Sesi 1
Keterlibatan Sektor Swasta dan Pemerintah dari Berbagai Belahan Dunia
Pokok-pokok bahasan / paparan / diskusi:
Sesi pagi ini membahas berbagai insiasi kemitraan pemerintah dengan swasta di berbagai wilayah dunia. Bahasan utamanya mengenai bagaimana program kemitraan tersebut didesain, dilaksanakan dan apa saja hasilnya.
Pertama, Alice Sabino membahas penggunaan voucher untuk layanan KIA di Yemen, yang bisa digunakan oleh masyarakat miskin baik di faskes pemerintah maupun faskes swasta. Pemerintah mengontrak beberapa faskes swasta untuk menyediakan layanan yang dibutuhkan tersebut, dan jasa mereka dibayar melalui voucher tersebut.
Berikutnya, Anna Laterra membahas tentang pemanfaatan bidan desa di Bangladesh. Mereka menerima peralatan dan perlengkapan dari pemerintah, dan berhak atas reimbursement dari pemerintah atas layanan yang diberikan. Hasilnya, mereka berhasil menurunkan proporsi kelahiran yang dibantu dukun bayi.
Selanjutnya, Ann Levin bercerita mengenai kerja sama untuk layanan imunisasi di Georgia (yang seluruhnya diselenggarakan oleh swasta), Benin (layanan disediakan mayoritas di faskes for profit di wilayah perkotaan) dan Malawi (layanan disediakan di faskes nirlaba). Vaksin yang tersedia tidak hanya yang ada dalam daftar imunisasi rutin, tetapi juga vaksin-vaksin lain. Pemerintah menyediakan dukungan untuk penyediaan layanan imunisasi di sektor swasta ini dalam berbagai bentuk.
Terakhir, pengalaman di Indonesia dipaparkan oleh Agnes Pratiwi. Layanan yang dibahas adalah HIV tes dan konseling HIV di Tarakan. Ketiadaan panduan dari pemerintah mengenai bagaimana layanan ini bisa tersedia di sektor swasta menghasilkan banyak masalah dalam akses layanan ini di sektor swasta, misalnya rendahnya rujukan untuk tes dan konseling, rendahnya kepercayaan masyarakat untuk layanan tes dan konseling HIV di sektor swasta, dan penggunaan OOP untuk layanan ini di sektor swasta.
Refleksi untuk Indonesia:
Kemitraan dengan pihak swasta merupakan salah satu alternatif yang dapat digali untuk membantu pemerintah mencapai cakupan kesehatan semesta. Kemitraan tersebut dapat mengambil beberapa bentuk, mulai dari model yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Pelajaran dari negara-negara lain menunjukkan potensi yang besar dalam berbagai mekanisme kemitraan degan swasta, masing-masing dengan tantangannya. Beberapa pelajaran berharga yang bisa ditarik untuk Indonesia adalah:
- Kita perlu mengadopsi perspektif total untuk mengidentifikasi berbagai jenis pihak swasta dan berbagai jenis model yang dapat dioptimalkan untuk masing-masing layanan
- Stewardship dari pemerintah mutlak dilakukan, harus ada kerangka pemantauan yang jelas dan dipahami dan disepakati.
- Kualitas harus dimasukkan kedalam prasyarat kemitraan. Kontrak tidak dibuat dalam jangka panjang, kecuali pemerintah memiliki mekanisme yang sangat kuat untuk memastikan kualitas tidak akan berkurang selama jangka waktu kontrak tersebut.
- Pendanaan tambahan khusus untuk mencapai kelompok masyarakat yang paling miskin atau sulit dijangkau
Reporter : Shita Dewi
sesi 2
Strategic Purchasing untuk Memperluas Sistem Kesehatan (1)
Pengantar
Pay for performance (P4P) adalah sebuah arti yang berpotensi untuk menguatkan sistem kesehatan untuk meningkatkan cakupan universal di negara berkembang. Sesi ini mengilustrasikan sebuah pendekatan realist pada studi P4P, menjelaskan tentang mekanisme P4P pada perubahan sistem dan bagaiaman membentuk konteks pada berbagai arah.
Narasumber:
- Luke Boddam-Whetham, Marie Stopes International, UK
- Rittika Brahmachari, Sahay, India
- Jade Khalife, American University of Beirut, Lebanon
- Inke Mathauer, World Health Organization, Switzerland
- Edwine Barasa, KEMRI-Wellcome Trust, Nairobi
Strategic purchasing melibatkan sebuah pendekatan yang ditentukan untuk menyeleksi provider, mengkhususkan layanan dan meluruskan cara pembayaran kepada provider. Sesi ini memberikan sebuah gambaran tentang variasi dalam penawaran berbagai bukti baru tentang bagaimana strategic purchasing dapat meningkatkan keadilan sosial, efisiensi dan kualitas layanan yang tersedia.
Luke menjelaskan tentang studi perluasan pasar dalam sistem kesehatan bagi masyarakat dengan bekerja sama dengan penyedia layanan swasta dalam skema pembiayaan publik. Studi ini mempunyai latar belakang memvisualisakan tentang bagaimana seorang wanita miskin pemilik asuransi kesehatan mengakses layanan yang bermutu dari sektor swasta tanpa adanya barrier pembiayaan. Perluasan pasar bagi sektor swasta dalam skema asuransi sosial adalah pendaftaran untuk masyarakat miskin, cakupan layanan kesehatan, kontrak fasilitas, provider tingkat menengah dapat menyediakan layanan bermutu dan provider dengan bisnis yang kuat.
Rittika memaparkan studi tentang Universal Health Coverage melalui kerjasama dengan provider sektor informal dengan sektor swasta: analisis jaringan sosial di daerah tidak menguntungkan di India. Studi ini berlokasi di Sundarbans yang memiliki karakteristik geografi 40 persen merupakan wilayah India dan 60 persen merupakan wilayah Bangladesh. Daerah ini memiliki karakteristik demografi dengan mayoritas masyarakat miskin berpenghasilan rendah meskipun Sundarbans merupakan wilayah wisata. Hubungan sosial yang berlangsung dalam sistem kesehatan 65 persen dengan sektor swasta, namun hubungan sosial tidak cukup kuat membuat pemerintah dapat mengendalikan sektor swasta dan memerlukan hubungan yang dapat saling mendukung baik dari sisi finansial maupun motivasi.
Jade mempresentasikan studi tentang “kinerja berdasarkan kontrak pada rumah sakit: mengikutsertakan rumah sakit privat dan publik untuk meningkatkan dampak terhadap keadilan sosial dan efisiensi di Lebanon”. Skema asuransi kesehatan oleh kementerian kesehatan mencakup semua orang termasuk yang belum memiliki asuransi. Oleh karena itu, kementerian kesehatan telah meng-kontrak 146 rumah sakit. Beberapa catatan dari penelitian ini adalah peningkatan efisiensi dari casemix group, mengurangi administrasi sejumlah pendaftaran ulang, meningkatan mutu layanan, partisipasi dalam akreditasi, meningkatkan kapasitas ICU, dan melayani pasien lanjut usia.
Inke Mathauer memaparkan studi sistem pembayaran provider secara mix di Maroko: bagaimana efek terhadap perilaku sektor swasta dan implikasinya terhadap kesetaraan akses layanan kesehatan? Penerapan Mix Payment telah dilakukan di banyak negara, namun ketika pembayaran tersebut tidak harmonis maka sistem tersebut dapat menjadi sistem yang tidak memberikan insentif yang cukup baik sehingga perilaku provider yang tidak dinginkan dapat terjadi dan mempengaruhi tujuan sistem kesehatan itu sendiri. Studi ini menunjukkan bahwa terdapat pengabaian dari fee for service payment untuk sektor swasta sehingga perlu dialokasi dana untuk sistem tersebut dan juga pengurangan jumlah servis yang disediakan dari layanan kesehatan melalui mekanisme fee for service. Temuan lainnya yaitu perlu dilakukan penguatan pada sistem tata kelola yang berhubungan ke purchasing, sehingga rekomendasi yang ditawarkan adalah memperkuat pengontrolan dan pelaksanaan, dan sistem majemen informasi.
Refleksi untuk Indonesia:
Skema pembayaran baik itu FFS maupun kapitasi yang diatur secara nasional juga harus memperhatikan kondisi daerah dari penyedia layanan kesehatan. Kebijakan seperti itu dapat memperkuat pelayanan kesehatan yang mengharapkan dimana ada keterelibatan sektor swasta. Pembatasan terhadap paket manfaat yang diterima oleh masyarakat dan sistem pelaporan yang terintegrasi diharapkan dapat meningkatkan minat dari penyedia layanan swasta.
Reporter: Relmbuss Biljers Fanda
sesi 3
Strategic Purchasing untuk Memperluas Sistem Kesehatan (2)
Pengantar
Pay for performance (P4P) adalah sebuah arti yang berpotensi untuk menguatkan sistem kesehatan untuk meningkatkan cakupan universal di negara berkembang. Sesi ini mengilustrasikan sebuah pendekatan realist pada studi P4P, menjelaskan tentang mekanisme P4P pada perubahan sistem dan bagaiaman membentuk konteks pada berbagai arah.
Narasumber:
- Linda Mureithi, Health Systems Research Unit, Health
- Matthew Nviiri, Results-based Financing for Maternal Newborn Health Programme, Malawi
- Melvin Obadha, KEMRI-Wellcome Trust Research Programme, Kenya
- Shita Widodo, Center for Health Policy and Management, Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, Universitas Gadjah Mada, Indonesia
- Edwine Barasa, KEMRI-Wellcome Trust, Nairobi
Linda Mureithi menjelaskan studi tentang pengikutsertaan fasilitas kesehatan tingkat pertama swasta dalam kemajuan Universal Health Coverage: Model Kontrak Dokter dalam Sektor Publik Afrika Selatan. Afrika Selatan telah menjalankan komitmen untuk UHC dengan menawarkan layanan kesehatan yang akan dibayar secara mixed provider. Distribusi dokter di Afrika telah menunjukkan bahwa 68 persen dokter bekerja pada sektor swasta sehingga sektor publik kurang diminati, sehingga sebuah sistem dibuat untuk dapat mengontrak dokter swasta tersebut. Metode yang dijalankan oleh Afrika Selatan dapat dilihat pada gambar berikut:
Temuan kunci dalam penelitian ini adalah model tersebut disinyalir merupakan perulangan dari model pembayaran nasional. Sistem pembayaran walaupun dilakukan terhadap manajemen setiap fasilitas kesehatan sama, namun perlu juga memperhatikan pemberian tunjangan berdasarkan konteks lokal dan kapasitas dari penyedia layanan tersebut.
Matthew menjelaskan studi “Dapatkah strategic purchasing untuk layanan kesehatan dari sektor swasta mendorong penghargaan terhadap uang? Bukti dari program result based financing di Malawi.” Agenda kebijakan kesehatan di Malawi adalah menciptakan peraturan desentralisasi terhadap kabupaten, sehingga memiliki otonomi sendiri. Dalam kebijakan pembiayaan kesehatan, Malawi menerapkan RBF/PBF sebagai metode pembiayaan kesehatan. Penerapan RBF tidak dapat atau sedikit mengungkit fasilitas kesehatan dengan kapasitas atau modal yang tidak memadai, sehingga perlu diperhatikan konteks dan jumlah tenaga kesehatan. Organisasi keagamaan berinvestasi yang cukup besar terhadap perhargaan terhadap mekanisme pembayaran untuk mempermudah kontrak pemerintah lokal dengan sektor swasta.
Melvin mempresentasikan hasil studi tentang pengalaman penyedia layanan kesehatan dengan mekanisme pembayaran di Kenya: fokus kepada kapitasi dan fee for service. Studi ini menemukan bahwa skema pembayaran kapitasi perorang yang terdaftar memunculkan isu ketidakadilan karena setiap orang memiliki penyakit yang berbeda, apalagi sering kali pembayaran dana kapitasi terlambat. Penyedia layanan cenderung lebih menyukai skema FFS dibandingkan kapitasi karena jumlah dananya dapat diprediksi, tidak harus memperhatikan jumlah peserta terdaftar dan mudah dalam proses perencanaan keuangan fasilitas kesehatan. Studi ini juga menunjukkan bahwa penyedia layanan kesehatan publik tidak memiliki otonomi dalam akses dan pengunaan dana apabila skema pembanyaran tersebut datang dari National Health Insurance. Kondisi tersebut diperparah dengan laporan yang kompleks yang mengakibatkan banyak data yang tidak dapat dimasukan.
Shita Widodo memaparkan studi tentang pemanfaatan kontrak tim untuk mendukung layanan preventif promotif pada puskesmas di Jakarta Timur. Pada 2017, secara nasional, pemerintah tidak mengizinkan adanya perekrutran tenaga kesehatan, sehingga gubernur Jakarta menginisiasi program KPLDH. Program KPLDH memiliki tugas untuk melakukan sensus kesehatan kepada warga Jakarta. Program tersebut berhasil meningkatkan akses kesehatan untuk masyarakat baik dalam rujukan ke puskesmas maupun skrining kesehatan sebagai langkah preventif.
Refleksi untuk Indonesia:
Skema pembiayaan kesehatan yang jelas dan terbuka berpotensi meningkatkan kepercayaan aktor kesehatan yang terlibat dalam sistem kesehatan Indonesia. Kebijakan yang memperhitungkan ketersediaan jumlah tenaga kesehatan disuatu daerah dinilai lebih adil dan menarik untuk dapat melibatkan sektor swasta. Otonomi daerah tanpa didukung oleh perhatian yang cukup dari pemerintah nasional dapat memperbesar kesenjangan dalam pelayanan kesehatan .
Reporter: Relmbuss Biljers Fanda