Universal Health Coverage: Sharing within the ASEAN Economic Community

 

Dr.-PeerapolDr. Peerapol SuthiwisesakReportase Shared Vision II
Universal Health Coverage: Sharing within the ASEAN Economic Community
Dr. Peerapol Suthiwisesak, Sekretaris Jenderal National Health Security Office, Thailand.
Ditulis oleh: dwijo, 24 Juni 2013


Dr. Peerapol memulai presentasinya dengan mengangkat isu jumlah penduduk ASEAN yang mencapai sekitar 598,9 juta atau 8,6% dari populasi dunia dengan status ekonomi antar Negara bervariasi mulai dari USD 760 per kapita hingga USD 40,000 per kapita pada tahun 2012. Hanya empat Negara di ASEAN yang sudah mencapai UHC, yaitu Brunei, Malaysia, Thailand, dan Singapura. Beberapa Negara sedang dalam proses menuju UHC, yaitu Viet Nam di 2014, Pilipina di tahun 2016 dan Indonesia di tahun 2019.

Dr. Peerapol selanjutnya menjelaskan perjalanan UHC di Thailand yang dimulai pada tahun 1970 ketika GNI per kapita USD 390 dengan menggunakan skema pendapatan rendah (low income scheme). Pada tahun 1983 ketika GNI naik menjadi USD 760 per kapita, Thailand memperkenalkan skema asuransi kesehatan berbasis komunitas (community based health insurance scheme). Thailand mencapai UHC ketika GNI per kapita masih dibawah USD 2000. Pada tahun 2012, UHC Thailand mencakup 99% populasi dengan menggunakan 3 skema.

Dr. Peerapol juga menyampaikan bahwa upaya-upaya yang dilakukan negara ASEAN dalam mencapai UHC sangat beragam, meliputi reformasi keuangan terkait paket manfaat, memperkuat layanan kesehatan dasar, promosi desentralisasi dan partisipasi masyarakat. Keberagaman ini merupakan asset berharga dimana setiap Negara bisa belajar dari pengalaman Negara lainnya.

Dr. Peerapol menekankan beberapa hal mengenai UHC, yaitu

  1. UHC dapat dicapai pada tingkat penghasilan masyarakat yang rendah sekalipun karena inti dari UHC adalah akses ke pelayanan kesehatan, bukan hanya sekedar masalah perlindungan keuangan.
  2. UHC terbukti efektif mengurangi kemiskinan.
  3. Ketersediaan fiskal dan pembiayaan yang inovatif dimungkinkan apabila para pengambil kebijakan memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan pembelian strategis yang didasarkan pada program-program yang cost-effective melalui Health Technology assessment.
  4. Penelitian kesehatan yang berbasis bukti harus dikembangkan guna menjamin pendanaan yang berkelanjutan serta untuk mengatasi tantangan yang muncul.

Dalam kesimpulannya, Dr. Peerapol menyatakan bahwa UHC tidak hanya untuk meningkatkan akses ke pelayanan kesehatan yang lebih baik dan merata namun juga dapat mengurangi kemiskinan yang merupakan salah satu target MDGs. (Dwijo)

Universal Health Coverage and Medical Industry

 

Prof-LaksonoProf. Laksono Trisnantoro, M.SC, Ph.DUniversal Health Coverage and Medical Industry

in 3 South East Asia Countries
Prof. Laksono Trisnantoro, M.SC, Ph.D
Ditulis oleh emmy, 24 Juni 2013


Prof Laksono dari Indonesia memaparkan tentang situasi universal coverage dan industri kesehatan di tiga negara yaitu Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Pemaparan tersebut seputar perubahan pada pembiayaan kesehatan dan industri kesehatan. Apa saja perubahan yang terjadi ketika itu? Indonesia dan Thailand mengalami perubahan dalam hal pembiayaan kesehatan, dimana pemerintah semakin membiayai pelayanan kesehatan dengan kebijakan universal coverage. Hal yang sebaliknya terjadi di Malaysia, secara persentase dibanding pembiayaan swasta, pemerintah Malaysia berkurang. Mengapa? Ada perubahan dalam hal kepuasaan pelayanan dimana sebagian kelompok masyarakat menuntut pelayanan yang lebih baik dari pelayanan sektor publik. Mereka rela membayar pelayanan swasta.

Isu Kebijakan. Isu Kebijakan yang dibahas dalam topik ini yaitu Bagaimana kebijakan pemerintah untuk mencapai Universal Health Care dan mengelola pelayanan kesehatan sebagai sebuah industri? Analisis dari isu tersebut seperti ini: Universal Coverage memberi tekanan pada Anggaran Pemerintah. Pemerintah Malaysia yang menggunakan model tax-based ini merasakan tekanan besar. Hal serupa terjadi juga di negara-negara Eropa Barat. Dalam hal ini, pelayanan kesehatan di sektor swasta merupakan salah satu katup pengaman untuk mengurangi beban finansial kesehatan publik.

Sementara itu, Thailand sebagai negara yang sangat terkemuka dalam universal coverage memberikan tempat untuk pelayanan kesehatan swasta dan pembayaran oleh masyarakat. Hal ini berlaku khususnya untuk kalangan menengah ke atas. Oleh karena itu, memang tetap diperlukan peranan swasta dimana ada kebijakan industri kesehatan yang sebaiknya mendukung pelayanan kesehatan swasta, tetapi harus mempertimbangkan aspek pemerataan. Silahkan  untuk mendapatkan powerpointnya.

 

ASEAN Helath In the Post 2015 Developement Agenda

 

Phusit-PrakongsaiASEAN Helath In the Post 2015 Developement Agenda
Phusit Prakongsai, MD. Ph D
Ditulis oleh: Evita  | 24 Juni 2013


Sektor kesehatan merupakan leading dalam suskesnya pembangunan di era MDG dan memiliki kesempatan untuk mencapai kesehatan dan pengembangan sosial yang lebih baik.

Untuk mempercepat perkembangan pencapaian MDG, dan keberlangsungan pembangunan diperlukan Sustainable Development Goals (SDG) yang selaras dengan kesepakatan global sebelumnya. Pada sustainable agenda, mengajak seluruh negara ASEAN untuk koperatif dalam menentukan target. Secara umum sudah ada peningkatan beberapa indikator pencapaian MDG terutama MDG 4, 5 dan 6dibeberapa negara ASEAN dari tahun 1990-2010.

Well being and Happiness

Wujud komitmen anggota dari WHO-SEARO yaitu bertujuan menjadikan well being and happiness sebagai goals agenda pembangunan pasca MDG 2015. Hal ini diungkapkan olh Dr Phusit bahwa kesetaraan dan hak asasi manusia merupakan inti dari pembangunan dan kesejahteraan kontributor utama pada kebahagiaan individu dan sosialnya. Empat pilar dari well beiing dan happiness adalah :

  1. Pembangunan yang berkelanjutan dan setara dalam sosial dan ekonomi
  2. Pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab
  3. Keberlangsungan lingkungan
  4. Partisipasi masyarakat dan budayanya

Universal Coverage

Dr. Phusit mengungkapkan bahwa kunci dari well being dan happiness adalah Universal Health Coverage yang mampu meningkatkan akses yang merata dan adil (equitable) pada pelayanan kesehatan essensial dengan perlindungan finansial dan sosial. Sebagai tambahan, untuk mencapai agenda MDG yang tidak tercapai dan mencegah perkembangan penyakit tidak menular diperlukan pelayanan kesehatan yang mempertimbangkan aspek preventif dan promotif serta kuratif dan paliatif secara seimbang dan berkelanjutan.

Sistem kesehatan berbasis pelayanan kesehatan primer harus diperkuat untuk meningkatkan efisiensi dalam pelayanan kesehatan. Distribusi sumber dan pembiayaan yang merata dapat dilakukan melalui pemerintahan yang baik atau good governance. Indikator dan target dari masing-masing dimensi human well being harus teridentifikasi dan fokus pada analisis kesetaraan melalui data yang lengkap meliputi pendapatan, usia, gender, tempat tinggal, dan vulnerable group.

Pada akhir presentasi Dr. Phusit menekankan bahwa kepemilikan, kolaborasi antar lintas sektor, keterlibatan stakeholder dan partnership yang lebih luas diperlukan dalam pencapaian agenda pembangunan kesehatan pasca MDG 2015.

Principle of the triangle

segitiga

Financial Risk Protection For Migrants- A New Challenge In The ASEAN Community



Dr-Viroj-TangcharoensathienDr. Viroj TangcharoensathienFinancial Risk Protection For Migrants-
A New Challenge In The ASEAN Community

(Dr. Viroj Tangcharoensathien)
Ditulis oleh Ni Komang, 24 Juni 2013


Pembiayaan atau perlindungan pembiayaan bagi migran di Thailand didasari pertimbangan pemenuhan hak asasi manusia. Pemerintah telah mempertimbangkan berbagai upaya untuk melindungi para pekerja migran maupun non-migran. Dr. Viroj menyatakan bahwa mekanisme perlindungan kesehatan (Health Protection Mechanism) bagi migran melalui enam mekanisme, yaitu:

  1. Health Insurance for peolpe with citizenship problems, atau asuransi kesehatan bagi orang-orang dengan masalah kependudukan. Mekanisme ini diluncurkan pada tahun 2010, melalui pengenaan pajak oleh pemerintah sebesar 2000 baht. Sebagian anggaran dialokasikan kepada penyedia jaringan, sisanya oleh Ministry of Public Health (MoPH). Asuransi ini mencakup 0.45 sampai 0.5 juta migran yang mengalami masalah kependudukan. Hambatannya berupa rendahnya angka penggunaan asuransi karena kesadaran yang rendah, masalah geografis, sosial budaya, serta hambatan bahasa.
  2. Asuransi kesehatan sosial (Sosial Health Insurance), bersifat sukarela, namun cakupannya rendah. MoU dengan tiga negara dan total dana sebesar 0.5 juta (2012).
  3. Compulsory Migrant Health Insurance (CHMI), yang diluncurkan pertama kali tahun 1994, 2001, 2004, terakhir 2013, dimana Compulsory Migrant Health Insurance (CHMI) untuk anak-anak berusia kurang dari 15 tahun sebesar 365 baht.
  4. Out of pocket, sumber utama dan dominan dari pembiayaan kesehatan untuk unregistered migrant, data diregister oleh Compulsory Migrant Health Insurance (CHMI), pembiayaan oleh RS umum.
  5. Exemption by public hospital, pelaksanaan di RS pemerintah yang menangani migran.
  6. International donors, hasilnya sangat tidak signifikan.

Peta Reformasi Pembiayaan
Pemerintah telah membuat peta reformasi pembiayaan kesehatan. Peta ini dibuat untuk para pekerja migran. yang dibuat pemerintah melalui jalan yang sangat panjang bagi pekerja migran adalah dengan membuat platform berbasis bukti yaitu sistem registrasi, data sharing, utilisasi pelayanan, sistem pelaporan pembiayaan, transparansi, kerangka kerja akuntabilitas, complaint handling systems itegrated with 1330 National Health Security Office(NHSO)cost hotline. Langkah selanjutnya yang dilakukan pemerintah Thailand adalah meningkatkan jumlah migran yang diregistrasi, menurunkan jumlah migran yang tidak diregistrasi, membuat skema kontribusi pembiayaan baik bagi pekerja maupun perekrut tenaga kerja.

Skema Pembiayaan
Ketergantungan migran trerhadap pemerintah mendorong adanya perbaikan skema pembebasan pajak pembiayaan yaitu dengan merinci skema di dalamnya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, diharapkan dapat membuat skema Compulsory Migrant Health Insurance (CHMI) yang diatur oleh Ministry of Public Health (MoPH), seberapa banyak yang diatur oleh National Health Security Office (NHSO), serta berapa banyak Sistem Health Insurance(SHI) yang diatur oleh Social Security Office (SSO).

Bagaimana Respon Penyedia Pelayan Kesehatan (PPK)
Respon dari penyedia layanan kesehatan yang diharapkan yaitu menggunakan bahasa yang bersahabat dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi pekerja migran. Penggunaan bahasa ini penting untuk lebih memahami apa yang menjadi kebutuhan migran. PPK diharapkan dapat memahami bagaiman pelayanan kesehatan terhadap migran, pengetahuan akan skema pembiayaan yang diberikan pemerintah dan bagaiamana mengatur manajemen pelayanan.Presentasi di akhiri dengan upaya pemerintah secara maksimal untuk mengatasi migran di Thailand dan bagaimana pembiayaan khususnya pada pelayanan kesehatan. Unsur manajemen pelayanan juga menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah untuk menjangkau pemerataan kesehatan di Thailand.

Guest Lecture: Global Health and Global Justice Prof. Norman Daniels, Harvard School of Public Health

 

Guest Lecture:

Global Health and Global Justice
Prof. Norman Daniels, Harvard School of Public Health
Muh. Faozi - Bangkok, 24 Juni 2013


Prof.-Norman-DanielsProf. Norman Daniels Bangkok-PKMK. Hari Pertama dari pertemuan ketujuh Forum Postgraduate di Naresuan University Thailand disampaikan oleh Prof. Norman Daniels dari Harvard School of Public Health. Prof. Daniels menyampaikan materi terkait kesehatan global yang terkait dengan keadilan global. Permasalahan kesehatan global sedang dibahas terutama dalam forum-forum internasional.

Contoh Masalah Inequality (Ketidaksamarataan)

Beberapa contoh permasalahan kesehatan global yang merepresentasikan ketidaksamarataan antara lain usia harapan hidup di Jepang dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan di Swaziland dan angka kematian balita di Angola 73 kali lebih tinggi dibandingkan di Norwegia. Dua contoh tersebut memperlihatkan ketidakadilan yang terjadi, sekaligus mengilhami perlunya upaya untuk menjembatani kondisi tersebut (global justice). Beberapa konsep yang diajukan antara lain: (1) mencegah terjadinya kutub dalam perdebatan tentang keadilan global (perspektif kosmopolitan dan statis), (2) Perlunya memandang masalah keadilan global dari titik tengah di luar kasus; dimana peran banyak pihak muncul termasuk pemerintah dan institusi lainnya, hal ini memungkinkan terciptanya aturan internasional yang bisa melihat lebih jauh terkait masalah tersebut.

Ketidaksamarataan kesehatan dapat terjadi melalui banyak hal, seperti ketidakadilan domestik (terkait ras, gender, kasta, kelas sosial, kurangnya pembiayaan yang diberikan untuk sektor kesehatan masyarakat, dan sebagainya), ketidasamarataan dalam sektor lain yang berdampak pada sektor kesehatan (keterbatasan geografis, kondisi alam, tenaga kerja, kondisi politik yang sedang terjadi), dan praktek yang berlaku di tingkat internasional yang secara langsung maupun tidak langsung menciptakan ketidaksamarataan antar negara.

Konsep Minimalis terkait Ketidakadilan

Prof. Daniels memaparkan prinsip umum terkait ketidakadilan di tingkat global, yaitu: “Do not harm because harming (innocent) people violates requirements of justice”. Pogge memberikan pandangan melalui sebuah contoh berikut: kemiskinan global merupakan hasil dari berbagai kebijakan dan praktek yang dilakukan oleh negara maju dan institusi yang mereka kendalikan, sehingga banyak ketidakadilan global merupakan hasil dari proses “harming”. Contoh lain dari proses ini, adanya brain drain tenaga kesehatan dari satu negara berkembang yang diberikan kesempatan untuk bekerja di negara maju. Kasus lain yang juga perlu diangkat adalah sulitnya negara berkembang mengakses obat terbaru karena kepemilikan hak paten obat dan tingginya insentif yang harus dikeluarkan untuk mendatangkan obat tersebut dari negara maju. Isu terkait obat ini terutama berdampak pada sulit berkembangnya inovasi pengobatan di negara berpendapatan rendah, sehingga akibatnya beban penyakit tidak dapat dikurangi, terutama pada kelompok rawan. Hal tersebut mencerminkan masih kurangnya penghargaan terhadap hak asasi manusia untuk memperoleh pengobatan yang laik dan tepat sesuai penyakit. Upaya yang selama ini dilakukan untuk menyelesaikan beberapa isu tersebut telah diinisiasi secara global, namun upaya-upaya tersebut terkesan belum berhasil mengatasi masalah ketidakadilan kesehatan.

Bagaimana Mengurangi Kematian Ibu

Terkait masalah kesehatan ibu dan anak, tingginya angka kematian ibu dan anak di banyak negara berkembang merupakan bukti nyata ketidakadilan kesehatan.Banyak negara maju telah bekerja sama dengan negara berkembang untuk mengupayakan penurunan angka kematian ibu dan anak melalui berbagai intervensi. Dari sekian banyak intervensi tersebut, diperlukan upaya untuk memprioritaskan beberapa intervensi yang dianggap tepat secara ilmiah.

Beberapa negara miskin menghadapi ketidakmerataan tenaga kesehatan. Pemaparan ini juga menjelaskan pentingnya skema penentuan prioritas permasalahan tenaga kesehatan (best outcomes vs fair chances, layanan di pusat kota vs layanan perifer, dan lain-lain). Terdapat beberapa kesamaan pertimbangan antara permasalahandengan tenaga kesehatan, yaitu upaya untuk mengikutsertakan stakeholder terkait (alasan yang mendasari), keterbukaan, berbasis bukti (evidence-based), dan berfokus pada akuntabilitas.

Universal Coverage

Pada kesempatan ini Prof Daniels juga menjelaskan mengenai ‘Universal Coverage’. Manfaat yang diperoleh dari universal coverage bagi masyarakat adalah keadilan terhadap ketidakmerataan. Tetapi dalam pelaksanaannya banyak masalah yang dihadapi antara lain keterbatasan sumber daya dan kondisi politik. Bukan hanya kebutuhan intervensi seperti vaksin hal yang dibutuhkan dalam menciptakan lembaga yang baik. Berbicara mengenai globalisasi, masyarakat juga harus membutuhkan barang publik. Namun perlu diperjelas barang publik apa yang dibutuhkan, bagaimana syistem surveilannya untuk menentukan pilihan definisinya. Deteksi dini terhadap permasalahan koordinasi dini menjadi mudah dilakukan.

Jika kembali ke konsep bahwa lembaga atau institusi sebaiknya bisa menciptakan solusi yang lebih baik pada kasus ketidakadilan, pemberian insentif terhadap penelitian dan pengembangan obat diharapkan bisa mengatasi hambatan global. Pada pendekatan global seperti pendekatan hak asasi manusia, hal tersebut mempunyai tujuan penting yaitu melibatkan baik institusi lokal maupun institusi global untuk mengatasi masalah ketidaksamarataan kesehatan.

The Seventh Postgraduate Forum 2013

The Seventh Postgraduate Forum
“Health Systems and Policy for the ASEAN Economic Community:
Shared Visions and Goals”

24-25 June 2013
Faculty of Medicine, Naresuan University


Bangkok-Pertemuan ini merupakan pertemuan ke-7 yang diselenggarakan oleh komunitas universitas yang terdiri dari mahasiswa S1, mahasiswa S2 dan mahasiswa S3 dari universitas UNU-IIGH Malaysia, Gadjahmada University dan Naresuan University dari Thailand. Tujuan pertemuan ini terutama pada berbagi informasi, berbagi hasil penelitian, bercerita tentang pengalaman masing-masing pada area sistem kesehatan dan kebijakan, ekonomi kesehatan, pembiayaan kesehatan, kesehatan masyarakat, pendidikan profesi kesehatan, dan bidang lain untuk penelitian yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan dan manajemen kesehatan. Silakan klik pada judul program untuk membaca reportase.

Final Program Schedule

Mon 24th June 2013

09:00 – 09:15

Opening ceremony
Professor Sujin jinayon
President of Naresuan University

09:15 - 09:30

Photography session

09:30 – 10:15

Guest lecture
“Global Health and Global Justice”
Professor Norman Daniels

10:15 – 10:30

Break

10:30 – 11:15

Shared Visions I
“Financial risk protection for migrants - A new challenge in the ASEAN Community”
Dr. Viroj Tangcharoensathien

11:15 – 12:00

Shared Visions I
“ASEAN Health in the Post-2015 Agenda”
Dr.Phusit Prakongsai

12:00 – 13.00

Lunch break

13:00 – 13.45


Shared Visions II
“Universal Health Coverage: Sharing within the ASEAN Economic Community”
Dr.Peerapol Sutiwisesak

13:45 – 14:30

Shared Visions II
“Universal Health Coverage and Medical Industry in 3 South East Asia Countries”
Professor Laksono Trisnantoro

14:30 – 14:45

Break

14:45 – 17:00

Oral Symposium I

CC 2-802

CC 2-728

CC 2-729

17:00 – 18:00

Poster Symposium

18:00 – 20:00

Welcome dinner

Final Program Schedule

Tue 25th June 2013

09:00 – 09:45

Shared Goals I
“Global Health and Development - Challenges for 2015 and Beyond”
Professor Anthony B.Zwi

09:45 – 10:30

Shared Goals I
“Health Promotion Policies and Guidelines in AEC”
Waranya Teokul

10:30 – 10:45

Break

10:45 – 12:00

Oral Symposium II

CC 2-802

CC 2-728

CC 2-729

12:00 – 13.00

Lunch break

13:00 – 13:45

Shared Goals II
“Free Movements of Medical professionals: Policy and Planning”
Associate Professor Prasobsri Ungthavorn

13:45 – 14:30

Shared Goals II
“Global Health Visions through Health Systems and Policy Research”
Dr. Amrizal M Nur

14:30 – 15:00

Conclusion
“Unfinished Health Systems and Policy Research Agendas for AEC”
Professor Supasit Pannarunothai

15:00 – 15:45

Break

15:45 – 16:00

Closing ceremony

Kesehatan dalam Agenda Pembangunan Paska MDG 2015 : Catatan Peluncuran Laporan High Level Panel of Eminent Persons

Minat Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UGM

Bekerjasama dengan

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM
Menyelenggarakan Lunch Seminar Mengenai

Kesehatan dalam Agenda Pembangunan Paska MDG 2015 :
Catatan Peluncuran Laporan High Level Panel of Eminent Persons,
Jakarta, 18 Juni 2013

Tempat: Ruang Kuliah S3 Lt.2, Ged. Pascasarjana FK UGM
Jumat, 28 Juni 2013

 Pengantar

Millennium Development Goals (MDGs) merupakan acuan pembangunan global, termasuk pembangunan kesehatan, hingga tahun 2015. Dalam beberapa tahun terakhir ini, diskursus agenda pembangunan global paska 2015 telah semakin menguat. Sekjen PBB, Ban Ki Moon, telah membentuk High Level Panel of Eminent Persons (HLPEP) untuk menyusun formulasi agenda pembangunan global tersebut.HLPEP ini dipimpin oleh tiga kepala negara, termasuk Presiden RI.

HLPEP telah menyelesaikan laporan rekomendasi agenda pembangunan paska 2015 dan menyerahkannya pada Sekjen PBB pada bulan Mei 2013. Presiden RI juga telah meluncurkan laporan tersebut secara nasional di Istana Negara pada tanggal 18 Juni. Laporan HLPEP tersebut penting untuk dipahami oleh segenap pemangku kepentingan pembangunan, termasuk dalam sektor kesehatan, karena akan berdampak terhadap prioritas pembangunan nasioanl dan global dalam periode paska 2015. Sehari setelah pertemuan tersebut, pada tanggal 19 Juni 2013 di Bappenas diselenggarakan meeting dengan ahli untuk menyusun pengkajian dalam RPJMN 2015 – 2019. Ada beberapa isu penting yang perlu dilihat, antara lain: Agenda Perkembangan Pasca 2015 dan Proses Penyusunan RPJM. Agenda yang dibahas yang terkait kesehatan mencakup:

  1. Menyediakan pendidikan bermutu seumur hidup
  2. Menjamin kehidupan yang sehat termasuk menurunkan kematian ibu dan bayi, menjamin kesehatan reproduksi, dan mengurangi berbagai penyakit menular
  3. Menjamin ketersediaan pangan dan gizi yang baik
  4. Mencapai universal access untuk air dan sanitasi

 

  Tujuan
 

  1. Membahas laporan High Level Panel of Eminent Persons
  2. Membahas tindak lanjut peluncuran laporan High Level Panel of Eminent Persons

.

  Jadwal Kegiatan

Sesi 1 : Pukul 13.00 – 14.00

Waktu

Kegiatan

Keterangan

13.00 – 14.00

 

28jun13

Kesehatan dalam Agenda Pembangunan Paska MDG 2015:

Catatan dari Peluncuran Laporan High Level Panel of Eminent Persons, Jakarta, 18 Juni 2013

Tujuan :

  1. Membahas Laporan High Level Panel of Eminent Persons
  2. Membahas tindak lanjut peluncuran laporan High Level Panel of Eminent Persons

 Materi downloadd thumb_medium90_

Narasumber:

Yodi Mahendradhata

Moderator:

Tiara Marthias

 

  Peserta:

Peserta yang diharapkan hadir dalam diskusi ini terdiri dari:

  1. Dekan dan Peneliti Fakultas Pertanian UGM
  2. Dekan dan Peneliti Fakultas Teknologi Pertanian UGM
  3. Dekan dan Peneliti Fakultas Peternakan UGM
  4. Dekan Fakultas Teknik dan Ahli dalam Teknik Kesehatanm Ahli Perencanaan Lingkungan/Tata Kota
  5. Ketua LPPM UGM
  6. Ketua Pusat Lingkungan Hidup UGM

 

   Informasi dan Pendaftaran :

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM
Sdri. Hendriana Anggi
Gdg. IKM Sayap Utara Lt. 2, Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta 55281
Telp. : +62274 – 549425
Mobile : +6281227938882
Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Web : www.kebijakankesehatanindonesia.net

 

Diskusi Bulanan Pkmk Juni tahun 2013

Diskusi Bulanan Tahun 2013
Pembahasan Artikel Kebijakan dan Manajemen

Kelompok Kerja Kebijakan dan Manajemen Fakultas Kedokteran UGM

Ruang Kuliah R.E. 301, Lt. 3 Gedung IKM Sayap Utara, FK UGM
Jumat, 21 Juni 2013

 

 Pengantar

Perkembangan topik dan metode penelitian manajemen berjalan dengan sangat pesat. Perkembangan ini perlu diikuti dengan cara melakukan pembahasan terhadap artikel-artikel kebijakan dan manajemen. Kegiatan ini sangat penting untuk pengembangan kapasitas para dosen, peneliti, dan konsultan yang tergabung pada kelompok kerja Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan FK UGM serta peminat lain. Kegiatan ini dipancarkan melalui video dan audio streaming sehingga para peserta yang berada di luar Yogyakarta dapat mengikutinya.

 

  Tujuan

  1. Membahas perkembangan topik yang menarik dalam kebijakan dan manajemen kesehatan
  2. Membahas metode penelitian, pelatihan, dan konsultasi, yang dipergunakan di berbagai penelitian kebijakan dan manajemen
  3. Menjadi forum untuk pengembangan kemampuan diri untuk para konsultan, peneliti, dan dosen di kelompok kerja kebijakan dan manajemen kesehatan
  4. Mengembangkan forum komunikasi antara dosen, peneliti, dan konsultan dalam kebijakan dan manajemen pelyanan kesehatan.

 

  Jadwal Acara dan Topik

Topik

Konsep-konsep Terkait

Makalah yang ditelaah

Implement-Action Fidelity

Moderators & mediator, Causation & correlation

Hasson, H., dkk.  (2012).

Fidelity and moderating factors in complex interventions: a case study of a continuum of care program for frail elderly people in health and social care.
Implementation Science 2012, 7:23 (22 March 2012). PDF

Lipton, R., &Ødegaard, T. (2005).

Causal thinking and causal language in epidemiology: it's in the details
Epidemiologic Perspectives & Innovations2:8 (29 July 2005). PDF

 

  Arsip Video Presentasi