Perokok Anak Meningkat, Menkes Minta Iklan Rokok di Internet Diblokir

Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir iklan rokok di internet. Ini menyusul permintaan dari Kementerian Kesehatan, seperti disampaikan melalui surat dari Menteri Kesehatan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika tanggal 10 Juni 2019.

Dalam siaran pers yang diterima VIVA, Jumat 14 Juni 2019, Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek menegaskan permintaan pemblokiran ini merupakan upaya untuk menurunkan prevalensi merokok pada masyarakat, khususnya anak-anak dan remaja. Data mengenai tingkat prevalensi perokok anak dan remaja menunjukkan angka yang mengkhawatirkan.

Riset Kesehatan Dasar 2018 menyatakan bahwa terjadi peningkatan prevalensi perokok anak dan remaja usia 10 – 18 tahun dari 7,2 persen di tahun 2013 menjadi 9,1 persen di tahun 2018.

Peningkatan prevalensi perokok anak dan remaja ini antara lain terjadi karena tingginya paparan iklan rokok di berbagai media, termasuk media internet (teknologi informasi).

Penggunaan media internet yang demikian tinggi dalam masyarakat Indonesia, termasuk oleh anak dan remaja, telah dimanfaatkan oleh industri rokok untuk beriklan di media internet dalam tahun-tahun terakhir ini.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Stikom LSPR (2018), sebanyak 3 dari 4 remaja mengetahui iklan rokok di media online/daring. Dari riset tersebut juga dinyatakan bahwa iklan rokok banyak ditemui oleh remaja saat mereka mengakses internet, antara lain melalui YouTube, berbagai situs, instragram, dan game online.

Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek menegaskan bahwa permintaan pemblokiran iklan rokok di media internet ini merupakan tindak lanjut dari pembicaraan dengan Kominfo pada April lalu. Pada saat itu Kominfo menyatakan bahwa pemblokiran iklan rokok dapat dilakukan oleh Kominfo berdasarkan permintaan dari Kementerian Kesehatan.

Kementerian Kesehatan meyakini bahwa Kominfo memiliki kesepahaman yang sama dengan Kementerian Kesehatan dalam hal mendukung pembangunan kesehatan masyarakat. (ren)

sumber: https://www.viva.co.id/gaya-hidup/kesehatan-intim/1156805-perokok-anak-meningkat-menkes-minta-iklan-rokok-di-internet-diblokir

 

Ada Fingerprint Untuk Kemudahan Peserta JKN-KIS

Dumai – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang bekerjasama dengan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) kini menyediakan akses khusus bagi Peserta JKN-KIS yang hendak mengakses pelayanan kesehatan, yaitu peserta JKN-KIS harus mendaftar dengan finger print (sidik jari).

“Pelaksanaan finger print untuk peserta JKN-KIS di FKRTL direncanakan akan dilaksanakan dalam 4 (empat) tahap, yaitu tahap pertama pada pelayanan kesehatan Instalasi Rehab Medik (IRM), Mata (MAT), dan Jantung (JAN). Sementara pada tahap kedua pada seluruh pelayanan rawat inap, tahap ketiga Penyakit Dalam (INT), Anak (ANA), Bedah (BED), dan Obsetri Ginekologi (OBG). Pada tahap akhir tentunya kita akan melaksanakannya di seluruh pelayanan rawat jalan,” terang Nora Duita Manurung, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Dumai, (31/5)

Implementasi fitur sidik Jari dalam mengakses pelayanan kesehatan dilakukan oleh BPJS Kesehatan dalam rangka memberi kemudahan serta meningkatkan kepuasan peserta dan fasilitas kesehatan dalam pelayanan administrasi penjaminan pelayanan peserta di FKRTL, karena dengan sistem finger print ini peserta JKN-KIS akan lebih cepat dalam mengurus proses administrasi dari yang sebelumnya dilakukan secara manual dengan menunjukkan kartu JKN-KIS.

“Pihak RSUD Dumai tentunya menyambut baik teknis baru dalam pelayanan kesehatan peserta JKN-KIS ini. Sebenarnya metode finger print ini telah dilaksanakan sejak tahun 2018, tetapi pelaksanaannya baru sebatas kepada pasien Hemodialisa (hd) atau pasien cuci darah,” terang dr. Bakri Kepala Seksi Pelayanan Medis RSUD Kota Dumai saat ditemui tim Jamkesnews untuk mengkonfirmasi mengenai implementasi finger print di RSUD Dumai.

Pelaksanaan implementasi finger print nanti juga berdampak pada elegibilitas peserta yang mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. Elegibilitas tersebut perlu dipastikan untuk mencegah penggunaan hak jaminan kesehatan oleh orang lain yang tidak berhak melalui dukungan otentifikasi menggunakan fitur sidik jari.

“Dengan adanya fitur sidik jari ini selain memberi kemudahan pelayanan administrasi kepada peserta JKN-KIS, tentunya juga dapat menghindari terjadinya pemalsuan data peserta, seperti seseorang yang berobat tetapi menggunakan kartu peserta lainnya. Hasilnya data pelayanan kesehatan yang didapat menjadi lebih akurat dan dapat menghindari potensi fraud. Saya mengapresiasi dan mendukung inovasi ini karena tujuannya memang untuk meningkatkan kualitas program JKN-KIS agar bisa lebih optimal,” ucap Bakri.

Hingga saat ini Rumah Sakit yang telah mengimplementasikan finger print pada wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Dumai, yaitu RSUD Dumai, RS Permata Hati Duri, RSUD DR. RM. Pratomo Rokan Hilir, RSUD Bengkalis, RSUD Siak, RSIA Mutia Sari Duri, dan RS Mandau. (aw/ir)

sumber: https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/post/read/2019/1184/Fingerprint-to-Simplify-the-Process-for-JKN-KIS-Participants

 

Cegah Penyebaran Penyakit Endemik Saat Mudik, Ini Langkah Kemenkes

Lalu lalang manusia di bandara, pelabuhan, dan stasiun meningkatkan risiko terjadinya penyebaran penyakit endemik.

Untuk itu, Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) memasang perangkat thermal scanner untuk mengantisipasi dan mendeteksi adanya pemudik yang bisa saja membawa virus penyakit.

"Di bandara dan pelabuhan kita sudah memasang thermal scanner. Di sini kami memang menaruh perhatian pada transportasi yang berasal dari daerah-daerah yang mempunyai risiko terhadap penyakit endemik, seperti malaria dari Papua, dan NTT. Jadi akan kami lakukan pemeriksaan, kalau positif akan diobati dulu,” ungkap Dirjen P2P, dr.Anung Sugihantono, M. Kes, di Surabaya, melalui siaran pers yang diterima Suara.com.

Kegiatan ini dilakukan dalam rangka pemantauan kesiapan posko dan pelayanan kesehatan di sepanjang jalur mudik lebaran tahun 2019 mulai dari Surabaya hingga Semarang.

Pemantauan mulai dilakukan dengan meninjau kesiapan posko dan pelayanan kesehatan yang berada di Terminal 2 Bandara Juanda Surabaya yang selanjutnya melakukan peninjauan di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

Secara simbolis Dirjen Anung turut serta memberikan bantuan logistik berupa masker, bingkisan, higiene kit dan polybag. Pemantauan dilanjutkan pemantauannya dengan melakukan peninjauan di Rest Area SPBU Tebaloan Kabupaten Gresik.

Rest Area tersebut dilengkapi dengan fasilitas pelayanan bagi pemudik seperti ruang kesehatan, ruang layanan lalu lintas, ruang istirahat bagi pemudik termasuk fasilitas hiburan. Pengelolaan rest area ini dikelola oleh Polres Gresik dengan mendapat dukungan dari berbagai sponsor terkait.

Selanjutnya dr. Anung melakukan pemantauan ke Posko Terpadu Tahun 2019 di rest area Tuban yang dikelola oleh Polres Tuban. Rest area ini tidak kalah bagus dan uniknya. Dirjen P2P berkesempatan melakukan pemantauan untuk menuliskan testimoninya bahwa Posko ini terbaik.

“Posko ini dilengkapi fasilitas informasi, layanan lalu lintas, ruang kesehatan, layanan pijat gratis, ruang bermain anak, ruang laktasi, ruang hiburan, dan sebagainya. Saat masuk pengunjung langsung disambut oleh para pahlawan Avengers. Kemungkinan pada pelaksanaan Arus Mudik Lebaran tahun depan juga akan ditambah karakter pahlawan seperti Gatot Kaca dan Brama Kumbara,” tutupnya.

sumber: https://www.suara.com/health/2019/06/03/180000/cegah-penyebaran-penyakit-endemik-saat-mudik-ini-langkah-kemenkes

 

BPJS Kesehatan Defisit Hingga 9,1 Triliun, Pemerintah Tetap Suntik Dana

Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebutkan, BPJS Kesehatan mengalami defisit sebesar 9,1 Triliun pada tahun 2018 lalu. Saat dikonfirmasi terkait bantuan dana dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), BPJS Kesehatan mengaku Kemenkeu tetap membantu, serta mendorong agar upaya penyelesaian defisit segera terselesaikan.

“Program JKN-KIS ini program pemerintah. Sehingga, apapun yang disampaikan Kemenkeu itu bertujuan untuk mendorong BPJS Kesehatan dapat meningkatkan kinerjanya. Di samping itu, perbaikan regulasi juga harus disusun secara bersama lintas sektoral seperti Kemenkeu, Kemenkes, Dewan Jaminan Sosial Nasional dan tentunya BPJS Kesehatan,” kata Kepala Humas BPJS, M Iqbal Anas Ma'ruf saat dihubungi oleh Gatra.com, Selasa (11/6).

Ia menambahkan, BPJS Kesehatan tetap berusaha melaksanakan kewajibannya. Pemerintah pasti terus menjamin program ini. Itulah sebabnya, pemerintah menyuntik dana untuk BPJS dapat mengatasi permasalahan ketimpangan pendapatan iuran dengan biaya manfaat.

“Di tahun 2018, pemerintah memberikan suntikan dana 10,25 triliun. Hasil audit BPKP ini pun tidak jauh berbeda dengan proyeksi yang dibuat BPJS Kesehatan. Sehingga ketemu angka yang dicatat oleh BPKP senilai Rp9 triliun,” terangnya.

Iqbal turut mengungkapkan, bahwa faktor yang menjadi permasalahan program JKN-KIS selama 6 tahun ini adalah besaran iuran yang tidak memadai. Pemerintah sudah menegaskan dalam regulasi, sambungnya, jika terjadi dana jaminan sosial negatif maka ada tiga pilihan yang dapat diambil yaitu diesuaikan dengan iuran, diesuaikan manfaatnya dan memberikan suntikan dana.

sumber: https://www.gatra.com/detail/news/421096/economy/bpjs-kesehatan-defisit-hingga-91-triliun-pemerintah-tetap-suntik-dana

 

Nila Moeloek Bahas 3 Rencana Kerja Sama Kesehatan dengan Belanda

Menteri Kesehatan RI Nila F Moeloek mengadakan pertemuan bilateral dengan Menteri Pelayanan Kesehatan Belanda Bruno Johannes Bruins. Pertemuan itu terjadi di sela-sela acara World Health Assembly ke-72 di Jenewa.

Dalam pertemuan itu, ada beberapa hal yang dibahas, yaitu soal rencana kerja sama di bidang kesehatan antara Indonesia dengan Belanda. Di antaranya terkait dokter keluarga, resistensi antimikroba, dan kesehatan lansia.

Dia mengatakan, Belanda sangat terkenal dengan program dokter keluarga. Misalnya, mereka melakukan konsultasi dengan teknik yang canggih dan menjaga data pasien dengan bagus.

"Kami melihat, primary health care sebagai gate keeper. Contohnya untuk skrining kanker serviks bisa dilakukan di Puskesmas. Masyarakat tidak harus pergi ke tempat yang lebih jauh, tapi bisa lebih dekat dengan Puskesmas atau Klinik Mandiri," kata Nila Moeloek, seperti dikutip dari siaran pers, Selasa (21/5/2019).

Pada kesempatan tersebut, kedua menteri juga membahas rencana pertemuan tentang resistensi antimikroba yang akan dilakukan di Belanda pada Juni mendatang.

"Kita berharap konferensi ini akan menghasilkan ide-ide dan rekomendasi, serta kontrol terhadap resistensi antimikroba di tingkat global," ucap dia.

Nila menjelaskan, dalam pertemuan ini kedua negara sepakat untuk mempromosikan pengembangan tiga bidang kerja sama. Tidak hanya memperkuat sistem kesehatan dengan fokus pada perawatan medis pada lansia, tetapi juga pengendalian penyakit menular, termasuk anti-mikroba resistensi, serta keamanan kesehatan global.

"Tidak hanya didiskusikan saja. Tetap yang penting adalah bagaimana mengimplementasikannya di Indonesia. Jadi bukan sekadar kita berdiskusi untuk teori, tapi action," kata Nila.

sumber: https://www.inews.id/lifestyle/health/nila-moeloek-bahas-3-rencana-kerja-sama-kesehatan-dengan-belanda/550597

 

Thalassemia, Peringkat Kelima Pembiayaan Terbesar Penyakit Tidak Menular

Thalassemia merupakan salah satu penyakit kelainan darah genetik yang cukup banyak diderita oleh masyarakat di dunia. Indonesia termasuk salah satu negara dalam 'sabuk thalassemia dunia, atau negara dengan angka pembawa sifat thalassemia yang tinggi.

Saat ini, terdapat lebih dari 10.531 pasien thalassemia di Indonesia, dan diperkirakan 2.500 bayi baru lahir dengan thalassemia setiap tahunnya di Indonesia. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, dr. Cut Arianie, M.H.Kes, mengatakan pembiayaan kesehatan untuk tata laksana thalassemia menempati posisi ke-5 di antara penyakit tidak menular setelah penyakit jantung, kanker, ginjal, dan stroke.

“Biayanya sebesar Rp 225 miliar di tahun 2014 dan menjadi Rp 452 miliar rupiah di tahun 2015. Pada 2016 menjadi Rp 496 miliar rupiah, kemudian Rp 532 miliar di tahun 2017, dan sebesar Rp 397 miliar sampai dengan bulan September 2018,” ujarnya dalam rilis yang diterima Suara.com, Selasa (21/5/2019).

Hal tersebut menjadi tantangan pemerintah Indonesia untuk menurunkan jumlah thalassemia. Penyakit thalassemia memang belum bisa disembuhkan dan pasien harus menjalani transfusi darah seumur hidup. Satu-satunya pencegahan yang efektif dilakukan adalah menghindari perkawinan antar pembawa sifat thalassemia.

"Oleh karena itu, deteksi dini sangat penting untuk mengetahui status seseorang apakah dia pembawa sifat atau tidak, karena pembawa sifat thalassemia sama sekali tidak bergejala dan dapat beraktivitas selayaknya orang sehat," ujar dr. Cut.

Untuk satu pasien anak thalassemia mayor, diperkirakan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah sebesar Rp 400 juta per tahun. Biaya ini belum termasuk biaya untuk pemantauan rutin fungsi organ dan tata laksana komplikasi. Sementara itu, biaya yang diperlukan untuk skrining thalassemia hanya Rp 400 ribu. Oleh karena itu, kita harus menggiatkan upaya skrining thalassemia di Indonesia

Selain berbiaya mahal, tantangan lain penyakit thalassemia adalah masih banyaknya pembawa sifat thalassemia yang belum terdeteksi, yaitu orang yang secara genetik membawa sifat thalassemia dan tidak menunjukkan gejala, tetapi dapat menurunkan thalassemia kepada anak-anaknya.

Hal ini tentu memerlukan upaya semua pihak untuk meningkatkan kesadaran dan deteksi dini atau skrining untuk mencegah terjadinya penurunan Thalassemia Mayor.

Skrining idealnya dilakukan sebelum memiliki keturunan, yaitu dengan mengetahui riwayat keluarga dengan thalassemia dan memeriksakan darah untuk mengetahui adanya pembawa sifat thalassemia sedini mungkin. Sehingga, pernikahan antar sesama pembawa sifat dapat dihindari.

Dokter spesialis anak RSCM dr. Teny Tjitra Sari, Sp.A. (K) menambahkan, sampai saat ini, pengobatan thalassemia di Indonesia masih bersifat suportif, belum sampai pada tingkat penyembuhan.

“Pengobatan suportif yang diberikan pada pasien thalassemia bertujuan untuk mengatasi gejala-gejala yang muncul. Transfusi rutin seumur hidup, pemberian kelasi besi, dan dukungan psikososial merupakan tatalaksana utama untuk pasien thalassemia,” tandasnya.

sumber: https://www.suara.com/health/2019/05/21/100125/thalassemia-peringkat-kelima-pembiayaan-terbesar-penyakit-tidak-menular

 

Kolaborasi Riset Kesehatan Indonesia-Inggris Siapkan Dana 37 Milyar

Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Inggris memperkuat kerja sama dalam bidang penelitian dan riset kesehatan. Kerjasama melalui Kemenristekdikti dan Newton Fund ini menyiapkan Rp 37 miliar untuk mendanai enam penelitian terbaik bidang penyakit menular untuk jangka waktu tiga tahun.

Menristekdikti Mohamad Nasir menyampaikan kolaborasi penelitian ini bertujuan menghasilkan terobosan bidang penyakit menular (infectious diseases).

Hasil kolaborasi ini diharapkan akan mampu meningkatan ketahanan dan kesiapan Indonesia menangani penyakit menular yang mematikan, termasuk melalui intervensi kebijakan maupun pengembangan teknologi farmasi dan inovasi alat medis.

Koloborasi sebuah keniscayaan

Menristekdikti Mohamad Nasir mengatakan kolaborasi ini merupakan sebuah keniscayaan mencapai Indonesia maju dan sejahtera. Menristekdikti juga menargetkan kolaborasi peneliti Indonesia dan peneliti Inggris perlu meningkat agar riset di Indonesia dapat menghasilkan lebih banyak paten dan prototipe.

"Saya katakan tanpa kolaborasi tidak mungkin Indonesia akan maju. Kalau ingin maju, kita harus terbuka. Keterbukaan dan transparansi ini menjadi penting," ungkap Menristekdikti dalam konferensi pers peluncuran kerjasama riset Indonesia – Inggris di Gedung Kemenristekdikti, Jakarta, Senin (13/5/2019).

“Hasil riset ini saya harapkan menghasilkan inovasi di bidang kesehatan dan obatan. Harapannya ada pemanfaatan dalam dunia usaha dan industri, dan kita ingin masa kerjasama riset ini diperpanjang ke depannya,” ujar Menteri Nasir.

Kontribusi sosial dan ekonomi

Dalam kesempatan sama, Duta Besar Inggris untuk Indonesia, ASEAN dan Timor Leste – Moazzam Malik mengatakan ancaman penyakit menular sangat tinggi di Indonesia dan. mengancam keberlangsungan hidup masyarakat dan juga perekonomian nasional.

Melalui kerja sama yang erat, ilmuwan terbaik Inggris dan Indonesia berkontribusi mengurangi tingkat kerawanan penyakit menular.

“Newton Fund dan Kemenristekdikti, dalam kemitraannya berkomitmen untuk mendanai riset-riset kolaborasi berskala internasional yang dapat memberikan kontribusi positif baik secara sosial maupun ekonomi,” ujar Moazzam.

Menurutnya, Inggris dalam bidang riset dan pendidikan tinggi menjadi mitra utama Indonesia. Hal ini karena bidang sains dan riset Inggris menempati posisi kedua dunia.

Sebanyak 54 persen hasil penelitiannya masuk ke dalam kategori terbaik dunia. Hasil riset Inggris dikutip lebih banyak, bila dibandingkan dengan hasil riset negara lainnya. Selain itu, 38% peraih Nobel memilih untuk bersekolah di Inggris.

Total dana riset 37 milyar

“Dengan dana total 37 milyar, Inggris membiayai kerjasama riset ini sebesar Rp 32 miliar. Saya bangga kami bisa bermitra dengan ilmuwan di Indonesia untuk menghadapi isu penting di bidang kesehatan," jelas Dubes.

Ia menambahkan, "Saya harap riset-riset terpilih ini berguna bagi masyarakat Indonesia untuk hidup lebih lama, lebih sehat dan lebih makmur.” Moazzam Malik menyatakan Inggris melihat potensi menjadi mitra utama bagi pendidikan tinggi dan riset di Indonesia.

"Tujuan kami adalah menjadi mitra utama bagi Indonesia di bidang pendidikan tinggi dan riset karena universitas-universitas Inggris sudah bertaraf Internasional, sebagian terbaik di dunia. 18 dari 100 universitas terbaik dunia ada di Inggris. 38 persen peraih Nobel sekolah di Inggris," ungkap Duta Besar Inggris untuk Indonesia, ASEAN dan Timor Leste Moazzam dalam bahasa Indonesia yang lancar.

sumber: https://edukasi.kompas.com/read/2019/05/13/22265641/kolaborasi-riset-kesehatan-indonesia-inggris-siapkan-dana-37-milyar

 

HIV/AIDS Mengancam Grobogan, Dokter dan 1.153 Warga Sudah Terjangkit

Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah mencatat, jumlah penderita HIV-AIDS di wilayah ini terus meningkat tiap tahunnya.

Data yang dimiliki Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan, pada tahun 2017 ada 970 warga Kabupaten Grobogan terinfeksi HIV/AIDS. Kemudian dua tahun berikutnya yakni tahun 2019 meningkat menjadi 1.153 orang.

Kepala Dinas Kesehatan Grobogan, dr Slamet Widodo, menyebut, sebagian besar penderita adalah ibu rumah tangga. Namun, ada juga beberapa pegawai negeri sipil (PNS) dan dokter.

Berikut fakta lengkapnya:

1. Jumlah penderita HIV/AIDS meningkat tajam

Menurut dr Slamet Widodo, dalam dua tahun terakhir jumlah penderita HIV/AIDS melonjak tajam. "Hingga Mei 2019 jumlah penderita HIV/AIDS di Grobogan yang dilaporkan meningkat menjadi 1.153 orang. Untuk anak-anak total 77 orang," katanya saat ditemui Kompas.com di kantornya, Kamis (9/5/2019).

Sejauh ini, Dinkes Kabupaten Grobogan telah berupaya untuk menggelar sosialisasi secara berkala terkait HIV/AIDS kepada masyarakat termasuk juga ke sekolah.

2. Sebagian besar penderita adalah ibu rumah tangga

Menurut Slamet, dari hasil riset yang dilakukan, sebagian besar penderita HIV/AIDS adalah ibu rumah tangga. Ironisnya, mereka tak menyadari jika virus yang merusak sistem kekebalan tubuh itu masuk di tubuhnya.

"Yang membawa virus HIV adalah sang suami. Ini karena sang suami yang bekerja di luar kota sering jajan sembarangan. Istri tak tahu, jika setelah diperiksa mereka mengidap HIV. Begitu juga suami, menyusul kemudian anak-anak mereka. Ini lah umumnya yang terjadi di Kabupaten Grobogan," jelas Slamet.

3. Beberapa PNS dan seorang dokter terinfeksi

Para penderita HIV/AIDS di Grobogan tersebut berasal dari berbagai latar belakang profesi, mulai PNS hingga dokter. "Dari 1.153 orang penderita HIV/AIDS di Kabupaten Grobogan, mereka berprofesi lain-lain. Bahkan, dari data kami, ada seorang dokter dan sejumlah PNS yang juga terinfeksi HIV. Ini membuktikan HIV bisa menyerang siapa saja," kata Slamet, Kamis (9/5/2019).

Untuk dokter yang diketahui positif HIV/AIDS, Dinkes Grobogan melakukan pendampingan dan pantauan kepada yang bersangkutan. "Dokter yang tertular HIV ini masih bekerja seperti biasa, namun tetap dalam monitoring dan pendampingan kami," kata Slamet.

4. Sosialisasi HIV/AIDS terus digencarkan

Program sosialisasi secara menyeluruh dan kontinu terus dilakukan agar mencegah penularan HIV/AIDS. Pendampingan khusus dilakukan bagi dokter yang positif AIDS/HIV. Hal itu untuk mencegah peristiwa yang terjadi di Pakistan.

"Kami prihatin dengan kasus yang di Pakistan, yang mana seorang dokter yang terinveksi HIV menularkan HIV kepada pasiennya menggunakan jarum suntik. Kami terus tekankan aksi balas dendam itu tak terjadi di Grobogan. Sosialisasi untuk kesadaran diri telah digencarkan," kata Slamet.

Menurut Slamet, adanya dokter yang terkena HIV/AIDS, menunjukkan bahwa penderita penyakit yang belum ada obatnya ini tidak mesti diasosiasikan dengan perilaku negatif seperti seks bebas.

5. Kendala Dinkes terkait penyebaran HIV/AIDS

Dinkes Kabupaten Grobogan juga telah melaksanakan program pemeriksaan kesehatan serta suplai obat gratis terhadap pengidap HIV/AIDS. 

"Hingga saat ini sudah ada sekitar 30 puskesmas yang terlatih untuk monitoring dan penanganan HIV/AIDS. Sudah ada fasilitas alat screening HIV di setiap puskesmas," katanya.

Slamet menjelaskan, salah satu faktor yang mengakibatkan jumlah penderita HIV/AIDS terus meningkat adalah tidak tersampaikannya sosialisasi terkait HIV/AIDS kepada warga yang merantau ke luar kota atau warga boro.

Fenomena inilah yang membuat pihaknya kewalahan lantaran warga tersebut jarang sekali pulang ke kampung halaman.

"Banyak sekali warga Grobogan yang merantau ke luar kota. Kami sulit mendeteksi mereka. Terlebih kurangnya kesadaran mereka untuk memeriksakan diri lantaran tak pernah mendapatkan sosialisasi HIV/AIDS.

Dari kasus yang ada di Grobogan, kebanyakan tertular dari warga boro," kata Slamet.(*)

sumber: http://jateng.tribunnews.com/2019/05/11/hivaids-mengancam-grobogan-dokter-dan1153-warga-sudah-terjangkit