Ini alasan wacana sertifikat vaksin sebagai syarat perjalanan belum bisa diberlakukan

Vaksinasi Covid-19 menyalakan kembali optimisme para pemangku kepentingan di sektor pariwisata di seluruh dunia. Maklumlah, berbagai lini bisnis yang berhubungan dengan pariwisata, mati suri selama pandemi. Ini dampak dari kebijakan yang melarang dan menghambat orang untuk melakukan perjalanan, yang berlaku di hampir semua negara di dunia.

Setelah jumlah orang yang divaksin meningkat, muncul wacana untuk melonggarkan larangan dan hambatan perjalanan itu. Dengan catatan, pengecualian itu hanya berlaku untuk mereka yang sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19. Jadi, wacana yang muncul saat ini adalah sertifikat vaksin dijadikan semacam paspor untuk mereka yang ingin bepergian.

Di dalam negeri, wacana semacam itu terungkap dalam rapat dengar pendapat bersama di antara Kementerian Kesehatan dan DPR, awal pekan lalu. Usulan yang muncul di pertemuan itu adalah mereka yang sudah mengantongi sertifikat vaksin, tidak perlu lagi melakukan rapid test antigen saat hendak melakukan perjalanan jarak jauh, seperti yang dipersyaratkan saat ini.

Usulan semacam ini juga bergaung keras di luar negeri. Mengutip JPtimes.com, beberapa negara, seperti Israel dan China, bahkan sudah menggunakan sertifikat vaksin sebagai syarat perjalanan. Memang, sertifikat yang diberlakukan kedua negara itu baru berlaku di kawasan mereka masing-masing.

Israel memperkenalkan green pass sebagai syarat perjalanan di negerinya. Ini semacam sertifikat digital yang bisa didapatkan oleh penduduknya yang sudah mendapatkan vaksin Covid-19, atau sudah terbukti memiliki kekebalan terhadap virus corona.

China juga sudah memperkenalkan sertifikat digital bagi penerima vaksin Covid-19 yang diproduksi oleh institusi di negerinya. Dan mulai 8 Maret, China melonggarkan aturan perjalanan ke luar negeri bagi warganya yang sudah mengantongi sertifikat tersebut. China juga melonggarkan aturan masuk bagi wisatawan mancanegara yang sudah mengantongi sertifikat tersebut.

Negara-negara yang bergabung dalam Uni Eropa juga mempertimbangkan penggunaan sertifikat vaksin sebagai syarat perjalanan. Mengutip BBC, Kamis (18/3), Komisi Eropa mengusulkan Green Digital Certificate di seluruh kawasan negara anggotanya. Sebanyak 27 negara anggota Uni Eropa yang akan menentukan apakah proposal itu akan diberlakukan atau tidak.

Mirip dengan green pass milik Israel, sertifikat berbentuk digital itu akan diberikan ke seseorang yang telah mendapatkan vaksinasi Covid-19, telah pulih dari Covid-19, atau mendapatkan hasil negatif. Ketentuan yang diusulkan di proposal itu seperti vaksin yang diakui dibatasi pada vaksin yang disetujui European Medicine Agency. Lalu, syarat dan ketentuan yang berlaku di negara anggota haruslah sama.

Penggunaan sertifikat vaksin sebagai syarat perjalanan sejatinya bukan barang baru. Banyak negara di dunia yang pernah, atau bahkan sampai kini masih mensyaratkan wisatawan mancanegara untuk memiliki sertifikat vaksin terhadap berbagai penyakit, seperti cacar air, rubella, kolera, atau tifus.

Namun, penggunaan sertikat vaksin Covid 19 sebagai persyaratan perjalanan menuai pro dan kontra. Mereka yang mendukung beralasan penggunaan sertifikat vaksin sebagai persyaratan perjalanan akan mempercepat pemulihan ekonomi. Sektor-sektor yang nyaris mati selama pandemi, terutama sektor pariwisata bisa kembali hidup.

Jika sektor pariwisata bisa berjalan lagi, ekonomi masyarakat tentu akan terbantu. Mengingat sektor pariwisata bersinggungan dengan banyak lini bisnis, mulai dari yang bermodal besar, seperti hotel dan penerbangan, hingga usaha kecil berskala lokal, semacam pemilik warung makan, atau penyedia jasa pemandu.

Namun banyak juga yang bersuara kontra. Di Eropa, misalnya. Ada yang menilai penggunaan sertifikat vaksin sebagai syarat perjalanan sebagai kebijakan yang diskriminatif. Alasannya, program vaksinasi baru menyasar sebagian golongan masyarakat.

Alasan penolakan lain merujuk ke belum lengkapnya hasil penelitian tentang keampuhan vaksin. Memang, saat ini belum ada pengembang vaksin yang bisa menyimpulkan tentang keampuhan vaksin buatannya dalam mencegah seseorang terinfeksi virus corona. Kesimpulan yang sudah ada adalah vaksin Covid-19 ampuh mencegah seseorang yang terinfeksi, mengalami gejala yang berbahaya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) termasuk yang tidak mendukung penggunaan sertifikat vaksin Covid-19 sebagai syarat perjalanan. Sebelum Komisi Eropa mengajukan usulan green digital certificate, WHO tengah menyusun kerangka kerja yang bisa dipercaya dunia, untuk perjalanan yang aman. “Dan vaksinasi seharusnya tidak menjadi syarat,” demikian pernyataan WHO, seperti yang dikutip BBC.

Di dalam negeri, Satgas Penanganan Covid-19 menanggapi dengan hati-hati usulan penggunaan sertifikat vaksin sebagai syarat perjalanan. “Sampai dengan saat ini, hal tersebut merupakan wacana,” ujar Wiku Adisasmito, jurubicara Satgas, dalam keterangan pers, Kamis (18/3).

Dalam acara yang juga ditayangkan oleh akun Sekretariat Presiden di platform Youtube, Wiku memberi penjelasan lebih lanjut. Ia menuturkan, masih perlu studi lebih lanjut tentang efektivitas vaksin dalam menciptakan kekebalan pribadi kepada orang yang telah mendapatkan vaksin Covid-19. Dan jika tidak ada hasil studi yang valid, berarti tidak ada jaminan kekebalan individu terbentuk, imbuhnya.

“Apabila sertifikat tersebut dikeluarkan tanpa adanya studi yang membuktikan adanya kekebalan individu telah tercipta, maka pemegang sertifikat tersebut memiliki potensi tertular atau menularkan virus Covid-19 selama melakukan perjalanan,” ujar dia.

 sumber: https://kesehatan.kontan.co.id/news/ini-alasan-wacana-sertifikat-vaksin-sebagai-syarat-perjalanan-belum-bisa-diberlakukan?page=all

 

Pemerintah Kawal Implementasi Program JKN di Provinsi Seluruh Indonesia

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bersifat wajib kepada seluruh warga negara Indonesia untuk peserta, guna membangun kebersamaan antar peserta melalui prinsip gotong royong dalam menanggung beban biaya jaminan sosial.

Untuk mewujudkan ekosistem JKN yang sehat dan berkanjutan, pemerintah telah menerbitkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020. Salah satu substansi mendasar yang diatur adalah mengikutsertakan keterlibatan Pemerintah Daerah dalam hal penganggaran kontribusi iuran bagi Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) bagi pemerintah provinsi sesuai kemampuan fiskalnya.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kementerian Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Choesni mengatakan perlunya dukungan dan peran serta pemerintah daerah dalam mengoptimalkan pencapaian tujuan Program JKN

“Sebagai salah satu program strategis nasional, dukungan dan peran serta pemerintah daerah sangatlah menentukan dalam mengoptimalkan pencapaian tujuan program JKN, setidaknya terdapat tiga peran penting pemerintah daerah yaitu memperluas cakupan kepesertaan, meningkatkan kualitas pelayanan, dan peningkatan tingkat kepatuhan,” ucapnya saat menyampaikan keynote speech pada Sosialisasi Implementasi Perpres Nomor 64 Tahun 2020 dan Regulasi Turunannya secara online di Ruang Rapat Hotel Ayana Midplaza Jakarta, Selasa (16/3).

Perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Wasja menjelaskan perlu ditingkatkan koordinasi dan sinkronisasi data kepesertaan PBI JK pada setiap Provinsi supaya penganggaran kontribusinya sesuai dengan jumlah kepesertaannya.

“Pemerintah Daerah diharapkan dapat berkoordinasi dan sinkronisasi data kepesertaan PBI JK dengan BPJS Kesehatan untuk penganggaran kontribusi iuran tersebut agar manajemen keuangan daerah dapat berjalan dengan baik,” ujarnya.

Koordinator Asuransi Sosial Kemenko PMK La Ode Muhamad Talib juga menambahkan keseriusan pemerintah pusat dalam menjalankan Program Jaminan Kesehatan Nasional tersebut. Serta, berharap Pemerintah Daerah ikut mendukungnya.

“Tentu kami dari pemerintah pusat sudah bersinergi antar kementerian terkait dari sisi regulasi dengan dikeluarkannya peraturan di kementerian masing-masing. Pemerintah daerah diharapkan dapat mendukung program strategis nasional ini supaya dapat berjalan dengan maksimal,” tandasnya.

Pemanfaatan Pajak Rokok pada Program JKN

Salah satu peran vital Pemda yang menjadi isu utama sosialiasi ini adalah kontribusi iuran PBI JK oleh Pemerintah Provinsi yang mulai berlaku di 2021. Data Kemendagri menyebutkan bahwa 25 Pemda Provinsi mengalokasikan anggaran kontribusi iuran PBI JK lebih kecil dari kebutuhan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemanfaatan pajak rokok menjadi alternatif yang dapat dilakukan Pemda Provinsi.

Perwakilan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Doni menjelaskan bahwa pemanfaatan pajak rokok sangat membantu bagi keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional. Pajak rokok dapat digunakan sebanyak 75% dari 50% alokasi untuk pelayanan kesehatan, sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Pajak Rokok untuk Pendanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat.

“Dukungan pemerintah daerah dapat melalui pemanfaatan pajak rokok sebesar 75% dari 50% alokasi pelayanan kesehatan untuk iuran JKN. Kami akan berkoordinasi dengan Kementrian Keuangan terkait perhitungan proporsi estimasi pajak rokok dan mekanisme penyetorannya kepada BPJS Kesehatan,” ucapnya.

Kasubdit Dana Alokasi Kresnadi Prabowo Mukti menambahkan, tata cara pemotongan pajak rokok sebagai kontribusi dukungan untuk Program JKN telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.07/2018.

"Pemotongan pajak rokok untuk pemanfaatan Program Jaminan Kesehatan Nasional tata caranya telah di atur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128 Tahun 2018," ujarnya.

Dengan disosialisasikannya sumber alternatif pendanaan dari pajak rokok bagi Pemerintah Provinisi dalam menganggarkan kontribusi iuran PBI JK, diharapkan pemerintah daerah tidak lagi mengalami kesulitan dalam menganggarkan kewajiban kontribusi iuran PBI JK.

Kemenko PMK bersama Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial dan BPJS Kesehatan akan terus melakukan koordinasi untuk monitoring dan evaluasi terkait implementasinya.

sumber: https://www.kemenkopmk.go.id/pemerintah-kawal-implementasi-program-jkn-di-provinsi-seluruh-indonesia

 

Fakta-fakta BPJS Kesehatan Surplus Rp 18,7 Triliun

BPJS Kesehatan akhirnya mencetak surplus arus kas sebesar Rp 18,7 trilium di tahun 2020. Surplus ini pun menjadi yang pertama kali setelah sebelumnya terus mengalami defisit.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris mengungkapkan banyak faktor yang dilakukan manajemen sehingga keuangan perusahaan surplus dengan nilai yang cukup fantastis. Berikut fakta-faktanya:

1. Penyebab Surplus

Fachmi menyebut surplus kas sebesar Rp 18,7 triliun itu merupakan hasil kerja keras pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan BPJS Kesehatan. Menurut Fachmi, pemerintah belakangan ini sangat fokus menyelesaikan defisit keuangan BPJS Kesehatan.

Salah satu upayanya adalah melakukan audit secara menyeluruh oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 2018-2019. Akhirnya, diketahui penyebab defisit terutama bukan karena fraud dan sejumlah indikasi penyimpangan seperti yang disinyalir sejumlah pihak. Tapi ada ketidaksesuaian antara nilai iuran, jumlah peserta, dan fasilitas pelayanan yang diberikan.

Merujuk hasil audit BPKP tersebut, manajemen BPJS Kesehatan terus meningkatkan jumlah peserta sekaligus meningkatkan kepatuhan mereka untuk membayar iuran. Hasilnya, tak cuma mencapai surplus dan tak lagi gagal membayar klaim rumah sakit, kepuasan peserta dan para mitra kerja pun meningkat.

2. Uang Rp 18,7 T Buat Apa?

mengatakan kondisi arus kas surplus sudah terjadi sejak Juli 2020. Lalu, dana surplus Rp 18,7 triliun ini akan dimanfaatkan untuk apa?

"Pertama tentu sesuai UU, kalau keuangan BPJS sebagai badan hukum publik itu dikembalikan sebesar-besarnya untuk service, untuk kepentingan pelayanan, itu kunci yah," kata Fachmi dalam program Blak blakan detikcom, Jakarta (10/2/2021).

Fachmi menyebut, surplus Rp 18,7 triliun ini bukan dana lebih yang bisa digunakan untuk apa saja oleh manajemen BPJS Kesehatan. Dana tersebut lebih ditujukan untuk menutup pembayaran tagihan atau klaim selama 2 sampai 3 bulan ke depan.

Selanjutnya, uang surplus Rp 18,7 triliun juga akan dimanfaatkan manajemen untuk memenuhi kebutuhan modal BPJS Kesehatan yang diatur oleh UU.

3. Peran Vital BPJS Kesehatan

Selama pandemi COVID-19, BPJS Kesehatan memiliki peran penting khususnya dalam penyediaan data masyarakat yang nantinya menerima fasilitas vaksin Corona. Selain itu, BPJS Kesehatan juga diminta untuk membantu pemerintah untuk memverifikasi data tagihan atau klaim rumah sakit terkait pelayanan kesehatan.

Fachmi menceritakan awal perusahaan yang dipimpinnya mendapat peran vital dalam penanganan pandemi COVID-19. Padahal, dikatakan Fachmi, berdasarkan UU BPJS Kesehatan tidak bisa memberikan layanan kesehatan terhadap kondisi bencana non-alam.

"Jadi wabah itu tidak menjadi bagian tugas BPJS. Yang menarik adalah pemerintah meminta dan itu dirapatkan khusus dalam rapat kabinet, BPJS ditugaskan tambahan adalah memverifikasi klaim COVID," kata Fachmi.

Proses verifikasi klaim COVID ini, kata Fachmi merupakan tugas vital lantaran berkaitan dengan cash flow rumah sakit di tengah pandemi.

Selain itu, BPJS Kesehatan juga menyiapkan data khususnya bagi peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang akan dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menyalurkan bantuan sosial (bansos) Corona.

Tidak sampai di situ, Fachmi mengatakan, BPJS Kesehatan diminta pemerintah untuk menyediakan data peserta agar pemerintah mengetahui riwayat kesehatan masyarakat.

Terakhir, data kepesertaan yang dimiliki BPJS Kesehatan untuk pelaksanaan vaksinasi COVID-19.

 

sumber: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5369756/fakta-fakta-bpjs-kesehatan-surplus-rp-187-triliun

 

Sasaran Vaksinasi Covid-19 Tahap Dua: Wakil Rakyat, Pendidik, Pedagang, hingga Jurnalis

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmidzi memaparkan pihak yang menjadi sasaran vaksinasi Covid-19 tahap kedua. Selain petugas pelayanan publik, para jurnalis pun masuk dalam kelompok peserta vaksinasi Covid-19 tahap kedua. "Penerima vaksin Covid-19 tahap kedua yakni petugas pelayanan publik.

Terdiri dari pendidik, pedagang pasar, tokoh agama, penyuluh agama, wakil rakyat, pedagang pasar, pejabat negara, pegawai pemerintah pusat maupun daerah, petugas keamanan, petugas pelayanan publik di sarana transportasi dan atlet," ujar Nadia saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (15/2/2021). "Kemudian para jurnalis dan pekerja media akan termasuk juga. Untuk tahap awal ada 5.000 jurnalis sesuai surat dari PWI," kata dia.

Saat disinggung kapan vaksinasi tahap kedua ini dimulai, Nadia belum menginformasikan kepastian waktunya. Namun, saat ini Kemenkes terus mengevaluasi dan melakukan finalisasi data calon peserta vaksinasi tahap kedua.

Hal tersebut dilakukan paralel sambil menanti izin penggunakan vaksin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Setelah ada izin, vaksinasi (tahap kedua) langsung dilaksanakan," ucap Nadia. Sementara itu, berdasarkan data sementara Kemenkes, target sasaran vaksinasi tahap kedua untuk petugas pelayanan publik sebanyak 17.857.157 orang.

Nadia menekankan, data tersebut masih terus bergerak dan akan mengalami pembaharuan. Berikut rincian data sementara sasaran vaksinasi tahap kedua tersebut:

  • Pendidik (guru, dosen, tenaga pendidik) 5.057.582 orang
  • Pedagang pasar 4.014.232 orang
  • Tokoh agama dan penyuluh agama (66.831 orang)
  • Wakil rakyat (DPR RI, DPD, DPR prov, kab/kota) 20.231 orang
  • Pejabat negara (menteri/wakil menteri/kepala lembaga/gubernur/bupati/wali kota/sekda/eselon) 630 orang
  • Pegawai daerah (ASN pusat, daerah, dan honorer) 2.778.246 orang
  • Keamanan (TNI, Polri, satpol PP Prov/kab/kota) 2.778.246 orang
  • Pelayan publik (Damkar, BUMN, BUMD, kepala desa/perangkat desa, BPJS) 3.670.069 orang
  • Transportasi 1.247.116 orang
  • Atlet 1.175 orang
  • Jurnalis 5.000 orang

sumber: https://nasional.kompas.com/read/2021/02/15/08331591/sasaran-vaksinasi-covid-19-tahap-dua-wakil-rakyat-pendidik-pedagang-hingga?page=all

 

 

Tantangan dan Kebijakan Vaksin Merah Putih untuk Percepatan Penanganan Pandemi Covid-19

Direktorat Inovasi dan Science Techno Park Universitas Indonesia (DISTP UI) menyelenggarakan seminar daring bertajuk "Tantangan & Kebijakan Pengembangan Vaksin Merah untuk Percepatan Penanganan Pandemi Covid-19" pada Jumat (22/1).

Kegiatan ini merupakan salah satu upaya UI berkontribusi menanggulangi pandemi COVID-19 di Indonesia, yang bertujuan memaparkan perkembangan pengembangan Vaksin Merah-Putih dan merupakan salah satu upaya mendapatkan masukan publik bagi kajian roadmap pengembangan Vaksin Merah Putih.

Rektor Universitas Indonesia (UI), Ari Kuncoro, menyampaikan meskipun dalam masa pandemi, peneliti UI turut aktif dalam melakukan riset dan pengembangan produk dari berbagai disiplin ilmu. UI telah melakukan banyak inovasi bagi pemerintah dalam upaya penanggulangan pandemi Covid-19.

"Salah satunya adalah pengembangan vaksin DNA dan mRNA. Webinar ini merupakan kontribusi UI dengan tujuan vaksin ini dapat bermanfaat bagi Indonesia. Saat ini vaksin adalah salah satu harapan terbesar masyarakat Indonesia untuk perbaikan kesehatan dan ekonomi. Menurut Romer, model pertumbuhan Endogenous, salah satu modal terbesar ekonomi adalah human capital, dan human capital memiliki fungsi memperbaiki kesehatan. Diharapkan vaksin ini nantinya dapat menjadi daya ungkit untuk meningkatkan ekspektasi masyakarat, daya beli masyarakat, sehingga masyarakat dapat kembali berfungsi dan perekonomian dapat berputar kembali di akhir 2021,” ujarnya.

Vaksin merah-putih hasil riset UI diharapkan dapat bersinergi dengan mitra industri farmasi, dengan triple helix antara pemerintah, perguruan tinggi dan industri dapat terwujud.

Sementara Bambang Brodjonegoro, Menteri Riset dan Teknologi, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) memparkan webinar ini tidak hanya membahas kebutuhan jangka pendek penyediaan Vaksin Merah-Putih namun kebijakan jangka panjang untuk mendorong kesehatan yang beriorientasi preventif di Indonesia.

"Keberadaan Vaksin Merah-Putih merupakan kebutuhan, bukan sebagai pelengkap. Adanya vaksin yang sudah dikembangkan jauh lebih cepat dari Indonesa, menjadi kesempatan Indonesia untuk mempelajari dan update kemampuan teknologi dalam pengembangan vaksin, terutama pada platform. Kemandirian vaksin dan momentum kemampuan pengembangan vaksin merah-putih harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kemristek mendorong 6 platform yang saat ini sedang dikembangkan oleh Lembaga Eijkman, LIPI, dan 4 Universitas yaitu UI, ITB, Unair, dan UGM,” paparnya.

Bambang menyambut antusias karena dalam waktu relatif singkat Kemristek dapat mengidentifikasi institusi mana yang memiliki kemampuan/teknologi dan minat untuk pengembangan vaksin. Penelitian vaksin yang dilakukan UI bernama “Vaksin Merah-Putih Platform UI”, yaitu UI mengembangkan vaksin DNA, mRNA, dan Virus-Like-Particles (VLP).

Triple Helix Percepatan Pengembangan Vaksin diperlukan kerja sama dari Industri, Pemerintah, dan Akademisi. Selain biofarma, ada PT Biotis, Tempo Scan, dan Kalbe Farma berinvestasi untuk pengembangan vaksin.

Menurut Menristek, Indonesia sebaiknya tidak bergantung pada vaksin impor utuh sehingga Indonesia mendorong potensi kerja sama dengan industri farmasi swasta di bawah koordinasi PT Bio Farma guna memenuhi kebutuhan vaksin di Indonesia, dan diharapkan nantinya dapat mengekspor vaksin.

"Selain potensi, selanjutnya tugas Kemristek merangkai kerja sama riset dan inovasi dari hulu sampai hilir untuk mewujudkan kemandirian vaksin di Indonesia. Keberadaan vaksin dapat menciptakan herd immunity sehingga keseimbangan antara pemulihan ekonomi dengan pemulihan kesehatan dapat tercapai, sehingga masyarakat dapat berativitas kembali dengan normal," paparnya

Direktur Direktorat Inovasi dan Science Techno Park (DISTP) UI Ahmad Gamal melaporkan bahwa webinar ini merupakan kulminasi dari seluruh aktivitas UI yang terkait dengan persiapan vaksin merah-putih, terutama yg dikembangkan oleh Sivitas Akademika UI. "Seluruh kegiatan ini mendapat dukungan penuh kemristek melalui pendanaan konsorsium Riset covid-19," pungkasnya.

sumber: https://www.wartaekonomi.co.id/

 

OJK: Kebijakan Vaksin Covid-19 Gratis Tambah Kepercayaan Pasar Modal

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso, membuka perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) 2021. Dalam sambutannya, dia menyampaikan ucapan terimakasih terhadap Pemerintah Jokowi atas kebijakan vaksin Covid-19 gratis bagi masyarakat.

"Kami seluruh insan pasar modal mengucapkan terimakasih kepada Bapak Presiden dan seluruh jajarannya yang telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyediakan vaksin Covid-19 gratis kepada masyarakat," ujar dia saat membuka perdagangan BEI 2021, Senin (4/1)

Sebab, kata Wimboh, kebijakan vaksin gratis ini merupakan bentuk stimulus untuk perekonomian Indonesia yang terdampak parah pandemi Covid-19. "Karena kebijakan tersebut menambah kepercayaan masyarakat terhadap pasar modal," ujar dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuturkan vaksin Covid-19 akan diberikan gratis kepada seluruh masyarakat Indonesia. Hal tersebut setelah mendapatkan masukan dan kalkulasi keuangan mengenai keuangan negara.

"Dapat saya sampaikan vaksin Covid-19 untuk masyarakat adalah gratis tidak dikenakan biaya sama sekali," kata Jokowi dalam siaran telekonference melalui chanel youtube sekretariat presiden, Rabu (16/12).

Untuk itu, dia memerintah kepada seluruh jajarannya agar memprioritaskan program vaksinasi pada anggaran 2021 untuk biaya vaksinasi. Kemudian dia juga meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk merealokasikan anggaran terkait ketersediaan vaksin.

"Saya menginstruksikan kepada menteri keuangan untuk memprioritaskan dan merealokasi dari anggaran lain terkait ketersediaan vaksin gratis ini sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak mendapatkan vaksin," ungkap Jokowi.

Jadi Game Changer Ekonomi, Vaksinasi Covid-19 Bakal Lanjut hingga Kuartal I 2022

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, program vaksinasi Covid-19 akan dilaksanakan secara gratis kepada seluruh masyarakat dan berlanjut hingga kuartal I 2022.

Hal ini dikarenakan hadirnya vaksin menjadi game changer di sektor ekonomi. Vaksinasi diharapkan bisa memberi rasa aman bagi masyarakat untuk bisa beraktivitas dengan normal kembali.

"Arahan Pak Presiden terkait gas dan rem (kebijakan) soal pandemi Covid-19, tentu melalui vaksinasi yang menjadi game changer. Kita akan berikan gratis dan akan terus berlanjut hingga kuartal I 2022," kata Airlangga dalam pembukaan perdagangan saham Bursa Efek Indonesia (BEI) 2021, Senin (4/1/2021). Airlangga bilang, Indonesia telah mengamankan 3 juta dosis vaksin dari Sinovac dan sudah disebar ke beberapa daerah di Indonesia.

Diharapkan, vaksinasi massal bisa dimulai pada pertengahan Januari 2021 ini. Kementerian Kesehatan juga telah mengatur jadwal dan prioritas penerima vaksinnya.

"Ini tinggal menunggu emergency use authorization dari Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) dan jaminan kehalalannya," tutur Airlangga.

Diharapkan data sains yang diperlukan demi keperluan penerbitan emergency use authorization ini akan segera selesai. "Baik dari penelitian di Bandung, Turki, dan sebagain di Brasil," katanya.

Lanjut Airlangga, beberapa negara sudah memberikan izin emergency use authorization tersebut untuk vaksin-vaksin yang juga akan digunakan Indonesia, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan keamanan dan kualitasnya.

"Vaksin tersebut antara lain Sinovac, Pfizer, Astrazeneca, Novavax," tandasnya.

sumber: https://www.liputan6.com/bisnis/read/4448360/ojk-kebijakan-vaksin-covid-19-gratis-tambah-kepercayaan-pasar-modal

 

Gebrakan Jokowi: Tunjuk Bankir Jadi Menteri Kesehatan!

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan pergantian Menteri kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024. Hal yang mengejutkan adalah penunjukan Budi Gunadi Sadikin (BGS).

"Budi Gunadi Sadikin beliau sebelumnya Direktur Utama Bank Mandiri, Direktur Utama Inalum dan terakhir menjadi Wakil Menteri BUMN dan sekarang kita berikan tanggung jawab untuk memimpin kementerian kesehatan," ujar Jokowi dalam konferensi pers di Istana Negara, Selasa (22/12/2020).

Budi Gunadi Sadikin menjadi menteri Kesehatan pertama di Indonesia yang tidak memiliki latar belakang di bidang kesehatan. Pria berusia 54 tahun ini merupakan alumni Institute Teknologi Bandung (ITB) jurusan teknik nuklir. Ia menggantikan Terawan Agus Putranto di Jabatan Menteri Kesehatan sebelumnya.

Setelah lulus ia berkarir di industri perbankan. Mulai dari Bank Bali, ABN AMro Bank Indonesia, Bank Danamon hingga akhir berlabuh di Bank Mandiri.
Di Bank Mandiri ia menjadi Direktur Utama setelah Agus Martowardojo ditunjuk sebagai Menteri Keuangan. Usai dari Mandiri ia menjabat sebagai staf ahli Menteri BUMN Rini Soemarno.

Selanjutnya ia menjadi Direktur Utama Inalum dan menjadi wakil Menteri BUMN Erick Thohir. Dia juga kini menjabat sebagai Ketua Satgas Pemulihan Ekonomi.

Dalam pandemi Covid-19, BGS berperan dalam pengadaan 20 alat PCR test dengan kapasitas lebih dari 10,000 test/hari atau 28% dari kapasitas nasional, vaksin Covid serta membuat sistem pelaksanaan dan distribusi vaksinasi dan obat penyembuhan (thereupatic) Covid-19.

Selain itu BGS juga turut aktif memonitor dan mengelola 70 Rumah Sakit BUMN dalam penanganan Covid-19 dengan salah satunya menaikan kapasitas tempat tidur RS BUMN menjadi lebih dari 6,500.

Singapura

Singapura misalnya, negeri ini mendapuk Gan Kim Young sejak 2011 hingga sekarang sebagai Menkes. Di bawah kepemimpinannya, Gan memperkenalkan sistem MediShield Lifein 2015, sebuah program di mana semua warga Singapura apapun statusnya, dapat asuransi kesehatan seumur hidup.
Ia pun menginisiasi program Healthcare 2020. Ini adalah kebijakan untuk memastikan aksesibilitas, kualitas dan keterjangkauan perawatan di negara itu.

Gan bukan seorang dokter. Mengutip website resmi Kemkes Singapura,www.moh.gov.sg, ia menempuh pendidikan Teknik Elektro di Universitas Cambridge tahun 1981 dan magister jurusan yang sama tahun 1985. Ia pernah bekerja di swasta dan CEO perusahaan baja, NatSteel. Sebelum menjadi menkes, ia menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja Singapura.

Jerman

Jerman menunjuk Jens Spahn sebagai menkes sejak 2018 hingga sekarang. Mengutip Peoplepill, pria kelahiran 1980 itu berlatar belakang politikus.


Lulus di tahun 1999, Spahn bahkan sempat magang sebagai bankir di Westdeutsche Landesbank(Bank State of German). Di sana ia bekerja seraya berkuliah di jurusan Ilmu Politik dan Hukum Universitas Hagen.


Ia lulus tahun 2008 dan melanjutkan gelar Magister untuk bidang yang sama. Ia pernah menjadi anggota Parlemen Federal (Bundestag) termuda di Jerman tahun 2002, saat berumur 22 tahun.


Namun, Spahn memang aktif menjadi sponsor utama untuk hal-hal yang bebau kesehatan masyarakat di Negeri Panser. Ia juga aktif menjadi ketua kelompok kebijakan kesehatan dan juru bicara partainya, Christian Democratic Union (CDU), untuk bidang ini.


Sebelum menjadi Menkes, ia didapuk sebagai Sekretaris Parlemen Negara untuk Keuangan.

Selandia Baru

Andrew James Little menjadi Menkes Selandia Baru sejak November 2020. Sama seperti dua figur sebelumnya, ia tak memiliki latar belakang medis.

Ia merupakan sarjana hukum, filsafat dan kebijakan publik di Universitas Victoria of Wellington. Setelah lulus ia bekerja sebagai pengacara untuk organisasi para pekerja teknik dan mengurusi ketenagakerjaan.

Berkiprah di Partai Buruh, pada 2017, ia diangkat sebagai Menteri Kehakiman, Menteri Perjanjian Negosiasi Waitangi, dan Menteri Biro Keamanan Komunikasi Pemerintah serta Bandan Intelijen Keamanan Selandia Baru.

sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20201222160954-4-210952/gebrakan-jokowi-tunjuk-bankir-jadi-menteri-kesehatan/2

 

Vaksin COVID-19 Gratis Tanpa Syarat, Badan POM Kawal Keamanan dan Efektivitasnya

Pemerintah menegaskan vaksin COVID-19 gratis tanpa persyaratan apapun dan tengah merampungkan perencanaan vaksinasi. Dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dari Kementerian Kesehatan menyampaikan, “Menindaklanjuti kebijakan vaksin COVID-19 gratis yang diumumkan Presiden pada tanggal 16 Desember lalu, dapat kami tegaskan bahwa vaksin COVID-19 gratis untuk masyarakat, tanpa persyaratan apapun, juga tanpa persyaratan keanggotaan dan keaktifan di BPJS Kesehatan”, ujarnya pada acara Keterangan Pers Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 bertema “Perkembangan Penyiapan Vaksin Covid-19” yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Jumat (18/12).

Saat ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan lintas Kementerian / Lembaga, tengah melakukan pendalaman dan penyesuaian skema dan mekanisme vaksinasi. "Setelah skema ini dirampungkan, maka akan disosialisasikan segera kepada pemerintah daerah dan masyarakat," tambahnya.

“Program vaksinasi COVID-19 adalah prioritas pemerintah yang akan dilaksanakan secara bertahap setelah dikeluarkannya izin penggunaan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dan rekomendasi dari Majelis Ulama Indonesia, serta seiring dengan ketersediaan vaksin. Kemenkes akan memastikan kesiapan semua fasilitas pelayanan Kesehatan, tenaga Kesehatan dan sistem distribusi untuk pelaksanaan vaksinasi”, terang Dr. Siti Nadia.

Di kesempatan yang sama, Dr. dra. Lucia Rizka Andalusia, M.Pharm, Apt, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dari Badan POM menyampaikan, “Sesuai arahan bapak Presiden terkait penyediaan vaksin COVID-19 bahwa seluruh prosedur harus dilalui dengan baik dalam rangka menjamin keselamatan masyarakat, serta efektivitas vaksin termasuk tahapan uji klinik fase III, sebagai otoritas pengawas obat dan makanan di Indonesia, Badan POM berkewajiban mengawal ketat keamanan khasiat dan mutu vaksin COVID-19, sebelum dan selama digunakan dalam program vaksinasi nantinya.”

Terkait vaksin Sinovac, Dr. dra. Lucia Rizka menyatakan bahwa Badan POM tengah melakukan evaluasi keamanan khasiat dan mutu vaksin dengan merujuk standar internasional seperti WHO, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA), Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) dalam melakukan evaluasi pemberian EUA.

Evaluasi vaksin tersebut dilakukan oleh Badan POM dan Komite Nasional Penilai Obat dan para ahli di bidang vaksin di antaranya dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), dan para ahli di bidang vaksin. Pengambilan keputusan berdasarkan landasan ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan dan bersifat independen.

“Untuk EUA, rekomendasi WHO menyebutkan data interim pengamatan 3 bulan setelah penyuntikan dapat digunakan sebagai dasar pemberian izin penggunaan darurat”, ujar Dr. Lucia Rizka Andalusia.

Selain itu, ia menyampaikan bahwa uji klinik fase III di Bandung berjalan sesuai timeline yang direncanakan, semua subjek (relawan) sudah mendapatkan dua kali penyuntikan diikuti pemantauan dengan periode 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan, untuk memastikan keamanan dan khasiat vaksin tersebut. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, vaksin yang diproduksi Sinovac juga diuji klinik di negara-negara lain termasuk Brazil, Turki, dan Chili.

“Peneliti akan mengumpulkan data-data tersebut dan melakukan analisis untuk kemudian dilaporkan ke Badan POM, yang selanjutnya dilakukan evaluasi sebelum vaksin digunakan untuk program vaksinasi," ujar Dr. Lucia Rizka Andalusia.

Dr. Lucia Rizka Andalusia juga menegaskan, “Meski menggunakan skema EUA, aspek keamanan khasiat dan mutu harus tetap terpenuhi berdasarkan data pendukung yang memadai. Selain Sinovac kami akan melakukan langkah evaluasi yang sama untuk kelima jenis vaksin lain yang ditetapkan Keputusan Menkes. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 9860 tahun 2020 dimungkinkan adanya perubahan jenis vaksin yang digunakan pemerintah, jika ada kandidat vaksin yang telah memenuhi persyaratan keamanan khasiat dan mutu yang ditetapkan menkes maka Badan POM akan melakukan proses evaluasi dan menerbitkan EUA."

Pelaksanaan vaksinasi COVID-19 ini bertujuan untuk mempercepat upaya menurunkan angka penularan, kesakitan, dan kematian karena COVID-19, yang harus dilaksanakan bersama dengan penguatan 3T (Tes-Telusur-Tindaklanjut) oleh Pemerintah, dan disiplin protokol kesehatan oleh masyarakat.

“Kami menghimbau masyarakat untuk memberikan dukungan bagi program vaksinasi ini. Jangan kendor menjalankan disiplin memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan siap divaksinasi saat vaksin siap. Bersama-sama kita bangun kekebalan kelompok untuk melindungi diri, melindungi negeri, dan mengakhiri pandemi”, tutup Dr. Siti Nadia Tarmizi.

***

Tentang Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) - Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) dibentuk dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 serta pemulihan perekonomian dan transformasi ekonomi nasional. Prioritas KPCPEN secara berurutan adalah: Indonesia Sehat, mewujudkan rakyat aman dari COVID-19 dan reformasi pelayanan kesehatan; Indonesia Bekerja, mewujudkan pemberdayaan dan percepatan penyerapan tenaga kerja; dan Indonesia Tumbuh, mewujudkan pemulihan dan transformasi ekonomi nasional. Dalam pelaksanaannya, KPCPEN dibantu oleh Satuan Tugas Penanganan COVID-19 dan Satuan Tugas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional.

sumber: https://covid19.go.id/p/berita/vaksin-covid-19-gratis-tanpa-syarat-badan-pom-kawal-keamanan-dan-efektivitasnya