Diskusi ke-12 UU Kesehatan Topik Tata Kelola Rumahsakit

Diskusi ke-12 UU Kesehatan

Topik Tata Kelola Rumahsakit

Senin, 28 Agustus 2023  |   Pukul: 12:00 - 13:00 WIB

REPORTASE

Webinar ini merupakan bagian dari rangkaian webinar UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang ke-12 yang membahas tata kelola rumah sakit dalam kerangka UU Kesehatan Omnibus Law.

Pengantar oleh Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes (Ketua PKMK FK-KMK UGM)

29ags1Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes mengantar webinar dengan menjelaskan bahwa, dari sisi manajemen, terdapat beberapa poin dalam UU Kesehatan yang baru yang dapat mengubah dan menjadi peluang pengembangan rumah sakit. Meski demikian, hal ini akan sangat bergantung pada aturan turunan dari UU Nomor 17 Tahun 2023. Dengan memahami pasal-pasal yang ada, diharapkan kita dapat memperoleh informasi dan mensintesisnya menjadi sebuah gagasan untuk membangun rumah sakit dalam keterkaitannya dengan UU Kesehatan yang baru.

Dalam UU Kesehatan ini, rumah sakit tidak lagi termuat secara independen dalam bab tersendiri melainkan secara terintegrasi dalam sistem kesehatan. Dengan kata lain, berbagai aturan terkait dengan sumber daya manusia, logistik, maupun sistem informasi akan berpengaruh terhadap pengelolaan rumah sakit. Sebagai manajer kita diharapkan dapat menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya untuk memanfaatkan peluang yang ada.

video

Pembahasan oleh Ni Luh Putu Eka Putri Andayani, S.KM., M.Kes (Konsultan PKMK FK-KMK UGM)

29ags1Sesi pembahasan disampaikan oleh Ni Luh Putu Eka Putri Andayani, S.KM., M.Kes yang menjelaskan bahwa rumah sakit merupakan layanan rujukan yang harus bertransformasi sesuai dengan pilar transformasi pelayanan rujukan sebagai bagian dari transformasi sistem kesehatan. Seluruh aturan turunan dari UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 dan lembaga yang terlibat akan mendukung upaya pembangunan peningkatan pelayanan RS. Hal ini tertuang didalam pasal-pasal UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.

Salah satu yang termuat dalam UU Kesehatan ini adalah terkait potensi besar pengobatan tradisional seperti medical wellness agar masuk ke dalam standar pelayanan kesehatan. Dalam hal ini diperlukan aturan turunan yang menjelaskan penyelenggaraan, kompetensi, serta kewenangan dan tanggung jawab pusat dan daerah. Dalam hal fasilitas pelayanan kesehatan pada pasal 187 dan 196, diperlukan aturan turunan yang menjelaskan kewajiban RS untuk melaksanakan sistem rujukan yang terintegrasi serta sistem rujuk balik. Dalam hal keuangan fasilitas pelayanan kesehatan pada pasal 194, diperlukan aturan turunan berupa peraturan menteri kesehatan tentang pola tarif nasional yang dipertegas untuk RS Pemerintah dan di-update secara berkala (maksimal 2 tahun).

Dalam hal SDM Kesehatan, diperlukan aturan turunan yang menjelaskan beberapa aspek penting seperti apa saja yang termasuk dalam tenaga pendukung dan penunjang kesehatan, beban kerja tenaga kesehatan di RS, serta kebutuhan SDM yang mencakup residen. RS akan menghitung terlebih dahulu kebutuhan SDM agar beban pembiayaan tidak terlalu besar, termasuk pembiayaan bagi residen karena akan dibayar sesuai kerjanya.

Terkait pasal 234, diperlukan aturan turunan mengenai penempatan tenaga medis dalam hal insentif (finansial atau non finansial), jaminan keamanan (terutama di daerah rawan konflik), serta perlindungan hukum saat menjalankan tugas. Terkait pasal 251 dan 253, diperlukan PP terkait pendayagunaan tenaga medis lulusan luar negeri. Mengenai pendanaan kesehatan pada pasal 402 ayat 4 dan pasal 406, diperlukan PP yang mengatur bahwa RS non pemerintah harus melaporkan penggunaan anggaran yang berasal dari pemerintah; RS pemerintah harus melaporkan realisasi belanja kesehatan; serta pendapatan RS pemerintah diakui sebagai pendapatan pemerintah yang penggunaan seluruhnya untuk operasional RS. Sementara terkait dengan farmasi, diperlukan aturan turunan yang mengatur dengan detail kompetensi apoteker, proses peresepan obat keras, hingga telemedicine yang kini menjadi bagian dari layanan kesehatan di rumah sakit.

video   materi

Sesi Diskusi

Diskusi mengenai isu-isu yang muncul dengan adanya UU Kesehatan dibahas dalam sesi diskusi, antara lain terkait dengan pola tarif nasional yang termuat dalam pasal 194 ayat 1 dan perlu diatur oleh peraturan pelaksana. Selain itu, diskusi juga mengangkat kekhawatiran upaya badan layanan umum yang kini termuat dalam pasal 185 ayat (2) “Rumah Sakit yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dalam memberikan layanan Kesehatan dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Isu terkait dengan aturan bahwa pimpinan rumah sakit harus berlatar belakang medis juga dibahas dalam diskusi ini.

video

Sesi Penutup

Diskusi tentang tata kelola rumah sakit dalam Kerangka UU Nomor 17 Tahun 2023 ini diharapkan tidak berhenti dengan berakhirnya webinar ini, melainkan dilakukan secara berkelanjutkan sehingga menghasilkan suatu rekomendasi terhadap peraturan turunan kesehatan. PKMK UGM berupaya memfasilitasi hal ini dengan mengembangkan website www.kebijakankesehatanindonesia.net di laman UU Kesehatan.

Reporter: dr. Valentina Lakhsmi Prabandari, MHPM; Nila Munana, S.HG, MHPM

 

 

 

 

Diskusi ke-13 UU Kesehatan Topik Perkembangan Academic Health System (AHS)

Diskusi ke-13 UU Kesehatan

Perkembangan Academic Health System (AHS)

Selasa, 29 Agustus 2023  |   Pukul: 13:30 - 14:30 WIB

REPORTASE

31ags

Webinar ini membahas perkembangan Academic Health System (AHS) dalam pemenuhan dokter spesialis dalam kerangka UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Webinar dipandu oleh dr. Srimurni Rarasati, MPH selaku moderator.

Pengantar oleh: Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D

Webinar diawali dengan pengantar yang disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. (Konsultan PKMK FK-KMK UGM) untuk memantik diskusi tentang penerjemahan sistem kesehatan akademik (Academic Health System) dan keterkaitannya dengan UU Kesehatan. Dalam UU ini, terdapat 2 jalur pendidikan yaitu hospital-based dan university-based. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 ini mengatur bahwa residen berstatus sebagai pekerja sekaligus peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan dan berhak mendapatkan bantuan hukum, mendapat waktu istirahat dan mendapat imbalan sesuai pelayanan kesehatan yang dilakukan. Lantas bagaimana pengaruh UU Kesehatan terhadap Academic Health System (AHS) dengan university-based? Apakah amanat UU Kesehatan dapat dilakukan pada AHS termasuk perencanaan kewilayahan? Kedua pertanyaan ini menjadi isu diskusi yang penting.

materi   video

Pembicara Utama dr. Haryo Bismantara, MPH

dr. Haryo Bismantara, MPH (Dosen Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM) selaku narasumber membawakan pembahasan mengenai penerjemahan konsep sistem kesehatan akademik dalam pemenuhan dokter spesialis di Indonesia dalam keterkaitannya dengan pengaruh UU Nomor 17 Tahun 2023. Sesi ini membahas 4 topik utama, yaitu masalah kekurangan dokter/dokter spesialis dan transformasi SDM Kesehatan, sistem kesehatan akademik sebagai sarana untuk mewujudkan transformasi SDM kesehatan di Indonesia, penerjemahan konsep AHS untuk pemenuhan dr spesialis di Indonesia, dan AHS pasca UU Nomor 17 Tahun 2023.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa kebutuhan dokter spesialis di Indonesia masih tinggi. Dari aspek produksi, per tahunnya terdapat kurang lebih 3000 lulusan dokter spesialis baru dengan kurang lebih 800 tambahan kuota penerimaan dalam 5 tahun terakhir. Meski demikian, meski jumlah terus ditambah namun tanpa mempertimbangkan faktor lain maka tidak akan berhasil karena dapat muncul masalah distribusi, retensi, dan lain sebagainya. Isu transformasi sistem kesehatan ini merupakan isu kompleks yang memiliki karakteristik berkesinambungan dan melibatkan banyak stakeholders. Model AHS memiliki potensi besar untuk mendukung kecepatan dan keberlangsungan upaya transformasi SDM Kesehatan dengan meningkatkan jumlah nakes, mengupayakan pemerataan tenaga kesehatan, meningkatkan mutu tenaga kesehatan, sekaligus mewujudkan transformasi SDM kesehatan yang bernilai tambah melalui efisiensi, kolaborasi yang berkelanjutan, dan kemandirian pemerintah daerah dalam menentukan prioritas tenaga kesehatan yang diperlukan.

Dalam rangka penerjemahan AHS untuk pemenuhan dokter spesiali terdapat beberapa strategi yang digunakan yaitu strategi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Dalam jangka pendek diharapkan ada peningkatan kuota mahasiswa dokter spesialis, dalam jangka menengah diharapkan ada peningkatan jumlah dosen dan RS pendidikan, sementara dalam jangka panjang diharapkan ada peningkatan jumlah prodi/FK baru. Untuk memonitor ini, Kementerian Kesehatan membagi AHS dalam 6 wilayah yang harapannya akan mewujudkan AHS di masing-masing provinsi sehingga tujuan akhirnya adalah seluruh pemerintah daerah tingkat provinsi dapat mandiri dalam merencanakan kebutuhan, mendidik, mendistribusikan, dan meretensi SDM Kesehatan. Berdasarkan hasil monev, program AHS sudah menunjukkan kebermanfaatannya dan diharapkan lebih ditingkatkan lagi dengan berbagai aturan turunan UU Kesehatan. Aktivitas yang ditawarkan AHS dalam pemenuhan dokter spesialis terdiri dari 3 stream, yaitu pemenuhan dokter umum dan dokter gigi di puskesmas, pemenuhan dokter spesialis di RS, dan penguatan RS Pendidikan. Secara umum, UU Kesehatan ini memberikan peluang untuk penguatan sistem kesehatan di wilayah yang tercantum pada pasal 173 ayat (1) poin f. Model AHS dapat menjawab pasal 12 UU Kesehatan bahwa pemerintah daerah dan pemerintah pusat bertanggung jawab terhadap perlindungan kepada pasien dan SDM Kesehatan serta dalam perencanaan. Meski demikian, terdapat beberapa isu yang perlu pendalaman oleh stakeholders AHS ke depan yaitu keberadaan RS, mekanisme pendidikan dokter spesialis di RS (termasuk uji kompetensi, pemberian sertifikat, dan gelar), hak dan kewajiban peserta didik. Terbitnya UU Kesehatan membuka peluang optimalisasi penyelenggaraan AHS.

materi   video

Sesi Diskusi

Dalam sesi diskusi, dibahas mengenai keterlibatan RS swasta terstandar RS pendidikan dan bisa menjadi tempat yang ideal untuk penempatan peserta program pendidikan dokter spesialis serta roadmap pemenuhan dan pemerataan dokter spesialis berbasis konsorsium dan AHS. Inisiasi dan maintenance program AHS juga menjadi topik menarik yang didiskusikan.

Sesi Penutup

Diskusi tentang perkembangan AHS dalam pemenuhan dokter spesialis dalam kerangka UU Nomor 17 Tahun 2023 diharapkan tidak berhenti dengan berakhirnya webinar ini, melainkan dilakukan secara berkelanjutkan sehingga menghasilkan suatu rekomendasi terhadap peraturan turunan kesehatan. PKMK UGM berupaya memfasilitasi hal ini dengan mengembangkan website www.kebijakankesehatanindonesia.net di laman UU Kesehatan.

video

Reporter: dokter Valentina Lakhsmi Prabandari, MHPM; Nila Munana, S.HG, MHPM

 

 

 

 

 

Diskusi ke-14 UU Kesehatan Topik Potensi Pengembangan Intervensi Gizi Di Indonesia

Diskusi ke-14 UU Kesehatan

Potensi Pengembangan Intervensi Gizi Di Indonesia

Kamis, 31 Agustus 2023  |   Pukul: 13:00 - 14:30 WIB

REPORTASE

31ags 1

Webinar ini merupakan bagian dari rangkaian webinar UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang ke-14 yang membahas potensi pengembangan intervensi gizi di Indonesia dalam kerangka UU Kesehatan Omnibus Law.

Pengantar oleh Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes (Ketua PKMK FK-KMK UGM)

Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes mengantar webinar dengan menjelaskan bahwa salah satu isu di kesehatan primer adalah pelayanan gizi. Namun isu ini tidak sekedar terkait surviy dan intervensi melainkan juga bagaimana pemenuhan bahan pangan dan makanan yang berkualitas. Jika melihat dalam UU Nomor 17 tahun 2023 terdapat ketentuan yang sangat spesifik mengenai gizi dimana terdapat klausul yang menarik yang menyebutkan bahwa pemerintah daerah dan pemerintah pusat bersama masyarakat dapat memastikan bahwa bahan makanan itu ada dan berkualitas yang diperuntukan untuk semua masyarakat dari segala lapisan dan kelompok umur, termasuk kelompok rentan dan berkebutuhan khusus. Artinya, tanggungjawab ini sudah pasti akan dituntut dan dipastikan banyak pihak akan melihat bagaimana strategi untuk pemenuhan bahan pangan. Selain itu, pada kondisi tertentu seperti bencana atau keadaan darurat, pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga bertanggungjawab untuk pemenuhan gizi bagi masyarakat miskin. Pasal-pasal ini menunjukkan pemerintah sangat concern terhadap masalah gizi dan serius untuk membangun kesehatan melalui pelayanan gizi. Diharapkan kita dapat mendiskusikan bagaimana mengoperasionalkan amanat undang-undang ini supaya dapat mewujudkan kecukupan gizi yang berkualitas di masyarakat.

video

Narasumber Utama Dr. Susetyowati, DCN, M.Kes (Kepala Departemen Gizi & Kesehatan, FK-KMK UGM)

Gizi terdapat di Bab V Pasal 64-68. Pasal 64 memuat aturan terkait upaya pemenuhan gizi baik untuk peningkatan mutu gizi perseorangan maupun masyarakat dalam hal pola konsumsi, akses dan mutu pelayanan gizi, serta peningkatan sistem kewaspadaan dan peringatan dini terhadap kerawanan pangan dan gizi. Sebelum UU Kesehatan ini, ketentuan tentang pedoman gizi seimbang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014; sementara untuk sistem kewaspadaan terdapat dalam Peraturan Badan Pangan Nasional RI Nomor 16 Tahun 2022 tentang penyelenggaraan sistem peringatan dini kerawanan pangan dan gizi, PP Nomor 86 Tahun 2019 tentang keamanan pangan, Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 10 Tahun 2022 tentang tata cara penyusunan peta ketahanan dan kerentanan pangan, serta Permensos Nomor 22 Tahun 2019 tentang prosedur dan mekanisme penyaluran cadangan beras pemerintah untuk penanggulangan keadaan darurat bencana dan kerawanan pangan pasca bencana.

Pasal 65 lebih spesifik membahas upaya pemenuhan gizi yang dilakukan pada seluruh siklus kehidupan, dengan perhatian khusus pada ibu hamil dan menyusui, bayi dan balita, dan remaja perempuan. Ketentuan terkait hal ini sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2019 tentang kecukupan gizi yang dianjurkan untuk masyarakat Indonesia. Selanjutnya pada pasal 66 dimuat tentang upaya perbaikan gizi yang harus dilakukan melalui surveilans gizi, pendidikan gizi, tatalaksana gizi, serta suplementasi gizi. Aturan tentang pelaksanaan teknis surveilans gizi sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Teknis Surveilans Gizi; aturan tentang status gizi balita diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak.

Sementara terkait dengan keterpaduan dan akselerasi percepatan pemenuhan gizi pada pasal 67 UU Kesehatan, aturan tentang percepatan penurunan stunting sebelumnya telah termaktub dalam Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2021 yang memuat kerangka konseptual intervensi penurunan stunting terintegrasi. Peraturan lain terkait intervensi spesifik dalam rangka percepatan penurunan stunting juga termuat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4631/2021 Tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Pemberian Makanan Tambahan bagi Balita Gizi Kurang dan Ibu Hamil Kurang Energi Kronis, Permenkes Nomor 88 Tahun 2014 Tentang Standar Tablet Tambah Darah Bagi Wanita Usia Subur dan Ibu Hamil, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 29 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi. Prinsip pemberian makanan tambahan serta standar makanan tambahan lokal untuk balita dan ibu hamil telah dibahas secara detail dalam Juknis Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Berbahan Pangan Lokal dan Ibu Hamil. Saat ini telah ada rencana aksi implementasi tahun 2023 yang terdiri dari 10 kegiatan dengan sasaran yang telah sesuai dengan UU kesehatan terbaru.

video   materi

Sesi Diskusi

Dalam sesi diskusi, moderator memandu pembahasan terkait berbagai pertanyaan tentang upaya pemenuhan gizi melalui pendekatan siklus kehidupan mulai dari kehamilan, menyusui, usia anak, remaja, hingga kembali ke usia subur. Perhatian terhadap masalah obesitas yang seolah kurang mendapat sorotan dibanding masalah stunting juga dibahas dalam sesi diskusi ini. Peserta juga mengajukan berbagai pertanyaan terkait aturan keamanan pangan dan ketahanan pangan keluarga yang sangat menarik untuk dibahas.

video

Sesi Penutup

Diskusi tentang potensi pengembangan intervensi gizi di Indonesia dalam Kerangka UU Nomor 17 Tahun 2023 ini diharapkan tidak berhenti dengan berakhirnya webinar ini, melainkan dilakukan secara berkelanjutkan sehingga menghasilkan suatu rekomendasi terhadap peraturan turunan kesehatan. PKMK UGM berupaya memfasilitasi hal ini dengan mengembangkan website www.kebijakankesehatanindonesia.net di laman UU Kesehatan.

Reporter: dr. Valentina Lakhsmi Prabandari, MHPM; Nila Munana, S.HG, MHPM

 

 

 

 

Diskusi ke-15 UU Kesehatan: Dampak Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan terhadap Pelayanan THT

Diskusi ke-15 UU Kesehatan

Dampak Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan terhadap Pelayanan THT

Jumat, 1 September 2023  |   Pukul: 13:00 - 15:00 WIB

REPORTASE

1sept

Webinar ini membahas dampak Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan terhadap pelayanan THT. Webinar dipandu oleh dr. Mahatma Bawono, MSc, Sp.T.H.T.B.K.L (Ketua Komite Quality Control RSA UGM) selaku moderator.

Pengantar oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D

Webinar diawali dengan pengantar oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. yang menyampaikan peluang dan persiapan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan terhadap pelayanan THT. Dalam UU ini, aturan mengenai kesehatan penglihatan dan pendengaran menjadi satu pada Bab V tentang upaya kesehatan bagian kesepuluh pasal 71-73. Meski demikian, pasal yang mengatur tentang upaya kesehatan pendengaran juga terkait dengan bagian lain yang mengatur tentang sistem informasi, SDM, pendanaan, dan obat serta dimana letak kolegium dan konsil. Ketika berbicara mengenai teori reformasi, transformasi kesehatan merupakan reformasi kesehatan sejati yang mengatur banyak tombol sistem kesehatan untuk mencapai tujuan pada populasi target. Dengan demikian, akan ada peluang untuk mereformasi sistem pelayanan kesehatan pendengaran dengan menggunakan prinsip transformasi kesehatan dengan landasan hukum UU Nomor 17 Tahun 2023. Untuk memanfaatkan peluang ini, diharapkan ada tim tangguh yang berjalan jangka panjang untuk menganalisis UU Kesehatan ini dan memberikan masukan ke pemerintah, termasuk untuk memonitor dan mengevaluasi kebijakan ini.

video

Moderator dr. Mahatma Bawono, MSc, Sp.T.H.T.B.K.L

dr. Mahatma Bawono, MSc, Sp.T.H.T.B.K.L (Ketua Komite Quality Control RSA UGM) selaku moderator menyampaikan bahwa setiap ada regulasi baru maka pasti ada implikasi yang mengikuti. Melalui diskusi ini diharapkan muncul berbagai sudut pandang terkait dengan muatan UU Kesehatan ini terkait dengan pelayanan THT.

Narasumber Utama dr. Agus Surono, MSc, PhD, Sp.T.H.T.B.K.L, Subsp.B.E.(K)

Sesi pembahasan disampaikan oleh dr. Agus Surono, MSc, PhD, Sp.T.H.T.B.K.L, Subsp.B.E.(K) yang mengawali pemaparan dengan menunjukkan berbagai beban penyakit bidang THT mulai dari gangguan pendengaran, ketulian, serumen, OMSK, tuli kongenital, GPAB, presbikusis, hingga ototoksik. Indonesia juga masih menghadapi masalah akses dan mutu pelayanan THT baik terkait dengan ketersediaan, distribusi, dan kompetensi SDM, maupun terkait dengan fasilitas kesehatan di bidang THT yang belum memadai. Selain itu masih ada beberapa tindakan medis yang belum dapat dilakukan di daerah yang disebabkan masih kurangnya SDM, fasilitas dan infrastruktur.
Sebelum UU Kesehatan ini, aturan tentang penanggulangan gangguan pendengaran diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2020 tentang penanggulangan gangguan penglihatan dan pendengaran. Dalam Permenkes ini pada bab 4 pasal 8 diatur tentang penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran yang diselenggarakan secara terpadu, komprehensif, efektif, efisien, dan berkelanjutan. Sementara dalam UU Kesehatan, ketentuan tentang penglihatan dan pendengaran terdapat di pasal 71-73. Meski demikian, terdapat pasal-pasal lain terkait upaya pendengaran antara lain dalam hal pendanaan kesehatan, SDM kesehatan (kolegium, konsil, task shifting, sister hospital), serta dalam hal pengembangan teknologi. Tantangan terkait UU Kesehatan ini antara lain bagaimana menyusun PP sebagai aturan turunan dan bagaimana kerjasama dengan kelompok pelayanan di bidang THT.

video   materi

Pembahas dr. Ashadi Prasetyo, M.Sc., Sp.T.H.T.B.K.L., Subsp.N.O.(K) dan dr. M. Arif Purnanta, M.Kes., Sp.T.H.T.B.K.L., Subsp.N.O.(K)

dr. Ashadi Prasetyo, M.Sc., Sp.T.H.T.B.K.L., Subsp.N.O.(K) memberikan tanggapan dengan menggarisbawahi bahwa untuk mencapai tujuan meningkatkan derajat kesehatan dan menurunkan angka disabilitas, harus dipetakan terlebih dahulu berbagai permasalahan kesehatan pendengaran. Prioritas masalah kesehatan pendengaran adalah tuli kongenital dan infeksi kronik. Dengan demikian, perlu ada universal hearing screening yang melibatkan peran multidisiplin, tentunya dengan pendanaan yang mendukung. Kolaborasi yang intens juga dibutuhkan untuk mengatasi tidak meratanya fasilitas dan jumlah dokter THT. dr. M. Arif Purnanta, M.Kes., Sp.T.H.T.B.K.L., Subsp.N.O.(K) menambahkan tanggapan dengan memotret fenomena dari tempat kerja, bahwa masalah alat diagnostik masih jauh tertinggal dan masih menggunakan targeted hearing screening. Apabila screening dapat dilakukan sedini mungkin maka beban biaya untuk permasalahan gangguan pendengaran dapat berkurang.

video

Sesi Diskusi

Dalam sesi diskusi banyak dibahas mengenai universal hearing screening dengan melibatkan rumah sakit maupun PPK 1. Metode task shifting pada bidan juga dapat dipertimbangkan karena banyak proses kelahiran yang ditangani oleh bidan, sehingga universal screening dapat dilaksanakan sedini mungkin. Diskusi tentang dampak UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan terhadap pelayanan THT diharapkan tidak berhenti dengan berakhirnya webinar ini, melainkan dilakukan secara berkelanjutkan sehingga menghasilkan suatu rekomendasi terhadap peraturan turunan UU kesehatan. PKMK UGM berupaya memfasilitasi hal ini dengan mengembangkan website www.kebijakankesehatanindonesia.net di laman UU Kesehatan.

video

Reporter: dr. Valentina Lakhsmi Prabandari, MHPM; Nila Munana, S.HG, MHPM

 

 

 

 

Turunan Undang-undang dalam Urusan Bencana Kesehatan dalam UU Kesehatan No.17 Tahun 2023

Diskusi Lanjutan Urusan Bencana Kesehatan dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan

Turunan Undang-undang dalam Urusan Bencana Kesehatan

Kamis, 7 September 2023  |   Pukul: 08:00 - 09:00 WIB

7sep9

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM Kembali menyelenggarakan Diskusi Lanjutan Urusan Bencana Kesehatan dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Diskusi tersebut masih merupakan rangkaian dalam Webinar Series Pembahasan UU Kesehatan, kali ini dengan topik diskusi terkait Turunan Undang-Undang dalam Urusan Bencana Kesehatan.

Pemantik diskusi kali ini ialah dr. Alif Indiralarasati, dipandu oleh moderator Madelina Ariani, SKM., MPH, dan dibahas sejumlah narasumber diantaranya. dr. Hendro Wartatmo, Sp.B-KBD, dr. Bella Donna, M.Kes, Sutono, S.Kep., M.Kep., M.Sc, Apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid, Lalu Madahan, SKM, MPH (Dinas Kesehatan NTB), dan Kudiyana, S.KM., M.Sc (Dinas Kesehatan DIY).

Diskusi berjalan cukup lancar, dalam panelnya para pembahas cukup banyak menyoroti tentang Hospital Disaster Plan (HDP) dan standarisasi layanan ambulans dalam aturan turunan nanti. Namun, selain dua hal di atas, aspek lainnya juga diidentifikasi seperti logistik dan pendanaan. Secara lebih lanjut diskusi juga mencermati terkait sinkronisasi lebih lanjut dengan aturan yang bersisihan dengan bencana lainnya, misalnya Permenhan Nomor 39 Tahun 2014 yang membahas HDP. Turunan UU selazimnya dapat lebih memperhatikan terkati kehati-hatian standarisasi nomina dalam urusan teknis.

Diakhir acara disimpulkan bahwa diskusi ke depan terkait UU Kesehatan perlu untuk membahas satu-satu per isu yang disebutkan, dan perlu membahas mapping stakeholder untuk Peraturan Pemerintah.

Reporter: Maryami Yuliana Kosim, S.Kep., Ns., M.Kep., Ph.D (FK-KMK UGM)

  Materi dan Video Kegiatan

Moderator : Madelina Ariani, SKM., MPH.


Pemantik Diskusi: dr. Alif Indiralarasati

video   materi


Pembahas:

dr. Hendro Wartatmo, Sp.B-KBD

video


Lalu Madahan, S.KM., MPH.  Dinas Kesehatan NTB

video


 dr. Bella Donna, M.Kes

video


Kudiyana, S.KM., M.Sc  Dinas Kesehatan DIY

video


Apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid

video


Sutono, S.Kep., M.Kep., M.Sc

video


 

 

 

Pengaruh Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 terhadap Persoalan One Health

Webinar Series UU Kesehatan

Pengaruh Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 terhadap Persoalan One Health

Kamis, 7 September 2023  |   Pukul: 09:00 - 11:00 WIB

REPORTASE

7sept

Webinar ini merupakan bagian dari rangkaian webinar UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang membahas pengaruh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 terhadap persoalan One Health.

Pengantar oleh Prof. Laksono Trisnantoro, MSc. Ph.D (Guru Besar FK-KMK UGM)

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc. Ph.D mengantar webinar dengan pemaparan mengenai era baru sistem kesehatan dengan adanya UU Kesehatan khususnya terhadap persoalan One Health. One Health di Indonesia masih belum operasional dengan baik di lapangan dimana para pelaku lintas sektor dan lintas level pemerintah belum teridentifikasi dengan baik dan peran sektor swasta belum terkelola. Persoalan One Health sangat terkait dengan penyakit menular yang diatur dalam pasal 91 dan pasal 92 UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Meski demikian, pasal-pasal lain yang terkait dengan penyakit menular sangat banyak dibahas dalam UU ini, yaitu dalam hal peran pemerintah pusat, daerah dan swasta; pemerataan pelayanan; perbekalan; teknologi kesehatan; pendanaan kesehatan; dan sebagainya. Keterkaitan antar pasal dalam UU Kesehatan menunjukkan bahwa ini merupakan sebuah reformasi kesehatan yang membuka peluang untuk mereformasi gerakan One Health dengan prinsip Transformasi Kesehatan yang mempunyai landasan hukum UU Kesehatan. Diharapkan kelompok-kelompok masyarakat di One Health menyiapkan tim tangguh untuk menganalisis UU Kesehatan ini dan memberikan masukan ke pemerintah. Kelompok ini akan berjalan jangka panjang termasuk meneliti pelaksanaan UU Kesehatan ini dan tim ini dapat menjadi sebuah masyarakat praktisi untuk melaksanakan UU Nomor 17 Tahun 2023 dalam One Health serta melakukan penelitian-penelitian terkait pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023 di One Health.

Narasumber utama: Gunawan Wahab (Co-Founder dan Executive Director dari One Health Foundation)

Memasuki sesi pembahasan, Gunawan Wahab menyampaikan materi mengenai pengaruh UU Nomor 17 Tahun 2023 terhadap One Health dari arah ekosistem One Health dan permasalahannya. One Health merupakan pendekatan kolaboratif multisektoral untuk menyusun dan mengimplementasikan program, kebijakan yang bertujuan untuk mencapai kesehatan masyarakat yang optimal dengan mengenali interkonektivitas antara manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan bersama. Sains dan pandemi COVID-19 telah membuktikan bahwa kesehatan lingkungan (termasuk satwa) dan kesehatan manusia sangat berhubungan erat. Contoh masalah yang sedang berlangsung di indonesia yaitu adanya kasus rabies yang terus menerus menjadi ancaman bagi masyarakat indonesia termasuk anak-anak.

Dalam konsep One Health, stakeholders yang berperan ialah lintas sektor. Stakeholders yang berperan dari pemerintahan yaitu kementerian koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaan; kementerian kesehatan; kementerian pertanian; kementerian lingkungan hidup; pusat pelayanan daerah, BUMN di sektor kesehatan dan pertanian. Sedangkan di bagian swasta yaitu dari IDI; PDHI; veteriner, puskesmas dan puskeswan; perusahaan swasta; perusahaan manufaktur vaksin; perusahaan manufaktur produk makanan hewan; startup kesehatan digital; organisasi non pemerintah (NGO), Lembaga penelitian; shelter. Pemetaan ini menunjukkan One Health merupakan kegiatan multi sektor yang rumit, lintas kementerian dan badan, melibatkan pendanaan pemerintah dan swasta, membutuhkan ilmu multidisiplin, namun belum memiliki ekosistem yang jelas.

Kondisi One Health yang ideal sesuai definisi belum tercapai, bagaimana kemungkinan pengaruh UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023? Terhadap pasal 30, pasal 31 ayat (4) dan (5) serta pasal 89, pemerintah perlu memperkuat kebijakan tentang hewan, seperti kewajiban vaksin, larangan perdagangan dan konsumsi hewan liar dan kewajiban pelaporan kesehatan sebagai tindakan preventif atau pencegahan penyakit menular dari hewan ke manusia (zoonosis) yang termasuk dalam pelayanan kesehatan primer yang merupakan tanggungjawab pemerintah pusat, pemda dan pemerintah desa. Rekomendasi terkait pasal 19 ayat (2) dan (3) dan pasal 24 yaitu menetapkan standarisasi industri hewan terutama veteriner, makanan dan shelter. Penguatan standarisasi terhadap proses beserta alur pelaporan penyakit menular yang ditemukan pada hewan maupun manusia oleh veteriner, dokter manusia maupun tenaga medis kepada pemerintah juga perlu diperhatikan. Selain itu, masih banyak pasal lain yang dapat dipakai untuk memperkuat One Health seperti pasal yang mengatur pemanfaatan teknologi di pasal 25, program edukasi masyarakat pada pasal 14, pasal tentang penelitian, dan lain sebagainya.

Sesi Diskusi

Dalam sesi diskusi, Prof. drh. Wiku Bakti Bawono Adisasmito, M.Sc., Ph.D. menekankan pentingnya inklusivitas, penta helix, collaborative leadership dan governance dalam menilik persoalan one health yang saat ini menjadi isu global dengan perhatian internasional yang besar. One Health melibatkan banyak sektor baik di tatanan nasional maupun global sehingga diperlukan mapping untuk mengidentifikasi kesenjangan yang ada terkait dengan UU Kesehatan ini. Upaya di sektor masing-masing untuk menguatkan One Health telah ada namun belum terlihat secara terpadu. Semangat penguatan One Health yang tercantum dalam UU bisa dihadirkan di peraturan turunan untuk menindaklanjuti One Health dan melibatkan multi sektor terkait One Health.

Diskusi tentang pengaruh UU Nomor 17 Tahun 2023 terhadap persoalan One Health ini diharapkan tidak berhenti dengan berakhirnya webinar ini, melainkan dilakukan secara berkelanjutkan sehingga menghasilkan suatu rekomendasi terhadap peraturan turunan kesehatan. PKMK UGM berupaya memfasilitasi hal ini dengan mengembangkan website www.kebijakankesehatanindonesia.net  di laman UU Kesehatan.

Materi dan video

Moderator: Madelina Ariani, SKM., MPH


Pengantar: Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D (Guru Besar FK-KMK UGM)

video   materi


Narasumber: Gunawan Wahab (Co-Founder dan Executive Director dari One Health Foundation)

video   materi


Pembahas: 

Prof. drh. Wiku Bakti Bawono Adisasmito, M.Sc., Ph.D

video


Agustina Wijayanti

video


 

Reporter: dr. Valentina Lakhsmi Prabandari, MHPM; Nila Munana, S.HG, MHPM

 

 

 

 

 

Perbekalan Kesehatan, khususnya Alat Kesehatan

Webinar Series UU No.17 Th 2023 tentang Kesehatan

Perbekalan Kesehatan, khususnya Alat Kesehatan

Jumat, 8 September 2023  |   Pukul: 09:30 - 11:00 WIB

REPORTASE

Webinar ini merupakan bagian dari rangkaian webinar UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang berfokus pada pembahasan topik perbekalan kesehatan, khususnya alat kesehatan. Webinar dipandu oleh dr. Dian K. Nurputra, Ph.D., M.Sc., Sp.A (Staff Dept. IKA FK-KMK UGM/ RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta) selaku moderator.

Prof. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD membuka webinar dengan pengantar tentang era baru sistem kesehatan sejak disahkannya UU Kesehatan dan keterkaitannya dengan alat kesehatan. Saat ini Indonesia masih menghadapi masalah klasik akibat dominansi produksi impor, kurangnya riset dalam negeri, dan belum adanya pemahaman mengenai penggunaan alkes untuk upaya preventif. Ketentuan terkait alat kesehatan dalam UU Kesehatan tercantum dalam BAB IX pasal 332 dan 333 mengenai ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan. Pasal ini melandasi pilar ketahanan industri farmasi dan alkes serta pertama kalinya ketahanan industri obat dan alkes masuk ke dalam undang undang. Selain dua pasal tersebut, terdapat pasal-pasal lain yang juga memiliki keterkaitan dengan alat kesehatan sehingga antar pilar dalam transformasi kesehatan juga saling terkait. Dengan demikian, UU Kesehatan merupakan sebuah reformasi kesehatan yang sejati yang memberikan peluang untuk reformasi industri alkes menggunakan prinsip transformasi kesehatan. Kelompok masyarakat di industri alkes perlu menyiapkan tim tangguh untuk menganalisis UU, memberikan masukan ke pemerintah dalam menyusun peraturan turunan, hingga melakukan penelitian terkait pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023. Kelompok ini akan menjadi sebuah masyarakat praktisi untuk melaksanakan UU Nomor 17 Tahun 2023 dalam industri alkes.

video   materi

Sesi Pemaparan

Paparan disampaikan oleh apt. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D (Dosen Pengajar Regulasi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Pancasila) yang menyebutkan berbagai isu terkait alkes saat ini, mulai dari akses ketersediaan alkes yang belum merata, mutu yang belum optimal, hingga ketahanan industri yang masih didominasi oleh produk impor dimana kapasitas industri dan kemampuan teknologi Indonesia masih rendah menengah. Dalam UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan pasal 138 mengenai pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi, alkes dan PKRT dimuat pada ayat (1) (2) dan (3) mengenai produk yang tidak memenuhi standar serta ayat (4) mengenai pengadaan, produksi, dan penyimpanan.

Pasal 140 mengatur sediaan farmasi alkes dan PKRT untuk melindungi masyarakat dari bahaya namun tidak jelas bagaimana cara mengukurnya. Pasal 141 ayat (2) mengatur bahwa penggunaan alat harus dilakukan secara tepat guna. Pasal 142 mengatur standar dan persyaratan, sementara pasal 143 mengenai pemenuhan perizinan berusaha dari pemerintah pusat atau daerah berdasarkan standar dan peraturan ketentuan perundang-undangan. Dalam BAB VII, pasal 314 menyebutkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang bertanggungjawab terhadap ketersediaan dan pemerataan perbekalan kesehatan.

Sementara terkait dengan ketentuan pidana terhadap setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi atau alkes yang tidak memenuhi standar terdapat pada bab XVIII pasal 345. Menilik seluruh pasal-pasal tersebut, isu akses terhadap alkes sudah tercantum dalam UU namun belum secara spesifik diatur mengenai prinsip perencanaan kebutuhan alkes, prioritas atau kriteria esensial untuk sektor publik dan pengendalian harga. Sedangkan terkait isu mutu, belum terdapat kejelasan kepastian hukum terkait regulatori alkes. Sistem jaminan mutu melalui fungsi regulatori perlu ditegakkan.

video   materi

Sesi Pembahasan

Dalam sesi pembahasan, Erwin Hermanto (Ketua I Asosiasi Produsen Alat Kesehatan) menyampaikan bahwa sudah ada penekanan yang cukup dalam riset penelitian dan keterlibatan teknologi dengan semangat utama dalam hal keamanan, khasiat, dan mutu. Harapannya, akan diformulasikan bersama peta jalan pengembangan industri alkes yang menjelaskan mekanisme pengaturan tahapan pengembangan nasional ke kebutuhan alkes beserta standar minimal untuk melakukan pelayanan dengan baik. Selain itu, perlu aturan turunan tentang tata cara intervensi helix untuk memenuhi kebutuhan riset, perumusan TKDN, serta investasi alat kesehatan dalam negeri maupun luar negeri.

video

Dr. Randy H. Teguh, MM (Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Kefarmasian KADIN) menambahkan tanggapan terkait pentingnya koordinasi dan kolaborasi publikasi serta bagaimana mengumpulkan sumber daya peneliti untuk alkes. Di samping itu, aturan turunan nantinya perlu mempertegas peran dan tanggungjawab pemerintah pusat khususnya menunjuk leading sector yang jelas. Perhatian terhadap alkes perlu diperkuat sebab UU ini lebih banyak menyebutkan kefarmasian.

video

Webinar dilanjutkan dengan diskusi yang membahas berbagai isu terkait pengelolaan alat kesehatan mulai dari global benchmarking, investasi dalam dan luar negeri, distribusi, pengendalian harga, hingga masalah maintenance alat kesehatan. Undang-Undang ini menjadi landasan hukum untuk membentuk kembali sistem dan proses di industri alkes sehingga terjadi perbaikan pada setiap tahap pengelolaannya.

Diskusi mengenai era baru perbekalan dan alat kesehatan terkait UU Kesehatan diharapkan tidak berhenti pada webinar ini. PKMK berupaya mengembangkan website www.kebijakankesehatanindonesia.net di laman UU Kesehatan sebagai wadah untuk diskusi serta menyelenggarakan rangkaian webinar untuk memantik diskusi berkelanjutan dan menghasilkan suatu rekomendasi terhadap peraturan turunan UU Kesehatan.

Reporter: dr. Valentina Lakhsmi Prabandari, MHPM; Nila Munana, S.HG, MHPM

 

 

 

 

Pengembangan Perawatan Palliative berlandaskan UU kesehatan 2023 : Rancangan Pendidikan, Pelayanan dan Penelitian

Webinar Series UU No.17 Th 2023 tentang Kesehatan

Pengembangan Perawatan Palliative berlandaskan UU kesehatan 2023 : Rancangan Pendidikan, Pelayanan dan Penelitian

Selasa, 12 September 2023  |   Pukul: 19:00 - 20:00 WIB

REPORTASE

Webinar ini merupakan bagian dari rangkaian webinar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang ke-19 yang membahas potensi pengembangan perawatan paliatif dalam hal rancangan pendidikan, pelayanan, dan penelitian berlandaskan UU Kesehatan Omnibus Law. Webinar ini dipandu oleh Dr. dr. Darwito, SH, Sp.B(K)Onk sebagai moderator.

Pengantar oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D (Guru Besar FK-KMK UGM)

12septr 2Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D mengantar webinar dengan sejarah paliatif di Indonesia sejak 1992 hingga saat ini memasuki era UU Kesehatan. Terdapat berbagai pengembangan pelayanan paliatif mulai 1992 hingga 2022 di Indonesia, namun dalam tatanan regulasi, perawatan paliatif belum diatur dalam level Undang-Undang melainkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan saat ini telah mengatur sistem pelayanan kesehatan secara reformis, salah satunya adalah tentang paliatif sebagai bentuk pelayanan kesehatan: promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif. Namun bagaimana paliatif dikembangkan dalam pelayanan di lapangan termasuk pendanaannya? Bagaimana pendidikan untuk tenaga yang memberikan pelayanan paliatif, apakah dokter, perawat, atau social worker? Bagaimana penelitian-penelitian terkait pelayanan paliatif? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu didiskusikan sehingga pelayanan paliatif di masa mendatang akan semakin mantap dengan adanya UU Kesehatan.

Pembahasan oleh Dr. dr. Maria A. Witjaksono, MPALLC

12septr 2Paparan yang disampaikan oleh Dr. dr. Maria A. Witjaksono, MPALLC mengangkat topik rancangan pendidikan, pelayanan dan penelitian untuk pengembangan perawatan paliatif di Indonesia berlandaskan UU Kesehatan 2023. Indonesia sebagai anggota WHO merekomendasikan bahwa perawatan paliatif adalah bagian integral dalam tatalaksana penyakit yang dapat mengancam jiwa. Di Indonesia, kebutuhan perawatan paliatif sangat mendesak untuk mencapai hasil pengobatan yang efektif dan efisien, namun masih harus menghadapi berbagai kendala perawatan paliatif yang muncul dari dunia pendidikan, profesional, kebijakan pemerintah, dan masyarakat.

Dalam UU Nomor 17 Tahun 2023, paliatif termuat dalam pasal 1 ayat (2) bahwa upaya kesehatan adalah segala bentuk kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk promotif, preventif, kuratif, dan/atau paliatif oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Dalam pasal 18 ayat (1) yang dimaksud dengan “upaya kesehatan perorangan yang bersifat paliatif” adalah upaya kesehatan yang ditunjukkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya yang menghadapi masalah berkaitan dengan penyakit yang mengancam jiwa. Berdasarkan UU ini, masyarakat diberikan wewenang untuk turut ambil peran dalam mengembangkan perawatan paliatif. Paliatif tidak hanya menjadi domain pemerintah pusat saja, melainkan juga pemerintah daerah dapat diberikan tanggung jawab. Interdisciplinary approach, koordinasi, SDM, dan kunjungan keluarga kini telah diatur dalam undang-undang.

12septr 2Muatan dalam UU Nomor 17 Tahun 2023 sangat mendukung pengembangan perawatan paliatif. Lahirnya UU ini menjadikan insan paliatif memiliki beban yang tidak ringan sehingga perlu memberikan masukan kepada pemerintah untuk peraturan turunan yang dapat diimplementasikan. Diperlukan peran aktif pratisi paliatif dan seluruh stakeholder dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program pendidikan, pelayanan dan penelitian. Diharapkan dalam turunan UU Nomor 17 Tahun 2023 terdapat ketentuan yang mengatur pelayanan paliatif yaitu terkait definisi, model, dan perawatan di level pelayanan kesehatan, SDM, akses perawatan paliatif, obat, support system, organisasi perawatan dengan referral system, dokumentasi, assessment tools dan guidelines, quality dan safety issue, sistem pelaporan, research policy, standard, akreditasi, dan resources.

Sesi Diskusi

Dalam sesi diskusi, moderator memandu pembahasan terkait pendidikan paliatif untuk SDM Kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat primer, RS sekunder maupun tersier. Selain itu, perawatan paliatif juga berkaitan dengan pasal-pasal lain dalam UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan seperti pendanaan kesehatan dari pemerintah pusat, daerah, atau BPJS sehingga diperlukan ahli pendanaan untuk menerjemahkan kebijakan pendanaan untuk menopang pelayanan paliatif di Indonesia.

Diskusi tentang potensi pengembangan perawatan paliatif dalam hal rancangan pendidikan, pelayanan, dan penelitian berlandaskan UU Kesehatan ini diharapkan tidak berhenti dengan berakhirnya webinar ini, melainkan dilakukan secara berkelanjutkan sehingga menghasilkan suatu rekomendasi terhadap peraturan turunan kesehatan. PKMK UGM berupaya memfasilitasi hal ini dengan mengembangkan website www.kebijakankesehatanindonesia.net  di laman UU Kesehatan.

Reporter: dr. Valentina Lakhsmi Prabandari, MHPM; Nila Munana, S.HG, MHPM

 

NARASUMBER

Moderator: Dr. dr. Darwito, SH,Sp.B(K)Onk


Pengantar: Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Pd.D (Guru Besar FK-KMK UGM)

video   materi


Narasumber: Dr. dr. Maria A. Witjaksono, MPALLC

video   materi


Pembahas: dr. Agus Ali Fauzi, PGD Pall.Med (ECU)

video


Penutupan Diskusi

video


 

 

 

 

  • slot resmi
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot