Notulensi Hari Kedua

Hari Kedua

Sesi 1. Prof. Ahmad Sulaiman dari DIKTI menyampaikan apa yang bisa dilakukan DIKTI dalam penelitian kebijakan medik dan kesehatan?. Situasi terkini seperti misalnya muncul kebijakan dokter boleh meresepkan jamu mengingat perkembangan modern saat ini. Hal ini turut melestarikan warisan leluhur dalam hal hak paten. Tentunya, kebijakan baru harus mendapat dukungan yang kuat. Skema penelitian strategi nasional salah satunya merangkum isu kesehatan misalnya kematian di sektor KIA melalui Riskesdas 2007-2010, teknik biologi molekuler, ketergantungan bahan impor, tingginya prevelansi penyakit menular dan lain-lain.

Sementara itu, UU 20 tahun 2003 menyatakan kewajiban perguruan tinggi (PT) melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Disusul UU 12 Tahun 2012 tentang PT yang kewajiban penelitian di PT diarahkan pada perkembangan iptek, pengembangan masyarakat dan daya saing bangsa, dseminas HKI nasional dan internasional.

Penelitian multi center yang dibahas JKKI ini harus masuk ke rencana induk penelitian (RIP) kemudian diturunkan menjadi rencana arah. Penelitian multi center bisa didaftarkan dalam kategori penelitian desentralisasi (misal penelitian unggulan PT) dan sentralisasi yaitu penelitian unggulan strategis nasional dengan dana 1 Milyar/tahun. Dua jenis ini bisa menjadi pilihan universitas dalam memperoleh hibah. Sementara memang DIKTI bertugas memfasilitasi dan mendorong dosen dan LPPM yang dampaknya harus menyangkut kesejahteraan rakyat.

Felix Salim, Rektor Universitas Maranatha menggarisbawahi, selama ini yang terjadi yaitu titik lemahnya ada pada komunikasi. Ia mengajukan saran, mohon DP2M lebih banyak memberikan arahan pada PT kemana harus mengarahkan proposal penelitian. Prof Ahmad menjelaskan, proposal harus dibuat sesuai dengan panduan yang diajukan DIKTI. Proposal harus mencantumkan roadmap dan rekomendasi dari pembimbing. Riset kebijakan mengundang reviewer eksternal yang menilai pelaksanaannya.

Debbie dari AusAid mempertanyakan pertama, apakah reviewer disosialisasikan ke universitas? Kedua, apakah mungkin universitas menyusun proposal bersama?. Prof. Ahmad, reviewer tidak akan disosialisasikan ke universitas karena untuk mengurangi intervensi pihak lain. Proposal ke DIKTI hanya bisa diajukan oleh masing-masing universitas, jadi tidak mungkin seluruh universitas mengajukannya bersama. Jadi penelitian multi center ini kecil kemungkinannya untuk dapat didanai DIKTI.

Misi Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) ini untuk mengorganisir forum kebijakan kesehatan-medik, memperkuat kemampuan member untuk multi center research dan monitoring, memproduksi policy brief, jaringan KKI ini akan melahirkan profesor baru di tiap universitas yang ahli di bidang riset kebijakan. JKKI ini diharapkan sustainable dan harus independen. Apakah rumusnya mampu untuk berkembang? Jaringan ini fluid dan bisa perorangan, disusun untuk lembaga dan perorangan.

Sesi 2 Kemungkinan sumber dana penelitian Mandiri (universitas), BPJS/OJK, Kemenkes-Balitbangkes, badan penelitian asing. Pembicara dalam sesi ini yaitu Dr. dr Trihono (Kepala Balitbangkes), Ria Arief (Manajer Proyek Penguatan Sistem Kesehatan), Staf Edukatif FK Undip, FK UMJ.

AusAid mendorong tumbuhnya peran universitas dalam mmberi masukan pada pemangku kebijakan (penting). Komponen yang mendasari AusAid bersedia menjadi mitra PT yaitu : pentingnya evidence based data, penguatan dinkes provinsi dan kabupaten, penguatan puskesmas poskesdes, penguatan poltekes dan prodi kabupaten, dan penguatan institut riset.

FK Undip membagi pengalamannya dalam hal penelitian. Undip memiliki UPK unit yang mengkoordinasikan penelitian di tingkat universitas. Demi mewujudkan banyak peneltian yang diinisaisinya, UPK melakukan beberapa upaya antara lain : penguatan jaringan informasi, pendekatan lembaga donor dan terbuka untuk siapa saja.

Sementara, hal yang berbeda dialami FK UMJ yang masih mengalami hambatan yaitu dosen masih dituntut untuk mengajar full, track record penelitian masih rendah serta penyandang dana melihat nama besar institusi peneliti. Dengan bergabungnya FK UMJ ke dalam JKKI ini diharapkan bisa meningkatkan penelitian di lingkungan universitas.

Setelah diskusi diketahui bahwa sebagain besar FK dan FKM di Indonesia tengah menyusun roadmap penelitian kebijakan. Maka kemudian disepakati, masing-masing peserta workshop ini mengirimkan perwakilannya untuk ikut menyusun proposal pendanaan penelitian untuk mengawal BPJS. Telah tercatat sebanyak 20 orang yang akan terlibat secara aktif. Batas waktu penyusunan proposal (call for paper) 13 Juni hingga 30 Juni 2013. Kemudian, paper tersebut akan dipresentasikan di KONAS IAKMI Kupang pada 4 September 2013 mendatang. Bagaimana topik-topiknya dalam diskusi di website Pembiayaan kesehatan? Bisa konsultasi ke senior yang lebih ahli, penanggung jawab dari UGM untuk hal ini ialah Muh. Faozi Kurnaiawan dan Mustakim. Diskusi melalui website akan mulai aktif Kamis, 13 Juni 2013.

Kesimpulan yang dapat diambil dari workshop ini diantaranya jaringan bisa beragam, sementara akses/BPJS bagian dari jaringan besar ini.

 

 

Notulensi Workshop Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik

Workshop Penelitian Kebijakan Kesehatan
dan Kebijakan Medik

11 Juni 2013

Hari Pertama

Workshop Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik berlangsung pada Selasa dan Rabu (11-12/6/2013) di Ruang Senat FK UGM, Yogyakarta. Sekitar empat puluh dekan (dan atau perwakilannya) FK dan FKM dari 17 Universitas hadir dalam acara ini. Penelitian kebijakan kesehatan saat ini semakin berkembang dan dilaksanakan oleh universitas. Dalam konteks penelitian kebijakan kesehatan ada pertanyaan menarik mengenai hubungannya dengan penelitian kebijakan medik. Dalam hal ini memang kebijakan medik merupakan bagian dari kebijakan kesehatan. Pertanyaan ini semakin menarik dengan adanya pemikiran apakah penelitian kebijakan dilakukan oleh unit di Fakultas Kesehatan Masyarakat, ataukah di Fakultas Kedokteran, ataukah kedua-duanya atau bekerjasama. Untuk membahas visi pengembangan penelitian kebijakan kesehatan dan kebijakan medik diperlukan workshop yang mempertemukan peneliti kebijakan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Kedokteran.

Tujuan acara ini untuk pertama, membahas situasi terakhir lembaga penelitian di FKM dan FK yang tertarik pada kebijakan kesehatan dan kebijakan medik serta masa depannya. Kedua, membahas hubungan dan sinergi antara lembaga penelitian kebijakan kesehatan di FK dan FKM. Ketiga, membahas topik penelitian kebijakan di BPJS dan MDG 5 yang membutuhkan kolaborasi FK dan FKM.

Pengantar yang membuka acara ini disampaikan oleh Prof. Laksono Trisnantoro. Penelitian yang termasuk dalam kebijakan medik diantaranya : mutu klinik, residen, RUU Kedokteran dan sebagainya. Topik yang menyatukan FK dan FKM yaitu kebijakan mengurangi kematian KIA, BPJS. Fungsi lembaga pendidikan disini untuk memonitor dan mengawasi. Harapan dengan terselenggarakannya acara ini yaitu untuk membuat diskusi kelompok FK dan FKM dalam mengawal BPJS. Acara ini dibuka secara resmi oleh Dekan FK UGM, Dr. dr Teguh Aryandono.

Sesi 1 Rencana Penelitian Multi Center tentang BPJS.

11-dumdr. Dumilah Ayuningtyas

Sesi ini disampaikan oleh Dr. dr. Dumilah Ayuningtyas. MARS (FK UI), penelitian multi center harus melibatkan mahasiswa S1, S2 dan peneliti. Saat ini, FK dan FKM masih berjalan sendiri-sendiri. Peran Dekan yang akan menentukan sejauh mana kedua fakultas ini bisa bekerjasama.

Diskusi dibuka dengan pernyataan dari Prof. Narto yaitu kebijakan medik dilakukan dengan mengumpulkan bukti ilmiah. Jadi harus jelas mana yang level primer, sekunder dan tersier. Presentasi kebijakan medik merupakan bingkai menyeluruh untuk FK dan FKM. Aspek lain yang terkait yaitu hukum kesehatan dan bioethic yang merupakan rumpun ilmu kesehatan yang mengintegrasikan FK, FKM, FKG dan Farmasi. Hearing the system of medivine and health, buku yang disarankan oleh Prof Narto untuk lebih mengenal mengenai tema ini.

Prof. Laksono menambahkan tujuan lain yang harus dicapai para dekan dalam acara dua hari ini yaitu sustainability jaringan dan berdikari, memperkuat perguruan tinggi untuk menjadi independen. Tidak boleh terlalu jauh dan terlalu dekat dengan lembaga kesehatan pemerintah. Kemudian, langkah yang harus diambil yaitu advokasi agar perguruan tinggi (PT) dihargai di daerah dan pusat. Setiap program, 5-10 persen untuk monev dari pihak independen.

Dr. Dumilah menambahkan akademisi perlu meningkatkan kewaspadaan mengawal kesehatan karena merupakan fundamental human rights. Sangat mungkin untuk dipolitisasi, ungkap Charles Gray. Umumnya menjelang general election ; kesehatan sebagai janji politik. Selain itu, masih terjadi disparitas kemampuan manajerial dan kemampuan sistem informasi yang berbeda saat pelaksaan BPJS di tingkat daerah. Hal ini masih menjadi pekerjaan rumah para akademisi. Kemudian, hal lain yang harus ditandai yaitu akademisi harus mengetahui seberapa penting untuk tahu rasio alat kesehatan dan population based, political will, dibutuhkan pula komitmen Pemda untuk mendukung ini.

Sesi 2 Diskusi Mengenai Situasi Unit Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik di FK dan FKM.

Pembicara dalam sesi ini dari Universitas Padjajaran dan Universitas Mulawarman (Unmul). FK Unpad telah melakukan advokasi di bidang kesehatan di daerah Kuningan Indramayu Majakengka (Avian Influenza). FK Unpad sendiri ''berkewajiban" mengawasi pelayanan kesehatan pada populasi yang cukup besar, yaitu 46 juta jiwa (seluruh Jabar). Sementara, FK Unmul telah memiliki kelompok riset kebijakan dan medis yang terdiri atas FK-FKM dan Farmasi. Lalu, kelompok yang tidak berkaitan langsung dengan health policy : F Pertanian, F Perikanan. Tim Unmul terbagi atas Konsultan, Riset dan Konsultan dan Riset. Riset terdiri atas Kesmas, Kedokteran Dasar, Kedokteran Klinis dan Konsultan terbagi dua, yaitu Kesmas dan Klinis.

Diskusi dimulai dengan pemaparan dari FK Maranatha yang selama ini masih kesulitan mencari donor dana. Kemudian, FK Unpad menyarankan agar pihak FK Maranatha semakin meningkatkan kemampuan menyusun proposal misalnya. Prof Laksono menutup sesi ini dengan tiga pertanyaan berikut :

  1. Apakah sudah ada unit legal untuk penelitian?
  2. Siapa anggota dan keahliannya? FK dan FKM?
  3. Siapa leader utamanya?

Beberapa saat kemudian diperoleh hasil bahwa masing-masing FK dan FKM yang menjadi peserta workshop mampu menjawab pertanyaan di atas dan memiliki SDM yang cukup untuk melakukan beragam penelitian seputar kesehatan. Mohon masalah ini dibicarakan betul, tutup Prof Laksono.

Sesi 3 BPJS sebagai titik singgung kebijakan medik dan kesehatan dalam penelitian monitoring dan evaluasi yang independen.

sesi3Diskusi BPJS sebagai titik singgung kebijakan medik dan kesehatan dalam penelitian monitoring dan evaluasi yang independen

Sesi ini disampaikan oleh empat pembicara diantaranya : Dr. Nimas Ratna Sudewi (Kepala Group Penelitian dan Pengembangan PT Askes Indonesia), Indra Rizon, m. Kes (Kabag TU P2JK Kemenkes RI), Ir Sumarjono, MSc (Dir. Pengawasan Khusus dan Penyelidikan Industri Keuangan Non Bank) dan Ir. Ikhsanudin (Dir. Pengawasan Lembaga Keuangan dan lainnya, Otoritas Jasa Keuangan dan Kementrian Keuangan). Sementara, moderator sesi ini yaitu Dr. dr Deni K Sunaya DES.

Kaitan pengawasan BPJS dengan universitas belum diatur oleh UU. Namun, pihak yang jelas menjadi pengawas BPJS ini yaitu BPK dan Otoritas Jasa Keuangan. Filipina sudah menaruh universitas sebagai evaluator melalui amandemen UU enam tahun lalu (social health insurance). Saat ini, akademisi di Indonesia belum terlibat dalam pengawasan BPJS. Kemudian, Ratna menyampaikan, Askes sendiri memiliki beberapa outcome yang ingin dicapai terkait pelayanan yang dilakukannya selama ini. Outcome tersebut diantaranya pertama, mampu melayani peserta askes masyarakat miskin dan tidak sehat. Kedua, Askes mampu membantu masyarakat memenuhi kesehatannya. Ketiga, mencegah kalangan menengah untuk tidak jatuh miskin. Pendanaannya sendiri berasal dari dana dari pemerintah dan dari masyarakat mampu.

Indra dari P2JK menyampaikan tupoksi P2JK: sejak awal tidak mengawasi Jamkesmas. Jadi itu merupakan sistem yang baru dikembangkan, semacam penataan jaminan kesehatan dikembangkan. Dalam pengawasan BPJS nantinya, hal-hal yang harus terjawab antara lain, Apa? Bagaimana? berapa yang disediakan? cara membiayai efektifikah?. Kemenkes dan BPJS juga melakukan monev, Dinkes provinsi, kabupaten dan kota. Kegiatan pendanaan mencakup pengajuan klaim, pembayaran klaim, pemanfaatan dana pelayanan dan audit coding. Sementara bagian administrasi dan manajemen yang diawasi P2JK yaitu pelaporan yang tepat waktu, peran stakeholders, SDM dan bagaimana peningkatan kapasitas serta tranparansi-akuntabilitas.

Ihsan menyampaikan Konsep Pengawasan BPJS oleh OJK. Dewan pengawas dan SPU-pengawas internal. Sementara, DJSN, lembaga pengawas yang independen-pengawas eksternal. Kemudian, Sumarjono sebagai salah satu pihak yang ikut mengawasi berlangsungnya BPJS mengungkapkan kegunaan dana jaminan yaitu membayar manfaat (biaya operasional BPJS). Bagian yang memiliki resiko terbesar itu yang diawasi mendalam. Bagian lain yang juga diawasi yaitu desain dari produk, penetapan iuran dan evaluasi.

Kesimpulan OJK juga memiliki deputi perlindungan konsumen, maka OJK juga akan mengawasi mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan BPJS. Dana independen bisa diraih peneliti dari FK dan FKM melalui pihak ketiga agar bisa transparan (lembaga donor), misalnya AusAid, USAID, BPJS, dan lain-lain.

Sesi 4 Rencana Pengembangan Yayasan dan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia.

sesi4Rencana Pengembangan Yayasan dan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia.

Sesi ini disampaikan oleh Prof Suratman, Ketua LPPM UGM. Prof Suratman memaparkan mengenai Optimalisasi Penelitian Unggulan UGM. Selama ini ada tiga hal yang dilakukan mahasiswa dan dosen di UGM yaitu pengabdian pada masyarakat, penelitian serta publikasi, database dokumentasi. LPPM bertindak sebagai fasilitator dalam hal ini. LPPM memfasilitasi penelitian dalam banyak hal. Misalnya penelitian Dosen Muda, Pengelolaan dan Penjaminan Mutu, Fasilitasi Forum Diskusi Interdisiplin, Pelatihan dan Sosialisasi, Pengembangan Jejaring Penelitian. Sementara, tema didukung oleh tim dosen, tim dosen melibatkan mahasiswa bimbingan, bantuan pendanaan penelitian, output penelitian selain skripsi, tesis, disertasi, publikasi (jurnal nasional dan internasional). Penelitian di UGM memiliki syarat salah satunya bersifat high impact research misalnya di sektor kesehatan, penyakit tropis dan obat.

Diskusi : Riset bersama untuk mengawal BPJS, apakah mungkin ada dana seragam untuk satu topik? Namun, dana turun dari bermacam universitas. Kemungkinan ini bisa diwujudkan jika ada kerjasama antar universitas. Publikasi penelitian di media massa memerlukan desain komunikasi yang diubah, sesuai dengan level masyarakatnya.

Video acara dan materi presentasi bisa Anda simak melalui link berikut 

 

Deklarasi Rumah Sakit Badan Nirlaba untuk Menyehatkan Masyarakat

Pada hari Jumat, 31 Mei 2013 di Hotel Santika dilakukan Deklarasi RS Badan Nirlaba yang dilanjutkan dengan seminar dan Munas 1 Asosiasi Rumah sakit Badan Nirlaba Indonesia atau disingkat ARSANI.
Asosiasi ini merupakan perhimpunan rumah sakit swasta publik yang berbentuk badan hukum Yayasan atau Perkumpulan. Dalam Munas 1 ini telah terpilih Dr. Natsir Nugroho MKes, SPOG sebagai Ketua.

berikut adalah Deklarasi rumahsakit badan nirlaba untuk menyehatkan masyarakat :

Kami, rumah sakit badan nirlaba Indonesia bertekad untuk ikutserta dalam pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia secara holistik, untuk mewujudkan pemerataan dan peningkatan derajat kesehatan serta kesejahteraan masyarakat secara adil di seluruh Indonesia.

Kami memahami bahwa mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau merupakan hak azasi manusia yang harus terus menerus diupayakan pemenuhan dan ditingkatkan mutu pelayanannya sesuai kemajuan pengetahuan dan tehnologi kesehatan.

Untuk itu, seluruh rumah sakit badan nirlaba di Indonesia menyatakan bahwa :

  1. Forum Rumah sakit badan nirlaba akan terus berupaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien rumah sakit sesuai dengan kemajuan pengetahuan dan tehnologi kesehatan.
  2. Forum Rumah sakit badan nirlaba mendukung kebijakan kesehatan yang berpihak pada masyarakat banyak tanpa membedakan suku, agama, golongan dan sosial ekonomi namun tetap memperhatikan kepentingan penyelenggara pelayanan kesehatan.
  3. Forum Rumah sakit badan nirlaba akan menggunakan kembali semua hasil kegiatan usaha untuk upaya-upaya peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan di Indonesia.

Deklarasi ini kami nyatakan sebagai bentuk komitment dan kepedulian Forum rumah sakit badan nirlaba di Indonesia untuk pembangunan dan perwujudan derajat kesehatan masyarakat Indonesia yang holistik dan mandiri.

Menimbang hal-hal tersebut diatas, maka kami bersepakat untuk membentuk Asosiasi Rumah Sakit Badan Nirlaba di Indonesia ( ARSANI ).

Melibatkan pelayanan kesehatan swasta untuk pencapaian Universal Health Coverage

Hong Kong, 27 Mei 2013

Hong Kong, 27 Mei 2013Pidato pembukaan dilakukan oleh Dekan Chinese University Faculty of Medicine dan Kepala Kesehatan dan Makanan Hongkong. Pejabat Kepala Kesehatan dan Makanan Hongkong menyatakan bahwa segmentasi di pelayanan kesehatan terjadi sebagai safety net untuk mereka yang miskin dan memberikan pelayanan saling meguntungkan kepada masyarakat menengah ke atas. Oleh karena itu ada banyak tantangan, antara lain semakin tuanya masyarakat, teknologi yang semakin meningkat. Bagaimana menggunakan prinsip-prinsip efisiensi dan mutu pelayanan dalam pelayanan kesehatan menjadi inti tantangan. Disamping itu, keluhan-keluhan masyarakat perlu diperhatikan sehingga diperlukan regulasi yang baik. Maria Escobar, wakil dari WBI memberikan pernyataan mengenai perlunya menyertakan swasta di dalam Universal Health Coverage (UHC). Apakah mungkin? Hal ini menjadi tantangan untuk masa depan. WBI bertujuan untuk meningkatkan peran dalam peningkatan kapasitas pemerintah untuk melibatkan swasta dalam pencapaian UHC.

Sebagai pembicara dalam sesi pertama adalah Professor EK Yeoh. Chairman, ANHSS, Head- Division of Health System, Policy, and Management, JC School of Public Health and Primary Care The Chinese University of Hongkong. Chairperson Professor Sian M. Griffiths, Director JC School of Public Health and Primary Care The Chinese University of Hongkong Judulnya Trends and Challenges.

Asia merupakan benua besar dengan berbagai perbedaan dalam sistem kesehatan. Ada negara yang menggunakan Social Health Insurance (SHI) seperti Jepang, Korsel, Taiwan, Thailand. Negara-negara dengan Tax Based adalah Hong Kong dan Malaysia, sedangkan negara yang berkembang ke arah SHI adalah Indonesia dan Filipina. Sementara negara yang menerapkan medisave ialah Singapore. Di dalam sistem Social Health Insurance di rumah sakit swasta merupakan fungsi dari sistem kesehaatn melalui SHI. RS Pemerintah dapat berupa korporasi dan bersaing dengan RS swasta. Sejarah di berbagai negara, RS Privat menjadi sangat dominan dalam pelayanan kesehatan.

Ada istilah Comermerzialised mixed health system, ada batas tidak jelas antara struktur swasta dan pemerintah. Pemberian pelayanan kesehatan melalui hubungan pasar dan kemampuan untuk membayar. Kemudian terjadi gejala marketization, commoditazian, privatization, dan liberalisasi. Perilaku RS Pemerintah sama juga dengan RS swasta, terjadi di Vietnam dan China.

Fungsi rumahs akit swasta dalam UHC untuk masyarakat miskin lebih banyak untuk akses. Ada tren yang memisahkan demand pasien yang kelas internasional dengan nasional (menengah bawah), disini muncul medical tourism. Tren yang terjadi adalah perkembangan RS swasta masih banyak yang tumbuh merupakan RS yang kecil. Kebijakan pemerintah sangat mempengaruhi pertumbuhan RS Swasta. Perbandingan antar negara. Pertanyaan kuncinya ada di stewardship and governance: Bagaimana kemampuan pemerintah mempengaruhi swasta? Melalui pendanaan, melalui regulasi, ataukah informasi.

Sesi kedua dibuka oleh Professor Laksono Trisnantoro, Chairman sesi dengan dua pembicara. Pembicara pertama adalah April Harding, dari the World Bank Washington DC yang membahas peran pemerintah dan pasar dalam sistem RS yang campur.

April Harding menerangkan mengenai pengalaman di berbagai negara, khususnya di negara maju. Saat ini memang terjadi segmentasi pelayanan. RS berbeda-beda , sumber pendanaan, dan pengguna yang juga berbeda. Dalam hal ini dibahas kasus Inggris dan Jerman yang sangat kontras.

Kasus di Inggris

Sekarang ada sekitar 14 persen RS swasta (162) dan RS Pemerintah (1161), total 1323. Mengapa ada RS swasta? 10 persen mempunyai asuransi kesehatan swasta. Mereka tidak mau queue (mengantri). Misal ketika akan mencari konsultasi sub-spesialis dan elective surgery. Masyarakat ingin lebih bisa mengendalikan pelayanan. Mengapa kebijakan pemerintah membiarkan segmentasi ini? Menurut manajer NHS, pelayanan kesehatan swasta adalah diperlukan karena tidak pakai dana NHS. Jika swasta dihilangkan NHS akan mandeg. Pelayanan kesehatan swasta merupakan katup pengaman (pressure valve) yang dapat memberi pendapatan tambahan untuk staf pemerintah dan komoditi ekspor industri. Dengan demikian memang pelayanan swasta dibutuhkan. Namun jika tidak ada kontrol pemerintah, ternyata pasar rumah sakit tidak berjalan dengan baik. Di Inggris, regulasi untuk cost masih lemah sehingga tarif 2 kali lipat di Spanyol dan 80 persen lebih mahal dibanding Australia. Pemerintah sulit mengendalikan karena dananya dari masyarakat dan swasta sendiri, bukan pemerintah.

Kasus di Jerman

Ada tiga jenis RS yaitu (1) Private for profit ( 678 RS), (2) Private non-profit (755 RS), dan RS Pemerintah (630), total 2064. Seluruh pembiayaan berasal dari Social Health Insurance (SHI) yang melayani anggota melalui iga jenis RS ini. Sistem pelayanan kesehatan di Jerman merupakan sistem yang terintegrasi antara pemerintah dan swasta. Berdasarkan catatan sejarah, kebijakan dalam bentuk regulasi harga, regulasi volume, dan regulasi kapasitas ke semua RS (pemerintah dan swasta) telah lama dilakukan. Sebagai gambaran dalam regulasi kapasitas, pemerintah di daerah melakukan perencanaan mengenai jenis dan kapasitas seluruh RS. Jika tidak berada dalam perencanaan maka pelayanan oleh swasta atau pemerintah tidak bisa dibayar oleh asuransi. Pemerintah dapat mengendalikan RS Swasta karena memang semua biaya dari pemerintah (SHI). Disamping itu kebijakan desentralisasi dan kekuatan pemerintah daerah sangat strategis. Kebijakan ini mengurangi kompetisi yang tidak perlu.

Pembicara kedua yaitu Professor Maya Herrera dari Asian Institute of Management, Filipina mengenai pembiayaan yang disalurkan melalui pelayanan kesehatan swasta. Pembiayaan RS swasta dan pemeintah terdiri atas tiga jenis : (1) Pembiayaan Modal; (2) Pembiayaan untuk Pelayanan; dan (3) Pembiayaan untuk yang lainnya. Pembiayaan untuk modal antara lain berasal dari pemerintah, hibah swasta, kredit, dan lain-lain. Pembiayaan untuk pelayanan berasal dari user fee, private health insurance dan dari social Health Insurance. Pembiayaan dari sumber lain-lain, antara lain: dari donor kemanusiaan, subsidi pajak, subsidi lainnya, pemakaian tanah gratis, dll

Apa motivasi swasta? Profit maximisation untuk RS swasta yang for-profit dan revenue maximation (non-profit). Apa motivasi pemerintah memberikan dukungan untuk swasta? Motivasi tersebut tentunya adalah akses dan mutu. Hal yang dikerjakan pemerintah, antara lain: kontrak pemerintah, penggunaan tanah secara bebas misal di Nepal, pengurangan pajak misal di Australia, USA, dan Filipina.

Relevansi 2 sesi ini untuk Indonesia:

Indonesia mempunyai RS Swasta yang terdiri atas : non-profit yang terdiri atas Yayasan dan Perkumpulan, serta for-profit (berbentuk PT). Dalam konteks ini maka pertanyaannya adalah: Apakah perannya sama dalam UHC? Bagaimana penanganan pajaknya? Dalam konteks ini memang perlu dibedakan antara RS Swasta for-profit dan not-for profit. Ada kecenderungan yang melayani pasien BPJS nantinya adalah RS swasta non-profit karena memang ada segmentasi pelayanan. Hal ini terjadi pula di Thailand, khususnya Bangkok. Juga terjadi di Inggris, namun tidak terjadi di Jerman karena memang semua pembayaran berasal dari asuransi kesehatan sosial.

Dalam hal ini ada satu hal sangat penting tentang pengaruh pemerintah di pelayanan swasta yaitu: Bagaimana kekuatan fiskal pemerintah dalam Social Health Insurance? Apakah pemerintah Indonesia mampu mempengaruhi swasta seperti yang terjadi di Jerman? Dalam hal ini kemampuan fiskal pemerintah Indonesia tidak sekuat di Jerman. BPJS terbatas pada sekitar 50 persen orang Indonesia dengan pendanaan yang masih rendah. Di Inggris mencakup sekitar 90 persen, di Jerman 100 persen. Dengan demikian strategi mengajak RS Swasta masuk ke Jamkesmas, KJS, atau BPJS merupakan hal penting dan tidak mudah. Tentunya tidak dengan perintah. Saat ini memang RS Swasta tidak wajib masuk ke skema BPJS. Regulasi membebaskan. Pelajaran penting untuk Indonesia; dIperlukan pemahaman mengenai kemitraan antara pemerintah dan swasta dalam pelayanan jaminan kesehatan. Pengalaman di Jerman dan di Inggris serta Thailand perlu dipelajari sebaik-baiknya agar terjadi harmoni antara pemerintah dan pelayanan kesehatan swasta.

 

Kursus Jarak Jauh Pencegahan Korupsi di Sektor Kesehatan

Kursus Jarak Jauh
Pencegahan Korupsi di Sektor Kesehatan

 

  Latar Belakang

Selama satu dekade pasca reformasi, berbagai kasus korupsi telah terbongkar di sektor kesehatan dalam level pemerintah pusat ataupun daerah. Menjelang pemilu di tahun 2014, dikhawatirkan korupsi akan semakin banyak dan sektor kesehatan dapat menjadi sektor yang rawan. Secara akademik, masalah korupsi di sektor kesehatan perlu dipelajari secara mendalam dalam rangka pencegahan.

 

  Tujuan
 

  1. Menelaah kasus-kasus korupsi di sektor kesehatan
  2. Menelaah budaya korupsi
  3. Menelaah modus operandi korupsi di sektor kesehatan
  4. Meningkatkan penelitian mengenai korupsi di sektor kesehatan
  5. Untuk meningkatkan pengetahuan, niat, dan ketrampilan mencegah korupsi di sektor kesehatan

 

  Bahan Belajar

  • Materi dari Seminar Pencegahan Korupsi di Sektor Kesehatan, 22 mei 2013 http://kebijakankesehatanindonesia.net/component/content/article/1574.html 
  • Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2013. 
  • Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014. 
  • Matsheza, P. et al. 2011. Fighting Corruption in The Health Sector Methods, Tools, and Good Practices. United Nations Development Programme 

 

  Cara Mengikuti
 

  1. Peserta melakukan pendaftaran melalui Sdri. Hendriana Anggi
  2. Peserta mempelajari sebaik-baiknya materi yang ada di www.kebijakankesehatanindonesia.net. Materi ada yang berupa video, powerpoint, word, dan beberapa referensi tambahan.
  3. Peserta mengikuti ujian melalui jarak-jauh yang dijadwalkan setiap hari Rabu pada pukul 14.00 – 16.00 WIB.
  4. Peserta yang sudah mendaftar akan dikirimi instruksi dan soal ujian melalui email 5 menit sebelum pukul 14.00 WIB.
  5. Peserta mengikuti ujian selama 2 jam (14.00 – 16.00 WIB).
  6. Hasil ujian langsung dikirim melalui email ke alamat yang sudah ditentukan pada akhir jam ujian.
  7. Penilaian akan diumumkan maksimal seminggu kemudian melalui email ke peserta.
  8. Jika gagal menempuh ujian, dapat mengikuti ujian lagi pada hari Rabu minggu berikutnya sampai lulus.
  9. Jika berhasil akan mendapat sertifikat yang akan dikirim melalui Pos Tercatat ke alamat peserta.
  10. Untuk dokter tersedia SKP IDI sejumlah 8 SKP

 

  Informasi dan Pendaftaran

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM
Sdri. Hendriana Anggi
Gdg. IKM Sayap Utara Lt. 2, Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta 55281
Mobile   : +6281227938882
Email    : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Biaya: Rp 200.000,-

FORMULIR REGISTRASI PESERTA 

Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Menyelenggarakan Workshop

Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik:

BPJS sebagai titik singgung dan siapa penelitinya?

Yogyakarta, 11 – 12 Juni 2013

  Pengantar

Penelitian kebijakan kesehatan saat ini semakin berkembang dan dilaksanakan oleh universitas. Dalam konteks penelitian kebijakan kesehatan ada pertanyaan menarik mengenai hubungannya dengan penelitian kebijakan medik. Dalam hal ini memang kebijakan medik merupakan bagian dari kebijakan kesehatan. Pertanyaan ini semakin menarik dengan adanya pemikiran apakah penelitian kebijakan dilakukan oleh unit di Fakultas Kesehatan Masyarakat, ataukah di Fakultas Kedokteran, ataukah kedua-duanya atau bekerjasama. Untuk membahas visi pengembangan penelitian kebijakan kesehatan dan kebijakan medik diperlukan workshop yang mempertemukan peneliti kebijakan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Kedokteran. Dalam workshop ini, BPJS yang akan berjalan pada tahun 2014 akan menjadi topic utama pembahasan.

 

  Tujuan kegiatan
 

  1. Membahas situasi terakhir lembaga penelitian di FKM dan FK yang tertarik pada kebijakan kesehatan dan kebijakan medik dan masa depannya.
  2. Membahas hubungan dan sinergi antara lembaga penelitian kebijakan kesehatan di FKM dan FK.
  3. Membahas topik penelitian kebijakan di BPJS dan MDG4-5 yang membutuhkan kolaborasi antara FK dan FKM.

 

  Kegiatan

Workshop di Ruang Senat FK UGM (KPTU Lt.2 FK UGM) pada tanggal 11 - 12 Juni 2013,
dengan agenda sebagai berikut :

Hari I, 11 Juni 2013

08.00 – 08.30

Registrasi Peserta

 

08.30 – 09.00

Pengantar

Pembukaan

 

 

 

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D

 

 

 

 

 

Prof. Dr. dr. Teguh Aryandono, Sp.B(K), Onk., Dekan FK UGM

09.00 – 10.30

Membahas Rencana Penelitian Multi Center tentang BPJS

Penyusunan draft penelitian monitoring dan evaluasi:

  • Topik yang akan diteliti
  • Metode Penelitian yang akan dipergunakan
  • Pelaku penelitian (mahasiswa S1, mahasiswa S2, mahasiswa S3, dan para peneliti)

 

Dr. Dra. Dumilah Ayuningtyas, MARS

 

Moderator : Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D

10.30 – 11.00

Coffee Break

 

11.00 – 12.30

Diskusi Mengenai Situasi Unit Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik di FK dan FKM

Bahan yang akan dibahas adalah hasil pelatihan yang akan dilakukan dan pengamatan di beberapa fakultas

Fakultas Kedekteran Universitas Padjajaran 

FK Universitas Mulawarman

Diskusi sesi 2

 

 

 

Pembicara :

FK Universitas Padjajaran

 

 

 

 

 

 

 

 

FK Universitas Mulawarman

Fasilitator : Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D

12.30 – 13.30

Lunch Break

 

13.30 – 15.00

BPJS sebagai titik singgung kebijakan medic dan kesehatan dalam penelitian monitoring dan evaluasi yang independen.

Program Monitoring dan Evaluasi BPJS akankan menjadi tanggungjawab P2JK?

Bagaimana rencana OJK sebagai pengawas independen untuk BPJS?

Diskusi: Dimana peran FK-FKM dalam pengawasan program Jaminan secara independen? Apakah universitas dapat independen? Apakah universitas dapat bekerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan?

Pembicara :

  1. Kepala Group Penelitian dan Pengembangan PT ASKES Indonesia
  2. Kepala P2JK Kementerian Kesehatan
  3. Direktur Pengawasan Lembaga Keuangan Otoritas dan Direktur Pengawasan Khusus dan Penyelidikan Industri Keuangan NonBank - Kementerian Keuangan

Moderator : Dr. dr. Deni K Sunjaya, DESS

15.00 – 15.30

Coffee Break

 

15.00 – 16.30

Rencana Pengembangan Yayasan dan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia

  • Perkembangan Jaringan dan Yayasan
  • Sinergi FK dan FKM yang dapat difasilitasi
  • Sumber dana dari perguruan tinggi: Apakah dapat menggunakan dana-dana dari universitas sendiri atau dari Dikti?
 

 

Fasilitator : Prof. Dr. dr. H. Alimin Maidin, MPH

DP2M DIKTI dan Ketua LPPM UGM

 

16.30 – 17.00

Penutup Hari I

 

Notulensi Hari Pertama, silahkan klik notulensi

Hari II, 12 Juni 2013

08.30 – 10.00

Hambatan dan Solusi untuk Mengatasi Masalah, terkait dengan tugas dosen yang harus melakukan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan peran konsultan/peneliti bukan Dosen

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D

10.30 – 11.00

Coffee Break

 

11.00 – 12.30

Membahas prospek pembiayaan penelitian payung dan strategi mencarinya.

 

 

Kemungkinan sumber dana:

  • Sumber dana mandiri, dari universitas masing-masing
  • Sumber dana dari BPJS atau OJK
  • Sumber dana dari Kementerian Kesehatan: Balitbang Kemenkes
  • Sumber dana dari badan-badan penelitian asing
 

Pembicara :

Dr. Trihono - Kepala Balitbangkes KemenKes

  1. AusAid
  2. FK Universitas Diponegoro

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

FK Universitas Muhamadiyah Jakarta

Moderator : Dr. dr.Felix Kasim, M.Kes

12.30 – 13.30

Lunch Break

 

13.30 – 15.00

Diskusi mengenai Persiapan Teknis Kerjasama Multi Centre dan pertemuan nasional di Kupang tanggal 4 – 7 September 2013.

 

 

  • Harapan mengenai Manfaat Jaringan Kasus Universal Coverage
  • Persiapan teknis kerjasama multi centre
  • Persiapan pertemuan nasional di Kupang untuk membahas rencana penelitian multi-center mengenai monitoring BPJS di tahun 2014

 

 

 

 

Pembicara : Dr. Budiono Santoso, Ph.D

 

Indonesia Network on Access to Health Services - Budiono Santoso

 

Fasilitator : Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc,, Ph.D

 

15.00 – 16.00

Rencana Tindak Lanjut

 

16.00 – 16.30

Penutup

 

Notulensi Hari Kedua, silahkan klik notulensi

 

  Peserta

Peserta terdiri dari 2 bagian :

  1. Peserta Pelatihan Kelompok Riset Kebijakan Kesehatan dari FKM yang telah mengikuti kegiatan PJJ tahap 1 dan Tahap 2 (1 orang peserta dari masing-masing instansi dan 1 orang dekan) 
  2. Peneliti Utama dari Fakultas Kedokteran di Indonesia (1 orang peneliti dan 1 orang Dekan)

Catatan : Dekan mengikuti pada hari I, namun, jika bisa mengikuti selama 2 hari sangat diharapkan.

Dari setiap FK dan FKM terpilih akan mendapat biaya transportasi (ekonomi pp), akomodasi selama pertemuan, paket meeting dan sertifikat. Panitia tidak menyediakan lumpsum, diharapkan lumpsum berasal dari universitas masing-masing. Apabila mengirimkan peserta lebih dari 2 orang, diharapkan pembiayaan dari instansi masing-masing.

 

 Catatan

Pembahasan diskusi di Yogyakarta termasuk pemetaan penelitian terkait dengan pelaksanaan BPJS

Dalam konteks pengembangan penelitian, matriks berikut ini dapat dipergunakan untuk mengembangkan penelitian kebijakan medik dan kebijakan kesehatan dalam konteks BPJS. Lajur ke bawah merupakan proses kebijakan mulai dari Ide kebijakan sampai dengan perubahan di masyarakat. Penelitian dapat mengambil posisi di salahsatu atau berbagai posisi di dalam proses ini. Baris ke kanan adalah lokasi tempat penelitian. Dapat dilakukan di masyarakat sampai ke negara. Dari Micro, Meso, sampai makro.

 

Masya-rakat

Puskesmas

Rumahsakit

Dinas Kesehatan

Kementerian Kesehatan

Negara

Ide Kebijakan

 

 

 

 

 

 

Penelitian Pilot

 

 

 

 

 

 

Penyusunan Naskah Akademik

 

 

 

 

 

 

Penetapan Kebijakan

 

 

 

 

 

 

Pelaksanaan Kebijakan

 

 

 

 

 

 

Evaluasi Kebijakan

 

 

 

 

 

 

Perubahan di Masyarakat

 

 

 

 

 

 

Dengan matriks ini dapat dibahas dimana penelitian kebijakan medik dan kebijakan kesehatan dalam konteks BPJS.

 

  Pendaftaran dan Informasi Lebih Lanjut

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM
Sdri. Angelina Yusridar / Hendriana Anggi
Gdg. IKM Sayap Utara Lt. 2, Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta 55281
Telp. : +62274 – 549425
Mobile: (Angelina Yusri : +628111 498 442), (Hendriana Anggi : +6281227938882)
Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. , This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Web : www.kebijakankesehatanindonesia.net

Arsip Diskusi Bulanan PKMK 2013


Arsip Diskusi Bulanan PKMK 2013
Topik Kebijakan dan Manajemen

Tanggal

Tema

Makalah yang ditelaah

 Materi Lengkap

23 Juli 2013

Principal-agent theory & Self-determination theory

Ri Gopalan, S.S., & Durairaj, V. (2012).

Addressing maternal healthcare through demand side financial incentives: experience of Janani Suraksha Yojana program in India. 

Carroll, J.K., dkk. (2012).

A 5A's communication intervention to promote physical activity in underserved populations.

21 Juni 2013

Implement-Action Fidelity

Ri Hasson, H., dkk. (2012).
Fidelity and moderating factors in complex interventions: a case study of a continuum of care program for frail elderly people in health and social care.

Lipton, R., &Ødegaard, T. (2005).
Causal thinking and causal language in epidemiology: it's in the details.

16 Mei 2013

Intervention Reporting

Riley, B.L., dkk. (2008) Is reporting on interventions a weak link in understanding how and why they work? A preliminary exploration using community heart health exemplars. Implementation Science 3:27 (20 May 2008).

18 April 2013

Health Behavior Theory

Jeffery, R.W. (2004). How can Health Behavior Theory be made more useful for intervention research? International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity 1:10 (23 July 2004)

Michie, S., dkk. (2011). The behaviour change wheel: A new method for characterising and designing behaviour change interventions. Implementation Science 6:42 (23 April 2011)

27 Maret 2013

Conjoint Analysis

Murti, B. Penerapan Analisis Konjoin untuk Kebijakan Asuransi Kesehatan

Hanbury, A., dkk. (2012). Challenges in identifying barriers to adoption in a theory-based implementation study: lessons for future implementation studies BMC Health Services Research 12:422 (23 November 2012) 

Provisional PDF

14 Februari 2013

Knowledge-Brokering

Ward, V.L., dkk. (2009). Knowledge brokering: Exploring the process of transferring knowledge into action. BMC Health Services Research 9:12 (16 January 2009).

17 Januari 2013

Intervention Mapping

Bartholomew, L.K., & Mullen, P.D. (2011). Five roles for using theory and evidence in the design and testing of behavior change interventions. Journal of Public Health Dentistry 71: S20–S33