bekerja sama untuk menghasilkan paper tersebut
  5. jika mahasiswa menghasilkan paper, maka diserahkan ke jurnal nasional, untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam membuat paper dan mempromosikan mereka yang ingin menjadi seorang peneliti.

Thailand: Dr. Pudtan Phanthunane

Penelitian Tinjauan Studi:

  • Meta analysiss
  • Analisis isi

Menggunakan Data primer
Menggunakan Data Sekunder

Publikasi Nasional: faktor dampak Thai, TCI Internasional

Contoh: tesisnya dalam penelitian skizofrenia di Thailand
Konseptual kerangka tesis “Skizofrenia di Thailand: Mengaktifkan informasi yang lebih baik untuk solusi yang efisien”
Tujuan: tujuan Umum, ia memiliki empat tujuan, masing-masing dapat dipublikasikan, jadi dia akan memiliki empat publikasi OE bahkan lebih dalam jurnal yang sama atau berbeda.
Analisis inti: harus cocok dengan kompetensi Anda. Siapa Anda? Apa ahli Anda?

Konferensi Publikasi adalah hal lainnya. Kehidupan peneliti harus gigih dalam mengembangkan penelitian, pembuatan paper, pemikiran atas penolakan kadang-atau bahkan sering untuk membuatnya diterbitkan.

Publikasi ini sangat penting bagi kami untuk berbagi apa yang kita lakukan untuk orang lain untuk membuatnya memiliki manfaat untuk orang lain dan masyarakat, membuatnya berguna dalam bidang mereka, memberikan kontribusi nyata bagi implementasi yang relevan.

Malaysia: Dr Nor Azlin Mohd Nordin

UKM, Fisiotherapist-Rehabilitasi, Neurologi, Biaya program yang efektif.

Kendala:

  • Keterampilan menulis akademik terbatas
  • Kurangnya pengalaman dalam publikasi
  • Jadwal thight
  • Kurangnya bimbingan atau dukungan

Solusi:

Strategi yang diusulkan:

  • Meningkatkan keterampilan menulis: membaca, menulis gaya penulis lain, menghadiri akademik menulis saja, latihan, latihan dan praktek
  • Temukan jam paling produktif Anda: mencoba waktu yang berbeda dari hari, hari kerja vs akhir pekan, sendiri atau dalam kelompok. Tambahkan beberapa fasilitas apakah yang akan membuat Anda bekerja lebih baik, misalnya musik yang ingin Anda dengar dan bisa menyemangati. Minum cokelat, kopi, es krim, atau apa pun untuk menyelamatkan zona dan membuat Anda lebih produktif. Remove apa yang tidak maka perlu dari otak Anda, sehingga otak Anda akan lebih ringan dari beban yang tidak perlu dan Anda akan merasa lebih ringan dan lebih kreatif.
  • Bergaul dengan teman baik Anda, belahan jiwa yang baik atau kelompok untuk meningkatkan keterampilan menulis Anda. Menjaga lingkungan Anda yang positif bagi pengembangan tulisan Anda, Anda mungkin akan lebih memilih untuk menemukan kelompok dari ruang cyber, menemukan kelompok pelajar menulis di internet. Ini yang kami sebut dukungan sebaya untuk meningkatkan tata bahasa Anda, ejaan dan lain-lain
  • Dorong diri Anda: mulai awal, konsisten, menetapkan target yang handal dan menjadi murid untuk mengikuti target Anda.
  • Menghadiri lokakarya penulisan naskah dan menetapkan target untuk menerbitkan surat-surat Anda sebelum lulus (itu adalah semacam target Anda harus mematuhi)
  • Jadilah positif, memiliki sikap positif untuk supervisor Anda.
  • Publikasikan kertas diterbitkan sebelum Anda memiliki ujian resmi tesis Anda. Itu akan menjadi peluru di tangan Anda.
  • Reward diri ketika Anda capai target Anda, kecil tapi sering setelah menyelesaikan setiap bagian, dan memanjakan diri dengan sesuatu yang signifikan ketika Anda selesai seluruh kertas dan mendapatkannya diterbitkan.

Closing remarks Postgraduate Forum 2015

Reporter: Emmy Nirmala, MPH

Pada sesi ini Professor Dato’ DR.Syed Mohamed Aljunid mengundang Professor Laksono Trisnantoro dan Professor Supasit Pannarunothai untuk maju ke podium. Sebelum closing Aljunid mempersilakan masing-masing dari mereka untuk melontarkan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disampaikan pada sesi-sesi sebelumnya dan memberikan reward berupa buku bagi yang bisa menjawab pertanyaan.

Professor Dato’ DR.Syed Mohamed Aljunid berterima kasih atas kehadiran seluruh partisipan dan disampaikan. Professor Laksono lalu menambahkan bahwa Postgraduate berikutnya akan diselenggarakan pada tanggal 3-4 Maret 2016 di Yogyakarta dengan topik Non-Communicable Disease, Universal Health Coverage. Deadline for abstract subbmission 27th November 2015. Pengumuman abstrak tanggal 15 Desember 2015. Peserta dari UKM Malaysia, Naresuan University Thailand, Songkla University Thailand dan United Nation University serta tuan rumah Universitas Gadjah Mada dibebaskan biaya pendaftaran. Professor Dato’ DR.Syed Mohamed Aljunid menutup acara. Tambahan dari Songkla University Thailand. Dekan dari Universitas ini mengenalkan univeritasnya sebagai anggota baru dalam forum Postgraduate ini.

Jadwal Kegiatan FKKI VI di Padang

klik

Materi presentasi Pleno 1 dan 2 klik disini

Waktu

Agenda dan Pembicara

Pembahas

24 Agustus 2015

07.00 – 08.00

Registrasi Peserta

08.00 – 09.15

Opening Ceremony

Tari Pasambahan

  1. Laporan Ketua Panitia FKKI VI
  2. Pengantar Koordinator Jaringan
  3. Rektor Universitas Andalas
  4. Sambutan dan pembukaan resmi

Pembukaan resmi menggunakan Talempong

  1. Prof. DR. dr. Rizanda Machmud, M.Sc., Ph.D
  2. Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D
  3. Prof. DR. Werri Datta Taifur, SE, MA
  4. dr. Rosnini Savitri, M.Kes, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat

09.15  – 10.00

Keynote Speech

Sesi ini merupakan pembukaan Forum Nasional Kebijakan Kesehatan  dengan presentasi ilmiah mengenai:

Perencanaan UHC dalam Pembangunan Nasional untuk Mewujudkan Masyarakat Sehat Paripurna

Pembicara:
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, Msc, PhD

 

10.00 – 10.30

Rehat Kopi

10.30 – 12.00

SESI I – Diskusi Pleno

Monitoring dan Evaluasi Kebijakan JKN 2015

Sesi Pleno ini membahas  berbagai hal penting dalam monitoring Kebijakan JKN.

Pembicara:

  1. Dr. Sangguana Koamesah, M.Kes, MMR: Universitas Nusa Cendana: Studi Kasus di NTT
  2. Sukri Palutturi, SKM, M.Kes, MSc.PH., Ph.D., Universitas Hasanuddin: Studi kasus di Sulawesi Selatan

  3. Denas Symond, MCN Universitas Andalas: Studi kasus di Sumatera Barat
  4. Eddy S. Rahmat, USAID : Pemaparan Hasil Landscape Penelitian Health Financing

Fasilitator: Prof. Laksono Trisnantoro MSc PhD

Diskusi untuk dibahas:

Apakah sudah saat nya dilakukan Evaluasi terhadap Kebijakan JKN: Apakah JKN diproyeksikan dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan?

Pembahas

  1. dr. Togar Siallagan,MM, Kepala Group Penelitian dan Pengembangan
  2. dr.Suir Syam,M.Kes,MMR, Anggota DPR Komisi IX RI
  3. dr. Rosnini Savitri, M.Kes, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat

12.00 – 13.00

Rehat Siang

13.00 – 14.30

SESI II – Diskusi Pleno

Penyampaian konsep dasar desentralisasi –

Implementasi UU 23/2014 dalam mendukung pencapaian Universal Health Coverage 2019.

Pembicara:

  1. DR. I Made Suwandi, MSc: UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah – Implikasi terhadap pembagian urusan pemerintahan bidang kesehatan.
  2. Prof. Ascobat Gani: UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah – Implikasi terhadap pencapaian Universal Health Coverage dan Sustainable Development Goals (SDGs)

Fasilitator: Budihardja Singgih

Pembahas:

  1. Prof. dr. Laksono Trisnantoro MSc PhD – FK Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
  2. Sukri Palutturi, SKM, M.Kes, MSc.PH., Ph.D – FKM Universitas Hasanuddin Makassar

14.30 – 15.00

Rehat Kopi

15.00 – 18.00

SESI III – Diskusi Paralel  (Jadwal silahkan klik pada judul)

KIA

JKN Evaluasi & JKN Penggunaan

HIV / AIDS

Mutu Pelayanan Kesehatan & SDM Kesehatan

GIZI, Kebijakan Rokok dan Penyakit Tidak Menular

Penanggulangan bencana

   

18.00 – 19.00

Istirahat

 

Materi Presentasi Pleno 4, 5, dan 6 klik disini

25 Agustus 2015

07.00 – 08.00

Registrasi Peserta

08.00 – 09.00

SESI IV – Diskusi Pleno

Penguatan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan penguatan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam Pelayanan UKP dan UKM:

Pembicara:

Prof. DR. dr. Hj. Rizanda Machmud, M.Sc., Ph.D

Apakah Puskesmas sebagai lembaga pemerintah mampu menjalankan fungsi sebagai FKTP dengan baik?

Pembicara:

DR. dr. Mubasysyr Hasanbasri, MA. Universitas Gadjah  Mada

Fasilitator:  Dr. dr. Deni Sunjaya DESS,

Universitas Padjajaran.

Pembahas

  1. Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U(K)
  2. dr. Adang Bahtiar, MPH, D.Sc : Ketua IAKMI Pusat
  3. H. Andra Sjafril, SKM, M.Kes :Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Riau

09.00 – 10.00

SESI V – Diskusi Pleno

Strategi Pemanfaatan Kenaikan Anggaran Kesehatan 5% untuk Pencapaian Target UHC dan SDGs)

Pembicara

  • Dr. drg. Theresia Ronny Andayani, MPH, Deputi Kesehatan dan Gizi Bappenas RI *)
  • Prof. Syahfuddin Karimi, Direktur Pascasarjana Universitas Andalas

Sesi ini membahas persiapan Bappenas dan Kementerian Kesehatan untuk mengantisipasi kenaikan anggaran Kesehatan di sektor Kesehatan. Diharapkan para pejabat yang berwenang dapat membahas apa yang terjadi saat ini.

Fasilitator:

Dr. dr. Dwi Handono, M.Kes : PKMK FK UGM

Pembahas

  1. dr.Adang Bahtiar,MPH,D.Sc, Ketua IAKMI Pusat
  2. Sumiyati, Ak. M.FM, Kepala BPPK Kementerian Keuangan
  3. dr. Gatot Soetono, MPH – Ketua IDI Pusat
  4. dr. Artati Suryani, M.Kes – Direktur RSUD Dr. Rasyidin, Padang

10.00 – 10.30

Rehat Kopi

10.30 – 12.00

SESI VI – Diskusi Pleno

Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan dengan Pencegahan Fraud di Era JKN

  1. Prof. Dr. dr. Budi Sampurno SpPF, Universitas Indonesia: Peraturan Menteri Kesehatan untuk mencegah Fraud.: Apakah sudah cukup kuat?
  2. Direktorat litbang KPK – Niken Arianti: Usaha pencegahan yang sedang dilakukan KPK

Fasilitator: Dr. Hanevi Djasri  MARS

Sesi ini membahas  mengenai kebijakan pencegahan fraud. Diharapkan para pembicara membahas mengenai kebijakan pencegahan ini; apakah cukup mampu untuk mengurangi perilaku fraud di JKN. Salahsatu pembicara diharapkan dapat membahas mengenai proses penyusunan kebijakan pencegahan fraud.

Pembahas

  1. dr. Donald Pardede, M.Kes – Ketua P2JK Kementerian Kesehatan
  2. dr. Arida Oetami, M.Kes – Kepala Dinas Kesehatan Propinsi DIY
  3. Dr. dr. C.H. Soejono, SpPD, K-Ger, MEpid, FACP, FINASIM – Direktur Utama RSCM

 

12.00 – 13.00

Rehat Siang

13.00 – 15.00

SESI VII – Diskusi Paralel (Jadwal silahkan klik pada judul)

KIA

JKN Kepuasan & JKN Kepesertaan

HIV / AIDS

FKTP

Penyakit Menular dan mental health

Penanggulangan bencana

15.00 – 16.00

Sambutan dari DFAT

Pembicara : John Leigh – DFAT Representative

Keynote Speech

Perencanaan UHC dalam Pembangunan Nasional untuk Mewujudkan Masyarakat Sehat Paripurna

Dra. Nina Sardjunani, MA – Deputy Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan

Evaluasi MDG’s Kesehatan: Khususnya MDG-4 & MDG-5 dan Strategi SDGs

Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, Sp.M(K), Menteri Kesehatan Republik Indonesia

16.00 – 17.00

Sesi Penutup Seminar : Menatap Tahun 2016

Strategi Pemanfaatan Kenaikan Anggaran Kesehatan 5% untuk Pencapaian Target UHC dan SDGs :
dr. Untung Suseno Surtarjo, M.Kes

Persiapan Pertemuan tahun 2017
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D

16.00 – 16.30

Rehat Kopi

15.30 – 17.00

SESI VIII – Diskusi Paralel (Jadwal silahkan klik pada judul)

KIA

Pembiayaan kesehatan

HIV / AIDS

Kesehatan keselamatan kerja

Unit cost

Penanggulangan bencana

17.00 – 19.00

Istirahat dan persiapan ramah tamah

19.00 – 21.00

Ramah Tamah oleh walikota Padang

 

Arsip Agenda Tahun 2015

14wcph-1

 

{tab REPORTASE|red}

 

Laporan: The 14th World Congress on Public Health di Kolkata, India

11 – 15 Februari 2015

klik disini


CHEPSAA Networking Meeting

Johannesburg, 27 – 29 Januari 2015

klik disini


Kick Off Meeting

Strenghtening Capacity in Health Insurance and Finance at KPMAK FK UGM, to Support Impementation of The New Health Insurance Scheme in Indonesia.

19 – 23 Januari 2015

klik disini


 

{tab SEMINAR & WORKSHOP|orange}

 

Workshop GP Mental Health

13 – 14 Februari 2015

klik disini


Diskusi Publik Mencegah Memburuknya Ketidakadilan Sosial di Sektor Kesehatan: Masukan bagi Penentu Kebijakan JKN

Jakarta 14 Januari 2015

klik disini


{/tabs}

 

 

Arsip Agenda Tahun 2015

 

 
 
 

 

 

 
 
 

 

 

 

 

Sesi Pleno, 24 Agustus 2015

pembukaan-24ags

Pembukaan Forum Kebijakan Kesehatan VI

pembukaan-24agsPara peneliti dan praktisi dari seluruh Indonesia berdatangan ke bumi Padang untuk Kebijakan Kesehatan Indonesia VI selama empat hari ke depan (24-27 Agustus 2015). Kelompok peneliti dan praktisi kesehatan ini akan membahas semua masalah dan pembelajaran mengenai kebijakan kesehatan di Indonesia. Tema yang diangkat mengenai Universal Health Coverage 2019: Manfaat, Kendala, dan Harapannya.

Laporan kegiatan disampaikan oleh Ketua Panitia Forum kebijakan kesehatan indonesia ke VI, Prof. Dr. dr. Hj. Rizanda Manchmud, M.Kes. Antusiasme peserta forum tahun ini sangat luar biasa, ada lebih dari 302 peserta dan 130 abstrak dari dalam dan luar Padang. Forum nasional tahun ini pertama kalinya digelar dengan webinar dengan 7 universitas sebagai co-host. Selama empat hari ke depan, kita berkumpul untuk berdiskusi dan mencari solusi untuk perbaikan program Jaminan Kesehatan Nasional dan kebijakan-kebijakan lainnya, bukan sebaliknya. Semoga kegiatan ini berbuah manfaat dan menambah luas jaringan seperti ranting-ranting pinus.

Pengantar rangkaian kegiatan disampaikan oleh koordinator Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI), Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD. Isi pengantar tersebut, antara lain: Selamat datang kepada seluruh peserta, tahun 2015 ini terlihat kemajuan pesat dari jaringan ini yang pertama kali terbentuk di tahun 2000. Bersyukurlah kita mendapat kesempatan untuk berkumpul membahas mengenai masalah-masalah dan pembelajaran di tahun kedua pelaksanaan JKN. Bukan hanya JKN yang dibahas dalam forum ini, para peserta dapat memilih pokja-pokja kebijakan yang ada yaitu: Pokja Kesehatan Ibu dan Anak, Pembiayaan Kesehatan, HIV/AIDS, Pendidikan SDM Kesehatan, Pelayanan Kesehatan, Gizi Masyarakat, Kesehatan Lingkungan, Penanggulangan Bencana, Mental Health, dan lainnya.

Sambutan sekaligus pembukaan disampaikan oleh Rektor Universitas Andalas, prof. DR. Werri Datta Taifur, SE, MA. Senang sekali Padang menjadi tuan rumah untuk forum ini. Ini memang masalah penting untuk dibahas secara nasional karena untuk mencapai kemajuan bangsa maka kesehatan adalah salah satu indikator yang harus diperhatikan, selain pendidikan. Pondasi kesehatan masyarakat harus kuat. Salah satu inisiatif negara kita adalah dengan menyelenggarakan universal health coverage. Dengan mengucap basmalah forum ini resmi dibuka.

  1. 24ags-tarianTerakhir, sambutan oleh Gubernur Sumatera Barat yang diwakili oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, dr. Rosnini Savitri, M.Kes. Dalam sambutannya, Rosnini menyampaikan sejumlah hal, antara lain dana untuk kesehatan Sumatera Barat sudah mencapai 16,8 % meski masih ada kabupaten/kota yang masih berkisar 4-5% tetapi ada juga kabupaten yang justru lebih tinggi hingga mencapai 18%. Ini menjadi tantangan kami memang, bagaimana meningkatkan pendanaan bidang kesehatan di Sumatera Barat. Forum ini sangat bermanfaat bagi Sumatera Barat, dilihat dari isu-isu kebijakan yang diangkat, diantaranya mengenai bencana dan HIV AIDS. Kami haturkan banyak terimakasih dan mohon maaf jika ada kesalahan dan kekurangan dalam penyelenggaraan kegiatan ini.

Pembukaan Forum Kebijakan Kesehatan Indonesia VI kali secara simbolis dibuka dengan pemukulan gong kecil oleh masing-masing perwakilan penyelenggara dan sponsor. Seluruh peserta, disambut di Bumi Minang dengan tarian penyambutan tamu: Tarian Pasambahan yang dibawakan oleh mahasiswa-mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Reporter: Madelina Ariani

 

Laporan Ketua Panitia FKKI VI
Prof. DR. dr. Rizanda Machmud, M.Sc., Ph.D

video 

Pengantar Koordinator Jaringan
prof. dr. Laksono Trisnantoro, Msc, PhD

video

Rektor Universitas Andalas
Prof. DR. Werri Datta Taifur, SE, MA

video

Sambutan dan pembukaan resmi
dr. Rosnini Savitri, M.Kes, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat

video

 

Keynote Speech

24ags-pengantar2Sebagai Ketua JKKI, Prof. Dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD memberikan pengantar pada seminar di hari pertama ini. Setidaknya ada dua topik yang dibahas pada pengantar tersebut, yang pertama mengenai apa manfaat dilakukannya monitoring kebijakan JKN dan yang kedua terkait dengan pemanfaatan teknologi untuk mengembangkan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia.

Sejak Kebijakan Pembiayaan Kesehatan Nasional yang disebut JKN diimplementasikan tahun 2014, Prof. Laksono melalui PKMK FK UGM melakukan monitoring dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan ini. Harapannya adalah untuk bisa mengawal pelaksanaannya, agar sesuai dengan amanah UU yaitu meningkatkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Menyadari kurangnya sumber daya, Prof. Laksono mendorong berbagai Perguruan Tinggi lain untuk melakukan monev ini bersama-sama di wilayah masing-masing. Hasil monitoring yang dibahas dalam berbagai pertemuan bersama menunjukkan tujuan kebijakan belum sepenuhnya tercapai. Hal ini, menurut Prof. Laksono karena road map disusun pemerintah berdasarkan asumsi, sedangkan upaya untuk memenuhi asumsi tersebut – misalnya pemerataan fasilitas kesehatan dan kecukupan dana – belum terpenuhi. Kebijakan ini menyebabkan terjadinya ketidakadilan geografis. Akhirnya kelompok yang mendapatkan manfaat paling besar dari kebijakan ini justru adalah masyarakat “non-PBI mandiri”. Hasil monev ini akan digunakan untuk memberi masukan pada pembuat kebijakan untuk melakukan revisi, mulai dari tingkat UU sampai kebijakan teknis sesuai hasil temuan.

24ags-pengantar1Saat ini implementasi JKN dan BPJS cenderung tersentralisasi padahal masalah di berbagai daerah berbeda-beda, yang membutuhkan pendekatan berbeda pula. Sebagai contoh, data dari kabtor-kantor cabang BPJS langsung dikirim ke pusat tanpa ada komunikasi dengan Pemda/Dinkes setempat. Akibatnya, kepala daerah tidak mengetahu berapa masyarakatnya yang menderita sakit tertentu, atau apa masalah penyakit terbanyak yang diderita warganya. Oleh karenanya, UGM mengajak perguruan tinggi lain untuk terus menerus melakukan monev, mendiseminasi hasilnya dan bersama-sama mengupayakan advokasi di tingkat daerah masing-masing hingga ke pusat. Untuk meningkatkan efektivitas ini, teknologi komunikasi jarak jauh dimanfaatkan semaksimal mungkin. Setiap pertemuan yang membahas mulai dari penyusunan proposal hingga diseminasi hasil-hasil penelitian dan advokasi dipaparkan melalui website, webinar hingga blended learning. Untuk itu, semua perguruan tinggi yang terlibat aktif juga harus menguasai teknologi ini dan memiliki infrastruktur yang mendukung. Seperti yang dilakukan pada Fornas di Padang ini yang secara langsung di-relay antara lain oleh Universitas Mulawarman, Universitas Nusa Cendana, Universitas Sam Ratulangi dan UGM. Harapannya, setiap perguruan tinggi akan memiliki kesempatan yang sama untuk berperan sebagai host/co-host pertemuan nasional, serta mengembangkan simpul-simpul penelitian kebijakan di daerah di seluruh Indonesia. Sayangnya, saat ini perguruan tinggi yang terlibat masih sedikit dan akses ke pertemuan ilmiah terbatas. Oleh karenanya, Prof. Laksono mengajak semua pihak untuk bergabung dan aktif di forum JKK ini dan menjalin hubungan komunikasi antar-anggota. Pada akhirnya, masyarakat pengguna ilmu dapat mengembangkan diri secara lebih murah.

materi presentasi  video

Reporter: Putu Eka Andayani

Reportase Pleno 1

24-2

Monitoring dan evaluasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tahun 2015 menjadi topik pada sesi pleno pertama pada Forum Kebijakan Kesehatan Indonesia VI. Sesi diawali dengan materi Dr. Sangguana Koamesah MKes. MMR (Universitas Nusa Cendana) tentang kondisi di NTT. Ketersediaan SDM kesehatan dan fasilitas kesehatan masih menjadi masalah utama di daerah. Dari total iuran peserta JKN yang sekitar 848 M, ada sekitar 351 M yang belum terpakai untuk pembiayaan peserta JKN. Sangguana menegaskan bahwa monitoring terpadu sangat berperan penting dalam mencapai UHC 2019.

Sebagai fasilitator dalam sesi ini, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc. PhD kemudian mempersilakan Sukri Palutturi, SKM, M.Kes, MSc.PH., Ph.D, (Universitas Hasanuddin) untuk turut memaparkan hasil kajiannya. Beberapa aspek dalam penyelenggaraan program JKN dijelaskan secara detail, termasuk adanya adverse selection. Hal lain yang menarik yaitu kendala sistem rujukan dan pendaftaran. Temuan ini dilengkapi oleh hasil studi Denas Symond, MCN (Universitas Andalas) yang lebih menyoroti pemerataan di tengah ketersediaan SDM dan fasilitas kesehatan.

Pemaparan hasil landscape penelitian health financing dari USAID yang diwakili oleh Edhie S. Rahmat juga menekankan adanya kesenjangan antara normatif dan teoritis. Adapun tiga prioritas yang disampaikan beliau terkait dengan efek pembiayaan JKN di FKTP, dampak terhadap rujukan, dan peran BPJS Kesehatan sebagai purchaser. Menanggapi hal ini, dr. Suir Syam, M.Kes, MMR selaku anggota DPR Komisi IX menyatakan beberapa hal yang sedang menjadi perhatian, yaitu : dampak kebijakan kapitasi pada pemerataan SDM kesehatan, kesulitan dalam pendaftaran kepesertaan, perlu dikaji kembalinya mekanisme bayar denda atas keterlambatan iuran, dan masalah penjaminan bayi baru lahir.

Tanggapan dari BPJS Kesehatan yang diwakili oleh dr. Togar Siallagan menjelaskan bahwa tanggung jawab pemerintah dalam mendukung ketersediaan SDM dan fasilitas kesehatan juga perlu untuk dioptimalkan. Menurut dr. Rosnini, salah satu yang dapat dilakukan daerah yaitu melalui tim khusus untuk monev. Sukri menambahkan bahwa kesuksesan upaya tersebut juga tidak lepas dari SDM non kesehatan. Di lain sisi, menurut Dr. Sangguana bahwa perbedaan kapasitas fiskal perlu dipertimbangkan. Menurut Togar, dukungan sistem informasi sedang dikembangkan BPJS Kesehatan .

“Apakah sudah saatnya dilakukan evaluasi terhadap kebijakan JKN, apakah JKN diproyeksikan dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan?”. Di sesi akhir, Prof. Laksono menyimpulkan beberapa hasil diskusi bahwa dua masalah utama JKN yaitu kendala yang bersifat operasional dan kendala yang bersifat konsepsual. Sesi pleno juga menjaring saran dan rekomendasi dari peserta, diantaranya : perlunya pelatihan coding, pentingnya regulasi dalam pengelolaan dana kapitasi, revitalisasi fungsi promotif dan preventif di FKTP, dan perbaikan sistem e-catalog dalam pengadaan obat.

Materi Presentasi

Dr. Sangguana Koamesah, M.Kes, MMR
Universitas Nusa Cendana: Studi Kasus di NTT
materi  video

Sukri Palutturi, SKM, M.Kes, MSc.PH., Ph.D.,
Universitas Hasanuddin Studi kasus di Sulawesi Selatan
materi  video

Denas Symond, MCN Universitas Andalas
Studi kasus di Sumatera Barat
materi  video  

Eddy S. Rahmat, USAID
Pemaparan Hasil Landscape Penelitian Health Financing
materi  video

Video Sesi Diskusi

part 1  part 2  part 3  part 4  part 5 

 

Reportase : BES

Reportase Pleno 2

 24-3

Konsep Universal Health Coverage / Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia itu kurang tepat menurut Prof Ascobat. Karena saat ini konsep JKN masih berbentuk financial risk protection atau proteksi agar pasien tidak miskin setelah sakit. Bentuknya bagus tetapi berdasarkan pengalaman dari negara lain cara ini hanya akan membuat biaya kesehatan semakin mahal. Dalam satu tahun di Indonesia pasca penerapan JKN telah terjadi inflasi biaya kesehatan sebesar 13%. Jangan sampai indonesia seperti Amerika yang biaya kesehatannya sangat mahal.

Ibarat burung elang, satu sayapnya berbentuk proteksi finansial, tetapi sayap lainnya harus berupa health risk reduction atau pencegahan agar masyarakat tidak sakit, sehingga angka kesakitan menjadi berimbang, jumlah pasien sakit berkurang. Tanpa kedua sayap yang bekerja baik tentu burung elang tidak bisa terbang. Dua pilar lain adalah kelengkapan sarana prasarana dan pengawasan oleh kepala daerah dalam menjalankan Undang-undang 23 tahun 2014.

Keempat konsep tersebut tercantum dalam Sustainable Development Goal, JKN dan Undang-undang no 23 tahun 2014 mengatur tentang pemerintahan daerah, dimana terdapat urusan pemerintahan wajib yang harus diselenggarakan oleh semua daerah. Presiden dalam undang-undang ini ditampuk sebagai pemegang kekuasaan tertinggi sesuai dengan UUD 45, yang memegang tanggung jawab penuh pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut, dibantu oleh menteri, termasuk pada urusan kesehatan.

Sektor Kesehatan menjadi urusan wajib daerah karena berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat setara dengan sektor pendidikan, pekerjaan umum, perumahan rakyat, ketentraman, dan sosial. Sektor ini harus menjadi prioritas bagi daerah. Bagi daerah yang menolak pemenuhan pelayanan dasar ini maka terdapat affirmative policy bagi presiden untuk memberikan sanksi administrasi.

Dalam kaitannya dengan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional, dr. I Made Suwandi mengatakan bahwa kebijakan ini dapat digunakan untuk memaksa daerah melakukan kerjasama lintas kabupaten untuk memenuhi kesehatan masyarakat. Tentu kerjasama ini harus dikoordinasikan oleh gubernur sebagai pimpinan puncak sedangkan untuk kerjasama ksehatan lintas provinsi merupakan wewenang dari kemendagri.

Dalam undang-undang dikatakan bahwa untuk adanya sinergi yang baik antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian maka diperlukan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) untuk dijadikan pedoman pelaksanaan. Namun sayangnya pada beberapa sektor NSPK ini masih dalam tahap pembahasan.

Sebagai kesimpulan bahwa undang-undang 23 tahun 2014 telah menyajikan sebuah terobosan bagi kepala daerah untuk melakukan affirmativepolicy untuk perbaikan sektor kesehatan. Tetapi tetap harus ada kerjasama dengan berbagai pihak dengan agar finansial risk reduction bisa terbang bersama health risk reduction. Pencegahan selalu lebih baik dari pengobatan. -ty

Materi Presentasi

DR. I Made Suwandi, MSc
UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah
Implikasi terhadap pembagian urusan pemerintahan bidang kesehatan.
materi   video

Prof. Ascobat Gani
UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah
Implikasi terhadap pencapaian Universal Health Coverage dan Sustainable Development Goals (SDGs)
materi   video

 

Sesi Pleno, 25 Agustus 2015

25ags-pleno4

Reportase Pleno IV

25ags-pleno4

Diskusi panel ke-4 ini membahas dua hal yaitu memposisikan puskesmas sebagai sentral dalam fasilitas kesehatan tingkat pertama dan majerial puskesmas yang harus berjalan. Selain itu, diskusi ini juga mengajak untuk jangan ada pembiaran terhadap peran puskesmas. Diskusi ini difasilitatori oleh Dr.dr Deni Sunjaya DESS dari Universitas Padjajaran dengan pembahas Prof.Dr. dr. Akmal Taher, Sp. U; dr. Adang Bahtiar, MPH, D.Sc (Ketua IAKMI Pusat) dan H. Andra Sjafril, SKM, M. Kes (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau).

Diskusi diawali dengan presentasi dari Prof. Dr. dr. Hj. Rizanda Machmud, M. Kes dari Universitas Andalas mengenai penguatan fasilitas kesehatan tingkat pertama dan penguatan dinas kesehatan kabupaten/ kota dalam Pelayanan UKP dan UKM. Dalam paparannya, Rizanda menekankan tentang tugas puskemas yang harus dilakukan terkait dengan Permenkes No.75 tahun 2014. Puskesmas yang diharapkan berperan sebagai sentral akan memiliki kesulitan untuk menjalankan Permenkes No.75 tahun 2014 karena akan ada permasalahan di pelaporan dan pencatatannya. Untuk mengatasi hal ini memang sudah ada aplikasi PCare tetapi aplikasi ini tidak bisa mendistribusikan semua keperluan di Puskesmas. Presentasi kedua disampaikan oleh DR. dr. Mubasysyr Hasanbasri, MA dari Universitas Gadjah Mada mengenai apakah puskesmas sebagai lembaga pemerintah mampu menjalankan fungsi sebagai FKTP yang baik. Presentasi ini menyoroti tentang organisasi yang ada di puskesmas, khususnya manajerialnya. Manajerial ini perlu dilakukan untuk keperluan pengelolaan karena kerja di puskesmas tidak dapat dijalankan seorang diri. Meskipun demikian, sistem manajerial ini tidak akan berjalan dengan baik jika tidak didukung oleh Dinas Kesehatan.

Pembahasan mengenai kedua topik ini menjelaskan tentang kurangnya integrasi di puskesmas sehingga permasalahan di puskesmas sudah ada sebelum era JKN. Permasalahan ini masih ada hingga saat ini. Selain itu,menurut Prof. dr. Akmal Taher, Sp puskesmas memang enggan untuk mengatur manajerialnya sendiri karena pihak puskesmas tidak mau ribut di level bawah sehingga lebih baik level atas saja yang mengatur. Ide yang muncul disini adalah memilih tokoh di manajerial yang komprehensif sehingga dapat memberikan pelayanan yang baik. Pihak yang diharapkan untuk melakukan manajerial ini berasal dari lulusan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat dan bukan lagi dokter. Kendalanya adalah lulusan FKM tidak percaya diri menjalankan peran ini.

Untuk keikutsertaan pihak Dinas Kesehatan terhadap peran puskesmas dibahas oleh H. Andra Ajafril, SKM, M. Kes yang menjelaskan bahwa di Dinas Kesehatan Riau sudah diutamakan akreditasi dan manajemen puskesmas. Sayangnya, menurut Prof. Dr. dr. Hj. Rizanda Machmud, M.Kes hal tersebut belum terjadi di Padang. Umpan balik belum terjadi dari dinas kesehatan ke puskesmas. Sehingga bisa dikatakan bahwa keadaan puskesmas masih sulit di generalisasikan akibat dari otonomi daerah. 

Materi Presentasi

Penguatan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan penguatan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam Pelayanan UKP dan UKM:

Prof. DR. dr. Hj. Rizanda Machmud, M.Sc., Ph.D

materi

Apakah Puskesmas sebagai lembaga pemerintah mampu menjalankan fungsi sebagai FKTP dengan baik?

DR. dr. Mubasysyr Hasanbasri, MA. Universitas Gadjah Mada

materi

Video Sesi Diskusi

Diskusi part 1  part 2  part 3

Reportase Pleno V

25ags-pleno5 

“Strategi Pemanfaatan Kenaikan Anggaran Kesehatan 5 % untuk Pencapaian Target UHC dan SDGs”

Pembicara dalam diskusi sesi pleno V yaitu Dr.drg. Theresia Ronny Andayani, MPH dan Prof. Syahfuddin Karimi. Sementara pembahasnya ialah dr. Adang Bahtiar, MPH, D.Sc, Sumiyati, Ak. M.FM, Dr. Gatot Soetono, MPH dan Dr. Artati Suryani, M.Kes. Pada diskusi pleno sesi V ini dibahas isu yang sedang hangat diperbincangkan saat ini terkait dengan rencana pemerintah menaikkan anggaran kesehatan sebesar 5% pada APBN tahun 2016. Pada saat ini, pengeluaran kesehatan publik untuk belanja kesehatan masih rendah. Oleh karena itu, pemerintah berencana menaikkan anggaran sektor kesehatan sesuai dengan tuntutan undang-undang yaitu sebesar 5%. Pemerintah juga bertekad meningkatkan alokasi anggaran kesehatan bagi daerah menjadi 22 Trilyun, naik 7 kali lipat dibandingkan tahun 2014 sebesar 3 Trilyun.

Pertanyaan selanjutnya adalah dengan kenaikan sektor anggaran ini, bagaimana strategi Bappenas? Dalam paparannya drg. Theresia Ronny Andayani, MPH yang diwakili oleh staf menyampaikan pentingnya upaya meningkatkan kegiatan promotif dan preventif, menyediakan tenaga kesehatan, obat dan peralatan kesehatan yang memadai, mengembangkan penelitian dan pengembangan guna mendukung dalam pengambilan kebijakan berbasis bukti, serta peningkatan sistem informasi kesehatan. Selain itu, salah satu strategi yang tidak kalah pentingnya pelaksanaan sistem kontrak dan public private partnership untuk meningkatkan kemampuan penyerapan anggaran.

Profesor Syahfuddin, Ekonom Universitas Andalas menjelaskan bahwa ada tantangan yang luar biasa besar dengan kenaikan anggaran sektor kesehatan sebesar 5 % ini yaitu bagaimana penyerapan anggaran bisa maksimal. Sebagai contoh Kementerian Pendidikan yang mengalami kesulitan dalam penyerapan anggaran kesehatan 5%. Syahfuddin mengusulkan strategi yang harus dilakukan adalah asuransi bagi semua masyarakat, keterbukaan informasi tentang kualitas dan biaya pelayanan kesehatan serta melakukan perencanaan yang baik dengan melibatkan pengguna layanan kesehatan.

Terkait dengan strategi kenaikan anggaran sektor kesehatan, dr. Adang Bachtiar mengusulkan perlu adanya mobilisasi sumber daya manusia, utilisasi data epidemi untuk health intervention serta perbaikan tata kelola anggaran, efisiensi, dan akuntabilitas. Sementara itu, Sumiyati dari Kementerian keuangan menekankan pentingnya strategi perencanaan yang baik yang yang meliputi: review peraturan dan prosedur yang ada, penyediaan SDM yang proporsional antara medis dan pendukungnya, sistem remunerasi yang baik, monitoring dan evaluasi yang kuat,serta sistem yang baik dan komitmen. dr Artati juga setuju dan sependapat dengan apa yang disampaikan dengan Sumiyati bahwa strategi yang paling penting adalah perencanaan yang tepat dengan melibatkan pengguna layanan kesehatan. 

Materi presentasi

Dr. drg. Theresia Ronny Andayani, MPH,
Deputi Kesehatan dan Gizi Bappenas RI *)
 materi

 Prof. Syahfuddin Karimi,
Direktur Pascasarjana Universitas Andalas
 materi

 Reporter: Oktomi Wijaya

Reportase Pleno VI

25ags-pleno6 

Fraud berpotensi menurunkan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan oleh dr. Hanevi Djasri, MARS, Hanevi adalah salah satu konsultan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM. Konsultan yang sehari-hari berkutat dengan mutu ini menjadi moderator pada acara Forum Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (FKKI) ke-6 di hotel Bumi Minang, Padang 25 Agustus 2015.

Forum ini menampilkan berbagai pembicara dan pembahas dari tingkat regulator, akademisi, pemberi pelayanan kesehatan dan regulator di tingkat wilayah. Paparan isu pertama tentang cukupkah Permenkes No. 36 Tahun 2015 mencegah fraud pada JKN oleh Prof. Dr. dr. Budi Sampurno SpPF. Ada tiga faktor yang menyebabkan fraud yakni motivasi, rasionalisasi, dan kesempatan. Permenkes yanng digagas oleh akademisi FK UGM ini telah mengandung unsur untuk menghilangkan penyebab fraud, mulai dari etika, remunerasi, bekerja menggunakan panduan klinis. Peraturan ini juga masih perlu didukung dengan peraturan lain di tingkat daerah.

KPK juga tidak tinggal diam terhadap ancaman fraud di layanan kesehatan. Dalam prsentasinya, Niken Ariati mengungkapkan bahwa KPK mempunyai fungsi pencegahan dan kewenangan di pasal 14. Kebjakan baru JKN berdampak masif. Pelaksanaan JKN ini ibarat kapal yang belum jadi tapi dipaksakan untuk berlayar, dibuktikan dengan keterlambatan Perpres 32 sehingga para pembaca bisa membayangkan hiruk pikuk penerapan JKN. Permenkes 36 dirasa telat keluar, yang seharusnya Permenkes ini keluar tahun 2014. Masalah fraud ini tentunya bisa diatasi dari akarnya, yakni dengan memasukkan kurikulum cara koding yang tepat dan benar pada fakultas kedokteran sehingga semua dokter mengetahui cara melakukan koding yang tepat.

Faktanya, fraud ini sudah lama terjadi. Sebelum JKN, fraud sudah mengancam sistem INA DRG. Dalam JKN ini, timbul konflik ideologi untuk merasionalkan pendapatan. dr. Donald Pardede, M.Kes mengungkapkan bahwa “Ketika masa transisi ini diperlukan pemahaman yang cukup, regulasi penting untuk memberikan definisi operasinal sehingga stakeholder bisa meng-alert fraud”. Selain itu, yang paling penting adalah menumbuhkan budaya anti fraud. Upaya ini dapat dilakukan pelatihan dan disemenasi untuk pencegahan fraud.

dr. Arida Oetami, M.Kes, dan Dr. dr. C. H. Soejono, SpPd, K-Ger, MEpid, FACP, FINASIM sebagai pembahas menekankan bahwa perlunya sosialisai Permenkes No 36 Tahun 2015. Namun walaupun Permenkes ini belum tersosialisasi dengan baik, penyedia layanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer (FKTP) dan di Fasilitas Kesehatan tingkat Rujukan lanjutan (FKRTL) tetap terus mendukung upaya pencegahan fraud dengan terus berinovasi mencegah fraud dengan cara mengambangkan klinik fraud, membuat sistem rujukan, membuat sarana pelaporan fraud, pelatihan dan edukasi tentang bahaya fraud, sosialisasi tentang deteksi, pencegahan dan penindakan fraud. Mari bahu membahu mebangun sistem pencegahan fraud di Indonesia. JKN Indonesia lebih baik dari Obama Care.

Materi presentasi

Prof. Dr. dr. Budi Sampurno SpPF, Universitas Indonesia
Peraturan Menteri Kesehatan untuk mencegah Fraud:
Apakah sudah cukup kuat?
materi   video

Direktorat litbang KPK – Niken Arianti
Usaha pencegahan yang sedang dilakukan KPK
materi   video

oleh Eva Tirtabayu Hasri, S.kep, MPH 

 

Keynote Speech dari DFAT

Pemerintah Australia merasa terhormat karena bisa memberikan dukungan dalam konferensi seperti ini. Tentu pertemuan ini sangat penting, mengingat akan digelar UN Summit pada September 2015. Ini momentum yang penting sekali, mudah-mudahansemua negara akan meratifikasi sustainable development goals (SDG’s). SDG’s memiliki tujuan dan target yang ambisius, ada 17 goal dan 107 target. Ada 5 P yang mendasari lahirnya SDG’s ini, antara lain people, planet, prosperity, peace, dan partnership.

People atau orang menjadi prioritas pertama, banyak yang khawatir saat Millenium Development Goals (MDG’s) usai maka kesehatan tidak menjadi prioritas lagi. Sebelumnya, tiga target dari MDG’s berfokus pada kesehatan. Meski nanti dalam SDG hanya ada satu tujuan untuk kesehatan, namun seyogyanya hal ini sudah disusun secara komprehensif, karena menyangkut kesehatan, nutrisi dan well being (kemakmuran) seseorang.

Tentu saja akan banyak tantangan karena ada target baru yang diperkenalkan. Beruntung, salah satu target SDG ialah mencapai Universal Health Coverage (UHC). Poin yang menarik yaitu UHC bukan hanya perlindungan finansial. Pastinya model yang diusung WHO yaitu UHC mengarah ke layanan yang diberikan dan perlindungan sosial. Seharusnya ada 5 dimensi dalam UHC, dua yang menjadi tambahan ialah kualitas layanan kesehatan yang diberikan dan cakupan/pemerataan layanan kesehatan. Ini merupakan tantangan besar untuk Indonesia dan negara ini sudah mengambil langkah penting di area terkait.

Dua langkah penting yang dimaksud ialah skreditasi puskesmas dan penetapan standar pelayanan minimum. Sayangnya, kita sering memikirkan sektor publik, namun banyak masyarakat yang memilih ke klinik swasta. Oleh karena itu, kita masih memiliki PR untuk mutu dari penyedia layanan swasta. Hal yang harus digarisbawahi ialah di dalam layanan kesehatan masyarakat, pencegahan lebih baik dari pengobatan. Hal ini senada dengan yang disampaikan Jusuf Kalla, “Saya tantang Anda semua untuk tidak menambah RS, tempat tidur dan faskes lainnya, pikirkan bagaimana caranya orang keluar dari RS”. Pernyataan tersebut disampaikan wakil presiden saat Mukernas IAKMI beberapa tahun lalu di Kupang, NTT.

Saat ini menjadi kesempatan emas karena anggaran di bidang kesehatan akan ditingkatkan. Salah satu kunci besar untuk mampu memberikan layanan kesehatan yang baik karena ada kepemimpinan yang baik di politis dan birokrasi di tingkat kabupaten dan provinsi. Misalnya Frans Lebu Raya (Gubernur NTT) yang memiliki kepemimpinan politik yang kuat sehingga seluruh bupati mendukung Frans. Frans berhasil karena Bappeda, BPMD dan banyak lintas sektor pemerintah yang mengusung satu tujuan.

Di akhir keynote speech-nya, John sangat optimis, bibit kepemimpinan seperti itu maka Indonesia akan berlayar maju menuju tujuan yang ingin dicapai (wid).

video sambutan

 

Keynote Speech

Perencanaan UHC dalam Pembangunan Nasional untuk Mewujudkan Masyarakat Sehat Paripurna

Dra. Nina Sardjunani, MA

 

Keynote Speech Menteri Kesehatan RI

Penguatan Sistem Kesehatan Untuk Mewujudkan Indonesia Sehat

25ags-menkesForum JKKI telah memasuki hari kedua, yang special dihari ini yaitu keynote speech menteri Kesehatan RI Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, Sp.M (K) hadir ditengah-tengah kami. Beliau memaparkan materi mengenai Penguatan Sistem Kesehatan Untuk Mewujudkan Indonesia Sehat.

Era Jaminan Kesehatan (JKN) yang sudah berlangsung selama 1,5 tahun, merupakan batu loncatan yang cukup besar. Sekitar 189 juta jiwa tertolong dalam hal kesehatan dalam era JKN ini. Banyak kendala yang dialami selama keberlangsungan perogram JKN. Ibu Nila memaparkan apapun program yang sudah berjalan kita selayaknya belajar menganalisa dan menutupi kekurangan, dan apabila ada kelebihan dari program tersebut, bisa dijadikan kebanggaan.

Biaya klaim yang dilakukan selama era JKN sebagian besar pada Rawan Inap . Penyakit jantung menduduki urutan pertama dengan klaim sebesar 3,5 Triliun. Kemudian disusul oleh Persalinan dengan klaim sebesar 2,3 Triliun. Selain rawat inap, klaim juga dilakukan pada rawat jalan. Penyakit gagal ginjal memiliki nilai klaim paling besar yaitu 1,7 Triliun, karena sebagian besar pasien melakukan Hemodialisa (HD) yang memerlukan dana cukup besar.

Perbedaan kasus rawat inap dan rawat jalan antara Penerima bantuan Iuran (PBI) dan non PBI, lebih banyak pada non PBI. Hal ini menjadi pertanyaan, apakah yang PBI ini belum mendapatkan informasi yang lengkap terkait layanan kesehatan yang mereka terima?. Dalam era JKN, dana yang ada masih mencukupi untuk pembiayaan kesehatan, tetapi belum dimanfaatkan dengan baik. Azas yang diberlakukan dalam JKN adalah azas gotong royong, dimana yang sakit dibantu oleh yang sehat dan yang tidak mampu dibantu oleh yang mampu. Hal ini mennjadi evaluasi untuk kita bersama.

Selanjutnya dibahas mengenai program MDGs yang telah berjalan cukup baik, Indonesia memiliki target optimal pencapaian MDGs di tahun 2015. Salah satu bidang yang sangat diutamakan Indonesia ialah kesehatan terutama masalah gizi dan kesehatan ibu-anak. Fokus pemerintah untuk memenuhi target MDGs dalam bidang ini ialah dengan menekan angka kematian ibu dan anak (AKI). Data dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 angka kematian ibu sebesar 359 per 100.000 kelahiran. Berbagai macam cara dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengurangi atau menekan angka kematian ibu. Seperti contoh yang dilakukan oleh Ibu Tri Rismaharini (Walikota Surabaya) dan Dinas Kesehatan Surabaya membuat program “Ramah Posyandu”. Dengan program tersebut berhasil menurunkan angka kematian ibu yang signifikan.

MDGs 4 dan 5 tidak hanya sebatas menekan angka kematian ibu dan anak. Tetapi bagaimana menciptakan generasi penerus yang bisa mensukseskan pembangunan kesehatan di Indonesia. Salah satu ancaman serius terhadap tujuan pembangunan kesehatan kita, khususnya kualitas generasi mendatang adalah stunting. Terlihat bahwa secara nasional rata-rata angka kejadian stunting pada balita kita adalah 37.2%. Dengan asumsi jika seorang ibu memiliki anak 5 maka 2 diantaranya akan stunting atau gangguan kognitif yang mengakibatkan IQ nya tidak akan mencapai standar. Menurut standar WHO, persentase ini termasuk kategori berat, dan untuk kita perlu memberikan perhatian yang lebih serius dalam upaya menurunkan angka kejadian stunting di negara kita. Untuk mengatasinya maka dimulai dengan perbaikan kesehatan dan mengubah mindset sejak usia remaja. Dengan berbagai program yang diberikan harapannya bisa mengurangi kejadian stunting di Indonesia.

Program Nawa cita yang dibuat oleh Presiden Republik Indonesia berprioritas pada pembangunan dimulai dari daerah perifer ke sentral. Begitupula pada sektor kesehatan, dengan program Nusantara Sehat yang berfokus untuk penguatan pelayanan kesehatan primer melalui pengiriman tenaga kesehatan ke daerah pinggiran dan daerah terpencil di Indonesia. Dimulai dari layanan Posyandu, Posbindu, Poskestren hingga Puskesmas. Hal ini tentunya berdampak pada peningkatan mutu pelayanan kesehtan ditingkat primer.

Untuk mewujudkan Indonesia sehat, Kementerian Kesehatan tidak bisa berjalan sendiri. Dalam hal ini tentunya kementerian kesehatan melakukan kerjasama dengan beberapa kementerian agar program-program yang ada bisa berjalan dengan baik. Dengan adanya kerjasama lintas kementrian diharapkan pembangunan kesehatan di Indonesia bisa lebih baik lagi.

materi presentasi  video Part 1  part 2  part 3  part 4

 

Reporter : Elisa Sulistyaningrum

Untung Suseno Sutarjo menyampaikan sejumlah hal menarik melalui Forum Kebijakan Kesehatan Indonesia Keenam pada Selasa (25/8/2015). Tantangan pembangunan kesehatan ke depan yaitu pencapaian MDG’S atau SDG’s dan implementasi JKN dengan meningkatkan pelayanan. MDG’s akan menjadi SDG’s, dan secara nasional sudah disusun strategi salah satunya melalui Indonesia Sehat yang diusung Jokowi (Nawacita). Situasi lain yang cukup penting ialah kepesertaan PBI yang akan meningkat dari 88,2 juta ke 92,4 juta untuk PBI (untuk bayi dan yang membutuhkan) pada tahun 2016. Selain itu, akan dilakukan penyesuaian anggaran Kemkes yang jumlahnya hanya 64,8 Trilyun, 25 Trilyun akan dialokasikan untuk JKN.

Sesi tanya jawab dalam sesi ini memunculkan beberapa pertanyaan. Edward dari Papua menanyakan untuk Mei 2016 akan ada peningkatan dana 5% untuk Dana Alokasi Khusus (DAK). Hal yang ditakutkan ialah pola pikir yang berkembang di daerah dimana UHC sulit dicapai di daerah seperti Papua. Salah satunya, untuk JKN tidak ada biaya pendamping untuk staf Dinkes, sementara kartu Papua Sehat misalnya disertai dengan biaya sosialisasi dan biaya pendampingan.

Ariawati dari Dinkes Lampung menanyakan DAK non teknis terdiri dari DAK BOK dan akreditasi Puskesmas. Semua DAK Non teknis akan masuk ke Biro Keuangan, apakah tidak menambah panjangnya birokrasi?

Pertanyaan lain yang muncul ialah, apakah mungkin program UKM di Puskesmas dikontrakkan ke pihak ketiga?

Untung mencoba memaparkan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang baru (2016) berbeda dengan yang tahun sebelumnya. DAK model baru yang diturunkan ke Provinsi dibagi sesuai kriteria (juknis berjalan). Provinsi harus melihat kabupaten mana yang siap menerima DAK. Dana Alokasi Khusus (DAK) 2016 bisa diperoleh melalui proposal dari staf nakes yang akan melaksanakan kegiatan di daerah. Setelah DAK suatu daerah disetujui, maka akan ada penilai profesional yang menyeleksi daerah mana yang memungkinkan untuk menerima DAK. Jika tidak terserap, akan diberikan ke daerah lain.Khusus BPKP akan dikirim ke Papua untuk menilai kesiapan Papua dalam penerimaan DAK.

Untung menutup sesi dengan menjawab pertanyaan terkait kontrak. Dari DAK apa saja program yang bisa dikontrakkan? Namun, jika banyak program yang dikontrakkan, Dinkes jadi apa? Jika program dilakukan Puskesmas, maka Dinkes sebagai pengawas. Sementara provinsi mengawasi pelaksanaan program tersebut, misal daerah mana yang gunakan pajak rokok untuk membangun ruang merokok, tegas Untung.

materi presentasi  video

FKKI Keenam resmi ditutup pada Selasa (25/8/2015) dengan pengumuman dari ketua panitia yaitu Prof. Rizanda Machmud bahwa FKKI berikutnya (2016) akan digelar di Makassar (wid).

Forum Nasional V JKKI di Bandung

LAP-KEG 01

Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia adalah suatu jembatan penyambung berbagai pemangku kepentingan dalam kebijakan kesehatan di Indonesia. Mereka yang bergabung : para peneliti, akademisi, pemerhati, praktisi kebijakan, kelompok masyarakat, wakil rakyat, birokrat, pengamat dari berbagai profesi dan lembaga.

Forum ini telah 4 kali digelar, setiap tahun berturut-turut di Jakarta (UGM), Makasar (Unhas), Surabaya (Unair) dan Kupang (Universitas Nusa Cendana). Pada tahun 2014 ini kota Bandung mendapat giliran dengan Fakultas Kedokteran Unpad sebagai tuan rumah.

Tahun 2014 merupakan tahun stratejik karena bertepatan dengan perubahan politik yang terjadi di negara ini. Para wakil rakyat baru, pemimpin baru akan segera hadir dengan visi, misi dan strateginya. Sejauhmanakah rencana dan kebijakan mereka selaras dengan kebutuhan dan harapan masyarakat?

Tema tahun ini adalah “MONITORING PELAKSANAAN KEBIJAKAN JKN DI TAHUN 2014 : KENDALA, MANFAAT DAN HARAPANNYA”. Dengan sub tema :“Tantangan Kebijakan Kesehatan dalam Pemerataan Kesehatan di Era Sistem Jaminan Kesehatan Nasional dan Masih Tingginya Hambatan dalam Pencapaian MDG 4, 5 dan 6”.

Kelompok-kelompok kebijakan kesehatan yang akan berkumpul merupakan kelompok yang sudah lebih dahulu berkembang dalam forum sebelumnya serta kajian baru tahun ini :

pokja-PKMK 01
pokja-2 01

 

26septpolicyb

PENDAFTARAN WEBINAR

Bagi yang tidak dapat hadir di Bandung tetap dapat mengikuti rangkaian kegiatan melalui Webinar dengan melakukan pendaftaran terlabih dahulu dan membayar biaya registrasi sebesar Rp. 1.500.000,- . Webinar adalah cara mengikuti dengan menggunakan Teleconferens. Dapat dilakukan oleh perorangan ataupun lembaga diseluruh dunia. Syaratnya adalah memiliki sambungan WIFI minimal 512 Kbps.

Informasi selengkapnya bisa dilihat pada leaflet berikut

 Leaflet Pendaftaran Webinar           Panduan Webinar untuk Peserta          

 

List Abstrak Forum Nasional V JKKI Panduan Presentasi
    Free Paper Pokja Gizi     Free Paper Pokja HIV / AIDS     E- Poster Format
Free Paper Pokja Kesehatan Jiwa Masyarakat Free Paper Pokja Kebijakan Kesehatan Ibu & Anak Panduan Presentasi Poster
Free Paper Pokja Kebijakan Pembiayaan Free Paper Pokja Pelayanan Kesehatan   Panduan Presentasi Oral

 

  PENDAFTARAN DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN:

Pendaftaran bagi peserta sampai dengan tanggal 31 Agustus 2014 :

Kategori

Sebelum tgl 31 Agustus 2014

Tgl. 1 – 20 September 2014

Setelah 20 September 2014

Umum

Rp. 1.000.000,-

Rp. 1.250.000,-

Rp. 1.500.000,-

Mahasiswa

Rp. 750.000,-

Rp. 750.000,-

Rp. 1.000.000,-

Pembayaran peserta melalui BNI BLU Unpad an. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesiano rek. 988 2340540702012.

Copy bukti pembayaran/ slip transfer dikirimkan melalui email ke [email protected]. dan
[email protected] / [email protected] atau melalui faximile di 022 203 8030.

Bagi mahasiswa agar disertakan copy Kartu Mahasiswa dan dikirim ke e mail/ fax tersebut di atas.

 

INFORMASI LEBIH LANJUT :

Fakultas Kedokteran Unpad, Jl. Eyckman 38 Bandung; Lantai 4 Wing Utara
An. Sheila Mariana/ Nanang Sudrajat/ Dian Anggraeni
pada no tlp/ fax: 022 203 8030 atau email tersebut di atas
Web : www.kebijakankesehatanindonesia.net  dan www.fk.unpad.ac.id 

 

INFORMASI LAINNYA

Hotel di Bandung :

1.

Aerowisata (Grand Hotel Preanger)

Jl. Asia Afrika No. 81 Bandung

Rp. 700.000,-

2.

Arion Swiss Bel Hotel

Jl. Oto Iskandardinata No. 16

Rp. 750.000,-

3.

Aston Primera Pasteur

Jl. Djundjunan No. 96 Bandung

Rp. 800.000,-

4.

BTC Hotel

Jl. Djundjunan No. 143 – 149

Rp. 500.000,-

5.

Gino Feruci Hotel

Jl. Braga No. 67 Bandung

Rp. 600.000,-

6.

Cassadua

Jl. Cassa No. 2 Bandung

Rp. 200.000,-

7.

Galeri Ciumbuleuit Hotel

Jl. Ciumbuleuit No. 42 A

Rp. 600.000,-

8.

Grand Serela Setiabudi

Jl. Hegarmanah No. 9 – 15

Rp. 700.000,-

9.

Holiday Inn

Jl. Ir. H. Djuanda No. 31 – 33

Rp. 1.000.000,-

10.

Luxton Hotel

Jl. Ir. H. Djuanda No. 18

Rp. 750.000,-

11.

Horison

Jl. Pelajar Pejuang 45 No 121

Rp. 600.000,-

12.

Santika Hotel

Jl. Sumatera No. 52 – 54

Rp. 800.000,-

13.

The Majesty Hotel

Jl. Surya Sumantri No. 91

Rp. 600.000,-