Legal and Ethical Issues of Clinical Research in Japan

Legal and Ethical Issues of Clinical Research in Japan

Reporter: Trisasi Lestari

Presenter:
Prof Mitsuyasu Kurosu, Tokyo Medical University

Di Jepang, uji klinis diatur dalam the Pharmaceutical Affairs Act dan Good Clinical Practice. Jenis penelitian lain diatur berdasarkan Deklarasi Helsinki. Misalnya pedoman etis untuk penelitian epidemiologi klinis, lalu human genome and gene research, dan penelitian klinis untuk stem cell manusia. Penelitian-penelitian tersebut dikelola oleh dokter, kecuali penelitian yang merupakan project pemerintah, dan dibiayai oleh perusahaan farmasi. Beberapa faktor utama yang menyebabkan permasalahan antara lain, pertama bahwa banyak penelitian yang sangat tergantung pada pendanaan perusahaan farmasi. Kedua, kekurangan jumlah ahli statistic. Ketiga, jika terjadi conflict of interest, manajemennya tidak baik. Keempat, cross check tidak dilakukan oleh peneliti mitra lainnya. Kelima, kesibukan peneliti itu sendiri.

Oleh karena itu hukum tentang penelitian klinis harus segera diberlakukan untuk melindungi subject penelitian manusia. Harus ada staf khusus yang mengelola penelitian klinis di bawah pengawasan langsung dari kepala institute. Meskipun begitu, memperbaiki sistem pendidikan tentang hukum dan etika dalam melakukan uji klinis lebih penting daripada membuat hukum tentang uji klinis karena banyak peneliti yang lebih hanya mengikuti aturan tanpa memikirkan mengapa mereka mengikuti aturan tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

Reportase Bali 20th WCML 2014 Nusa Dua Bali, Indonesia

Reportase 20th World Congress on Medical Law 2014
Nusa Dua Bali, Indonesia

August 21th-24th, 2014

Reported by: Rimawati

  PENGANTAR

20th World Congress on Medical Law, yang diselenggarakan di Bali dari tanggal 21-24 Agustus 2014 berfokus pada pengembangan hukum kedokteran. Forum pertemuan internasional ini dilakukan setiap dua tahun sekali, even sebelumnya 19th World Congress On Medical Law diselenggarakan di Brazil. Forum WCML bertujuan untuk pertama, menjadi forum yang memfasilitasi kolaborasi, menghasilkan terobosan besar di lapangan terkait bidang hukum kedokteran. Kedua, WCML menjadi program ilmiah yang kaya dan beragam dengan topik-topik pembahasan terkini. Ketiga, WCML mampu menjadi platform penting untuk ajang mendiskusikan dan membahas solusi yang berbeda terhadap perlindungan kesehatan .

Tujuan utama dari terselenggaranya 20th World Congress on Medical Law adalah untuk memfasilitasi kolaborasi para peneliti dan para ahli bidang hukum kedokteran yang kemudian akan menghasilkan terobosan besar terhadap bidang terkait di lapangan. Forum iniberlangsung dalam dua bentuk, yaitu plenary session dan symposium. Tema besar dari pertemuan yang ke-20 ini adalah "Does Health Law Protect the Dignity and Save Lives?" Para pembicara berasal dari berbagai negara, antara lain Indonesia, Jepang, Korea, Oman, China, Malaysia, USA, Australia dan Canada serta berbagai institusi (Center of Health, Perguruan Tinggi swasta dan negeri serta International Organization). Topik yang diangkat dalam WCML kali ini pun beragam, diantaranya: 

  1. A new era of health law : exploring the connection with human rights and health care
  2. Public health law
  3. Patient safety and medical law
  4. Woman, gender and reproductive health issues
  5. AIDS / HIV, epidemic and ethics
  6. Bioethics and health law
  7. Medical dispute resolution and restorative justice
  8. Health victims, crimes and protecting patient right
  9. Health professional misconduct
  10. Medical negligence, omission, tort and penal code
  1. Doctors autonomy versus patient rights
  2. Medical error, defense medicine and law
  3. Hospital law and corporate crime
  4. Nursing and Health professional law
  5. Pharmaceutical ethics and law
  6. Stem cell, genetics and health law
  7. Mental health law
  8. Food and drugs law
  9. Children and woman rights relating with health law
  10. Ethical codes and health law
  11. Health care in welfare system relating with law
  12. Right to die and right to life

 REPORTASE:

22 Agustus 2014

23 Agustus 2014

24 Agustus 2014

 

 

 

Kesimpulan Diskusi dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM

Secara keseluruhan penyaji (Anjari Umarjianto) menyatakan bahwa Menteri Kesehatan yang baru sebaiknya kompeten dalam mengelola sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Di sisi lain para pembahas menekankan mengenai kenyataan bahwa Menteri Kesehatan merupakan jabatan politis yang tentunya ditentukan oleh Presiden terpilih. Berdasarkan masukan pembahas, diharapkan Menteri Kesehatan mendatang sebaiknya:

  1. Mempunyai kompetensi yang normative seperti layaknya seorang Menteri di kabinet;
  2. Kompeten dalam memadukan kesehatan masyarakat dan kesehatan perorangan menjadi sebuah gerakan yang sinergi dan saling membantu;
  3. Kompeten dalam memimpin Kementerian Kesehatan sebagai kementerian yang mampu mempengaruhi berbagai lembaga negara lain (termasuk DPR), pemerintah daerah, dan masyarakat untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat;
  4. Mempunyai sifat "mendengarkan" dan menggunakan berbagai bukti ilmiah dalam menetapkan keputusan besar dan strategis seperti Jaminan Kesehatan Nasional dan segala peraturannya.

Mengenai asal usul Menteri Kesehatan, dalam diskusi dibahas bahwa tidak masalah berasal dari partai politik, perguruan tinggi, birokrasi pemerintah, kalangan swasta, ataupun dari militer. Sebagai konsekuensi bahwa Menteri Kesehatan merupakan jabatan politis, maka harus ada penyeimbang dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan.

Untuk penyeimbangan, diperlukan peran perguruan tinggi dan lembaga riset independen yang mampu mengkritisi dan memberi masukan konstruktif untuk kebijakan Menteri Kesehatan dan kebijakan pemerintah baru dalam hal kesehatan. Dengan keseimbangan yang baik, pengalaman buruk di masa lalu dimana bukti ilmiah tidak banyak dipergunakan dalam keputusan Menteri Kesehatan, diharapkan dapat berkurang. Oleh karena itu diharapkan sebagian akademisi tetap berada di perguruan tinggi untuk menjadi mitra penyeimbang kekuasaan pemerintah.

Silahkan memberi komentar:

{jcomments on}

Dinamika Pembiayaan Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional: Apakah prinsip keadilan diperhatikan?

Terms of Reference

Dinamika Pembiayaan Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional:
Apakah prinsip keadilan diperhatikan?

Tanggal 24, 25, dan 26 September 2014

diselenggarakan dalam Forum Nasional
Kebijakan Kesehatan Indonesia V di Universitas Padjadjaran Bandung
 

 Pengantar

Di tahun-tahun terakhir ini terdapat dinamika sumber pembiayaan di Indonesia (2005 – 2011) yang dicatat melalui data NHA 2013 dari Universitas Indonesia. Dalam era menjelang berjalannya Jaminan Kesehatan Masyarakat, terjadi peningkatan sumber anggaran kesehatan dari pajak (General tax revenue financing) dan Pendapatan Negara Bukan Pajak. Peran serta pemerintah daerah semakin meningkat. Ada catatan penting untuk sumber pembiayaan dari pemerintah daerah yang meningkat. Sebagian besar digunakan untuk Jaminan Kesehatan daerah. Penelitian di berbagai propinsi menunjukkan bahwa pembiayaan pemerintah daerah untuk pelayanan kesehatan preventif dan promotif masih rendah (data dari HETS dan Investment Case). Sumber anggaran dari Asuransi Kesehatan Sosial (non PBI) juga meningkat. Asuransi Kesehatan Swasta mengalami peningkatan. Pembayaran Sendiri (Self pay) dalam data NHA digambarkan menurun secara relatif.

Berdasarkan penelitian monitoring JKN yang dilakukan oleh Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia terdapat fenomena menarik. Anggaran kesehatan yang berasal dari sumber pemerintah sejak tahun 2014 ditampung (pool) ke dua tempat besar yaitu: (1) pemerintah yang mencakup APBN dan APBD, serta (2) BPJS. APBN untuk kesehatan dibagi ke berbagai Kementerian seperti Kemenkes, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pendidikan, BKKBN, Badan POM dan berbagai unit pemerintah pusat. Sebagian APBN masuk ke APBD yang dengan penambahan dari PAD menjadi tempat penampungan dana kesehatan sebelum disalurkan.

Khusus untuk BPJS sebagai tempat penampungan pembiayaan kesehatan yang terkait dengan risiko sakit, ada berbagai sumber pemasukan, yang ditargetkan sebesar Rp 38.2 Triliun di tahun 2014 . Sumber pendapatan tersebut adalah:

Anggaran pemerintah yang berasal dari APBN melalui Kemenkes untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI). Untuk tahun 2014 sebesar Rp 19.93 T . Jumlah ini berasal dari dana Jamkesmas sebesar Rp 8.10 Triliun di tahun 2013;

Pemasukan dari non PBI yang eks PT Askes Indonesia, PT Jamsostek, Asabri dan lain-lain sebesar l,k 46% dari pemasukan ;

Non-PBI yang membayar mandiri dengan premi berjenjang: Rp 59.500,- untuk kelas 1 per bulan, Rp 45.500 untuk kelas II, dan Rp 25.500 untuk kelas 1. Target penerimaan di tahun 2014 adalah Rp 104 milyar rupiah.

Sebagai catatan: dalam aspek risiko, Kelompok Non-PBI mandiri mempunyai risiko dimana pesertanya adalah masyarakat yang sakit, cenderung sakit, dan berada pada masyarakat kelas menengah ke atas. Hal ini merupakan gejala Adverse Selection. Ada kemungkinan di sistem JKN akan terjadi kebalikan dari tujuan dimana orang kaya yang sehat seharusnya mensubsidi orang miskin yang sakit.

Anggaran kesehatan yang dikelola langsung oleh Kementerian Kesehatan secara persentase menurun. Di pertengahan tahun, pada tanggal 19 Mei 2014 ada INPRES yang mengurangi anggaran Kementerian Kesehatan sebesar Rp 5 triliun . Akan tetapi dalam APBN-Perubahan, penurunan tersebut tidak sebesar Rp 5 triliun. DI tahun 2014 sebagian dana Kemenkes masuk ke BPJS. Hal ini berdampak bahwa Kemenkes tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan alokasi anggaran.

Anggaran di BPJS ditetapkan dengan perhitungan kapitasi untuk pelayanan primer dan klaim untuk pelayanan rujukan. Pembiayaan untuk preventif dan promotif masih belum jelas. Sebagian besar anggaran Kemenkes berada di Direktorat Jendral BUK yang banyak mendanai kegiatan pelayanan rumahsakit. Sementara itu pembiayaan kesehatan dari donor khususnya Global Fund mempunyai perubahan metode.

Anggaran kesehatan di kementerian lain meningkat dari tahun ke tahun. Sebagian besar ada di berbagai Kementerian yang dalam konteks determinan sosial kesehatan berperan dalan program pencagahan dan promosi kesehatan.

Bagaimana cara mengalirkan dana kesehatan?

Dari APBN dan APBD dana kesehatan mengalir melalui alokasi ke RS dan Puskesmas dari APBN dan APBD. Alokasi ditentukan oleh sistem perencanaan yang diusahakan rasional. Sementara itu dana sebesar l,k 40 Triliun dibagikan ke pemberi pelayanan melalui mekanisme pembayaran di BPJS. Sebagai pembayar, BPJS mempunyai mekanisme membayar dengan cara:

  1. Kapitasi untuk pelayanan kesehatan primer, dan
  2. Klaim untuk pelayanan kesehatan rujukan.

Anggaran kapitasi ditetapkan dengan perencanaan yang mempunyai batas atas. Sementara itu klaim tidak ditetapkan secara batas atas. Hal ini dapat menjadi sumber permasalahan yang membahayakan ketimpangan geografis. Besaran klaim dapat ditentukan oleh:

  1. Benefit Package yang terbatas karena keterbatasan jumlah dan jenis SDM kesehatan di daerah tertentu, atau sebaliknya;
  2. Penetapan tarif di RS kelas C yang cenderung rendah;
  3. Demografi dan geografis yang menyulitkan akses masyarakat; dan
  4. Ketidak mampuan melakukan klaim secara administratif.

Risiko terjadinya ketidak adilan dalam pembiayaan kesehatan saat ini dan di masa mendatang

Situasi pembiayaan saat ini menunjukkan prinsip yang menarik: Daerah yang mempunyai jumlah penduduk banyak dan padat, SDM lengkap, fasilitas yang baik, dan kemampuan melakukan klaim dengan baik akan memperoleh dana BPJS besar.Keadaan ini diperburuk dengan situasi kalau di daerah tersebut terjadi tindakan fraud di pelayanan kesehatan yang dapat meningkatkan klaim BPJS. Apa artinya? Dana BPJS sebagian besar akan digunakan per kapita oleh penduduk Jawa dan perkotaan. Hal ini akan membahayakan prinsip keadilan sosial.

Tujuan pertemuan Kelompok Kebijakan Pembiayaan
dalam forum nasional di Bandung.

Dengan latar belakang dinamika pembiayaan tersebut, pertemuan Kelompok Kerja Pembiayaan di Bandung dalam rangka Forum Kebijakan Kesehatan Indonesia dibagi menjadi 2 tahap. Tahap 1 (hari 1 dan 2) membahas berbagai pengalaman dan penelitian empirik mengenai dinamika pembiayaan kesehatan dalam era JKN. Tahap ke II (hari 3) akan melakukan workshop untuk menyusun Policy Brief.

Hari 1 dan 2: Tanggal 24 dan 25 September 2014

Seminar selama 2 hari ini akan membahas berbagai pertanyaan:

Hari 1:

Apa yang terjadi dalam pembiayaan kesehatan Indonesia dalam era Jaminan Kesehatan Nasional: Bagaimana situasi pembiayaan kesehatan di Kemenkes, di BPJS, serta trend pembiayaan kesehatan di luar Kemenkes.

Hari 2:

  1. Bagaimana skenario Jaminan Kesehatan Masyarakat? Apakah akan semakin adil ataukah sebaliknya.
  2. Bagaimana aspek pemerataan dalam sistem pembiayaan yang berfokus pada BPJS saat ini? Apakah memperhatikan aspek pemerataan ataukah tidak?

Hari 3: Workshop Policy Brief

Di hari 3 akan disusun berbagai policy brief, antara lain:

  1. Pengembangan strategi pembiayaan kesehatan untuk pemerintah Pusat dan Daerah
  2. Mencari usaha untuk mengurangi ketidak adilan geografis dalam pembiayaan di BPJS;
  3. Meningkatkan pembiayaan kesehatan secara adil dan merata dengan berdasarkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

 

Informasi detil mohon ditunggu di web ini.

Rencana Kegiatan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia. September – Desember 2014

Rencana Kegiatan
Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia.

September – Desember 2014

Website: www.kebijakankesehatanindonesia.net

  Pengantar

Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) saat ini sudah berada pada tahun ke V. Jaringan ini bersifat, dengan anggota Unit yang terkait dengan penelitian dan pengembangan kebijakan kesehatan di perguruan tinggi, lembaga penelitian di Departemen, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan lembaga pelayanan kesehatan. Jaringan yang bersifat longgar ini akan menyelenggarakan pertemuan tahunan ke V di Bandung pada tanggal 23 – 24 September 2014. Tujuan utama Jaringan ini adalah menghimpun kekuatan bersama dari para peneliti, dosen, dan ahli kebijakan menuju Indonesia yang lebih sehat melalui berbagai kegiatan antara lain:

  1. menyelenggarakan Forum Nasional Kebijakan Kesehatan Indonesia yang diselenggarakan setiap tahun;
  2. menyelenggarakan berbagai pelatihan dalam penelitian kebijakan, penyusuan policy brief, sampai ke teknik advokasi;
  3. melakukan penelitian kebijakan kesehatan, penyusunan rekomendasi kebijakan, dan penyampaian hasil penelitian/rekomendasi ke pengambil kebijakan secara sendiri-sendiri atau bersama.

Pola kegiatan yang dilakukan oleh Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia adalah menyusun berbagai Kelompok Kerja dalam berbagai topik kebijakan kesehatan. Di dalam Kelompok Kerja ini dilakukan kegiatan antara lain:

  1. Menyelenggarakan riset kebijakan yang dilakukan oleh para anggota;
  2. Melakukan kerjasama penelitian bersama antar anggota;
  3. Melakukan penulisan Policy Brief dan artikel kebijakan;
  4. Melakukan kegiatan policy influence untuk mempengaruhi pengambil kebijakan di pemerintah pusat dan daerah.

Di setiap Kelompok Kerja akan ada kegiatan yang dikonsolidasikan dan direncanakan pada saat pertemuan Nasional. Untuk menjaring minat anggota, kegiatan dilakukan dalam model Blended yaitu campuran antara Tatap Muka dan berbasis Web. Dengan model Blended, biaya dapat ditekan dan pengembangan serta komunikasi diharapkan dapat efisien, dengan menggunakan fasilitas di www.kebijakankesehatanindonesia.net. Web ini berfungsi sebagai forum komunikasi, penyebaran ilmu, dan pelatihan bagi para anggota JKKI.

 

  Agenda kegiatan di bulan September – Desember 2014

Tahun 2014 ini agenda yang akan dilakukan adalah:

  1. Agustus – September 2014: Persiapan Pertemuan Nasional di Bandung.
    Mulai tanggal 11 Agustus 2014 akan dilakukan count-down untuk pertemuan di Bandung.
    Persiapan meliputi:
    1. Pembahasan awal tema yang akan dibahas di Bandung;
    2. Persiapan untuk pelaksanaan di Bandung
    3. Persiapan untuk penulisan Policy Brief dan siapa saja yang akan diberi rekomendasi.
  2. Awal September 2014: Bedah buku mengenai Kebijakan Kesehatan yang ditulis oleh Dr. Dumilah Ayuningtyas dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.
  3. 24 – 25 September 2014:Pertemuan Nasional di Bandung dengan penyelenggara Universitas Padjadjaran bekerjasama dengan Kemenkes, DFAT(d/h AusAid), dan IDRC. Kegiatan berupa penguatan Kelompok Kerja (Working Group). Di Pertemuan Bandung akan ada 7 Kelompok Kerja yang akan aktif, yaitu:
    1. Kebijakan dan Pembiayaan Kesehatan
    2. Kebijakan Pendidikan Tenaga Kesehatan
    3. Kebijakan Gizi
    4. Kebijakan Pelayanan Kesehatan (khususnya Pelayanan Primer)
    5. Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak
    6. Kebijakan AIDS
    7. Kebijakan Kesehatan Jiwa Masyarakat.
      Silahkan klik di sini rencana kegiatannya.
  4. 26 September 2014: Workshop Penyusunan Policy Brief di Bandung dan persiapan untuk memberi masukan ke Kabinet Baru Presiden Terpilih.
  5. 29 September – 4 Oktober 2014: Sebagian anggota jaringan (minimal 6 orang) mengikuti pertemuan di Health Policy Alliance di Cape Town, Afrika Selatan. Pertemuan ini sangat relevan untuk pengembangan di Indonesia. Silahkan klik untuk melihat acara yang ada http://hsr2014.healthsystemsresearch.org 
    Dalam pertemuan ini akan dilakukan proses penyebaran hasil kegiatan secara langsung tiap hari, dan berbagai follow-up kegiatan yang relevan untuk dilakukan di Indonesia, termasuk Diskusi.
  6. Oktober 2014:
    Mengikuti Studi Banding ke berbagai Pusat Penelitian Kebijakan di luar negeri di Tiongkok dan Tanzania. Hasil kegiatan ini akan dilaporkan untuk pemahaman lebih lanjut mengenai fungsi lembaga penelitian dalam perumusan kebijakan.
    Mengembangkan materi untuk policy influence ke Pemerintahan yang baru di setiap Kelompok Kerja:
    1. Pelatihan mengenai Stakeholders analysis
    2. Pelatihan proses policy Influence
    3. Pelatihan mengenai bagaimana mengarahkan hasil ke pengambil keputusan.
    4. Pelatihan teknik berdebat dan argumentasi.
  7. Oktober 2014: Memberikan berbagai Policy Brief untuk pemerintah yang baru.
  8. November 2014: Mengikuti Health Policy Alliance Workshop di Geneve. Hasil dari workshop akan dilaporkan ke seluruh anggota.
  9. Desember 2014: Monitoring JKN tahun 2014 melalui Virtual Teleconference. Akan dilakukan kegiatan Konferensi Monitoring Jaringan dengan menggunakan Teleconference di website www.kebijakankesehatanindonesia.net Kegiatan akan dilakukan selama 3 hari dengan pembicara dari berbagai Propinsi. Dana berasal dari 10 Perguruan Tinggi, dan IDRC.

Demikian pengumuman dari kami. Untuk mengikuti berbagai perkembangan mengenai kebijakan kesehatan, silahkan klik di www.kebijakankesehatanindonesia.net  Setiap minggu akan ada perubahan baru.

 

 

 

Diskusi Isu-isu seputar Kesehatan

  PENGANTAR

Di website www.kebijakankesehatanindonesia.net ada rubrik baru dengan judul Diskusi. Para pengguna Web dapat membaca isi diskusi yang berisikan Isu-Isu baru dan/atau hangat (new and/or hot-issues) di sektor kesehatan. Setelah membaca dapat memberikan komentar di bawahnya.

Untuk Diskusi 1, topiknya adalah Calon Menteri Kesehatan

 

 VIDEO PRESENTASI

Diskusi: Berbagai Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam Mencari
Menteri Kesehatan untuk Indonesia yang lebih Sehat

15 Agustus 2014

Anjari Umarjianto
(Ahli kesehatan Masyarakat)

Hanna Permana
(Konsultan Manajemen Rumahsakit) 

Umar Wahid
(mantan anggota DPR)

Laksono Trisnantoro
(Akademisi) 

Slamet Yuwono
( Pengurus ARSADA Pusat)

   Diskusi Part 1

Diskusi Part 2   

 

 

Kesimpulan Diskusi dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM

 

 

 

Berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mencari Menteri Kesehatan untuk Indonesia yang lebih sehat

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran UGM

akan menyelenggarakan diskusi:

"Berbagai Faktor yang Perlu Dipertimbangkan
dalam Mencari Menteri Kesehatan untuk
Indonesia yang Lebih Sehat"

Pada:

Jum'at, 15 Agustus 2014
Tempat di Gedung Granadi, Jl. Rasuna Said, Jakarta
Pukul 13.30 - 15.00 Wib

Bagi yang tidak dapat hadir ke lokasi, Anda bisa mengikuti melalui Webinar
dengan mendaftar terlebih dahulu ke Sdri. Armiatin (082367011312)

Pembicara:

Anjari Umarjianto
(ahli kesehatan masyarakat)

Pembahas:

- Umar Wahid (mantan anggota DPR)
- Laksono Trisnantoro (akademisi)
- Hanna Permana (konsultan manajemen rumahsakit)

Moderator: Heru Ariyadi

Acara akan didahului dengan makan siang.

Peserta tatap muka harus mendaftar terlebih dulu melalui Menik MMR (0818269560)
Pendaftaran di: www.kebijakankesehatanindonesia.net  

 

Diskusi: Calon Menteri Kesehatan

Diskusi:

Siapa Calon Menteri Kesehatan

Diskusi dimulai dari artikel yang menarik dari Yaslis Ilyas tentang siapa calon Menteri Kesehatan dari Kompasiana. Silahkan anda tinggalkan komentar di bawah ini dan ikuti diskusi dengan aktif.

Siapa Menkes Jokowee? Dr. Ribka Tjiptaning?

Oleh Yaslis Ilyas

Hiruk pikuk opini tentang tentang calon Menkes pada kabinet Jokowee mendatang sangat heboh digunjingkan pada sosial media. Tampak, adanya antipati profesional kesehatan kemungkinan terpilihnya dr. Ribka Tjiptaning, poitisi PDIP, sebagai Menkes RI. Sampai2, ada petisi khusus untuk menolak dr. Ribka sebagai kandidat. Penulis sempat membuka situs petisi, begitu banyak alasan yang disampaikan, tetapi umumnya bersifat personal yang kadang diskriminatif contoh: " Dia kan anak PKI". Tidak ada anak manusia bisa milih bapaknya, bung! Kalau itu sudah takdirnya, memang kenapa? Ada juga alasan yang lebih rasional disampaikan informan, seperti: " Yg saya tahu.. Ribka itu.. pernyataannya tidak menyejukkan kalangan praktisi kes terutama dokter.. terlepas dari track record beliau yg saya tdk tahu pasti.. tapi komentar2nya provokatif.. padahal sebagai pejabat sangat penting menjaga ucapan karena masyarakat menilai" Rasanya, yang paling ditolak oleh komunitas kesehatan adalah " Janji Ribka apabila ditunjuk Menkes oleh Jokowee" Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, berjanji akan menerbitkan peraturan pemerintah (PP) terkait pemidanaan terhadap pengelola rumah sakit atau tenaga kesehatan yang menolak melayani pasien yang sakit. Hal itu akan dilakukannya jika Jokowee resmi menjadi presiden dan dirinya ditunjuk menjadi Menkes. Ribka akan membuat PP yang kaitannya dengan Pasal 32 dan Pasal 190 UU Kesehatan mengatur RS atau tenaga kesehatan yang menolak melayani pasien dapat dipidana penjara maksimal dua tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta. Jika penolakan itu menyebabkan kematian pasien, maka RS atau tenaga kesehatan dipidana penjara maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Sebenarnya, PP ini sesuatu yang diperintahkan UU, tetapi ter-abaikan oleh Menkes saat ini. Tentunya, tidak mudah membuat kebijakan yang tidak populis. Inilah, yang akan dikerjakan oleh dr. Ribka. Sebenarnya, sah sah saja asal untuk kepentingan publik. Hanya cara penyampaian dr. Ribka yang lugas dan ceplas-ceplos, yang menimbulkan efek kejut pada profesional kesehatan. Sebenarnya yang paling penting adalah rekam jejak kandidat itu sendiri!

Bagaimana kriteria Menkes Jokowee?

Lupakan siapa kandidat Menkes! Lebih baik mendiskusikan kriteria Menkes yang dapat disarankan untuk Jokowee. Agar tidak terjadi bias personal, saya broadcast kepada 1200 teman di BB dan WA dengan pertanyaan sebagai berikut: " Apa karakteristik kandidat Menkes RI era Jokowee?"

Inilah rangkuman jawaban informan tentang karakteristik kandidat Menkes:

  1. Gender tidak harus ditekankan wanita
  2. Usia msh dibawah 55 thn
  3. Pendidikan S2- S3 bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat
  4. Dokter atau dokter gigi
  5. Jujur
  6. Pekerja keras
  7. Administrator yg baik
  8. Profesional non partai
  9. Punya pengalaman di kelas internasional.
  10. Track record baik tdk korupsi, kolusi dll

Disamping kriteria diatas ada penilaian kualitatif kandidat Menkes yaitu:

  1. Mau blusukan kontrol kondisi lapangan kayak Jokowee
  2. Memahami tentang jaminan kesehatan atau managed care karena era JKN-SJSN
  3. Punya kemampuan lobby unt networking/ koordinasi
  4. Tidak akan jadi sapi perah manapun termasuk partai manapun.
  5. Berpengetahuan luas mengenai stakeholder
  6. Mempunyai pengalaman mengelola RS pemerintah dan swasta
  7. Faham kebutuhan masyarakat tanpa merugikan para pelaku layanan kesehatan kesehatan di Indonesia dan dibuktikan dengan pengalaman praktis nya punya ilmu manajemen tentang kesehatan, RS, pelayanan kesehatan dan lingkungan kesehatan.
  8. Mengenal betul masalah kesehatan di Indonesia sehingga bs merangkum semuanya dan membuat terobosan dan solusi utk Indonesia
  9. Mampu menggabungkan fungsi RS-puskesmas-klinik-asuransi-kesehatan sehingga setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, sehat dan menerima pelayanan tanpa harus pusing2 memikirkan dana dan segala macam tetek bengeknya.
  10. Penguasaan planning dan eksekusi, berpengalaman, bersih dan gigih.
  11. Mampu dan memastikan program di eksekusi tepat waktu dan tepat harga.
  12. Mempunyai kompetensi yg luas bukan saja di sektor kes apalagi cuma orientasi kuratif
  13. Mampu mendorong sektor lain utk health in all policy development
  14. Kinerja output oriented yg terukur

Menkes = Profesional Kesehatan Masyarakat, apa alasannya?

Kalau melihat kriteria kandidat Menkes tersebut, tidak lah mudah menemukan Manusia Super yang akan memimpin Kementerian Kesehatan RI 5 tahun mendatang. Sudah puluhan tahun Kemenkes dipimpin dokter klinikus tampaknya indikator kesehatan utama seperti: Angka Kematian Bayi (IMR) 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup di periode 2008-2012., Angka Kematian ibu (MMR) masih tinggi 359 per 100 ribu kelahiran hidup, Balita kurang gizi, Prevalensi Penyakit Menular hampir2 tidak bergeming! Indikator kesehatan menurun dengan lambat dan ada indikator (MMR) malahan naik! Saat ini indikator kesehatan kita sudah tertinggal oleh Vietnam, negara yang hancur akibat perang. Menyedihkan bukan! Ini artinya, program kesehatan masyarakat kita belum berjalan semestinya. Konsep dan program relatif bagus, tetapi implementasinya dan kontrol lapangan lemah! Perlu perubahan program lapangan bukan sekedar dikerjakan, tapi betul2 dilaksanakan dengan orientasi kinerja ouput yang terukur.

Sudah saatnya, Kemenkes RI dipimpin oleh kandidat dengan berlatar belakang Profesional Kesehatan Masyarakat. Kenapa? Ini alasannya: 1. masalah double burden penyakit masih on state. 2 JKN – Universal Health Coverage menjadi prioritas presiden Jokowee, 3. Program kesehatan adalah unsur langsung kesejahteraan rakyat sehingga lebih baik non partai (steril dari kepentingan politik). 4. Perlu mengembangkan public - private partnership bidang kesehatan. 5.Perlu ada koordinasi yang lebih baik antara pusat dan daerah dalam program kesehatan di era otonom ini ( saat ini kurang nyambung). 6. Usaha Kesehatan Perorangan sudah diatur via JKN maka program Usaha Kesehatan Masyarakat harus lebih di kembangkan dengan Public Health Approach. Dengan demikian, program utama kesehatan Kemenkes adalah upaya promotif dan preventif. Yang pasti, kandidat Menkes tersebut harus mampu sukseskan JKN sesuai dengan program Jokowee tentang Kartu Indonesia Sehat buat seluruh rakyat Indonesia!

sumber: http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2014/08/07/siapa-menkes-jokowee-dr-ribka-tjiptaning-678575.html