Kebijakan Pendidikan terkait dengan Kolegium dan Konsil Kedokteran dan berbagai isu lainnya

Notulensi

Kebijakan Pendidikan terkait dengan Kolegium dan Konsil Kedokteran dan berbagai isu lainnya

Senin, 31 Juli 2023  |   Pukul: 12:30 - 13:30 WIB

  Pengantar

UU Kesehatan yang baru disahkan banyak membahas mengenai pendidikan kedokteran dan pengembangan SDM Kesehatan. Dalam bulan Agustus ini akan ada penyusunan turunan UU dalam bentuk PP dan Peraturan-peraturan Menteri. Dalam rangka memberi masukan untuk aturan turunan, PKMK FK-KMK UGM mengundang teman-teman ahli pendidikan kedokteran dan ahli kebijakan publik untuk diskusi dengan topik Kebijakan Pendidikan terkait dengan Kolegium dan Konsil Kedokteran dan berbagai isu lainnya.

31jl

  Reportase

Saat ini PKMK FK-KMK UGM membuka sebuah forum untuk menampung masukan-masukan yang bisa diajukan ke Kemenkes, khususnya masukan bagi penyusunan regulasi turunan UU Kesehatan. Kegiatan ini akan didokumentasikan di laman khusus web, tepatnya di halaman https://kebijakankesehatanindonesia.net/4735-uu-kesehatan-omnibus-law-2023 

Prof. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD membuka webinar ini dengan menjelaskan beberapa hal, yaitu referensi klasik mengenai tujuan reformasi kesehatan seperti peningkatan akses, cakupan, sumberdana, kualitas dan safety. Reformasi kesehatan memiliki siklus yang dimulai dengan mengidentifikasi masalah, mendiagnosa penyebab, dilanjutkan dengan membentuk rencana, mendapatkan persetujuan politik, dan Implementasi yang diiringi dengan monitor dan evaluasi.

Kemudian bagaimana dengan pengalaman reformasi kesehatan di Indonesia?. DI masa lalu banyak UU di sektor kesehatan, diantaranya adalah UU Praktek Kedokteran (2004), UU SJSN (2004), UU Kesehatan (2009), UU BPJS (2011), UU Pendidikan Kedokteran (2013). Banyak UU yang terkait dengan kesehatan, namun terlihat tidak cukup reformis. Hadirnya UU Kesehatan yang dibentuk dengan metode Omnibus Law mendukung reformasi kesehatan. UU Kesehatan yang sudah disahkan sangat tebal dan pembahasan siang ini mengenai konsil, kolegium dan berbagai isu terkait. Silahkan klik untuk membaca presentasinya.

Prof. dr. Hardyanto Soebono, Sp.DV&E (K) sebagai pembicara tunggal menjelaskan berbagai perubahan besar yang mengenai konsil, kolegium, dan juga Organisasi Profesi. Sebagai pengurus IDI memang mengikuti garis organisasi termasuk kemungkinan adanya Judicial Review ke MK. Namun tidak ada salahnya untuk memberikan masukan-masukan untuk Kemenkes agar lebih baik dalam menyusun peraturan-peraturan turunannya. Beberapa hal yang masih kabur seperti, independensi Konsil yang awalnya bertanggung jawab langsung kepada Presiden kemudian menjadi tidak langsung dan harus melalui Kemenkes perlu diperjelas.

Kemudian, salah satu peran konsil yaitu mengesahkan standar pendidikan kedokteran dihapuskan. Apakah benar? Lalu, mengenai rekrutmen anggota Konsil dalam kerangka UU Kesehatan juga perlu dijelaskan. Misal dari 34 kolegium, siapa yang harus mewakili menjadi anggota konsil? Banyak hal yang dapat menjadi masukan untuk Kemenkes. Silahkan klik untuk membaca powerpointnya.

Diskusi diakhiri dengan rencana untuk menuliskan masukan, dan membahas berbagai topik penting lainnya.

Reporter: Eurica Stefany Wijaya dan Nila Munana -PKMK UGM

 

  Materi

Pengantar UU Kesehatan sebagai Reformasi Kesehatan
oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

video   materi

Pembahasan awal berbagai Pasal terkait Konsil dan Kolegium 
oleh Prof. DR. Dr. Hardyanto Subono SpDV&E (K)

video   materi

Sesi Diskusi

video

 

 

 

 

 

 

 

 

Masukan untuk Perumusan Regulasi Turunan UU Kesehatan dalam Penyelenggara Pendidikan Dokter Spesialis: Pengalaman di Bedah Saraf

Diskusi ke-2 UU Kesehatan

Masukan untuk Perumusan Regulasi Turunan UU Kesehatan dalam Penyelenggara Pendidikan Dokter Spesialis: Pengalaman di Bedah Saraf

Kamis, 3 Agustus 2023  |   Pukul: 12:30 - 14:00 WIB

  Pengantar

Diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian pembahasan terkait implementasi jalur-jalur pendidikan dokter spesialis dalam UU Kesehatan. Amanat UU Kesehatan akan tersedianya jalur-jalur pendidikan dokter spesialis mendorong urgensi perumusan konsep-konsep dasar yang kemudian dapat dituangkan dalam turunan UU Kesehatan untuk menjaga kompetensi lulusan. Usulan berbasis studi kasus dan diskusi diperlukan untuk memberikan masukan perumusan regulasi turunan sebagai acuan implementasi jalur-jalur tersebut.

Studi yang akan dibahas adalah berdasarkan pengalaman dalam mengembangkan Pendidikan Residensi Bedah Saraf melalui skema konsorsium PPDS dari Aceh sampai Papua.

 3ags

  Reportase

Disahkannya Undang-Undang Omnibus Law (UU OBL) Kesehatan mendorong reformasi Sistem Kesehatan Nasional melalui sebuah skema “Transformasi Kesehatan”. Salah satu dari enam pilar transformasi adalah SDM Kesehatan. Transformasi SDM Kesehatan ini kemudian diperkuat dengan UU Kesehatan yang menekankan berbagai inovasi strategis, termasuk meningkatkan kuota penerimaan peserta didik dokter spesialis yang dikembangkan melalui jalur: (1) Penguatan model pendidikan dokter spesialis yang dikelola oleh perguruan tinggi; dan (2) Pengembangan model pendidikan dokter spesialis oleh rumah sakit penyelenggara pendidikan.

Keberadaan 2 jalur pendidikan dokter spesialis menimbulkan berbagai isu, antara lain: penjaminan mutu, ketersediaan sumber daya pengajar dan infrastruktur, sampai kemampuan tata kelola rumah sakit pendidikan. Isu-isu tersebut kemudian memunculkan pemikiran untuk mencapai kondisi terbaik dalam 2 jalur tersebut untuk meningkatkan jumlah peserta didik dokter spesialis tanpa menurunkan kualitas lulusan dan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit pendidikan.

Inovasi dalam meningkatkan kuota dan cakupan pendidikan dokter spesialis di Indonesia bukan merupakan hal baru. Pengalaman berbagai kegiatan di masa lalu dapat dijadikan referensi yang harapannya mampu memperkaya pengetahuan untuk memperkuat 2 jalur pendidikan dan mempertemukan di suatu titik.

Salah satu pengalaman yang diangkat dalam lunch webinar ini adalah pengalaman Program Studi Bedah Saraf FK-KMK UGM/RSUP Dr. Sardjito dalam mengembangkan skema sister hospital untuk meningkatkan kuota mahasiswa pendidikan dokter spesialis yang sekaligus membantu meningkatkan layanan kesehatan di daerah yang membutuhkan.

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D., dalam pengantarnya menekankan bahwa terdapat urgensi dalam mereformasi sistem pendidikan dokter spesialis dalam UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Secara runtut, Prof. Laksono memaparkan akar kebijakan residen dianggap sebagai pekerja sejak pengalaman pengiriman ratusan residen ke Aceh Barat pasca Tsunami selama 3 tahun dan Sister Hospital NTT selama 5 tahun. Bagaimana kebijakan pendidikan kedokteran terbit di Indonesia, serta background story mengapa pendidikan dokter spesialis dalam UU No. 20/2013 dikelola oleh Perguruan Tinggi. Selain itu, Prof. Laksono menekankan bahwa UU Pendidikan Kedokteran 2013 memposisikan residen sebagai sebagai seseorang yang bekerja di rumah sakit. Dengan posisi ini, penentuan jumlah dan distribusi peserta didik di rumah sakit harus mempertimbangkan kebutuhan dan seberapa besar kemampuan finansial rumah sakit tersebut dalam membayar residen. Hal ini yang belum berjalan setelah UU Pendidikan Kedokteran disahkan di tahun 2013.

Oleh karena itu adanya jalur pendidikan dengan RS sebagai penyelenggara di UU Kesehatan 2023 menjadi inovasi strategis. Namun jalur pendidikan berbasis universitas juga sebaiknya menggunakan prinsip-prinsip hospital based seperti yang pernah dilakukan oleh tim Bedah Syaraf FK-KMK UGM/RS Sardjito selama bertahun-tahun. Diharapkan dengan diskusi ini berbagai pemikiran untuk mempertemukan kedua jalur di suatu titik dapat dimulai.

Kegiatan lunch webinar dilanjutkan dengan sesi sharing oleh dr. Handoyo Pramusinto, Sp.BS(K). terkait pengalaman Program Studi Bedah Saraf FK-KMK UGM/RSUP Dr. Sardjito dalam mengembangkan skema sister hospital. Di awal pemaparan, dr. Handoyo menekankan tingginya kebutuhan untuk mendidik dokter spesialis bedah saraf, utamanya untuk penempatan di daerah terpencil. Saat ini, kuota pendidikan dokter spesialis bedah saraf masih terbatas. Tanpa adan mekanisme terencana terkait rekrutmen mahasiswa hingga penempatannya di daerah, akan sulit memastikan dokter spesialis bedah saraf ditempatkan di daerah yang benar-benar membutuhkan.

Pada tahun 2010 Program Studi Bedah Saraf FK-KMK UGM/RSUP Dr. Sardjito menerjemahkan skema sister hospital yang pernah dilakukan di NTT ke Provinsi Papua yang salah satunya berfokus pada pemenuhan dokter spesialis bedah saraf melalui kerja sama erat antara institusi pendidikan, institusi pelayanan, RSUD dan Pemerintah Daerah. Penerjemahan skema sister hospital ini mampu menghasilkan beberapa dampak nyata, di antaranya adalah terpenuhinya kebutuhan dokter bedah saraf melalui pengiriman residen senior, serta kemampuan dalam menyediakan layanan kesehatan level sub-spesialistik di Provinsi Papua (melalui pengiriman konsultan/subspesialis). Selain itu, skema sister hospital juga mengakomodir rekrutmen kandidat daerah yang potensial untuk bekerja di daerah yang membutuhkan dalam waktu yang lama. Di akhir sesi, dr. Handoyo mendorong skema sister hospital ini untuk dapat dikaji sebagai salah satu inovasi yang dapat menjadi referensi dalam pengembangan model pendidikan dokter spesialis di Indonesia.

  Materi Kegiatan

Pengantar Diskusi
oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

video   materi

Pengembangan Pendidikan & Pelayanan Bidang Bedah Saraf di Daerah : Sebuah Skema Sister Hospital
oleh dr. Handoyo Pramusinto, Sp.BS(K).

video   materi

Sesi Diskusi

video

Pelatihan Perencanaan Program Kesehatan

Kerangka Acuan Kegiatan

Pelatihan Perencanaan Program Kesehatan

30 - 31 Agustus 2023

   Latar Belakang

Perencanaan program kesehatan merupakan fase penting dalam proses penyusunan program kesehatan. Pada tahap inilah rencana program dibuat/tertulis terperinci untuk memecahkan masalah dan mengatasi kebutuhan penduduk yang tidak terpenuhi yang telah diidentifikasi. Namun, rancangan program seringkali tidak detail, desain rancangan program belum menunjukkan pola penyelesaian masalah dalam konteks sumber daya terbatas, pendanaan terbatas serta setting layanan yang berbeda. Desain program juga tidak memiliki paket layanan yang adekuat, serta manajer yang benar-benar mengelola program kesehatan yang akan diimplementasikan. Implikasi dari rancangan ini, sulit menemukan hasil perbaikan status kesehatan penduduk. Untuk itu, perlu rencana implementasi program kesehatan yang detail dan terukur dampaknya.

Tim perencana dan pelaksana program kesehatan di Fasilitas kesehatan juga dihadapkan masalah pengelolaan dalam implementasi program. Pengelola program belum menggunakan sistem thinking dan “framework” untuk memandu mereka dalam menganalisis masalah programnya. Pengelola program sudah terlalu sibuk dengan pekerjaan administratif. Mereka dituntut untuk melakukan input data, pelaporan pada aplikasi yang sudah didesain oleh kementerian/lembaga. Program SPM di input di beberapa aplikasi seperti SPM Kemendagri; Aplikasi komdat kemenkes, dan aplikasi SPM di daerah. Petugas kesehatan pada akhirnya sulit membagi waktunya untuk benar-benar mengawasi program yang telah disusun. Selain itu, pada konteks lintas sektoral, pengelola program tidak memiliki otoritas untuk mengambil keputusan apa yang boleh dan tidak boleh dilaksana. Mereka hanya dapat melaporkan masalah yang dialami kepada stakeholder luar sektor kesehatan pada saat mini lokakarya lintas sektor. Meski stakeholder telah memiliki minat dalam menyelesaikan masalah program kesehatan, namun tidak ada petugas kesehatan/pengelola program yang benar-benar serius untuk menindaklanjutinya dalam implementasi programnya. Ini menjadi hambatan serius bagi program untuk mencapai outcome yang diharapkan. Program kesehatan seperti KIA, TB, PTM penting untuk memiliki manajer program yang dapat mengelola program.

Di samping itu, pentingnya paket layanan yang disampaikan oleh petugas kesehatan sangatlah besar dalam memastikan peningkatan status kesehatan penduduk yang menjadi sasaran program. Namun, program kesehatan seringkali tidak menyediakan paket layanan yang komprehensif untuk menangani masalah kesehatan penduduk secara menyeluruh. Minimnya anggaran, sumber daya kesehatan yang memadai sehingga diperlukan diperlukan pengembangan sistem yang lebih efisien guna mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada. Untuk itu, PKMK FK-KMK UGM mengadakan bimbingan teknis ini untuk mengatasi “jalan buntu” dalam implementasi program kesehatan di daerah.

   Tujuan 

Secara umum kegiatan pelatihan ini bertujuan agar peserta mempunyai kemampuan dalam menyusun rencana implementasi program kesehatan yang komprehensif, terintegrasi, dan berbasis bukti.

  Hasil yang diharapkan

  1. Mengenali masalah implementasi program melalui kacamata sistem kesehatan
  2. Mengenali penduduk spesifik dan menentukan paket layanan yang cocok sesuai kebutuhan penduduk spesifik sasaran program.
  3. Mampu mengidentifikasi kegiatan yang mempunyai daya ungkit tinggi (prioritas) melalui “logical framework” komponen bangunan sistem kesehatan
  4. Mampu memetakan sumber daya lokal spesifik yang memiliki kapasitas pemecahan kesehatan masyarakat mendukung keberhasilan program kesehatan.
  5. Mampu menyusun struktur dan fungsi organisasi pelaksanaan program dan langkah operasional dari lintas program, lintas sektor, swasta, dan masyarakat.
  6. Mampu menyusun Rencana Usulan Kegiatan (RUK) dan Rencana Anggaran (RAB) yang rasional.

   Narasumber

  1. Dr. dr. Mubasysyir Hasanbasri, MA
  2. Candra, SKM., MPH
  3. Faisal Mansur, SKM., MPH
  4. Agus Salim, SKM., MPH
  5. Faozi Kurniawan, MPH

   Peserta

  • Tim Perencanaan Dinas Kesehatan Kab/Kota
  • Kepala Bidang di Dinas Kesehatan
  • Pengelola Program Teknis di Puskesmas
  • Kepala Puskesmas
  • Perencana Puskesmas
  • Akademisi
  • NGO kesehatan.

   Waktu Kegiatan

Pelatihan ini akan dilaksanakan secara online pada tanggal 30-31 Agustus 2023

Biaya

Biaya Pelatihan secara Online Zoom:

  • Per Peserta @1.500.000 (Satu Juta Lima Ratus Rupiah)
  • Mahasiswa diskon 50%

Pembayaran untuk sertifikat peserta dapat dilakukan dengan melalui transfer ke rekening panitia dan bukti transfer di upload pada formulir pendaftaran:
No Rekening : 9888807174100003
Nama Pemilik : UGM FK PMPK Dana Penerimaan Hasil Produk/Jasa
Nama Bank : BNI
Alamat : Jalan Persatuan, Bulaksumur Yogyakarta 55281

 

   Agenda

Waktu Kegiatan Fasilitator
Hari 1
08.50-09.00 Pembukaan dan pre-test PKMK FK-KMK UGM
09.00-09.20 Pendekatan Sistem Dalam Program Kesehatan
  1. Dr. dr. Mubasysyir Hasanbasri, MA
  2. Candra, SKM., MPH
  3. Faisal Mansur, SKM., MPH
  4. Agus Salim, SKM., MPH
  5. Faozi Kurniawan, MPH
09.20-09.40 Equity in Health Approach dan Penduduk Spesifik sasaran Program.
09.40-10.00 Sistem Thinking dalam PDCA Implementasi Program
10.00-10.20 Struktur Organisasi dan Fungsi Pelaksanaan Program
10.20-10.40 Service Delivery Package dan System support dalam program kesehatan
10.40-11.10 Latihan Evaluasi Program menggunakan PDCA Implementasi Program dalam Kerangka Sistem Kesehatan [Peserta Bimtek]
11.10-11.50 Pemaparan hasil PDCA Implementasi Program [Peserta Bimtek]
11.50-12.00 Kesimpulan hari 1
Hari 2
09.00-09.20 Kapasitas Pemecahan Masalah tingkat Lokal Pendukung Program Kesehatan
  1. Dr. dr. Mubasysyir Hasanbasri, MA
  2. Candra, SKM., MPH
  3. Faisal Mansur, SKM., MPH
  4. Agus Salim, SKM., MPH
  5. Faozi Kurniawan, MPH
09.20-09.40 Latihan memetakan Kapasitas Pemecahan Masalah tingkat Lokal [Peserta Bimtek]
09.40-10.00 Penyesuaian Paket Layanan dengan Menu Anggaran Puskesmas, Dinas Kesehatan.
10.00-10.20 Menyusun Dokumen Program dan Detail Anggaran Program
10.20-11.20 Diskusi dan Latihan Menyusun Paket Layanan dalam Menu Anggaran Puskesmas dan Dinas Kesehatan. [Peserta Bimtek]
11.20-11.35 Pengisian post-test, lembar evaluasi [Peserta Bimtek]
11.35-11.50 Rencana Tindak Lanjut
11.50-12.00 Kesimpulan dan Penutup

 

 

 

Perjalanan Pengobatan dan Kekambuhan pada Penyintas Kanker Payudara Her2-Positif di Indonesia

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

Perjalanan Pengobatan dan Kekambuhan pada Penyintas Kanker Payudara Her2-Positif di Indonesia

8 Februari 2023

  LATAR BELAKANG

Data Globocan (IARC) 2020 menyatakan kanker payudara menempati urutan pertama kanker dengan insiden tertinggi di dunia, dengan incidence rate 44 per 100.000 perempuan. Kanker payudara juga merupakan kanker dengan jumlah kasus terbesar di Indonesia, dengan 65.858 kasus atau 16,7% dari keseluruhan kanker pada 2020. Jumlah kematiannya mencapai 22.430 kasus (11% dari keseluruhan kanker). Kanker payudara dapat dibedakan jenisnya berdasarkan karakteristik imunohistokimia yang khas. Salah satunya yaitu kanker payudara HER2-positif, yang dianggap sebagai salah satu jenis kanker payudara yang paling ganas setelah triple negatif. Diperkirakan, 22,8% kasus kanker payudara di Indonesia merupakan tipe HER2-positif. Namun demikian, banyak pasien tidak mendapatkan tata laksana yang optimal. Hal ini karena kurangnya deteksi dini, diagnosis tidak ditegakkan secara akurat dan segera. Pemeriksaan imunohistokimia seringkali terlambat atau tidak dilakukan karena mengharuskan prosedur teknis yang khusus terutama pada kasus HER2 yang meragukan. Saat ini JKN hanya menjamin terapi anti HER2 untuk pasien kanker payudara usia di atas 18 tahun dengan kasus metastasis jauh (M1) yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi serta didukung oleh pemeriksaan imaging. Penelitian akan mengidentifikasi hambatan dalam mendapatkan tatalaksana kanker yang optimal, mulai dari deteksi dini,diagnosis,pengobatan serta dampak sosial ekonomi yang dialami oleh pasien pasien kanker payudara HER2-positif. Hasil penelitian ini dapat dipakai untuk membentuk kebijakan dan sistem pelayanan kanker payudara yang lebih baik di indonesia.

  TUJUAN

Tujuan dari kegiatan ini adalah diseminasi hasil penelitian yang berjudul “Perjalanan Pengobatan dan Kekambuhan pada Penyintas Kanker Payudara HER2-positif di Indonesia”.

  NARASUMBER & PEMBAHAS

  1. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK)
  2. Indonesian Cancer Information and Support Center Association (CISC)
  3. Pembahas
    1. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan
    2. Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan
    3. dr. Ronald A. Hukom, Sp.PD-KHOM, M.H.Sc (RS Kanker Dharmais)

  TARGET PESERTA

  1. Media
  2. Institusi/Organisasi Kesehatan
  3. Penyintas Kanker

  RANGKAIAN KEGIATAN

Diseminasi hasil penelitian ini akan dilaksanakan pada ;Hari/Tanggal : Rabu, 8 Februari 2023
Jam : 13.00 - 15.00 WIB

Waktu Agenda
13.00 - 13.05 WIB Pembukaan

13.05 - 13.10 WIB

Sambutan: Aryanthi Baramuli Putri, SH.,MH (CISC)

video

13.10 -13.40 WIB

Pemaparan: dr. Yasjudan Rastrama Putra, Sp.PD (PKMK UGM)

Video   materi

13.40 -14.25 WIB

Moderator: Muhamad Faozi Kurniawan, SE.,Akt., MPH

Pembahasan

Muhammad Cucu Zakaria - BPJS Kesehatan RI

Video

dr. Theresia Sandra Diah Ratih, MHA - Ketua Tim Kerja Penyakit Kanker dan Kelainan Darah, Kementerian Kesehatan RI

video

dr. Ronald Alexander Hukom, Sp.PD-KHOM, M.Epid, MHSc, FINASIM - RS Kanker Dharmais

Video   materi

14.25 - 14.45 WIB

Diskusi dan Tanya Jawab

video

14.45 -14.55 WIB

Kesimpulan dan Rekomendasi: 
Muhamad Faozi Kurniawan, SE.,Akt., MPH

14.55 - 15.00 WIB Penutupan

 

 

 

 

Innovative Concept Regarding Structures For Early Detection and Treatment of Hearing Problems in Children and Babies in Indonesia

On the occasion of World Hearing Day (March 3)

Innovative Concept Regarding Structures For Early Detection and Treatment of Hearing Problems in Children and Babies in Indonesia

Hybrid - Monday, March 4, 2024
14.00 - 15.30 WIB  / 08.00 - 09.30 CET

Dalam rangka memperingati World Hearing Day, Kementerian Kesehatan Indonesia bekerja sama dengan RSAB Harapan Kita; ⁠Departemen THT dan Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM, mengadakan webinar. Topik yang diangkat ialah Innovative Concept Regarding Structures for Early Detection & Treatment of Hearing Problems in Children and Babies In Indonesia. Moderator webinar ini adalah dr. Dian Kesumapramudya Nurputra, M.Sc, Ph.D, SpA (K) dari FK-KMK UGM pada Senin, 4 Maret 2024.

6mar 1Webinar ini dibuka oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD, selaku Staf Khusus Kemenkes RI. Saat ini, masalah THT belum menjadi prioritas pemerintah dan belum ada RS vertikal khusus THT. Deteksi dini masalah THT juga belum menjadi program rutin, sehingga dibutuhkan rekomendasi kebijakan untuk pengembangan ke depan.

Penyusunan rekomendasi terkait kebijakan ini dilakukan dengan pendekatan transdisiplin, yaitu berbagai cabang ilmu menentukan masalah dan mempunyai metode bersama, untuk menghasilkan sebuah solusi kebijakan. Diharapkan setelah webinar ini ada kelompok yang mengajukan rekomendasi deteksi dini dan terapi gangguan pendengaran, serta analisis kebijakan yang komprehensif, termasuk pendanaan.

video   materi

6mar 2Selanjutnya, Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, menyampaikan bahwa gangguan pendengaran menjadi penyebab disabilitas terbanyak ke-4 di seluruh dunia. Dampaknya menyebabkan gangguan komunikasi, menurunnya peluang karier, hingga menurunnya kualitas hidup masyarakat.

Faktor risiko gangguan pendengaran paling banyak adalah dari infeksi telinga, misalnya otitis media supuratif kronis (OMSK) pada anak di bawah 5 tahun, rubella, campak, meningitis, CMV kongenital, paparan kebisingan di tempat kerja atau rekreasi. Bila gangguan pendengaran ditemukan sedini mungkin, maka dapat dilakukan penanganan dengan tepat.

video

6mar 3Prof. Dr. med. K. Neumann, Direktur Clinic for Phoniatrics and Pedaudiology, the University Hospital of Munster, Jerman, menyampaikan gangguan pendengaran kongenital adalah gangguan kongenital yang paling sering terjadi (1-3/1.000 bayi). Newborn hearing screening (NHS) yang diikuti dengan intervensi yang sesuai, dapat meningkatkan perkembangan bahasa dan kognitif.

Joint Committee on Infant Hearing merekomendasikan UNHS untuk usia <1 bulan, diagnosis audiologi <3 bulan, dan mulai intervensi pada usia <6 bulan, atau sering disebut early hearing detection and intervention (EHDI) 1-3-6. EHDI tidak hanya skrining untuk neonatus, namun mencakup banyak hal termasuk dukungan sosial dan psikologi untuk keluarga. Saat ini Indonesia termasuk dalam negara yang melakukan 0-1% skrining. Hal ini merupakan masalah besar namun dapat diselesaikan.

video   materi

6mar 4Pembicara sesi selanjutnya adalah Peter Bottcher, dari PATH Medical. Peter menyatakan bahwa usia skrining pendengaran yang ideal adalah di bawah 3 bulan. Hasil skrining tanpa tracking yang baik menyebabkan ada pasien yang loss to follow up, bahkan hingga 50%. Tracking menjadi tugas bersama antara penyelenggara skrining, tempat rujukan, orang tua, dan berpusat pada tracking center. Sebagian besar kesalahan program skrining adalah pada fase perencanaan.

video



6mar 5Prof. Dr. Nyilo Purnami, dr, Sp.T.H.T.B.K.L, Subsp.N.O(K), FICS, FISCM, Guru Besar dalam Bidang Neurologi Aspek Komunitas Universitas Airlangga, menjelaskan bahwa tuli kongenital biasanya terjadi pada derajat berat hingga sangat berat.

Terdapat periode kritis sampai usia awal 1 tahun ketika fase maturasi jalur saraf auditori-otak. Bila penanganan pada periode ini kurang baik, maka hasilnya tidak akan optimal. Gangguan pendengaran yang tidak tertangani dapat menyebabkan disabilitas. Alat skrining pendengaran belum tersedia di layanan primer, sehingga cakupan skrining belum banyak. Maka perlu peningkatan peralatan dan SDM, dukungan pemerintah, dan perlunya kesadaran masyarakat untuk melakukan skrining.

video   materi

6mar 6Sesi pembahasan diawali oleh dr. Adeline Eva, Sp.THTBKL dari RSAB Harapan Kita. Masalah terkait deteksi dini di Indonesia antara lain adalah kekurangan data prevalensi, biaya operasional skrining pendengaran termasuk honor teknisi alat skrining, isu etik dan hukum bagi seluruh yang terlibat, pelatihan untuk melakukan prosedur skrining, biaya perjalanan dan hilangnya pemasukan ketika pasien datang ke faskes, dan kebutuhan dukungan dari pemerintah. Rekomendasi dari Adeline yaitu pemberian informasi untuk meningkatkan kesadaran terkait pentingnya deteksi dini gangguan pendengaran, panduan operasional skrining yang jelas, adanya sistem tracking dan tindak lanjut dari skrining,

video

6mar 7Pembahas selanjutnya yaitu dr. Ashadi Prasetyo, M.Sc, Sp.THTBKL, Subsp.N.O(K) dari UGM. RSUP Sardjito tidak memiliki program universal hearing screening, jadi dilakukan targeted screening pada bayi yang memiliki risiko tinggi, misalnya bayi prematur atau asfiksia. Selain itu, terdapat juga keterbatasan alat di rumah sakit, hal yang sama juga terjadi di pelayanan primer. Bila ingin dilakukan skrining universal, maka harus ada tambahan alat dan juga pelatihan bagi tenaga di layanan primer. Pembiayaan juga harus dipikirkan untuk program skrining universal.

video

 

  Sesi Diskusi

Sesi diskusi dimulai dengan Prof. Neumann dalam inisasi program skrining sebaiknya dilakukan cost benefit analysis. Untuk mengurangi pengeluaran, sebaiknya mengurangi bahan disposable. Tes diagnostik yang dilakukan oleh RSUP dr. Sardjito cukup menguras waktu, perlu dipertimbangkan tes lain yang sederhana. SOP sangat diperlukan untuk mengurangi variasi antar wilayah di Indonesia. Biaya skrining ini tidak terlalu mahal, apabila pemerintah menyiapkan program yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat. Peter menambahkan bahwa leadership juga merupakan aspek yang penting untuk program skrining.

Webinar ditutup dengan kesimpulan oleh dr. Dian bahwa NHS adalah skrining pemdengaran harus dilakukan secara universal. Perlu diperhatikan juga tindak lanjut dan pencatatan datanya. Untuk mendapatkan dukungan pemerintah diperlukan tim kecil untuk mengawal kebijakan dan melakukan studi untuk mendapatkan bukti terkait deteksi dini pendengaran dan intervensinya agar bisa terlaksana dengan baik.

Reporter: dr. Srimurni Rarasati, MPH (PKMK UGM)

 

 

 

 

 

 

 

Seminar Transformasi Sistem Kesehatan dalam Perspektif Desentralisasi Kesehatan dan Peran Serta Swasta

Kerangka Acuan Kegiatan

Minat Utama Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Prodi S2 HPM FK-KMK UGM menyelenggarakan Seminar dengan tema

Seminar Transformasi Sistem Kesehatan dalam Perspektif Desentralisasi Kesehatan dan Peran Serta Swasta

Rabu, 28 Desember 2022

   Latar Belakang

Seminar Transformasi Sistem Kesehatan dalam Perspektif Desentralisasi Kesehatan dan Peran Serta Swasta ini merupakan bagian tak terpisahkan dari mata kuliah Reformasi Sistem Kesehatan di KMPK, Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM. Tujuan diselenggarakannya seminar ialah meningkatkan kinerja sektor kesehatan. Setelah adanya JKN saat ini sistem kesehatan di Indonesia belum memperlihatkan hasil yang memuaskan karena ada masalah ketidakadilan sosial dan kekurangan anggaran kesehatan untuk pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Beberapa indikator kesehatan masyarakat ada yang membaik, namun ada yang memburuk.

Dalam konteks Pandemi COVID-19, terjadi sebuah situasi yang memburuk karena sistem kesehatan Indonesia terlihat lemah dalam penanganannya, terutama di masa-masa awal pandemi. Dalam situasi pandemi, dicanangkan sebuah reformasi sistem kesehatan yang sudah diwacanakan oleh Presiden Jokowi, dalam bentuk Transformasi Sektor Kesehatan. Transformasi sektor kesehatan ini menggunakan pendekatan pilar-pilar transformasi yang secara bersama-sama berusaha mencapai tujuan dalam RPJMN. Sebagai catatan tujuan RPJMN sudah diresmikan sebelum pandemi 2020-2021. Namun adanya pandemi membuat strategi Kementerian Kesehatan diubah dengan melakukan pembelajaran saat pandemi sehingga menghasilkan Transformasi Kesehatan.

Dalam pengembangan dan implementasinya, Transformasi Sistem Kesehatan terkesan bersifat top-down. Dinas Kesehatan dan berbagai pemangku kepentingan di daerah kurang dilibatkan. Dalam konteks demikian, seminar ini akan membahas bagaimana transformasi sektor kesehatan dapat dijalankan di daerah dan juga respon pelaku swasta. Hal ini sangat penting mengingat kesehatan adalah sektor yang didesentralisasikan.

   Tujuan 

  1. Membahas respon Dinas Kesehatan terhadap Reformasi Sektor Kesehatan
  2. Membahas respon RS pemerintah terhadap Reformasi Sektor Kesehatan
  3. Membahas respon RS Swasta terhadap Reformasi Sektor Kesehatan.

Narasumber

  1. Adinkes
  2. ARSADA
  3. Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI)
  4. Dinas Kesehatan Kota Balikpapan

Peserta

  • Mahasiswa S2 Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM
  • Mahasiswa S2 FK-KMK UGM
  • Para alumni S2 FK-KMK UGM
  • Konsultan
  • Pihak-pihak lain yang berminat.

   Waktu Kegiatan

Hari, tanggal : 28 Desember 2022
Waktu : 10.00-12.00 WIB

   Agenda

Waktu Topik / Materi dan Narasumber
Moderator: Dr. dr. Dwi Handono Sulistyo, MKes
10.00 – 10.10 WIB

Pengatar dan Pembukaan
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

video

10.10 – 10.25 WIB

Transformasi sistem kesehatan dalam perspektif desentralisasi kesehatan dan peran serta swasta oleh Faisal Mansur, SKM, MPH

video

10.25 – 11.25 WIB

Pembahasan:

Pembahas 1: dr. Andi Sri Juliarty R, M.Kes (Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan)

video

Pembahas 2: dr. Mohamad Subuh, MPPM (Ketua Umum Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES))

video

Pembahas 3: Dr. R. Heru Ariyadi, MPH (Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (ARSADA))

video

Pembahas 4: drg. I. Ichsan Hanafi, M.A.R.S. (Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI))

video

11.25 – 11.40 WIB Diskusi dan tanya jawab 
11.40 – 11.50 WIB

Penutupan - Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

video

 

Webinar Tantangan dan Strategi dalam Kesehatan Mental Remaja

Kerangka Acuan Kegiatan Webinar

Tantangan dan Strategi dalam Kesehatan Mental Remaja

Selasa, 22 November 2022
Pukul 13.00 – 14.30 WIB

   Latar Belakang

Tantangan kesehatan mental merupakan masalah kesehatan utama yang dihadapi kaum muda secara global terutama pada masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi anak-anak menjadi dewasa. Namun, terlepas dari pentingnya melindungi kesehatan mental dan kesejahteraan emosional, remaja cenderung memiliki pengetahuan yang terbatas tentang apa artinya sehat secara mental atau bagaimana mempertahankan kesehatan mentalnya. Media sosial menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Dampak media sosial pada kesehatan remaja menjadi prioritas karena peningkatan masalah kesehatan mental secara simultan. Menurut WHO pada 2019, 1 dari setiap 8 orang atau 970 juta orang di seluruh dunia memiliki gangguan mental. Gangguan kecemasan dan depresi yang paling umum terjadi. Pada 2020, jumlah orang yang dengan gangguan kecemasan dan depresi meningkat secara signifikan karena pandemi COVID-19.

Perkiraan awal menunjukkan peningkatan masing-masing 26% dan 28% untuk gangguan kecemasan dan depresi berat hanya dalam satu tahun. Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk, artinya sekitar 20% populasi di Indonesia itu mempunyai potensi-potensi masalah gangguan jiwa. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menyebutkan bahwa lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi. Prevalensi depresi pada penduduk umur ≥ 15 tahun tertinggi pada provinsi Sulawesi Tengah sebesar 12.3 dan prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk umur ≥ 15 tahun di Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 19.8. Oleh karena itu, masalah kesehatan jiwa pada anak dan remaja yang tidak ditangani dengan baik akan berdampak terhadap kualitas dan produktivitas sumber daya manusia. Dalam upaya meningkatkan kesehatan jiwa, perlu perhatian pemerintah dan kerja sama semua pihak untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat maupun pemangku kepentingan terhadap masalah kesehatan jiwa melalui berbagai upaya mulai dari upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Promosi kesehatan mental di lingkungan sekolah masih sangat kurang sehingga pelajar ataupun mahasiswa belum mengetahui secara pasti bagaimana mereka menghadapi tantangan di hidupnya.

Oleh karena itu, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) menyelenggarakan webinar dengan judul “Tantangan dan Strategi dalam Kesehatan Mental pada Remaja”.

   Tujuan 

Kegiatan ini dilakukan untuk memperingati Hari Kesehatan Nasional. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk:

  1. Mengetahui situasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa terkait kesehatan jiwa remaja
  2. Mengetahui strategi dan tantangan kebijakan kesehatan jiwa remaja
  3. Membahas penguatan kebijakan kesehatan jiwa remaja

  Pembicara

Narasumber

  1. Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah
    • Situasi pelaksanaan layanan kesehatan mental remaja
    • Tantangan dan strategi dalam memperkuat jaringan layanan kesehatan jiwa pada remaja
  2. dr. Fiddina Mediola, Sp.KJ (Direktur RSK Puri Nirmala)
    • Tantangan dan strategi dalam edukasi kesehatan mental pada remaja

Pembahas

  1. Direktorat Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI
  2. WHO

   Target Peserta

  1. Pengambil keputusan nasional dan daerah.
  2. Akademisi bidang kesehatan masyarakat, kebijakan kesehatan, dan lain - lain.
  3. Peneliti, konsultan dan pemerhati bidang kesehatan masyarakat, kebijakan kesehatan, dan sebagainya.
  4. Pemangku kepentingan lainnya.

   Waktu Kegiatan

Hari, tanggal : Selasa, 22 November 2022
Pukul : 13.00-14.30 WIB

   Detil Kegiatan

Waktu Kegiatan
13.00-13.05 Pembukaan
13.05-13.10

Sambutan
Shita Listya Dewi, Kepala Divisi Kebijakan Kesehatan Masyarakat, PKMK FK-KMK UGM

video

13.10-13.40

Pemaparan

dr. Jumriani (Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah)

video   materi

dr. Fiddina Mediola, Sp. KJ (Direktur RSK Puri Nirmala)

VIDEO   materi

13.40-14.00

Pembahasan

VIDEO

Direktorat Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI

dr Ashra Vina Daswin - WHO

materi

14.00-14.25 Diskusi dan Tanya Jawab
14.25-14.30 Penutupan

REPORTASE 

 

Narahubung

Ardhina (0896 7934 4417)

 

 

Reportase Penguatan dan Keberlanjutan Kebijakan Pembiayaan Kesehatan & JKN di Sumatera Utara

(Studi Kasus Pembiayaan Penyakit Katastropik Melalui Data Sampel BPJS Kesehatan)

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM, menggelar webinar Forum Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang bertajuk “Dukungan Perguruan Tinggi di Berbagai Provinsi Dalam Penguatan Dan Keberlanjutan Kebijakan Pembiayaan Kesehatan & JKN”. Kegiatan ini terdiri atas enam seri dan dilaksanakan pada setiap bulan dari Juni – Desember 2022 dengan melibatkan mitra dari perguruan tinggi di beberapa provinsi. Pada seri ketiga (31/08/22), webinar dilaksanakan bersama mitra PKMK dari Universitas Sumatera Utara yaitu Dosen Dr. Juanita, SE., M.Kes sebagai narasumber utama untuk membahas Studi Kasus Pembiayaan Penyakit Katastropik Melalui Data Sampel BPJS Kesehatan di Sumatera Utara.

Webinar ini juga melibatkan pembahas yaitu dr. Miko dari perwakilan Dinas Kesehatan Sumatera Utara, dr. Ardytia Lesmana sebagai Kepala Bidang PMR Kantor Cabang Padang Sidempuan dari BPJS Kesehatan dan Ika Hardina Lubis, SE,M.SE, MA sebagai Kepala Bidang Perencanaan Sumber Daya Manusia dan Sosial Budaya, Bappeda Sumatera Utara. Seluruh kegiatan webinar seri ketiga ini di fasilitasi oleh Siti Khadijah Nasution selaku Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Kegiatan seri ketiga ini dibuka oleh M. Faozi Kurniawa selaku peneliti pembiayaan kesehatan dari PKMK FK-KMK UGM. Dalam pembukaan Faozi menekankan strtaegi yang perlu ditekankan untuk pemerintah daerah dalam memperkuat pembiayaan kesehatan di daerah untuk transformasi sistem kesehatan. Setelah pembukaan, moderator mempersilahkan kepada narasumber yaitu Juanita untuk memaparkan materi yang membahas tentang kondisi prevalensi penyakit katastropik di Sumatera Utara berdasarkan data rill dan sampel BPJS Kesehatan.

Dari gambaran kondisi tersebut, tergambarkan bahwa penyakit katastropik yang paling tinggi di Sumatera Utara adalah gagal ginjal yang memiliki klaim cukup banyak diantara penyakit lainnya. Juanita menjelaskan bahwa tingginya penyakit katastropik di Sumatera Utara di pengaruhi oleh gaya hidup masyarakat yang kurang sehat dan masih terbatasnya program preventif-promotif untuk penangan penyakit tidak menular (PTM).

Selain itu, Juanita juga mengusulkan rekomendasi dengan: 1) pencegahan faktor risiko dari tangkat pobindu, puskesmas, sekolah dan masyarakat secara umum dengan melakukan edukasi; 2) kolaborasi perguruan tinggi bersama pemerintah daerah dan masyarakat untuk minindak lanjuti hasil penelitian; 3) pengawasan makanan dan minuman dari industry rumahan; dan 4) sosialisasi GERMAS ke berbagai pemangku kepentingan di daerah.

Setelah sesi pemaparan, moderator memberikan kesempatan kepada tiga pembahas untuk memberikan tanggapan. Ketiga pembahas menyepakati gambaran kondisi prevalensi katastropik di Sumatera Utara. Pembahas juga menyetujui untuk rekomendasi dalam penanganan katastropik ini perlu dilakukan karena dapat mendukung pencapaian target indikator RPJMD Sumatera Utara. Diskusi dengan para pembahas dan narasumber di lanjutkan melalui sesi tanya jawab. Pada sesi ini, terdapat penekanan untuk pemerintah daerah dapat berkolaborasi dengan perguruan tinggi melalui pemanfaatan hasil penelitian dan analisis yang telah tersedia.

Link Terkait:

Dukungan Perguruan Tinggi di Berbagai Provinsi Dalam Penguatan dan Keberlanjutan Kebijakan Pembiayaan Kesehatan & JKN di DaerahDalam Penguatan dan Keberlanjutan Kebijakan Pembiayaan Kesehatan & JKN di Daerah