Reportase Pertemuan Pertama Seminar Series Hit

Reportase Pertemuan Pertama Seminar Series Hit

11 April 2014

Pertemuan pertama Series Hit telah dilaksanakan pada Jum'at (11/4/2014), yang menghadirkan pembicara dari PKMK yaitu Prof. Laksono Trisnantoro dan Dr. dr. Dwi Handono Sulistyo. Pembahas yang memberikan tanggapan atas paparan pembicara ialah Dr. dr. Soewarta Kosen, M. Kes, PH (Balitbang Kemenkes) dan Hartiah Haroen S. Kp, M. Kes, M. Eng (Ahli dari WHO Indonesia). Pertemuan kali ini berfokus pada Reformasi dalam Kebijakan Desentralisasi.

11apr-aProf. Laksono TrisnantoroPaparan awal disampaikan Prof. Laksono Trisnantoro dengan judul "Desentralisasi Kesehatan, Nilai Positif dan Negatif dari Perkembangan hingga Tahun 2014 serta Titik Perubahan yang Dibutuhkan". Pasca desentralisasi dilakukan pada tahun 2000, hal yang perlu dicermati ialah kemampuan teknis SDM kesehatan di lapangan. Apakah jumlah, kemampuan dan persebarannya sudah tepat? Kemudian terkait anggaran, saat ini, anggaran kesehatan yang ada di Kemenkes masih 2,2 atau 2,1% sementara harapannya yaitu 5% dari APBN. Seharusnya kesehatan tetap menjadi desentralisasi atau ada fungsi pusat dan provinsi yang kuat, tutup Prof. Laksono.

11apr-bDr. Soewarta KosenDr. Soewarta Kosen dari Litbangkes Kemkes menyampaikan seharusnya program desentralisasi dilakukan sesuai kebutuhan dan aspirasi, agar terjadi pemerataan (saat desentralisasi masih bermasalah). Desentralisasi menuntut adanya peningkatan komitmen Pemda, maka diharapkan juga kinerja sektor kesehatan meningkat. Setelah memasuki era BPJS, maka banyak dilakukan program kuratif. Anggaran kesehatan malah naik dibanding saat sentralisasi. Kelemahan yang ditemukan ialah tidak adanya laporan dari propinsi ke pusat. Pemerintah kabupaten/kota tidak merasa ada di bawah kepemimpinan pusat. Hal ini terjadi karena Dinkes melapor ke Bupati. Sehingga dapat dikatakan. Dinkes tidak memiliki track komunikasi yang baik untuk advokasi.

11apr-c Hartiah Haroen S. Kp, M. Kes, M. EngAhli dari WHO yaitu Hartiah Haroen S. Kp, M. Kes, M. Eng menyampaikan tanggapannya, ketika era otonomi atau desentralisasi kesehatan (deskes) hal yang harus mendapat perhatian ialah pemerataan tenaga kesehatan (nakes) di daerah. Untuk meningkatkan kualitas SDM, maka hal yang ditingkatkan ialah kurikulum yang mendukung dengan pengembangaan nakes. Namun masih ada kelemahannya yaitu pemerataan nakes tidak diikuti persiapan yang matang atau kurang perencanaandi bidang nakes. Terkait human resources, masih tersentralisasi. Deskes tidak terkendali, karena terikat dinamika pasar. Bagaimana daerah dapat mengoptimalkan BOK dan sistem kapitasi dengan pelayanan dasar yang lebih kuat? Maka dibutuhkan kerjasama lintas sektor daerah.

Dr. Dwi Handono dari PKMK melengkapi bahasan ini dengan pernyataan Dinkes kurang nakes, maka terjadi mutasi dari Puskesmas ke Dinas. Akhirnya yang terjadi tidak ada UPT, jika RS bukan Dinas, lalu ia sebagai apa? Selama ini yang terjadi Dinkes menjadi kontraktor, Puskesmas belum menjadi BLUD.

DISKUSI

Pada sesi diskusi terdapat tiga peserta yang menyatakan pendapatnya. Pertama, Heru Aryadi dari Arsada. Heru menyampaikan dalam Deskes, SDM harus dievaluasi, RS dan Dinkes diatur. Hal yang terjadi litbang setiap dinas selama ini tidak independen. Lalu, pendapatan BLUD harusnya tidak masuk dalam kas daerah.

Kedua, peserta dari Antropologi UGM menyatakan banyak kasus yang ditemui yaitu nakes tidak mau ditempatkan di desa. Maka, perlu dilakukan pemetaan nakes melalui kebutuhan dan kaitannya dengan SDM dan SDA. Maka, harus ada UU yang mengatur produk kesehatan.

Ketiga, Dewi dari PKMK menyatakan kita sulit mengirim nakes ke daerah, namun sekarang yang spesialis disana rata-rata berbondong-bondong kembali ke Jawa. Desentralisas -ijin dari Pemda, maka dengan mudah mereka masuk. Daerah asal tidak bisa mengikat, mungkin karena kerjasama sudah selesai. Lalu yag terjadi ialah tidak ada spesialis. Jika insentif diperbesar, namun transportasi dan pendidikan tidak diperbaiki, lalu bagaimana?

Pertemuan berikutnya akan dilakukan pada Kamis (17/4/2014) dan dapat Anda simak laporannya melalui website ini.

Pembiayaan Kesehatan untuk Tindakan Preventif dan Promotif Dalam era Jaminan Kesehatan Masyarakat

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Bekerjasama dengan

Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia

menyelenggarakan

Pembiayaan Kesehatan untuk Tindakan Preventif dan Promotif
Dalam era Jaminan Kesehatan Nasional

Kamis, 17 April 2014, Hotel Santika Jakarta

  PENGANTAR

Dewasa ini terjadi banyak sekali perubahan – perubahan dalam sistem pembiayaan kesehatan. Namun, apa saja yang terjadi dalam pembiayaan kesehatan selama 20 tahun terakhir ini? Bagaimana perubahan dari sistem membayar sendiri ke Jaminan? Apakah sudah membaik? Bagaimana dengan daerah-daerah sulit? Ada berbagai hal menarik dalam menanggapi pertanyaan – pertanyaan tersebut :

  1. Anggaran kesehatan yang dikelola langsung oleh Kementerian Kesehtan secara persentase menurun;
  2. Dalam konteks JKN terjadi suatu pembayaran yang berbasis pada Claim yang tidak berdasarkan prinsip pemerataan;
  3. Pembiayaan kesehatan dari donor khususnya Global Fund mempunyai perubahan metode;
  4. Pemerintah daerah tidak banyak mengalokasikan anggaran untuk kesehatan;
  5. Pembiayaan untuk preventif dan promotif masih belum jelas.

Untuk menelusuri perkembangan pembiayaan kesehatan di Indonesia, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM bekerjasama dengan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia menyelenggarakan Seminar mengenai Pembiayaan di Sektor Kesehatan dengan Penekatan pada Pembiayaan untuk Pelayanan Kesehatan Preventif dan Promotif.

 

  TUJUAN DAN BENTUK ACARA

  1. Membahas reformasi pembiayaan kesehatan dalam beberapa decade terakhir
  2. Membahas berbagai perkembangan terbaru dalam pembiayaan kesehatan
  3. Membahas arah pembiayaan tindakan preventif dan promotif

 

 JADWAL KEGIATAN

Kamis, 17 April 2014

Waktu

Acara

Pembicara

08.00 – 08.30

Registrasi Peserta

 

08.30 – 09.00

Pembukaan dan Pengantar

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D

09.00 – 12.00

SESI I :
Reformasi dalam Pembiayaan Kesehatan

Pembicara :

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Phd

Pembahas:

Yani Haryanto

  dr. Donald Pardede

Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan

Wahyu Nugrahaini - Balitbangkes Kemenkes RI

dr. Andi Afdal - Kepala Group MPKP BPJS Kesehatan

12.00 – 12.30

Lanjutan Sesi I dan Diskusi

 

12.30 – 13.30

Lunch Break

 

13.30 – 15.00

SESI II :

  1. Pembiayaan Kesehatan dari Donor Agency
  2. Pembiayaan untuk Kesehatan Ibu dan Anak
  3. Pembiayaan untuk preventif dan promotif di BPJS dan Kementerian Kesehatan. Bagaimana Perencanaannya?

Pembicara :

  Jeffrey Muschell - Global Fund

Faozi Kurniawan - Tim PKMK FK UGM

dr. Donald Pardede - Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan

Pembahas :

Prof. Dr. H. Alimin Maidin, MPH *)

 Dedi Supratman – Sekjen IAKMI

 

15.00 – 16.00

Diskusi Penutup

Bagaimana FKM dan IAKMI dapat memperjuangkan anggaran kesehatan yang lebih memperhatikan promotif dan preventif?

  1. Strategi lintas Kementerian
  2. Strategi di BPJS
  3. Strategi di Kementerian Kesehatan
  4. Strategi di pemerintah daerah

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD

16.00 – 18.00

Rapat Dewan Pembina dan Pengurus Yayasan JKKI untuk persiapan Forum Nasional V di Bandung

 

18.00 – 19.30

ISHOMA

 

19.30 – 21.00

Diskusi Persiapan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan JKN oleh BPJS tahun 2014

Tim PKMK FK UGM beserta dengan perwakilan FKM - FKM

 

 

PESERTA

Peserta terdiri Peneliti Utama dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (1 orang). Dari setiap FKM terpilih akan mendapat biaya transportasi (ekonomi pp), akomodasi selama pertemuan, paket meeting dan sertifikat. Panitia tidak menyediakan lumpsum, diharapkan lumpsum berasal dari universitas masing-masing. Apabila mengirimkan peserta lebih dari 2 orang, diharapkan pembiayaan untuk peserta lain dari instansi masing-masing.

 

  PENDAFTARAN

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM
Sdri. Angelina Yusridar / Hendriana Anggi
Gdg. IKM Sayap Utara Lt. 2, Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta 55281
Telp. : +62274 – 549425
Mobile: (Angelina Yusri : +628111 498 442), (Hendriana Anggi : +6281227938882)
Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.; This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Web : www.kebijakankesehatanindonesia.net 

 

Bedah Buku: Pola dan Akar Korupsi Menghancurkan Lingkaran Setan Dosa Publik

Bedah Buku:
Pola dan Akar Korupsi Menghancurkan Lingkaran Setan Dosa Publik

 4 April 2014

 

Buku yang akan dibahas kali ini ialah buah karya Prof. drg. Etty Indriati, PhD (FK UGM) yang membahas isu pelik, yaitu korupsi. Prof. Etty berguru pada Prof. Susan Rose-Ackerman dari Universitas Yale.

Bedah buku yang berfokus pada upaya anti korupsi tersebut telah terselenggara pada Jum'at (4/4/2014) di Auditorium Pertamina Tower, FEB UGM. Penyelenggara acara ini ialah Gerakan Masyarakat Transparasi Akademis untuk Indonesia (Gemati) dan pengantar disampaikan oleh Dr. Eko Suwardi, PhD, Wadek Bidang Perencanaan dan Informasi, FEB UGM. Kegiatan atau gerakananti korupsi, selaras dengan visi misi UGM yang menjulang tinggi dan mengakar pada local wisdom, harapannya hasil diskusi menjadi ilmu dan amalkan, jelas Dr. Eko Suwardi.

 

Moderator acara kali ini ialah Dr. Rimawan Pradipto, kesempatan pertama diberikan kepada Prof Etty. Prof Etty menyampaikan ada perubahan kesadaran kolektif secara universal/cara pandang kesadaran kolektif atas tindakan, misalnya di sector perbudakan, isu pembangunan dan sebagainya. UNDP dan World Bank mempertanyakan pinjaman untuk pembangunan mampu berjalan maju di negara berkembang, namun tanpa pengentasan kemiskinan. Hal yang digarisbawahi Prof. Etty ialah only need one honest people to cut corruption system, jadi kita hanya membutuhkan satu orang untuk menghentikan korupsi yang sudah tersistem. Fakta yang menarik ialah korupsi merupakan jaringan bukan hanya individu. Keyakinan yang saya miliki jika korporasi bersih, maka kita akan bersih, ungkap Prof. Etty. Namun jika tidak, tidak akan mungkin. Hal yang harus kita lakukan ialah penyelenggara pemerintahan dan masyarakat bekerjasama dalam memutus jaringan korupsi.

Pola pemerintahan dan kepemimpinan bertahap, mulai dari Band dimana masyarakat egaliter, tidak ada yang berkuasa dan tidak ada yang dikuasai atau komunal. Lalu bentuk yang kedua ialah tribe yang berfous pada family dan kinship/kekerabatan, bentuk yang ketiga ialah chiefdom: pemerintahan dipimpin kepala dan keturunannya bentuk yang keempat ialah state,dimana pemerintahannya tersentralisasi/birokrasi dimana kekerabatannya nepotisme.

Negara dengan ekstraktif industri akan banyak melakukan korupsi karena SDA melimpah, jadi tinggal dieksplorasi. Namun, negara yang hidup dan berkembang dari SDM jarang memiliki catatan tinggi untuk korupsi. Korupsi menguat karena banyak penguasa bersaudara, maka korupsi terjadi makin legal. Harusnya tidak ada jaringan kekerabatan, di Indonesia 70% kepala pemerintah daerah melakukan korupsi.

Bagaimana menjadi korup? Bisa karena tumbuh dalam lembaga. Pelaku krupsi biasanya birokrat hakim, anggota cabinet atau lingkaran penguasa. Korupsi menyebabkan ketidaksetaraan, ketidakadilan, dan lain-lain. Umumnya, korupsi terjadi karena sudah didesain dari awal. Korupsi bisa dikurangi dengan munculnya universal collective thinking pasca perang dingin, gerakan anti korupsi berkembang World Bank, UNDP-mempunyai charter di Negara lain-misal ICW, KPK, PPATK. Gerakan anti korupsi atau transparansi internasional. Prof Susan Ackerman menulis open journal terkait restrukturisasi, beberapa judulnya, Helping Countries Combat Corruption, Corruption and Good Government-Susan Ackerman-World Bank Report. Diseminasi knowledge anti korupsi penting dilakukan, bisa jadi tidak melalui sumber bacaan, karena masyarakat Indonesia kurang gemar membaca. Langkah strategis yang bisa kita ambil ialah koruptor dimiskinkan, ambil semua asetnya untuk memberantas korupsi.

Iswan Elmi, M.Sc (KPK) sebagai pembahas pertama menyampaikan pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan oleh satu disiplin ilmu saja, harus multi disiplin. Rekor saat ini AS Negara penyuap tertinggi di dunia, meski merupakan negara maju. Sementara di Indonesia, kondisi masyarakatnya yang permisif mendukung terjadinya korupsi. Hal yang harus disadari ialah memberantas korupsi bukan tujuan akhir. Kita terjebak pekerjaan yaitu proses bukan tujuan, ungkap Iswan. Korupsi terlalu krusial, jika kita tidak hati-hati, adil makmur tidak akan terwujud. Persoalan dasar korupsi meliputi administrasi-manusia dan kultur. Akumulasi tindakan yang sulit membedakan mana yang salah dan benar hal ini yang sering disebut sebagai penyakit moral. Strategi dalam pencegahan: pertama, memperbanyak pembentukan tunas integritas-mindset diubah, memperbaiki kultur di masyarakat. Kedua, evaluasi sistem dalam organisasinya. Ketiga, misi yang diamanahkan ke organisasi bs terwujud-organissai yang berintegritas. Keempat, KPK melakukan tugas on the right track.

Prof. Purwo Santoso (Guru Besar Ilmu Pemerintahan) sebagai pembahas kedua menyampaikan saya salut karena buku ini tidak memuat ekspresi kemarahan atas masalah korupsi yang pelik ini, ungkap Prof. Purwo. Hal Ini pertanda antropologisnya matang. Sejauh ini, buku terbitan negara maju, tidak ada yang cocok dengan praktek di Indonesia. Maka dibutuhkan pendekatan antropologi: melihat daily life, solusi praktisnya harus muncul. Saya sangat mendukung KPK yang berpindah tugas dari menangkap tangan ke perbaikan sistem anti korupsi. Akar korupsi dibaca dari berbagai sisi, sisi government dan learning yang paling menarik. Kekerabatan masih menjadi pemicu terjadinya korupsi. Jika kearifan local belum bisa mencegah korupsi maka ini yang disebut 'Banal', dimana ilmuwan gagal memberikan solusi praktis. Tunas yang ditawarkan Gemati dan UGM ialah berbasis keilmuaan. Ilmuwan harus bisa Refleksi yang ada dan mendialog kan dengan realita. Sejauh ini, dimensi learning, yang terpenting.

DISKUSI

Syaukan Ali mengajukan pertanyaan: Bagaimana jika korupsi terjadi di lingkungan kerja? Melaporkan, mendiamkan atau kita yang berpindah?

Ir. Soedjarwadi, M. Eng, PhD menyatakan bahasan pencegahan dari pak Purwo dalam pendidikan input based teaching sedang diubah menjadi outcome based learning. Pencegahan ialah mendidik masyarakat formal, informal dan non formal. Hal-hal kecil itu adalah akar serabut dalam korupsi, makin besar biayanya makin memancing korupsi. Persoalan dasar yang disampaikan Iswan Emil bisa ditambahkan spiritual dimension yaitu mendidik masyarakat formal, non formal, informal.

Asrul Hariri (Pukat), jika bicara korupsi harus rendah hati, tidak akan ada formula untuk semuanya. Perlukah KPK memiliki perwakilan di daerah?

 

TANGGAPAN

Prof. Etty:

Kultur masyarakat kita ialah tidak berani mengatakan tidak, kita harus berani menolak. Hal ini untuk menjaga integritas berani melawan arus. Sejauh ini, lembaga legislatif belum sempurna untuk check and balance. Kabarnya, Lambroso sosiolog Italia mampu melihat 'potensi' korupsi dari kromosom-fisik dengan perilaku. Hal dasar yang harus kita tanamkan ialah nilai jujur dan sederhana ke anak-anak kurang.

Iswan Elmi:

Persoalan dari atas ke bawah harus diberantas, setiap pola strategi penanganannya harus disesuaikan. Jika korupsi dilakukan berjamaah, maka mengatasinya harus berjamaah juga.

Prof. Purwo:

Hal yang sering disebut anggaran titipan terjadi karena korban rakyat berdaulat yang belajar dari lapangan. Maka, DPR harus sebagai pengendali anggaran atau administrative engineering. Spiritualitas penting, UGM belum mendukung dalam hal ini, sumbernya bisa dilacak yaitu tidak jelasnya metodologi untuk menghasilkan spiritualitas itu, maka spiritualitas tidak terasah.

Reporter: Widarti, SIP

Diskusi Kebijakan Kesehatan

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Menyelenggarakan Serial

Diskusi Kebijakan Kesehatan

Di Bulan April – Mei 2014

 

  PENGANTAR

Saat ini sistem kesehatan Indonesia memasuki masa penting dengan berjalannya Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), adanya rencana perubahan UU desentralisasi dan dampaknya untuk sector kesehatan, meningkatnya beban penyakit menular, tidak menular, dan kecelakaan serta jumlah penduduk yang semakin banyak. Disamping itu dengan akan bergantinya pemerintahan sebagai hasil pemilihan umum, berbagai rencana jangka menengah di bidang kesehatan di berbagai level pemerintah akan diperbaharui.
 

  TUJUAN KEGIATAN

  1. Mencari berbagai masukan untuk kebijakan sistem kesehatan di masa depan, dan di berbagai level pemerintahan,
  2. Mengembangkan bahan penulisan buku sistem kesehatan dalam masa transisi.
     

  JADWAL KEGIATAN

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan UGM menyelenggarakan satu rangkaian seminar dengan agenda sebagai berikut:

11 April 2014, Jumat, di Yogyakarta:
Reformasi dalam kebijakan desentralisasi kesehatan

17 April 2014, Kamis, di Jakarta:
Reformasi dalam pembiayaan kesehatan

23 April 2014, Selasa, di Yogyakarta.
Reformasi dalam pengorganisasian RS

1 Mei2014, Kamis di Jakarta:
Reformasi dalam pendidikan tenaga kesehatan

7 Mei 2014, Rabu: di Jakarta.
Bagaimana skenario masa depan sistem kesehatan

 

 DETIL ACARA

Pertemuan 1: 11 April 2014, Jum'at, di Jogjakarta: Pukul 10.00 – 14.30.

Reformasi dalam kebijakan desentralisasi

Topik yang dibahas:

  1. Apa yang terjadi dalam desentralisasi di sector kesehatan selama 15 tahun terakhir ini?
  2. Apa yang kurang dan apa yang baik
  3. Bagaimana situasi saat ini: Apa saja yang akan diubah?
  4. Bagaimana masa depannya.

Pembicara:

Tim dari PKMK

Pembahas:

  1. Ahli dari WHO
  2. Dr. Made Suwandi. Konsultan Otonomi Daerah
  3. Kementerian Kesehatan (Sekretaris Jendral Kementerian Kesehatan, atau dari Biro Perencanaan)
  4. Dr. Suwarta Kosen

 

  JADWAL ACARA

WAKTU

ACARA

10.00 – 10.30

  Prof. Laksono Trisnantoro

(proses dan perkembangan desentralisasi kesehatan di Indonesia)

10.30 – 11.00

  Soewarta Kosen

Diskusi dan tanggapan dari pembahas:
Desentralisasi dan nilai positif serta negatif dari perkembangan hingga tahun 2014

asd 11.00 – 12.00

  DR. dr. Dwi Handono Sulistyo, M.Kes

Diskusi dan tanggapan dari pembahas: Titik perubahan yang dibutuhkan sistem desentralisasi di Indonesia

12.00 – 13.00

Makan Siang

13.00 – 14.30

Diskusi dan tanggapan dari pembahas: Masa depan desentralisasi dan rekomendasi perbaikan

 

 

LUNCH SEMINAR Pengembangan Dukungan untuk Dokter di Daerah Terpencil Berdasarkan Pengalaman di Australia

LUNCH SEMINAR

Pengembangan Dukungan untuk Dokter di Daerah Terpencil
Berdasarkan Pengalaman di Australia

 

Dalam rangka serangkaian kegiatan blended learning residen ( www.pendidikankedokteran.net ), Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menyelenggarakan Lunch Seminar mengenai Pengembangan Dukungan untuk dokter di Daerah Terpencil Berdasarkan Pengalaman di Australia yang akan dilaksanakan pada:

Hari, tanggal         : Senin, 7 April 2014
Waktu                  : 12.30 - 15.00 WIB
Tempat                : Lab. Leadership Lantai 3 Gedung IKM FK UGM Yogyakarta
Pembicara            : Dr. Charles Ervill (Dokter di daerah Sulit di Australia)

Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengharapkan Bapak/Ibu dapat hadir berpartisipasi mengikuti lunch seminar tersebut. Besar harapan kami Bapak/Ibu bisa ikut berpartisipasi dalam acara ini.

Bagi Bapak/Ibu yang tidak dapat hadir secara tatap muka, Bapak/Ibu dapat mengikuti lunch seminar melalui Webinar dengan cara mendaftar terlebih dahulu untuk mendapatkan email link acara.

Infomasi lebih lanjut dan pendaftaran dapat menghubungi Sdri. Armiatin melalui no. 082367011312 atau melalui email This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

 

Situs Jejaring Knowledge Management

Diskusi Bulanan PKMK FK UGM

Situs Jejaring Knowledge Management

21 Maret 2014

diskmaretDiskusi bulanan PKMK FK UGM bulan Maret 2014

Diskusi Bulanan Maret 2014 kali ini membahas 'Situs Jejaring Knowledge Management (KM)' dengan pemateri yaitu Dr. Rossi Sanusi (Advisor PKMK) dan moderator Prof. Laksono Trisnantoro. Acara tersebut berlangsung pada Jum'at (21/3/2014) di ruang Leadership, Gedung IKM, FK UGM. Dr. Rossi mengulang penjelasan dengan mengulang kembali poin pada pertemuan pertama dan kedua. Dalam pertemuan pertama, ada tiga macam bentuk KM, yaitu konseptual dimana KM memberi gagasan dan kritik pada pengambil keputusan. Lalu, bentuk KM yang simbolik atau penelitian diringkas melalui policy brief. Terakhir, KM memberikan beragam bentuk argumen dalam kebijakan. Pertemuan awal mendeskripsikan bahwa dampak dari penelitian baru terjadi di wilayah lokal atau pengaruh diperoleh dari para klinisi dan profesional, namun di level pemerintahan, dampaknya masih sedikit dirasakan. Melalui wilayah lokal, kelompok-kelompok kolegium mampu mempengaruhi kebijakan yang lebih tinggi. Pertemuan kedua KM memaparkan bahwa ada tujuan masing-masing penelitian. Strategi KM bukan hal baru, karena sudah lama dikenal di sektor bisnis.

Pertemuan ketiga ini, akan membahas teknologi informasi. Review makalah dari health-evidence.ca dengan penulis Maureen Dobbins yang memiliki latar belakang keperawatan (dari Mc Master University). Makalah ini menjelaskan knowledge translation dan exchange, beberapa poin di dalamnya, yaitu:

  1. Meneliti makalah individual terkait daya guna, efektivitas, serta efisiensi public health, dipublikasikan pada makalah penelitian.
  2. Mencari dan menapis makalah-makalah terkait topic tertentu. Makalah ini masih butuh critical appraisal.
  3. Me-review makalah-makalah penelitian, disusun review-nya dan kemudian dipublikasikan.
  4. Dari sana, akan terlihat bahwa sudah disediakan hasil review/critical appraisal dari yang dianggap kompeten, misalnya tim dari Mc Master University.

Hal yang terpenting ialah metode apa yang digunakan dan siapa yang melaksanakan penelitian tersebut. Skoring critical appraisal yang digunakan strong, moderate dan weak.

Langkah-langkah untuk menjaring, menapis dan menilai makalah review. Sumbernya, database elektronik, tujuh database dan 20 jurnal. Namun sayangnya, ada banyak jurnal bagus yang tidak dipublikasikan. Penyaringan atau penapisan dilakukan supaya tidak banyak yang harus di-review. Ada banyak cara penapisan ini, ada organisasinya tertentu. Filter digunakan untuk menyaring yang relevan saja. Tipe filter yaitu filterasi melalui software khusus. Apakah relevan? Apakah efektif untuk dikerjakan? Assessment -> screening -> diperiksa juga daftar rujukannya. Kadang satu jurnal memiliki jurnal terkait, bahkan kadang menggunakan nomor yang sama. Setelah melalui flter, ada quality assessment melalui software. Tool untuk mengukur skoring ialah 10 item. Skor yang diterapkan, jika lebih dari 7 maka strong, lebih dari 5 moderat dan 4 disebut weak. Sebaiknya hal ini dilaporkan semua, sehingga pengambil keputusan tahu mana lebih dan kurangnya. Summary report: makalah yang kuat dan moderat. Rekomendasinya ialah:

  1. Bentuk unit yang membuat tahap 2-4: produksi dan publikasi makalah-makalah review penelitian PH di Indonesia. Jika bisa dalam bahasa Inggris, supaya bisa dijaring Mc Master University.
  2. Bentuk unit yang melaksanakan tahap 5-6: menapis makalah review (critical appraisal) dan situs jejaring.
  3. Kirim staf untuk belajar poin a dan b ke Mc Master University.
  4. Cluster s3 mencari dan menapis makalah-makalah penelitian, makalah review dan makalah konsep.

 

  Situs Jejaring Knowledge Management

Diskusi:

  1. Apakah ada web tertentu yang meng-upload critical untuk naskah? Kadang ada website yang menampilkan review namun kita tidak tahu bagaimana menjaring naskah yang di-review.

    Dr. Rossi: melalui situs health evidence Canada, kita bisa menjadi anggota yang memanfaatkan ini, coba cari keyword yang dibutuhkan. Misal: integrasi pelayanan HIV terjadap pelayanan neonatal. Dalam review makalah, ada penilaian dan disertai detailnya. Jadi, pembuat keputusan akan menilai hasil penelitian laik dipraktekkan atau tidak? Dokter bisa menguji coba, lalu melalui organisasi profesinya akan mempengaruhi pembuat kebijakan. Ada lembaga agama, ormas, penelitian di seluruh dunia perlu disimpulkan.
  2. Sistem skoringnya seperti apa? Ada standar untuk menapis tidak?

    Pak Rossi, melalui hedging  (penapisan) yang dijaring makalah review misalnya intervensi public health (PH). Ada 10 item yang digunakan untuk skoring. Selain skor umum, ada item lain yang harus dilaporkan. Pembuat keputusan ingin melihat yang strong. Intervensi berdaya guna atau tidak? Skoring ini dilakukan staf yang terlatih, karena pekerjaan ini makan waktu. Jika melihat makalah review, maka harus mengubah konsepnya penelitiannya Harapannya, organisasi profesi mengintervensi DPR/pengambil keputusan dalam perumusan kebijakan.

 

 

bencana

 

Waktu

Kegiatan

Narasumber

08.00 – 08.30

Registrasi

 

08.30 – 08.50

Pembukaan

dr. Handoyo Pramusinto Sp.BS(K)

Ketua Pokja Bencana FK UGM

Dekan FK UGM

08.50 – 09.00

Coffe Break

 

09.00– 09.45

Kebijakan Nasional dalamPenanggulangan Bencana

Ir. Dody Ruswandi, MSCE

Deputi bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

 

09.45 – 10. 30

 

Peran BPBD dalam Penyiapan Penanggulangan Bencana Daerah

Ir. Gatot Saptadi

Kepala Pelaksana BPBD DIY

10.30 – 11.15

Pengembangan Rencana Penanggulangan Daerah (RDP) saat ini (case study).

Pembahas :

  1. Ir. Sugeng Triutomo, DESS
  2. WHO
  3. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK) kementerian kesehatan

dr. Hendro Wartatmo, Sp.B-KBD

Konsultan Bedah Digestif Rumah Sakit Sardjito dan Advisory Board Pokja Bencana FK UGM

11.15 – 11.45

Diskusi

Moderator : dr. Bella Donna, MKes

11.45 – 13.00

ISHOMA

 

13.00 – 13.45 

 

 

13.45 – 14.30

 

 

14.30 – 15.15

 

15.15 – 15.45

Pengalaman Pengelolaan Relawan dalam Penanggulangan Bencana di Daerah Istimewa Yogyakarta

Manajemen Relawan

Pengalaman relawan dalam penanggulangan bencana

Pembahas:

  1. Dinas Kesehatan DIY
  2. Pemda DIY

Diskusi

Heri Zudiyanto, SE.Akt, MM

Ketua PMI DIY

 

Prasetyo Budi Laksono

Kepala Bidang kedaruratan dan Logistik BPBD DIY

  1. YAKKUM Emergency Unit (YEU)
  2. MDMC

Moderator : Sutono, SKp, MSc

15.45 – 16.00

Kesimpulan dan Penutup

dr. Handoyo Pramusinto, Sp. BS(K)

blended workshop

Dalam rangka Annual Scientific Meeting 2014
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan dan
Magister Manajemen Rumahsakit FKUGM

menyelenggarakan:

Blended-Workshop
(Workshop dengan pendekatan campuran antara jarak-jauh dan tatap muka)

MANAJEMEN RESIDEN DALAM ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL:
Apakah Residen dapat menjadi
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP)? Bagaimana sistem kompensasinya?

Tele-workshop: Maret melalui:

Website :
www.kebijakankesehatanindonesia.net
dan www.pendidikankedokteran.net 

Seminar Tatap Muka sebagai Pembukaan:
7 Maret 2014 di Kampus FK UGM

Blended Learning di bulan Maret 2014
Seminar di tanggal 16 April 2014 di Yogyakarta

 

Latar Belakang

Dalam konteks tenaga kesehatan yang melayani, di berbagai negara lain misal Amerika Serikat dan Australia, residen merupakan tulang punggung pelayanan yang didanai oleh jaminan kesehatan. Sementara itu di Indonesia, peran residen masih belum jelas, apakah sebagai siswa atau sebagai pekerja (hasil diskusi ASM 2013). Pertanyaan yang sangat sering dikemukakan adalah:

  • Apakah jumlah dokter spesialis cukup untuk menangani pelayanan kesehatan di layanan sekunder dan tertier?
  • Bagaimana posisi dan peran Residen dalam program Jaminan Kesehatan Nasional?
  • Bagaimanakah hak dan kewajiban residen, termasuk hak untuk dibayar?
  • Bagaimanakah posisi hukum seorang residen?

Pada ASM 2013 (bulan Maret 2013) telah diselenggarakan pertemuan awal mengenai peran dan posisi residen, yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan di FK UI. Ada beberapa hal yang dapat dicatat dari pertemuan tersebut dan perkembangan terbaru yang terkait, termasuk kasus residen dr A yang dihukum pidana 10 bulan oleh Mahkamah Agung.

  1. Fakta-fakta yang terjadi saat ini.
    1. Pendidikan residen cenderung menempatkan residen sebagai peserta didik. Pelaksanaan program pendidikan dokter spesialis di Indonesia saat ini dilakukan di RS pendidikan dan RS jejaring di bawah koordinasi fakultas kedokteran. Penerapan pendidikan dan pelatihan residen dilakukan berdasarkan UU Pendidikan Nasional sehingga disebut sebagai 'university based' . Pendekatan lain yang banyak diterapkan di beberapa negara adalah pendekatan 'hospital based' yaitu pendidikan dokter spesialis diserahkan pengelolaannya kepada rumah sakit dengan koordinasi dari kolegium spesialis terkait. Dengan penerapan program pendidikan dokter spesialis 'university based', sejarah pendidikan residen lebih kuat penekanan sebagai peserta didik (mahasiswa), bukan sebagai pekerja rumahsakit. Residen dalam hal ini harus membayar SPP ke universitas, dan belum mendapat hak sebagai pekerja khususnya pembayaran yang jelas dari rumahsakit pendidikan utama/jaringan tempat bekerja kecuali pelayanan di berbagai rumahsakit yang memang membutuhkan residen.
    2. Dalam konteks pendidikan ini, jumlah residen yang masuk ke RS Pendidikan tidak dihitung berdasarkan kebutuhan. Akibatnya terjadi keadaan dimana tidak ada hubungan antara jumlah pasien di RS Pendidikan utama dengan jumlah residen. Hal ini menyebabkan tidak berfungsinya residen sebagai tenaga kerja rumahsakit yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan.
    3. Hubungan dengan Fakultas Kedokteran. Dengan penerapan program pendidikan dokter spesialis yang 'university based' di Indonesia, peran RS pendidikan tetap sangat besar walaupun tidak bertanggung jawab langsung pada mutu pendidikan. Saat ini, tanggung jawab langsung berada di universitas (Fakultas Kedokteran). Dengan demikian situasi yang terjadi adalah residen dapat dilihat dari dua sisi yaitu universitas (FK) dan RS Pendidikan. Proses pendidikan di FK banyak dilakukan pengembangan. Namun di lain sisi, di RS Pendidikan penataan residen belum banyak ditangani. Residen tetap dianggap sebagai siswa, bukan staf medis RS. Sementara itu, kebutuhan residen (yang sudah kompeten) sebagai pekerja RS semakin tinggi, termasuk untuk BPJS dan usaha pemerataan pelayanan rumahsakit. Di negara lain, residen dianggap sebagai tenaga medis di RS dengan hak dan kewajibannya.
    4. Walaupun masih banyak dianggap sebagai mahasiswa, secara de-facto residen telah bekerja. Sebagai gambaran di RS Pendidikan, operasi yang membutuhkan tenaga dokter spesialis anastesi, dikerjakan oleh residen anastesi tanpa kehadiran dosen pendidik di ruang operasi. Demikian juga berbagai pendidikan residen menempatkan residen sebagai pelaku utama pelayanan.
    5. Selain dalam pelayanan, para residen selama ini juga berperan dalam pendidikan dokter di RS pendidikan dan RS jejaring, yaitu melalui pembimbingan untuk mahasiswa kedokteran yang sedang menjalankan rotasi pendidikan klinik di RS. Tugas pembimbingan ini memang menjadi tugas utama para staf pengajar konsultan di masing-masing tempat. Residen berperan besar dalam pendidikan dokter karena berkesempatan untuk berinteraksi dengan para ko asisten dalam kegiatan sehari-hari.
    6. Posisi penting residen dalam pelayanan ini ternyata belum diimbangi dengan kejelasan aspek hukum. Dalam kasus Dr.A yang dituntut dan dihukum secara pidana posisi residen sangat memprihatinkan. Terlepas dari tepat atau tidak tepatnya penuntutan pidana, Dr.A dan dua orang residen lain dihukum, sementara itu dosen penanggung-jawabnya dapat memperoleh SP3, yang mampu menghentikan penyidikan. Pihak Fakultas Kedokteran dan RS Pendidikan yang terkait dengan Dr.A juga tidak terlihat bertanggung-jawab atas kejadian tersebut. Setelah mengalami proses panjang, Dr. A dan teman-teman bebas dari tuntutan hukum. Kasus ini menjadi pembelajaran menarik untuk kita semua.
       
  2. Bagaimana penanganan residen ke depannya?
    Sehubungan dengan penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan penetapan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Indonesia, kebutuhan akan kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan yang terstandarisasi meningkat. Jumlah spesialis di Indonesia tidak cukup untuk melayani pasien yang dibayar oleh BPJS dan non-BPJS. Oleh karena itu residen semakin dibutuhkan untuk pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional. Mengingat peran residen dalam pelayanan kesehatan selama ini, ada beberapa hal yang harus dipikirkan di masa mendatang, yaitu:
    1. Perlunya residen dimasukkan dalam penyedia layanan kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional;
    2. Perlunya proses penjaminan kualitas yang terjaga melalui credential residen yang berasal dari FK untuk dinilai di RS Pendidikan secara personal dan supervisi yang sistematis, serta kepastian posisi hukum;
    3. Residen perlu untuk mendapatkan remunerasi dari pendanaan oleh BPJS.
      Berbagai hal tersebut telah didukung secara hukum oleh UU Pendidikan Kedokteran. Dalam UU tersebut, residen bukan mahasiswa biasa namun mahasiswa khusus yang berhak mendapat hak, termasuk insentif, namun juga mempunyai kewajiban layaknya seprang pekerja professional. Kewajiban dan tanggung jawab residen dalam pendidikan dokter dan pelayanan kesehatan di rumah sakit juga perlu disertai diskursus tentang hak para residen yaitu hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan hak untuk mendapatkan imbal jasa (remunerasi). Posisi residen di fungsi pendidikan dan pelayanan serta hak dan kewajibannya, perlu ditelaah. Apakah credential di RS diperlukan bagi residen? Bagaimana prosesnya dapat dilakukan? Apakah residen berhak mendapatkan remunerasi dalam pelaksanaan perannya sebagai pendidik dan penyedia pelayanan kesehatan? Sejauh mana tanggung jawab residen saat terjadi medical mishaps dari kasus yang dikelola? Akankan dokter spesialis konsultan bebas dari pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan residen?
       
  3. Pertanyaan praktis yang timbul: Apakah Residen dapat menjadi Dokter Penanggung Jawab Pasien?
    Dokter spesialis konsultan adalah dokter penanggung jawab pasien (DPJP), termasuk di RS Pendidikan. Berdasarkan Permenkes, seluruh tanggung jawab termasuk tanggung jawab hukum akan berada di tangan RS dan DPJP. Dalam hal ini ada beberapa rumahsakit yang menjadi tempat residen bekerja, yaitu:
    1. RS Pendidikan Utama
    2. RS Pendidikan Jaringan
    3. RS yang membutuhkan

Beberapa pertanyaan:

  1. Apakah Residen dapat menjadi DPJP di RS Pendidikan Utama?
    Secara konsepsual, DPJP di RS Pendidikan Utama adalah para spesialis. Akan tetapi secara kenyataan, tidak semua spesialis berada di bangsal, di ruang periksa, ataupun di ruang operasi. Sebagai gambaran jumlah dokter spesialis anastesi ataupun bedah tidak mampu menangani seluruh operasi yang dilakukan. Dokter spesialis pendidik sering merangkap bekerja di luar RS Pendidikan. Sebagai catatan UU Praktek Kedokteran memperbolehkan dokter spesialis praktek di 3 tempat. Pertanyaan praktisnya misalnya: apakah residen anastesi di ruang operasi yang tidak didampingi secara fisik oleh spesialis anastesi merupakan DPJP? Jika bukan DPJP, apakah dokter spesialis anastesi yang DPJP namun tidak berada di ruangan akan bertanggung-jawab secara keseluruhan termasuk aspek hukum pidana dan perdata, serta administratifnya? Bagaimana dengan jasa profesi yang ada di dalam INA-CBG. Apakah akan diberikan penuh ke residen, atau sebagian besar, atau sebagian kecil, atau tidak sama sekali,
  2. Apakah Residen dapat menjadi DPJP di RS Pendidikan Jaringan dan di RS yang membutuhkan?
    Selain berada di RS Pendidikan Utama, residen juga mendapatkan penugasan ke RS jejaring atau RS lain pada suatu tahap tertentu, terutama pada saat tahap mandiri. Dalam kerangka penugasan ini, residen dianggap sebagai tenaga dokter spesialis yang dapat membantu secara penuh proses pelayanan di RS tersebut Meskipun residen melaksanakan peran pelayanan kesehatan yang besar, proses pelayanan tersebut merupakan bagian dari proses pendidikan. Dalam proses pendidikan yang umumnya terdiri dari tahap awal, tahap menengah dan tahap mandiri, residen memperoleh supervisi secara bertingkat dari para dokter spesialis konsultan di RS pendidikan. Apakah residen ini yang berada di tempat jauh dapat menjadi DPJP? Dalam hal ini memang residen dapat memiliki tanggung jawab penuh dalam pengelolaan pasien sesuai dengan penugasan yang diterimanya (clinical appointment) dari RS. Dalam kondisi ini, masih dipertanyakan apakah residen dapat pula bertanggung jawab penuh secara hukum bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (medical mishaps).

Catatan penting tentang Standar Rumah Sakit Pendidikan Utama

Saat ini berbagai RS Pendidikan sedang bekerja keras untuk memenuhi standar CI sebagai rumahsakit akademik. Dalam standar tersebut, pendidikan kedokteran dan penelitian klinis sangat penting untuk upaya organisasi dalam meningkatkan kualitas dan keselamatan pasien (JCI 2013). Dengan demikian standard JCI perlu diperhitungkan dalam diskusi mengenai bisa tidaknya DPJP untuk residen.

 

Tujuan Workshop

Berdasarkan latar belakang tersebut, ada beberapa tujuan Workshop sebagai berikut:

  1. Tercapainya pemahaman tentang predikat DPJP dan implikasi hukumnya untuk residen yang bekerja di RS Pendidikan Utama dan RS Pendidikan Jaringan/yang membutuhkan;
  2. Tercapainya pemahaman tentang kewajiban Residen di RS Pendidikan Utama dan Jaringan, termasuk credential dan clinical appointmentnya;
  3. Tercapainya pemahaman tentang hal residen dalam penerimaan jasa profesi di sistem Jaminan Kesehatan Nasional.
  4. Menyusun Rencana Tindak Lanjut dan Usulan Kebijakan bagi pemerintah untuk Pengembangan Residen dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.

Siapa yang diharapkan menjadi peserta dalam Workshop ini? Diharapkan peserta workshop adalah kelompok yang mewakili:

  • RS Pendidikan Utama
  • RS Pendidikan Jaringan
  • RS tempat bekerja Residen
  • Kantor Regional BPJS
  • Pejabat Dinas Kesehatan/Kementrian Kesehatan
  • Tim Konsultan

Peserta diharapkan mendaftar secara kelompok dengan mendaftarkan diri untuk mengikuti secara jarak-jauh. Peserta kelompok Jarak-jauh harus menyiapkan diri dengan perangkat telekonference yang spesifikasinya dapat diklik sebagai berikut.

Bagi yang ingin datang hanya untuk Tatap Muka, dipersilahkan mengikuti selama satu hari.

 

Bentuk Kegiatan

Kegiatan Workshop ini diselenggarakan dalam waktu 4 minggu dengan menggunakan pendekatan pendekatan campuran (blended) antara jarak-jauh dan tatap muka. Para peserta diharapkan mendaftar secara kelompok.

  • 7 maret- 15 April 2014: Sesi Awal dengan menggunakan Pendekatan Jarak-Jauh: Penyampaian Materi awal mengenai fakta-fakta dan pemahaman-pemahaman konsepsual.
  • 16 April 2014: Sesi akhir dengan tatap muka selama 1 hari: Membahas diskusi mengenai bisa tidak nya menjadi DPJP dan hak serta kewajiban residen, serta usulan kebijakan mengenai manajemen residen di era JKN.

Tatacara:

  1. Peserta bekerja secara kelompok.
  2. Peserta menyiapkan teknologi tele-conferencenya pada tanggal 10 – 14 Maret 2014. Persiapan peralatan teleconference ini diharapkan agar dapat diikuti oleh satu tim.
  3. Peserta diharapkan mengikuti kegiatan per minggu yang diberikan setiap hari Selasa pagi.
  4. Peserta kelompok membaca dan membahas mandiri mengenai apa yang menjadi tugas mingguan.
  5. Di beberapa kesempatan, akan ada webinar dengan peserta.
  6. Pada saat tatap muka terakhir (16 April 2014) diharapkan para peserta datang ke UGM atau menggunakan webbinar.

 

Detil Acara Blended Learning:

Minggu 0: 10 – 14 Maret 2014.

Persiapan

Penanggung-jawab: Team hardware dari PKMK.

Pengantar:

Pelaksanaan blended-workshop ini membutuhkan kesiapan lembaga peserta untuk mengikuti kegiatan tersebut. Agar prosesnya nanti berjalan lancar, perlu dilakukan persiapan baik untuk pesertanya maupun persiapan peralatan teleconference dan penguasaan teknologi Webinar.

Langkah-langkah Kegiatan:

Peserta adalah dari RS Mitra A dalam program Sister Hospital, dan dari kelompok umum yang mengikuti.

Persiapan bagi RS Mitra A dalam Sister Hospital:

  1. Persiapan RS Mitra A dan FK untuk menjadi peserta (harapannya untuk Angkatan 1 adalah Bakordik)
    1. Peserta Workshop 7 Maret 2014 diharapkan dapat melaporkan hasil workshop sekaligus mengusulkan pada pimpinan RS Mitra A dan FK untuk menunjuk peserta;
    2. Bagi RS Mitra A dan FK yang tidak mengirimkan peserta saat Workshop 7 Maret 2014 yang lalu, akan diminta untuk menunjuk peserta melalui surat resmi dari PKMK FK UGM.
    3. Selain peserta, RS Mitra A dan FK diminta untuk menunjuk pegawai yang akan ditugaskan sebagai tim pendukung (IT) proses workshop.
  2. Self AssessmentKondisi Awal Lembaga
    1. Bagi peserta yang mengikuti Workshop 7 Maret 2014, diharapkan dapat melaporkan hasil self assessment kondisi awal lembaga kepada pimpinan masing-masing;
    2. Bagi lembaga (RS Mitra A dan FK) yang tidak mengikuti Workshop 7 Maret 2014 diminta untuk melakukan self assessment kondisi awal lembaga. Formulir akan dikirimkan bersamaan dengan Surat Permohonan Peserta dari PKMK. Hasil self assesment tersebut agar dikirimkan kembali kepada PKMK.
    3. Jika dianggap perlu, tim PKMK akan melakukan cross-check baik melalui e-mail, tele-conference, webinar/skype, atau kunjungan lapangan.
  3. Persiapan peralatan teleconference
    1. Lembaga peserta diminta untuk menyiapkan kebutuhan peralatan teleconference yang dibutuhkan.
    2. Kebutuhan yang memerlukan dukungan anggaran yang besar, diharapkan dapat diusulkan ke lembaga masing-masing.
  4. Pelatihan untuk menguasai Webinar
    1. Sebelum tanggal 20 Maret 2014, akan dilakukan pelatihan untuk menguasai Webinar bagi tim pendukung (IT) masing-masing RS Mitra A dan FK di Yogyakarta.
    2. Sebelum kegiatan webinar pertama, pada 20 Maret 2014 akan dilakukan gladi resik pelaksanaan webinar yang akan dipandu oleh tim PKMK FK UGM.

Bagi para peserta umum:

Menyiapkan peralatan telekomunikasi dan memperdalam kemampuan mengikuti Webbinar.

 

Minggu 1: 17 sampai 22 Maret 2014:

Analisis Situasi

Penanggung-jawab: Dwi Handono.

Pengantar:

Dengan penerapan program pendidikan dokter spesialis yang 'university based' di Indonesia, peran RS pendidikan tetap sangat besar walaupun tidak bertanggung jawab langsung pada mutu pendidikan. Tanggung jawab langsung berada di universitas (FK). Residen secara hukum adalah bagian dari fakultas kedokteran. Pada saat menjalani masa pendidikan, seorang residen dapat bekerja di:

  1. RS Pendidikan Utama
  2. RS Pendidikan Jaringan
  3. RS yang meminta tenaga residen misalnya RS-RS di NTT dalam Program Sister Hospital.

Dengan demikian situasi yang terjadi adalah: Residen dapat dilihat dari dua sisi:

Sisi 1: Sebagai peserta pendidikan di universitas (FK) dan
Sisi 2: Sebagai pekerja sementara di rumahsakit pendidikan.

Di sisi RS Pendidikan penataan residen belum banyak ditangani. Residen ada kemungkinan masih dianggap sebagai siswa, bukan staf medis RS. Sementara itu kebutuhan residen (yang sudah kompeten) sebagai pekerja RS semakin tinggi, termasuk untuk BPJS dan pemerataan.

Di negara lain, residen dianggap sebagai tenaga medis di RS dengan hak dan kewajibannya. Pertanyaan kunci adalah. Apakah residen sebagai siswa atau pekerja professional?

Tujuan Kegiatan Minggu 1:

  1. Memahami situasi manajemen residen di lembaga tempat bekerja
  2. Mendiskusikan berbagai isu penting dalam manajemen residen
  3. Memahami perubahan sistem pembayaran dokter spesialis di JKN dan implikasinya: dari fee-for-service menjadi bulanan.
  4. Melakukan identifikasi ruang untuk perubahan menuju masa depan yang lebih baik dalam manajemen residen di era JKN

Pencarian Fakta 1:

Bagaimana alur penanganan residen di lembaga anda?

Model 1:

model1

Apakah model 2 ?

model2

Apakah Model 3: Kombinasi dari Model 1 dan Model 2. Sebagian residen diatur dengan Model 1, sebagian dengan Model 2.
Apakah Model 4: Tidak ada pola.

Pencarian Fakta 2:
Bagaimana pemenuhan kebutuhan residen di RS Pendidikan Utama, dan berbagai RS jejaring lainnya?

Apakah jumlah Residen yang masuk ke RS Pendidikan Utama ditentukan berdasarkan kebutuhan RS Pendidikan Utama? Gambarkan secara detil.

 

fakta2

2b. Proses Credentialing

  1. Apakah ada proses credentialing untuk residen oleh pihak RS Pendidikan Utama?
  2. Apakah ada proses credentialing untuk residen oleh pihak RS Pendidikan Jaringan?
  3. Apakah ada proses credentialing untuk residen oleh pihak RS yang membutuhkan?

2c. Clinical Priviledge

  1. Apakah ada clinical priviledge untuk residen yang ditetapkan oleh pihak RS Pendidikan Utama?
  2. Apakah ada clinical priviledge untuk residen yang ditetapkan oleh pihak RS Pendidikan Jaringan?
  3. Apakah ada clinical priviledge untuk residen yang ditetapkan oleh pihak RS yang membutuhkan?

Pencarian fakta 3: DPJP

  1. Apakah ada residen yang menjadi DPJP di RS Pendidikan Utama? Uraikan dengan detil situasi di RS Pendidikan anda.
  2. Apakah ada residen yang menjadi DPJP di RS Pendidikan Jaringan? Uraikan dengan detil situasinya.
  3. Apakah ada residen yang menjadi DPJP di RS yang membutuhkan? Uraikan dengan detil situasinya.

Pencarian fakta 4: Pembayaran untuk residen

  1. Apakah ada kontrak antara residen dengan RS Pendidikan?
  2. Apakah residen mendapat pembayaran dari sistem remunerasi di RS Pendidikan Utama? Jika ya, uraikan sistemnya. Jika tidak, mengapa?
  3. Apakah residen mendapat pembayaran dari sistem remunerasi di RS Pendidikan Jaringan? Jika ya, uraikan sistemnya. Jika tidak, mengapa?
  4. Apakah residen mendapat pembayaran dari sistem remunerasi di RS yang membutuhkan? Jika ya, uraikan sistemnya. Jika tidak, mengapa?
    Apakah sistem pembiayaan dalam JKN oleh BPJS memperhitungkan residen? Ataukah mereka tidak boleh dibayar berdasarkan aturan BPJS?

Tugas:

Para peserta menuliskan mengenai situasi yang terjadi.

Tugas dikirimkan ke pengelola paling lambat tanggal hari Jumat, 21 Maret 2014 pukul 24.00

Minggu 2: 24 - 28 Maret 2014

Memahami situasi di negara maju

Penanggung-jawab: Laksono Trisnantoro

Pengantar:

Dalam pengembangan sistem pendidikan dan pelayanan kesehatan, pertanyaan penting adalah apakah Residen merupakan siswa atau pekerja di rumahsakit? Dalam hal ini emang ada perbedaan antara sistem di Indonesia dengan berbagai negara lain. DI Indonesia pendidiakn residen merupakan program yang "university based", sementara itu di berbagai negara merupakan "hospital based". DI Indonesia, residen merupakan bagiand ari pendidikan dI fakultas kedokteran namun dididik di rumahsakit pendidikan. Tentunya saat berada di RS Pendidikan merupakan pekerja yang mempunyai hak dan kewajiban yang jelas. Hal inilah yang menjadi masalah di Indonesia. Keadaan nya tidak jelas dan saat ini sedang diperjelas dengan aturan dari UU Pendidikan Kedokteran yang intinya menyatakan bahwa mahasiswa program pendidikan dokter spesialis bukanlah siswa biasa, namun juga pekerja. Ketika menjadi pekerja, maka pertanyaannya adalah: Dari mana pendapatan residen? Di berbagai negara jelas bahwa penghasilan berasal dari sistem jaminan kesehatan yang membutuhkan tenaga dokter yang lebih dibanding dokter umum untuk melayani masyarakat yang berhak mendapat jaminan. Dengan situasi ini maka diperlukan usaha untuk mempelajari sistem pendidikan residen di luar negeri.

Tujuan:

1. Memahami manajemen residen di berbagai negara

2. Memahami hubungan kontraktual antara residen dengan RS Pendidikan.

3. Memahami sistem kompensasi residen

4. Memahami pembayaran residen dan hubungannya dengan sistem Jaminan Kesehatan.

Kegiatan:

Webbinar untuk membahas Tugas minggu lalu.

Membaca bahan-bahan di internet:

Residen di AMerika Serikat:

http://www.ama-assn.org/ama/pub/residents/residents.page?

Hubungan Kontraktual antara RS dengan residen:

Silahkan klik di:

http://med.uth.tmc.edu/administration/edu_programs/Assets/documents/gme/Sample_Resident_Contract.pdf

Pendapatan residen di Inggris dibandingkan dengan spesialis dan GP:

http://www.nhscareers.nhs.uk/explore-by-career/doctors/pay-for-doctors/

Pendapatan di Amerika Serikat?

https://members.aamc.org/eweb/upload/Medicare%20Payments%20for%20Graduate%20Medical%20Education%202013.pdf

Tugas:

Apa perbedaan yang terjadi di tempat anda dengan di luar negeri?

- Sistem rekrutmen

- Penanganan residen

- Kontrak dan Pembayaran residen

Menurut anda, mana yang benar. Di Indonesia ataukah di luarnegeri? Bagaimanakan peraturan yang ada di UU Pendidikan Kedokteran mengenai residen? Silahkan bahas secara detil dan kirimkan tugas ke pengelola.

Minggu 3: 31 Maret – 4 APRIL 2014

Residen, dan DPJP

Penanggung-jawab: Rimawati SH dan Sri Mulatsih

Pengantar:

Minggu ini akan membahas bahan Tatap muka tanggal 6 Maret 2014 dalam sesi hukum dan pengawasan residen dengan pembicara Prof Herqutanto SH MLM, Dr. Agung Sutiyoso SpBO, dan Rimawati SH MH. Harap diperhatikan mengenai diskusi dalam Aspek hukum residen dan konsep DPJP.

- Kasus Dr.A: Mengapa residen tidak dihukum?

- Konsep DPJP dan pelaksanaannya

Pada minggu ini akan dilakukan Webbinar untuk mendiskusikan masalah ini. Para peserta diharapkan menyiapkan diri untuk pembahasannya.

Tugas:

- Apa yang terjadi di RS di Indonesia; APakah memang benar kekurangan spesialis sehingga residen harus bekerja dan menjadi DPJP?

- Bagaimana seharusnya posisi hukum residen: Apakah mungkin sebagai DPJP?

Minggu 4: 7 April – 11 April 2014

Usulan untuk Residen sebagai DPJP dan Kompensasinya

Penanggung-jawab: Sri Mulatsih dan Laksono Trisnantoro

Pengantar

Minggu ini akan dipergunakan untuk penyusunan kerangka kebijakan mengenai manajemen residen di lembaga pendidikan tinggi dan di rumahsakit pendidikan. Akan dilakukan beberapa webinar untuk membahas:

1. Bagaimana usulan untuk proses credentialing dan hubungan antara FK dengan RS Pendidikan Utama/Jaringan,

2. Dalam Credentialing apakah mungkin ada predikat DPJP untuk residen?

3. Bagaimana pembayaran untuk residen di RS Pendidikan? Apakah digaji bulanan atau fee-for-service? Darimana sumber dananya? Apakah dari dana klaim INA CBG yang berasal dari BPJS?

4. Bagaimana situasi masa depan? Apa yang harus diubah dalam manajemen residen di Indonesia dan di lembaga kita? Apakah termasuk perubahan kultural, disamping berbagai perubahan hukum, procedural, dan berbagai hal lainnya?

Tatap Muka dan Live Streaming untuk mengakhiri kegiatan Blended Learning:

Yogyakarta, 16 April 2014 di Kampus Fakultas Kedokteran UGM.

TABEL

Biaya Registrasi

1. Mengikuti Workshop selama 1 bulan melalui tele-training: Rp 5.000.000,- untuk satu tim. Disarankan tim di RS Pendidikan bersama dengan FK. Harapannya anggota tim adalah:

a. Dekanat FK dan Direksi RS (sekitar 4 orang)

b. Anggota Bakordik

c. Kepala Diklit

d. Bagian atau Konsultan Hukum RS

e. Ka PPDS.

f. ....

Jumlah ideal sekitar 10 orang yang akan membahas berbagai hal.

2. Jika tidak mengikuti Workshop selama 1 bulan, maka untuk menghadiri pertemuan tatap muka selama 1 hari pada tanggal 16 April 2014 adalah sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) per orang dan mendapatkan fasilitas konsumsi selama meeting, dan sertifikat.

Pendaftaran pada:

Maria Happie

Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Gedung IKM Sayap Utara Lt. 2, Fakultas Kedokteran UGM

Jl. Farmako, Sekip Utara, Yogyakarta 55281

Ph. /Fax : +62274-549425 (hunting)

Mobile : +6281227938882 / +62813292786802

Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Website : www.kebijakankesehatanindonesia.net/ www.pendidikankedokteran.net

Pembayaran dilakukan melalui Virtual Account FK UGM nomor:

.............