kaleidoskop 2013 dan outlook 2014 Seputar Isu Kesehatan

Ada berbagai topik yang kami catat sebagai kaleidoskop tahun 2013 dan pandangan untuk tahun 2014 ini. Secara keseluruhan, persiapan-persiapan untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memang mendominasi kegiatan di beberapa bulan terakhir tahun 2013. Sementara itu, untuk kegiatan tahun 2014, akan ada kemungkinan banyak membahas monitoring pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional. Silahkan klik sesuai pilihan Anda:

 mrs  bncn

   Kaleidoskop 2013 & Outlook 2014

 

Kaleidoskop 2013

Outlook 2014

kaids

Kaleidoskop 2013

Outlook 2014

mutu

Kaleidoskop 2013

Outlook 2014

kia

Kaleidoskop 2013 & Outlook 2014

mpk

Kaleidoskop 2013

Outlook 2014

kia

 Kaleidoskop 2013

mjk

Kaleidoskop 2013

Outlook 2014

Hasil Diskusi: Upaya Antisipasi Dampak Kasus dr. A di Manado Terhadap Program Sister Hospital NTT

Terkait dengan kasus dr. A di Manado dan dampaknya terhadap penugasan residen dalam Program Sister HospitalNTT, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada telah melakukan berbagai langkah darurat diantaranya:

  1. Teleconference pada 29 November 2013 dengan 7 RS Mitra A yaitu RSUP dr. Sardjito, RSUP dr. Kariadi, RSUP Sanglah, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodho, RSUP dr. Cipto Mangunkusumo, RSAB Harapan Kita, dan RS Panti Rapih
  2. Pertemuan Regional, 2-3 Desember 2013 dengan RS Mitra A di 3 kota yaitu Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta.
  3. Pertemuan Koordinasi, 6 Desember 2013 dengan Dinas Kesehatan Provinsi NTT beserta 11 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten yang terlibat dalam Sister Hospital NTT, dengan 4 RS Mitra A (RSUD dr. Soetomo, RSU dr. Saiful Anwar, RSUP Sanglah, dan RS Panti Rapih) di Kupang.
  4. Diskusi Lintas Ilmu, 17 Desember 2013 dengan Fakultas Hukum UGM, Fakultas Kedokteran UGM dan diikuti 9 RS Mitra A dan 11 RS Mitra B melalui live streaming terbatas (catatan: Direktur RSUD Bajawa hadir langsung).

Berdasarkan berbagai upaya darurat yang telah dilakukan tersebut, telah dihasilkan beberapa kesimpulan dan kesepakatan sebagai berikut:

  1. Semua dokter yang dikirim dari RS Mitra A dilengkapi dengan surat Keterangan Kompetensi Residen dari KPS masing-masing (sesuai dengan Permenkes No. 2052 Tahun 2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran Pasal 3 ayat (4) dan Pasal 12 ayat (3); serta Permenkes No. 9 Tahun 2013 tentang Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan Pasal 15), dilengkapi STR, KTA lDl/surat Keterangan lDl
  2. Semua dokter yang bertugas di RS Mitra B harus memiliki SIP dari Dinas Kesehatan Kabupaten setempat (sesuai dengan Permenkes No. 2052 Tahun 2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran Pasal 3 ayat (4); serta Permenkes No. 9 Tahun 2013 tentang Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan Pasal 15) sesuai masa Penugasan
  3. Semua residen yang ditugaskan harus diberi kewenangan klinis (clinical privilege) oleh Direktur RS Mitra B terkait melalui penerbitan surat penugasan klinis (clinical appointment) sesuai dengan Permenkes No. 755 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit Pasal 3
  4. Semua RS Mitra B harus menetapkan siapa yang menjadi DPJP. Alternatifnya: (a) Direktur RS Mitra B, atau (b) residen. Jika residen menjadi DPJP, maka harus di bawah supervisi konsulennya masing-masing, dan didukung dengan sistem supervisi yang baik.
  5. RS Mitra B harus memiliki SOP sendiri (bukan SOP RS Mitra A). Dalam hal ini, setiap RS Mitra A diharapkan dapat membantu proses penyusunan SOP tersebut.
  6. Semua residen yang bertugas harus mentaati SOP dari RS Mitra B dan melengkapi dokumen resmi (seperti rekam medik) sebaik-baiknya dan selengkap-lengkapnya.
  7. Perlu ada kesepakatan mekanisme mitigasi jika terjadi kasus yang menimpa residen.
  8. Pemerintah Daerah provinsi dan Kabupaten, serta DPRD Provinsi dan Kabupaten akan memberikan dukungan manakala terjadi masalah keamanan dan hukum.
  9. Mengusulkan kepada Kemenkes agar penugasan dalam rangka program Sister Hospital NTT menjadi penugasan khusus dari Menkes.

Sebagai tindak lanjut dari semua upaya tersebut, PKMK FK UGM telah melakukan konsultasi intensif dengan Dekan Fakultas Kedokteran UGM dan jajarannya serta Direktur Utama RSUP dr. Sardjito dan jajarannya. Sebagai hasil konsultasi tersebut, ada beberapa hal yang penting disampaikan oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM yaitu:

  1. Mendukung sepenuhnya Peninjauan Kembali (PK) kasus dugaan malpraktek dr. Ayu
  2. FK UGM dan RSUP dr. Sardjito tetap berkomitmen menugaskan para residen Fakultas Kedokteran UGM/RSUP dr. Sardjito ke rumah sakit-rumah sakit di berbagai daerah di Indonesia seperti biasa
  3. Mendorong agar semua sentra pendidikan PPDS tetap menugaskan para residennya ke berbagai rumah sakit di berbagai daerah di Indonesia seperti biasa, termasuk yang berada dalam skema Sister Hospital NTT.
  4. Mengharapkan Kementerian Kesehatan untuk memberikan penekanan berbagai peraturan yang dapat menjadi pegangan hukum bagi residen di lapangan.

 

reportase 20 dese 13

Telah Diselenggarakan Diskusi:

Berbagai Isu Strategis Dalam Sistem Kesehatan di Kabupaten dalam Era BPJS

Saat ini, berbagai isu strategis muncul di Indonesia terkait dengan sistem kesehatan, terutama menjelang era Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN). Isu strategis yang masih 'terkendala' ialah upaya promosi-prevensi di era BPJS dan bagaimana peran dinas kesehatan kabupaten/kota dan propinsi dalam menghadapi SJSN. Kali ini, PKMK bekerjasama dengan Minat KMPK dan MMR FK UGM menyelenggarakan 'Diskusi Berbagai Isu Strategis Dalam Sistem Kesehatan di Kabupaten dalam Era BPJS' pada Jumat (20/12/2013) di R. 301, IKM FK UGM. Sementara, peserta yang hadir meliputi kalangan: dosen, mahasiswa, konsultan, pengelola di KMPK, Minat Studi Promkes, MMR, PKMK dan S2 IKM.

Acara pertama dibuka oleh Prof. Laksono Trisnantoro melalui Pengantar : Situasi Upaya Pencegahan dan Promosi Saat ini dan Kemungkinannya di Era BPJS.

Diskusi kita hari ini merupakan konteks yang sangat penting-Januari 2014 BPJS mulai diberlakukan. Hasil dari diskusi diharapkan menjadi masukan untuk pemerintah. Di samping itu, saat ini PKMK bekerjasama dengan 15 universitas di Indonesia sedang menyusun proposal dengan tema tersebut. Untuk mengetahui informasi terkait hal in,i silahkan kunjungi proposalnya di pojok kanan atas pada website manajemen-pembiayaankesehatan.net. Kita akan meneliti sebelum dan setelah pelaksanaan BPJS. Sesi pagi kita akan membahas seputar promkes.

BPJS akan beroperasi di level kabupaten juga. BPJS pusat, cabang dan regional. BPJS secara finansial sangat besar, sekitar 20 Trilyun. Apakah BPJS membawa perubahan-apakah fungsi Dinkes dalam mutu pelayanan? Era BPJS, promkes dilakukan oleh siapa? Hal yang perlu kita cermati, bagaimana memantau Mutu Pelayanannya?

Sesi Diskusi Pertama mengangkat judul Penyusunan Rencana Strategis untuk Program Pencegahan dan Promosi yang disampaikan oleh Dr. Bambang Sulistomo, MPH – Penasehat Khusus Menteri Kesehatan RI. Sementara pembahasan dilakukan oleh Dr. dr. Yayi Suryo Probandari, M.Sc. Ph.D dan Dr. Krishnajaya, MS.

Promosi kesehatan meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan edukatif. Kaitan derajat kesmas dengan upaya promosi dan prevensi. Dalam Konas Promkes tahun ini, disebutkan upaya promosi kuat dilakukan. Namun, rencana strategi promosi untuk menyambut BPJS belum ada yang merumuskannya. Saran saya, silahkan buat proporsi upaya promosinya, sebelum menyusun anggaran, ungkap Dr. Bambang Sulistomo. Salah satunya, RPP Tembakau segera selesaikan. Lalu, Upaya kesehatan melalui sekolah digalakkan kembali. Selama ini, semangat promkes hanya sampai LSM dan ormas-ormas atau belum sampai ke bawah. Aliansi kader kesehatan posyandu (dulu), sekarang belum tentu jalan. Upaya promkes banyak yang merupakan upaya swadaya masyarakat. Hal yang terpenting yaitu Mencegah Orang Sakit, sayangnya banyak RS Internasional didirikan agar tidak banyak yang ke luar negeri. Maka, yang utama ialah memantapkan upaya preventif, memperkuat kapasitas (deklarasi Jakarta 2013). Deklarasi yang diadakan pada November 2013 itu dihadiri oleh: pemerintah pusat, Pemda, kelompok profesi, organisasi kemasyarakatan, swasta, dan masyarakat. Deklarasi tersebut merupakan hasil pertemuan Konas Promkes keenam tahun 2013 yang menyatakan:

1. Memantapkan upaya promotif-preventif dalam penerapan JKN sebagai bagian dari SJSN

2. Memperkuat komitmen dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam upaya promotif-preventif sebagai solusi masalah kesmas

3. Memperkuat kapasitas promotif-preventif di pusat dan daerah yang mencakup regulasi, kelembagaan dan manajemen, ketenagakerjaan, pendanaan serta sarana dan prasarana.

4. Memperkuat keterlibatan individu, keluarga, masyarakat termasuk ormas dan swasta dalam menerapkan PHBS, Pengendalian faktor resiko penyakit dan lingkungan

5. Meningkatkan sinergisme multisektor dalam pembangunan berwawasan kesehatan

6. Menguatkan peran dan kapasitas organisasi profesi kesehatan dalam mendukung upaya promotif-kuratif.

Mana upayanya untuk menyambut era BPJS ini? Saya berkhayal bangsa ini sehat tumbuh dari bawah, bagaimana masyarakat sadar akan kesehatannya, tambah Bambang. Dana untuk promkes apakah hanya ada di Kementrian kesehatan/Dinas kesehatan/dinas lainnya?

Dr. Yayi Suryo Prabandari, S2 IKM Minat Perilaku dan Promkes, FK UGM menyampaikan promkes belum menjadi isu seksi karena memang banyak hal yang harus dibenahi. Catatan dari Yayi, Pencegahan primer yang belum dilakukan yaitu pendidikan dan penyuluhan yang belum atraktif dan interaktif, lalu belum ada pelatihan Life Skills yang sebenarnya bisa dilakukan dengan pihak swasta. Kemudian, Kemudian, pemasaran sosial (cuci tangan dengan pihak swasta) serta komunikasi kesehatan-kampanye (anti tembakau-tayangannya ditolak tv swasta meski bayar sama), melalui media massa, penggunaan IT (website based-social media).

Salah satu fenomena menarik yang ada, yaitu Billboard rokok sebulan sekali ganti-jadi menarik masyarakat.

Masalah yang kita hadapi, struktur kurang jelas di provinsi, anggaran terbatas, pemahaman petugas (nakes) berbeda serta komunikasi advokasi terbatas. Misalnya terkait RUU Pengendalian produk tembakau, ada banyak poin yang dihilangkan. Sehingga saat pengesahan UU nya, bahkan bagian penting yang hilang. Misalnya Pasal 3: melindungi dampak tembakau, perlindungan untuk yg tidak merokok.

Prof. Laksono menyampaikan di Thailand desain bungkus rokok bergambar mengerikan desainernya dari indonesia. Gambar mengerikan itu mewakili apa saja yang terjadi pada tubuh manusia usai menjadi perokok pasif. Lalu, Filipina berhasil menggunakan: sin tax dari cukai rokok untuk promkes.

Dr. Krisnajaya, MS-Kepala Asosiasi Dinas Kesehatan (Adinkes) menyampaikan saya berharap ada ahli sospol yang memperjuangkan fokus regulasi, ungkap Krisna. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Pengendalian Lingkungan (P2PL)-bukan penanggulangan tapi promotif. Sebaiknya Kemenkes tempatkan tenaga proimkes di daerah tertinggal yaitu di 98 kabupaten. NTT saja memiliki jargon revolusi KIA (preventif), meskipun dana kesehatannya kurang dari 3%. Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebaiknya menegaskan seluruh upaya promotif dan preventif. Selama ini Kemenkes belum mengirim pengajar, sebaiknya Kadinkes dilatih birokrasi manajemen pemerintahan tiga bulan pertama. Jika tidak ada anggaran dari pusat, maka daerah harus menyediakannya. Perlu dilihat kemampuan fiskal dan SDMnya juga.

Dr. Bambang S, public health dan health promotion agar dikuatkan. Promosi prevensi lebih baik. Belum ada visi yang sama di dalam organisasi Dinkesnya dan nakes, yaitu belum menganggap promosi itu wajib dan lebih baik untuk dilakukan. Maka, kita perlu mengerjakan strategi promosi dan rencana strategis. Mengapa masih ada AKI Tinggi?, karena tidak yakin upaya promosi itu lebih baik. Masyarakat sebagai pelengkap penderita. Puskesmas lebih terlihat sebagai Pusat Pengobatan Masyarakat. Mari kita gunakan kesempatan SJSN untuk menjadi momentum politik-misal Deklarasi Jogja-diperlukan strategi kesehatan untuk menyongsong SJSN. Salah satu poin yang ditekankan yaitu kesadaran masyarakat perlu diberdayakan. Sehingga, strategi ini bisa dibawa ke DPR dan Menkes. Jika perlu, strategi ini disepakati dan ditandatangani oleh Pengurus IAKMI, Arsada, IBI dan Adinkes se-Indonesia. FK FKM harus sadar, kita harus mengembalikan atau mengubah pola pikir.

Prof Laksono, pelaku-pelaku promkesnya kurang militan-karena sibuk mengurus Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan sering dimutasi sehingga programnya terganggu. Maka, promkes ini tergantung pada siapa? Siapa pemimpinnya? Dinkes atau ormas atau LSM? Hal ini harus jelas, karena Dinkes penuh dengan politik. Promotor kesehatan lebih baik dari Dinas atau swasta?

Dr. Yayi Suryo memberi masukan, promkes bukan hanya birokrat, tetapi juga swastra dan akademisi. Misalnya di Jogja terkait Perwal KTR-isu ini akan membuat proses mitasi Kadinkes. Saat World Tobbaco Day-Kadinkes salah satu kabupaten sudah mau datang, namun dicegah Sekda. Lalu, saya pernah memberi konseling berhenti merokok di kawasan Jawa Barat, 20 dari 30 pesertanya dimutasi dari Puskesmas.

Dr. Krisnajaya menambahkan, kemudian, untuk menjadi kadinkes kab/kota yang memilih Gubernur. Harus memiliki kompetensi teknis-manajerial pemerintahan, kepemimpinan lembaga. Alangkah baiknya jika Kemendagri mengundang Kadinkes dan Sekda (birokratif). Saat ini, masih banyak gubernur yang sebenarnya kurang mumpuni namun menang karena politik dan massa.

Suwarta (Arsada) menyampaikan, saya sebagai orang yang memiliki latar belakang bekerja di Puskesmas-Promkes-public health-RS dan swasta. Mohon maaf, ada salah kebijakan karena selama ini kita hanya berfokus pada kuratif. Daerah harus bisa mengatur dirinya sendiri. Nakes harus mengerti dulu tentang promkes. Desentralisasi pemerintahan seharusnya berbagi leadership antara kabupaten dan kota. Pemimpin promkes sebaiknya Kadinkes dengan kompetensi terukur.

Sitti Zaenab, M. Kes (PKMK FK UGM) mengusulkan Dinkes dan Pemda sebagai regulator, eksekutornya LSM. LSM yang dimaksud disini ialah yang teruji. Ada kemungkinan Dinkes mengkontrakkan promkes ke swasta supaya bisa berjalan dengan baik.

Diah (KPMAK) menjelaskan jika fungsi Bappeda perlu kita lihat kembali, karena Bappeda memiliki peran penting. Salah satu diantaranya, mengatur alokasi anggaran dengan nuansa kesehatan. Memberikan kemampuan leadership pada jajaran Dinkes. Bagaimana bermitra dengan orang lain.

Puti (PKMK FK UGM) jurnalisme warga penting digalakkan, masyarakat menengah ke atas bisa menginformasikan kesehatan secara umum. Kita bisa juga menggunakan dokter muda caranya mereka memberikan info yang lebih akademis dengan kalimat sederhana. Contoh ini bisa disimak dari kolom Kompasiana yang tulisannya lebih edukatif ke masyarakat.

Doni, S2 MMR menyampaikan integrasi promkes melalui standing comitte dengan partner lain untuk efisiensi anggaran dan keberlanjutannya-inklusi materi kesehatan dalam pendidikan termasuk pendidikan seks (MOU dengan Kementrian Pendidikan).

Kuncoro mengungkapkan ada ketidakmampuan daerah melaksanakan kebijakan makadibutuhkan pemetaan (road map dan rundown-nya harus jelas). Maka, Dinkes-Puskesmas-sekolah harus bergerak bersama.

Dr Anung Sugiyantono, M. Kes, Kadinkes Purbalingga menyampaikan diperlukan klinik promosi dan pusat promkes di daerah. Strategi promkes diikuti anggaran lalu leadership untuk advokasi hal tersebut. Banyak aspirasi eksekutif yang disuarakan legislatif. Promotif preventif lebih murah untuk dilakukan. Dengan pendidikan masyarakat yang masih rendah, angka kuratif sangat tinggi.

Anna-Mahasiswa MMR, jika melihat konteks Dinkes gagal, alternatif untuk LSM dalam menjalankan promkes tadi. Dikhawatirkan kesinambungan ke depan jarang berlanjut karena lebih banyak mengincar anggaran. Kenapa bukan ke Surat Ketentuan Pemerintah Daerah (SKPD) saja? PHBS daerah luar Jawa menunggu anggarannya. Ketika dana sampai, mereka akan bertemu dengan lokasi yang sulit maka dana tidak akan sampai turun ke lokasi. Jadi, tidak ada hasil.

Firman, KMPK. Seharusnya ada pusat sistem informasi di Puskesmas. Mungkin bisa melibatkan satu dua masyarakat. Masyarakat (pasien) tidak akan kembali ke Puskesmas jika informasinya tidak jelas.

Dra. Retna Siwi Padmawati, MA, FK UGM. Kasus di Jogja ada dana keistimewaan, yang terjadi ialah universitas yang diminta Dinkes dan Pemprov untuk mendampingi SKPD. Ini alternatif yang lain disamping LSM, universitas terutama jika beberapa universitas memiliki road map yang menyesuaikan dengan kebutuhan daerah. Untuk Kawasan Tanpa Rokok (KTR)-universitas sudah mendampingi hingga Perda. LSM mungkin sudah berkemampuan, namun dianggap sebagai pihak yang menganggu Pemda. Universitas disini yang saya maksud bukan personal, namun pusat studinya.

Dr. Yayi, saya setuju dengan jejaring, siapa pelaku promkesnya dan mereka yang akan bahu membahu. LSM beragam, berwawasan kesehatan, bukan abal-abal. Perusahaan atau swasta yang memiliki CSR yang tidak temporer. Bagaimana kita menggandeng semuanya? Promkes lebih baik dan lebih murah.

Dr. Krisnajaya-kesehatan itu leadership melibatkan banyak pihak. Adinkes saat ini sedang membuat materi kompetensi, lalu membuat jejaring salah satu yang harus dimiliki.

Dr. Bambang S, promosi prevensi lebih baik. Hal yang kita kejar dari keduanya ialah produktivitas manusia, kebersamaan, hubungan antar amsayrakat lebih baik dalam kerangka promosi prevensi dibanding kurasi. Lembaga dan orangnya-BKKBN, tanpa lembaga kompetensi dan kemampuan ini akan sulit dilakukan (Gerakan nasional Keluarga Bencana Daerah misalnya). Pernyataan bersama dan audiensi dengan pejabat terkait.

Konklusi: Bambang proporsional-LSM dan kerjasama dengan dinas lain.

Prof. Laksono, sebaiknya dana untuk BPJS sekitar 19,6 Trilyun dialokasikan juga untuk upaya promosi prevensi. Kewirausahaan di bidang promkes, jadi promkes yang digerakkan swasta bisa bebas politik, militan dan agresif.

Doni, mahasiswa-NTT lembaga internasional 29 dan lokal 45 sulit untuk diajak bekerjasamakarena masing-masing LSM memiliki value yang berbeda. LSM lokal banyak yang model siluman-jika ada dana muncul tapi jika tidak, maka hilang.

Agus Rahmadi-MMR. Melihat Kementrian Pekerjaan Umum (PU) mengkontrakkan beberapa proyeknya melalui outsourcing. Jadi, jika ingin melibatkan LSM harus ada kriterianya. Leader dari upaya ini kalau bisa dari pendidikan. Kemudian, melalui organisasi profesi-usulan kuat dan mendukung.

Anung, BPJS memiliki kepentingan berpromosi-AKI turun sehingga anggarannya turun. Strategi prmosi seperti apa? Anggaran di luar BPJS akan di-cover darimana? Saat ini merupakan momen yang bagus untuk membuat bagaimana sistem promosinya.

Sitti Zaenab, M. Kes, organisasi keagamaan misalnya NU dan Muhammadiyah (Ormas) bisa digandeng untuk masuk ke promkes. Mungkin, bisa diambil sekian persen dari anggaran untuk dana promkes ini.

Sasongko, penyamaan persepsi upaya kesehatan promosi prevensi mana wadahnya? Kalau tidak ada lembaga, untuk lobi sulit.

Dr. Bambang: silahkan telpon dr. Fahmi Idris dan silahkan mencari informasi promosi prevensi sudah seberapa jauh di BPJS? Tolong sampaikan jika ada masukan dari Jogja. Bagaimana kita memadukan SDM, gagasan, dana, dan kelompok masyarakat? Salah satunya melalui asosiasi yang terkait kesehatan, visinya harus sama. Upaya kesehatan yang strategis harus dikelola dengan kuat, untuk menghadapi kelompok dunia usaha.

Dr. Bambang: hasil pertemuan, akan dibawa ke Kemkes.

Catatan lain: dari Doni-mahasiswa MMR. Kesehatan reproduksi selalu mendapat tentangan di Dinas kebudayaan. Faktanya aborsi dan kematian ibu masih menjadi ancaman di kalangan anak muda.

DISKUSI LINTAS ILMU : STUDI KASUS PUTUSAN MA TERHADAP KASUS DOKTER SPESIALIS

Magister Manajemen Rumah Sakit dan
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan

Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta

menyelenggarakan

DISKUSI LINTAS ILMU :
STUDI KASUS PUTUSAN MA TERHADAP KASUS DOKTER SPESIALIS

Selasa, 17 Desember 2013
Pukul 12.00 – 15.00 WIB

  Pengantar

Kasus beberapa dokter spesialis yang ditahan di Manado memiliki beberapa hal penting yang perlu dicermati, antara lain :

  1. Sebuah Putusan Pengadilan yang menjadi perhatian luas masyarakat karena dianggap jauh dari rasa keadilan;
  2. Sebuah Putusan Pengadilan yang mengundang perdebatan di kalangan hukum; dan
  3. Sebuah Putusan pengadilan yang penting dijadikan pegangan, sehingga mempunyai nilai tinggi bagi dosen, mahasiswa, dan masyarakat untuk belajar dari kasus ini.

Berdasarkan permasalahan tersebut, Magister Manajemen Rumah Sakit bekerjasama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM bermaksud untuk mengangkat sebuah diskusi yang melibatkan kalangan dari lintas ilmu. Kasus tersebut menarik untuk dibahas secara akademik melalui pendekatan diskusi kasus. Dalam diskusi ini, pembahasan akan dilakukan secara lintas disiplin dengan narasumber adalah mahasiswa S2 Hukum Kesehatan Universitas Gadjah Mada dan dibahas oleh beberapa pakar sector kesehatan dan hukum.

Mengapa perlu pembahasan secara lintas disiplin? Sebagaimana diketahui, status ketiga dokter tersebut adalah mahasiswa didik Program Dokter Spesialis FK Universitas Sam Ratulangi. Dalam hal ini ada beberapa hal menarik yang perlu dibahas yaitu :

  1. Mengapa kasus ini fokus pada 3 orang dokter yang pada saat kejadian berlangsung masih berstatus Residen?;
  2. Siapa dan dimana dokter penanggungjawab Siswa yang saat ini disebut sebagai dokter penanggungjawab pasien?
  3. Bagaimana peran dokter spesialis lain yang terlibat dalam kegiatan pelayanan tersebut?
  4. Bagaimana peran manajemen rumah sakit tempat kejadian berlangsung?
  5. Bagaimana peran fakultas kedokteran sebagai lembaga dokter tersebut bernaung?

Terkait dengan hal tersebut maka ada diperlukan bedah kasus mengenai posisi residen dalam pelayanan kesehatan, serta bedah kasus dalam hal lainnya.

 

  Maksud dan Tujuan Diskusi

Berdasarkan latar belakang tersebut, maksud dan tujuan dari diskusi kasus ini adalah:

  1. Membedah kasus di Manado tersebut secara akademik dalam perspektif hukum;
  2. Mempelajari konteks kasus dalam perkembangan manajemen RS pendidikan dan mekanisme pendidikan calon dokter spesialis/residen di fakultas kedokteran;
  3. Mengkaji keselarasan mekanisme pendidikan calon dokter spesialis dengan UU Praktek Kedokteran dan UU Pendidikan Kedokteran;

Rekomendasi akhir dari pertemuan ini dapat dipergunakan sebagai bahan masukan untuk perbaikan sistem manajemen rumah sakit pendidikan dan pendidikan residen di Indonesia.

 

  Agenda

Ruang Theater Perpustakaan FK UGM lt. 2. Yogyakarta

Waktu

Kegiatan

Pembicara/Penanggungjawab

12.00 – 12.30

Registrasi Peserta dan makan siang

 

12.30 – 13.15

Uraian Kasus : Perspektif dari Segi Hukum

Mahasiswa S2 Fakultas Hukum UGM

13.15 -15.00

Pembahasan  dari berbagai disiplin ilmu

 

 

Diskusi

Prof. Dr. dr. Herkuntato, Sp.F, SH, LL.M – Ketua Komite Keselamatan Pasien

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D – PKMK FK UGM

Supriyadi, SH, M.Hum – Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum UGM

dr. Nurdadi Saleh, SpOG - POGI

15.00 -15.30

Kesimpulan dan Penutup

 

 

  Peserta

Peserta yang diharapkan hadir adalah:

  1. jajaran Direksi RS, Ketua Program Studi Dokter Spesialis, dan Bagian Hukum RS Pendidikan di sekitar DIY;
  2. RS Mitra A dan B Project Sister Hospital di NTT (via streaming terbatas)
  3. Dosen Fakultas Hukum dan Fakultas Kedokteran
  4. Ikatan Profesi
  5. Mahasiswa Pascasarjana Manajemen Rumah Sakit dan Manajemen Pelayanan Kesehatan
  6. Peserta Pendidikan Residensi
  7. Konsultan Hukum
  8. Asosiasi Pendidikan Kedokteran
  9. Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan
  10. Badan Pengawas dan Dewan Pengawas Rumah Sakit

 

Tidak dipungut biaya, namun peserta yang mengikuti mohon melakukan pendaftaran terlebih dahulu melalui :

Hernie Setyowati (Menik) /Angelina Yusridar/Hendriana Anggi

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Gedung IKM Lt. 2, Fakultas Kedokteran UGM
Jl. Farmako, Sekip Utara, Yogyakarta 55281
Ph. /Fax : +62274-551408 (hunting)
Mobile : +62818269560 / +628111498442 /081227938882
Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. / This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. / This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Web : www.kebijakankesehatanindonesia.net

 

Workshop Pengajaran IKM di Pendidikan Kedokteran

Pada hari pertama (11/12/2013) acara dibuka oleh tuan rumah Chulalongkorn Medical School. Silahkan klik paper pembukaan dari:

Dr. Pak - Regional Strategic framework for strengthening teaching of pubic health in undergraduate

Dr. Kumara - Current Public Health Challenges

Setelah itu, para peserta melaporkan kemajuan dari negaranya masing-masing. Wakil Indonesia adalah Dr. Trevino Pakasi, Ph.D dari FK UI, Ketua Regional III PDKKIKM Indonesia. Dr. Pakasi mempresentasikan mengenai apa yang dikerjakan oleh FK-FK Indonesia setelah pertemuan di Bangkok tahun 2009. Memang selama 4 tahun setelah pertemuan di Bangkok, belum banyak yang terjadi karena kendala komunikasi. Silahkan  untuk menyimak papernya.

Pada hari kedua, forum membahas berbagai inovasi pengembangan kurikulum IKM termasuk pengembangan aspek sistem kesehatan dan kebijakan didalamnya. Prof. Laksono Trisnantoro memaparkan pengalaman 10 tahun FK UGM dalam memberikan pengajaran IKM dan memasukkan unsur Ilmu-ilmu yang interdisiplin ke dalam pendidikan mahasiswa kedokteran. Silahkan  untuk menyimak laporannya.

Pada hari kedua dibahas sesi yang menarik mengenai Transformative Public Health Teaching in Undergraduate Medical Schools oleh Prof. Thomas V.Chacko. Prof. Thomas merupakan Secretary General South East Asean Regional Association for Medical Education. Berikut ini beberapa poin penting yang disampaikan Prof. Thomas:

Pertama, reformasi ketiga membahas mengenai perspektif sistem kesehatan. Calon dokter perlu dididik dalam konteks sistem kesehatan. Maka, leadership dalam kurikulum mutlak dibutuhkan.

Kedua, perlu ada Interprofessionnal Education

Ketiga, terkait masalah Dosen IKM. Dosen IKM perlu dibekali dengan ketrampilan mengajar yang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Sebaiknya ada kewajiban bagi dosen IKM untuk selalu mendapat pelatihan terus menerus mengenai pengajaran IKM di medical education. Bagaimana caranya? Perlu dilakukan dengan berbagai cara.

Keempat, bagaimana caranya agar para dosen IKM di FK terlibat dalam perencanaan, monitoring, dan evaluasi program-program kesehatan masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah. Silahkan  

Hari ketiga:

Di hari ke 3 ini ada topik menarik mengenai peran Konsil Kedokteran dalam pengajaran IKM di pendidikan kedokteran. Judulnya adalah Peran Konsil Kedokteran dalam Pendidikan Kesehatan Masyarakat di Pendidikan Kedokteran oleh Somsek Lolekha MD PhD, President, Medical Council of Thailand.

Dalam pemaparan Somsek menyebutkan tugas Konsil antara lain untuk licensing penetapan academic standard dan certify the diplomate in board if medical specialty and sub-specialty. Dalam penetapan kompetensi ini, PH merupakan ilmu kunci yang perlu diberikan kepada mahasiswa kedokteran. Kompetensi di Thailand mencakup mulai dari ilmu kesehatan masyarakat yang klasik seperti epidemiologi, sampai ke sistem kesehatan Thailand dan ekonomi kesehatan serta ekonomi klinis. Dalam paparan mengenai kerjasama internasional menghadapi pasar Asia yang semakin terbuka, direncanakan ada pembagian tugas dimana untuk masalah kompetensi ini akan dikembangkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Di samping itu dianjurkan juga untuk mengembangkan penggunaan e-learning dan e-teaching. Silahkan 

Acara dilanjutkan dengan diskusi menarik mengenai Rekomendasi Global untuk pendidikan kedokteran yang disampaikan oleh Erica Wheeler dari WHO Geneva. Silahkan simak diskusi tersebut dengan  


 

Refleksi kegiatan ini untuk Indonesia. Setelah penutupan acara, ada beberapa hal yang perlu dicermati untuk Indonesia:

  1. Pengajaran IKM di pendidikan kedokteran merupakan gerakan yang harus dipantau di level SEARO dan di level negara;
  2. FK-FK Indonesia yang hadir di Bangkok (UI, UGM, Unair, Unsri, Unpad) perlu mengembangkan kegiatan sebagai follow-up pertemuan ini. Badan Koordinasi IKM dan IKP diharapkan dapat menjadi lembaga yang mampu mengembangkannya.
  3. Disepakati bahwa pertemuan internasional yang dikoordinir WHO akan dilakukan dua tahun lagi untuk mengetahui progress kemajuan peningkatan pengajaran IKM di pendidikan kedokteran. Kemudian, negara-negara anggota diminta untuk menyiapkan diri.

 

 

Berbagai Isu Strategis Dalam Sistem Kesehatan di Kabupaten Dalam Era BPJS

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK)
bekerjasama dengan

Magister Kebijakan dan Manajemen Kesehatan dan MMR
Prodi S2 IKM FK UGM

Menyelenggarakan diskusi mengenai:

Berbagai Isu Strategis Dalam Sistem Kesehatan
di Kabupaten 
Dalam Era BPJS

Ruang R. 301 IKM FK UGM, Yogyakarta
Jumat, 20 Desember 2013
Disiarkan melalui streaming di berbagai website di PKMK FKUGM

 

  Pengantar

Berbagai isu strategis saat ini muncul di Indonesia terkait dengan system kesehatan, terutama menjelang era Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN). Beberapa hal yang masih mendapatkan kendala adalah upaya promosi dan prevensi di era BPJS dan bagaimana peran dinas kesehatan kabupaten/kota dan propinsi dalam menghadapi SJSN.

Dalam rangka mendiskusikan isu – isu tersebut, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan bekerjasama dengan Minat KMPK dan MMR FK UGM bermaksud menyelenggarakan Diskusi Satu Hari dalam membedah Isu – Isu Strategis dalam Sistem Kesehatan di Kabupaten dalam Era BPJS.

 

  Agenda

Ruang R. 301 IKM FK UGM Yogyakarta

Waktu

Keterangan

Pembicara

08.00 – 08.30

Registrasi

 

TOPIK : Upaya Promosi dan Prevensi di Era BPJS

08.30 – 09.00

Pengantar : Situasi Upaya Pencegahan dan Promosi saat ini dan Kemungkinannya di Era BPJS

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D

09.00 – 11.00

SESI DISKUSI:

Penyusunan Rencana Strategis untuk Program Pencegahan dan Promosi

Dr. Bambang Sulistomo, MPH – Penasehat Khusus Menteri Kesehatan RI

   Deklarasi Jakarta 2013

Pembahasan oleh :

  1. Dr. dr. Yayi Suryo Probandari, M.Si. Ph.D
  2. Dr. Krishnajaya, MS

11.00 – 13.30

ISHOMA

 

TOPIK : Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Propinsi dalam Era BPJS

13.00 – 13.30

Pengantar Diskusi

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D

13.30 – 16.00

SESI DISKUSI:

Peranan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Propinsi dalam Era BPJS dan Hubungan Antara Dinas Kesehatan dan RSD dan RS Swasta

Metode : Round table discussion

Pembahasan oleh :

dr. Anung Sugihantono, M.Kes - Kadinkes Jateng

Dr. Ronny Rukmito, M.Kes - Kadinkes Kabupaten Klaten

Dr. Krishnajaya, MS - Ketua ADINKES

Dr. Kuntjoro, M.Kes – Ketua ARSADA

 

  Peserta

Peserta yang diharapkan hadir adalah:

  1. Dosen dan pengelola KMPK
  2. Dosen dan pengelola Minat Studi Promkes
  3. Dosen dan pengelola MMR
  4. Mahasiswa S2 IKM
  5. Konsultan / Peneliti PKMK

 

Tidak dipungut biaya, namun peserta yang mengikuti mohon melakukan pendaftaran terlebih dahulu melalui :

Ratna Sary /Hendriana Anggi
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Gedung IKM Lt. 2, Fakultas Kedokteran UGM
Jl. Farmako, Sekip Utara, Yogyakarta 55281
Ph. /Fax : +62274-542900 (hunting)
Mobile : +628164261996/ +628122793882
Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. / This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Web: www.kebijakankesehatanindonesia.net 

 

Materi Presentasi Workshop Standar Pelayanan Kedokteran

Refleksi untuk Indonesia

refleksiTujuan antara CHPESAA dan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) memang serupa, namun banyak perbedaannya. Pada pertemuan pertama tahun 2010, JKKI didirikan atas inisiatif beberapa perguruan tinggi yang dimotori oleh UGM. Pertemuan tahunan dilakukan hingga yang terakhir terjadi pada September 2013 di Kupang, NTT. Pendirian ini memang tidak berdasarkan proyek.

Perbedaan lain yaitu CHEPSAA menitik beratkan pada penyelenggara pendidikan pascasarjana di bidang kebijakan dan sistem kesehatan. Salah satu fokusnya ialah penguatan kurikulum pendidikan. Sementara, JKKI belum memiliki tujuan serupa.

Hal yang mirip ialah langkah awal berupa penilaian diri. CHEPSAA dimulai dengan langkah awal berupa penilaian kapasitas diri. JKKI akan mendapat dukungan dana dari AusAid secara formal pada 2014 di Indonesia. Hasil penilaian awal ini akan dilakukan pada Desember 2013. Harapannya, akan ada laporan dari tim konsultan yang dikontrak AusAid untuk kegiatan ini.

Lalu, berikut ini daftar beberapa hal penting yang perlu dikembangkan di Indonesia:

  1. Penggunaan prinsip Open dalam materi-materi yang dihasilkan oleh Konsorsium ini.
    Prinsip Open memang bertentangan dengan asas monopoli maupun penguasaan atas karya ilmiah. Dengan sistem Open yang berdasarkan kerangka lisensi berbagai produk pengembangan ditawarkan kepada pihak lain dengan berbagai persyaratan. Hal ini yang bekum banyak dilakukan di Indonesia karena pemahaman mengenai hal ini juga belum banyak. Bagian dari hasil kunjungan ini mengenai sistem Open menjadi pembelajaran penting.
     
  2. Pengembangan Emerging Leaders.
    Poin lain yang tak kalah penting yaitu pengembangan para peneliti muda dalam program Emerging Leaders. Dalam konteks penelitian kebijakan, perlu dilakukan kegiatan untuk melatih para peneliti muda. Pengalaman di Afrika menunjukkan perlunya pengembangan peneliti muda secara berkesinambungan.
     
  3. Ketrampilan Personal.
    Penelitian kebijakan harus memiliki ketrampilan personal untuk berkomunikasi secara formal dan informal. Hal ini dibutuhkan sejak awal penulisan proposal, memperoleh dukungan dana, saat penelitian, saat laporan dan advokasi hasil penelitian. Ketrampilan-ketrampilan ini tidak mudah diperoleh karena situasi di masing-masing negara berbeda. Atau yang biasa disebut unsur 'seni'.

Demikian beberapa refleksi yang dapat ditarik dari kunjungan ke Afrika Selatan (LT).