Sesi Pleno, 25 September 2014

    sesi paralel    

 

PLENO 3

Monitoring dan Evaluasi Jaminan Kesehatan Nasional

25septpleno3Para narasumber dalam sesi Pleno 3Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),di bawah naungan BPJS,telah berjalan hampirsembilan bulan. Masih banyak ditemui kekurangan dalam pelaksanaan program ini.Butuh pemikiran dan terobosan untuk memperbaiki program agar lebih sesuai harapan.Isu ini ditangkap penyelenggara Forum Nasional V Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (Fornas V JKKI) 2014. Diskusi berbagai usulan untuk menciptakan program JKN yang lebih baik difasilitasi dalam sesi pleno 3 Fornas V JKKI 2014 ini.

Sesi yang digelar di Ballroom 1 dan 2 hotel Trans Luxury Bandung ini dimoderatori oleh Prof. Dr. HM. Alimin Maidin, dr., MPH.Sebelum mempersilakan pembicara menyampaikan paparan, Alimin membuka sesi dengan pernyataan "JKN harus suskses namun dengan cara yang beda. Karena kita akademisi maka kita kritisi kebijakan JKN ini."

Pembicara pertama sesi ini adalah dr. Tono Rustiano, MM dari BPJS Kesehatan. Direktur Perencanaan Pengembangan dan Manajemen Resiko ini menyoroti empat masalah yang harus diperhatikan selama pelaksanaan JKN. Pertama terkait kepesertaan. "Di kepesertaan kita harus berupaya mendapatkan peserta sehat, muda dan bekelompok," tutur alumnus Unpad ini. Permasalahan lainnya terkait menciptakan mekanisme pengumpulan iuran yang cepat tepat waktu, masalah di fasilitas kesehatan, serta terkait tarif yang dibangun agar lebih adil bagi semua pihak.

Permasalahan terkait pelaksanaan JKN ini juga diamati oleh dr. Adang,perwakilan Dewan Jaminan Sosial Nasional(DJSN). Hasil Monev JKN oleh DJSN menghasilkan beberapa temuan penting. Pertama dari aspek regulasi. Diakui dr. Adang, penyusunan regulasi ini sudah tersendat-sendat dari awal. Regulasi belum secara jelas dijabarkan pada peraturan turunan atau pedoman pelaksanaannya. Selainitu terdapat produk hukum penyelenggaraan JKN yang tidak sinkron dengan peraturan perundang-undangan yang lebihtinggi.Dari aspek kepesertaan ditemukan banyaknya peserta mandiri yang baru mendaftar sebagai anggota BPJS bila sudah sakit. Aspek fasilitas dan layanan kesehatan dalam era JKN ini ditemukan masih belum baik. Aspek manfaat dan iuran juga belum optimal.

Menyikapi berbagai temuan ini, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, Ph.D dari PKMK UGM menyampaikan tanggapannya. "Kami lihat, masalah terdapat pada desain kebijakannya. Ada pasal maupun Permenkes yang tidak benar. Bukan pada pelayanannya." Laksono juga menyampaikan solusi untuk berbagai masalah yang muncul dalam pelaksanaan JKN ini. Pertama adalah perlu ada perubahan kebijakan dan penambahan anggaran kesehatan. BPJS diharapkan harus dapat mengatasi problem adverse selection di non-PBI Mandiri. Perlu juga ada kebijakan investasi di daerah sulit termasuk penggunaan dana kompensasi. Terakhir, Laksono menekankan perlunya monitoring dan evaluasi lebih lanjut dengan menggunakan data empirik.

Harapan dan usulan untuk JKN yang lebih baik juga disampaikan oleh Dr. Henni Djuhaeni, dr. MARS. Henni berharap pelayanan kesehatan yang diberikan dapat lebih bermutu dan profesional. "Artinya sesuai standar dan memuaskan pelanggan. Pelanggan disini bukan hanya masyarakat atau pelanggan eksternal tetapi juga pelanggan internal yaitu provider."Agar JKN lebih baik, Henni mengingatkan akan pentingnya kejujuran menerima kekurangan diri. "Kalau BPJS ada kekurangan, harus mau menerima masukan dari akademisi misalnya FK atau dari forum seperti JKKI," jelasnya. Dalam penyusunan regulasi, Henni berharap disusun sebuah undang-undang sistem kesehatan, bukan hanya undang-undang kesehatan.

Reporter: drg. Puti Aulia Rahma, MPH

 

Monitoring penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2014
Kalsum Komariah (pusat pembiayaan dan jaminan kesehatan)

  Materi     Video

dr. Tono Rustiano, MM dari BPJS Kesehatan.

  Video 

Hasil monitoring dan evaluasi implementasi jaminan kesehatan nasional: semester I tahun 2014
dr. Adang

  Materi     Video

Pembahas: Prof. dr. Laksono Trisnantoro

  Materi     Video

Pembahas: Dr. Henni Djuhaeni, dr. MARS

  Video 

Sesi Diskusi dan Tanya Jawab

  Video 

 

Sesi Pleno, 24 Agustus 2015

Reportase Pleno hari 2  |  Paralel hari 1  |  Paralel hari 2  |  Workshop hari 3

 

SESI PEMBUKAAN

Pembukaan Forum Kebijakan Kesehatan VI

pembukaan-24agssesi pembukaan forum kebijakan kesehatan indonesiaPara peneliti dan praktisi dari seluruh Indonesia berdatangan ke bumi Padang untuk Kebijakan Kesehatan Indonesia VI selama empat hari ke depan (24-27 Agustus 2015). Kelompok peneliti dan praktisi kesehatan ini akan membahas semua masalah dan pembelajaran mengenai kebijakan kesehatan di Indonesia. Tema yang diangkat mengenai Universal Health Coverage 2019: Manfaat, Kendala, dan Harapannya.

Laporan kegiatan disampaikan oleh Ketua Panitia Forum kebijakan kesehatan indonesia ke VI, Prof. Dr. dr. Hj. Rizanda Manchmud, M.Kes. Antusiasme peserta forum tahun ini sangat luar biasa, ada lebih dari 302 peserta dan 130 abstrak dari dalam dan luar Padang. Forum nasional tahun ini pertama kalinya digelar dengan webinar dengan 7 universitas sebagai co-host. Selama empat hari ke depan, kita berkumpul untuk berdiskusi dan mencari solusi untuk perbaikan program Jaminan Kesehatan Nasional dan kebijakan-kebijakan lainnya, bukan sebaliknya. Semoga kegiatan ini berbuah manfaat dan menambah luas jaringan seperti ranting-ranting pinus.

Pengantar rangkaian kegiatan disampaikan oleh koordinator Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI), Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD. Isi pengantar tersebut, antara lain: Selamat datang kepada seluruh peserta, tahun 2015 ini terlihat kemajuan pesat dari jaringan ini yang pertama kali terbentuk di tahun 2000. Bersyukurlah kita mendapat kesempatan untuk berkumpul membahas mengenai masalah-masalah dan pembelajaran di tahun kedua pelaksanaan JKN. Bukan hanya JKN yang dibahas dalam forum ini, para peserta dapat memilih pokja-pokja kebijakan yang ada yaitu: Pokja Kesehatan Ibu dan Anak, Pembiayaan Kesehatan, HIV/AIDS, Pendidikan SDM Kesehatan, Pelayanan Kesehatan, Gizi Masyarakat, Kesehatan Lingkungan, Penanggulangan Bencana, Mental Health, dan lainnya.

Sambutan sekaligus pembukaan disampaikan oleh Rektor Universitas Andalas, prof. DR. Werri Datta Taifur, SE, MA. Senang sekali Padang menjadi tuan rumah untuk forum ini. Ini memang masalah penting untuk dibahas secara nasional karena untuk mencapai kemajuan bangsa maka kesehatan adalah salah satu indikator yang harus diperhatikan, selain pendidikan. Pondasi kesehatan masyarakat harus kuat. Salah satu inisiatif negara kita adalah dengan menyelenggarakan universal health coverage. Dengan mengucap basmalah forum ini resmi dibuka.

  1. 24ags-tarianTari PasambahanTerakhir, sambutan oleh Gubernur Sumatera Barat yang diwakili oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, dr. Rosnini Savitri, M.Kes. Dalam sambutannya, Rosnini menyampaikan sejumlah hal, antara lain dana untuk kesehatan Sumatera Barat sudah mencapai 16,8 % meski masih ada kabupaten/kota yang masih berkisar 4-5% tetapi ada juga kabupaten yang justru lebih tinggi hingga mencapai 18%. Ini menjadi tantangan kami memang, bagaimana meningkatkan pendanaan bidang kesehatan di Sumatera Barat. Forum ini sangat bermanfaat bagi Sumatera Barat, dilihat dari isu-isu kebijakan yang diangkat, diantaranya mengenai bencana dan HIV AIDS. Kami haturkan banyak terimakasih dan mohon maaf jika ada kesalahan dan kekurangan dalam penyelenggaraan kegiatan ini.

Pembukaan Forum Kebijakan Kesehatan Indonesia VI kali secara simbolis dibuka dengan pemukulan gong kecil oleh masing-masing perwakilan penyelenggara dan sponsor. Seluruh peserta, disambut di Bumi Minang dengan tarian penyambutan tamu: Tarian Pasambahan yang dibawakan oleh mahasiswa-mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Reporter: Madelina Ariani

 

Laporan Ketua Panitia FKKI VI
Prof. DR. dr. Rizanda Machmud, M.Sc., Ph.D

video 

Pengantar Koordinator Jaringan
prof. dr. Laksono Trisnantoro, Msc, PhD

video

Rektor Universitas Andalas
Prof. DR. Werri Datta Taifur, SE, MA

video

Sambutan dan pembukaan resmi
dr. Rosnini Savitri, M.Kes, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat

video

 

Sesi Pleno, 25 Agustus 2015

Reportase Pleno Hari 1  |  Paralel Hari 1  |  Paralel Hari 2  |  Workshop hari 3

 

SESI IV

Reportase Pleno IV

25ags-pleno4Diskusi sesi pleno 4

Diskusi panel ke-4 ini membahas dua hal yaitu memposisikan puskesmas sebagai sentral dalam fasilitas kesehatan tingkat pertama dan majerial puskesmas yang harus berjalan. Selain itu, diskusi ini juga mengajak untuk jangan ada pembiaran terhadap peran puskesmas. Diskusi ini difasilitatori oleh Dr.dr Deni Sunjaya DESS dari Universitas Padjajaran dengan pembahas Prof.Dr. dr. Akmal Taher, Sp. U; dr. Adang Bahtiar, MPH, D.Sc (Ketua IAKMI Pusat) dan H. Andra Sjafril, SKM, M. Kes (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau).

Diskusi diawali dengan presentasi dari Prof. Dr. dr. Hj. Rizanda Machmud, M. Kes dari Universitas Andalas mengenai penguatan fasilitas kesehatan tingkat pertama dan penguatan dinas kesehatan kabupaten/ kota dalam Pelayanan UKP dan UKM. Dalam paparannya, Rizanda menekankan tentang tugas puskemas yang harus dilakukan terkait dengan Permenkes No.75 tahun 2014. Puskesmas yang diharapkan berperan sebagai sentral akan memiliki kesulitan untuk menjalankan Permenkes No.75 tahun 2014 karena akan ada permasalahan di pelaporan dan pencatatannya. Untuk mengatasi hal ini memang sudah ada aplikasi PCare tetapi aplikasi ini tidak bisa mendistribusikan semua keperluan di Puskesmas. Presentasi kedua disampaikan oleh DR. dr. Mubasysyr Hasanbasri, MA dari Universitas Gadjah Mada mengenai apakah puskesmas sebagai lembaga pemerintah mampu menjalankan fungsi sebagai FKTP yang baik. Presentasi ini menyoroti tentang organisasi yang ada di puskesmas, khususnya manajerialnya. Manajerial ini perlu dilakukan untuk keperluan pengelolaan karena kerja di puskesmas tidak dapat dijalankan seorang diri. Meskipun demikian, sistem manajerial ini tidak akan berjalan dengan baik jika tidak didukung oleh Dinas Kesehatan.

Pembahasan mengenai kedua topik ini menjelaskan tentang kurangnya integrasi di puskesmas sehingga permasalahan di puskesmas sudah ada sebelum era JKN. Permasalahan ini masih ada hingga saat ini. Selain itu,menurut Prof. dr. Akmal Taher, Sp puskesmas memang enggan untuk mengatur manajerialnya sendiri karena pihak puskesmas tidak mau ribut di level bawah sehingga lebih baik level atas saja yang mengatur. Ide yang muncul disini adalah memilih tokoh di manajerial yang komprehensif sehingga dapat memberikan pelayanan yang baik. Pihak yang diharapkan untuk melakukan manajerial ini berasal dari lulusan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat dan bukan lagi dokter. Kendalanya adalah lulusan FKM tidak percaya diri menjalankan peran ini.

Untuk keikutsertaan pihak Dinas Kesehatan terhadap peran puskesmas dibahas oleh H. Andra Ajafril, SKM, M. Kes yang menjelaskan bahwa di Dinas Kesehatan Riau sudah diutamakan akreditasi dan manajemen puskesmas. Sayangnya, menurut Prof. Dr. dr. Hj. Rizanda Machmud, M.Kes hal tersebut belum terjadi di Padang. Umpan balik belum terjadi dari dinas kesehatan ke puskesmas. Sehingga bisa dikatakan bahwa keadaan puskesmas masih sulit di generalisasikan akibat dari otonomi daerah. 

Materi Presentasi

Penguatan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan penguatan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam Pelayanan UKP dan UKM:

Prof. DR. dr. Hj. Rizanda Machmud, M.Sc., Ph.D

materi

Apakah Puskesmas sebagai lembaga pemerintah mampu menjalankan fungsi sebagai FKTP dengan baik?

DR. dr. Mubasysyr Hasanbasri, MA. Universitas Gadjah Mada

materi

Video Sesi Diskusi

Diskusi part 1  part 2  part 3

 

 

Forum Nasional V JKKI di Bandung

JARINGAN KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA

Bekerja sama dengan

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJAJARAN BANDUNG

Menyelenggarakan

FORUM NASIONAL V :
JARINGAN KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA

dengan tema :

MONITORING PELAKSANAAN KEBIJAKAN JKN DI TAHUN 2014
KENDALA, MANFAAT, DAN HARAPANNYA

Sub Tema

Tantangan Kebijakan Kesehatan dalam Pemerataan Kesehatan
di Era Sistem Jaminan Kesehatan Nasional dan Masih Tingginya Hambatan
dalam Pencapaian MDG 4, 5 dan 6.

Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran dan
Hotel Trans Luxury Bandung, 24 – 26 September 2014

LAP-KEG 01

 

Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia adalah suatu jembatan penyambung berbagai pemangku kepentingan dalam kebijakan kesehatan di Indonesia. Mereka yang bergabung : para peneliti, akademisi, pemerhati, praktisi kebijakan, kelompok masyarakat, wakil rakyat, birokrat, pengamat dari berbagai profesi dan lembaga.

Forum ini telah 4 kali digelar, setiap tahun berturut-turut di Jakarta (UGM), Makasar (Unhas), Surabaya (Unair) dan Kupang (Universitas Nusa Cendana). Pada tahun 2014 ini kota Bandung mendapat giliran dengan Fakultas Kedokteran Unpad sebagai tuan rumah.

Tahun 2014 merupakan tahun stratejik karena bertepatan dengan perubahan politik yang terjadi di negara ini. Para wakil rakyat baru, pemimpin baru akan segera hadir dengan visi, misi dan strateginya. Sejauhmanakah rencana dan kebijakan mereka selaras dengan kebutuhan dan harapan masyarakat?

Tema tahun ini adalah "MONITORING PELAKSANAAN KEBIJAKAN JKN DI TAHUN 2014 : KENDALA, MANFAAT DAN HARAPANNYA". Dengan sub tema :"Tantangan Kebijakan Kesehatan dalam Pemerataan Kesehatan di Era Sistem Jaminan Kesehatan Nasional dan Masih Tingginya Hambatan dalam Pencapaian MDG 4, 5 dan 6".

Kelompok-kelompok kebijakan kesehatan yang akan berkumpul merupakan kelompok yang sudah lebih dahulu berkembang dalam forum sebelumnya serta kajian baru tahun ini :

pokja-PKMK 01
pokja-2 01

 

PENDAFTARAN WEBINAR

Bagi yang tidak dapat hadir di Bandung tetap dapat mengikuti rangkaian kegiatan melalui Webinar dengan melakukan pendaftaran terlabih dahulu dan membayar biaya registrasi sebesar Rp. 1.500.000,- . Webinar adalah cara mengikuti dengan menggunakan Teleconferens. Dapat dilakukan oleh perorangan ataupun lembaga diseluruh dunia. Syaratnya adalah memiliki sambungan WIFI minimal 512 Kbps.

Informasi selengkapnya bisa dilihat pada leaflet berikut

 Leaflet Pendaftaran Webinar           Panduan Webinar untuk Peserta          

 

List Abstrak Forum Nasional V JKKI Panduan Presentasi
    Free Paper Pokja Gizi     Free Paper Pokja HIV / AIDS     E- Poster Format
Free Paper Pokja Kesehatan Jiwa Masyarakat Free Paper Pokja Kebijakan Kesehatan Ibu & Anak Panduan Presentasi Poster
Free Paper Pokja Kebijakan Pembiayaan Free Paper Pokja Pelayanan Kesehatan   Panduan Presentasi Oral

 

  PENDAFTARAN DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN:

Pendaftaran bagi peserta sampai dengan tanggal 31 Agustus 2014 :

Kategori

Sebelum tgl 31 Agustus 2014

Tgl. 1 – 20 September 2014

Setelah 20 September 2014

Umum

Rp. 1.000.000,-

Rp. 1.250.000,-

Rp. 1.500.000,-

Mahasiswa

Rp. 750.000,-

Rp. 750.000,-

Rp. 1.000.000,-

Pembayaran peserta melalui BNI BLU Unpad an. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesiano rek. 988 2340540702012.

Copy bukti pembayaran/ slip transfer dikirimkan melalui email ke This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.. dan
This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. / This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. atau melalui faximile di 022 203 8030.

Bagi mahasiswa agar disertakan copy Kartu Mahasiswa dan dikirim ke e mail/ fax tersebut di atas.

 

INFORMASI LEBIH LANJUT :

Fakultas Kedokteran Unpad, Jl. Eyckman 38 Bandung; Lantai 4 Wing Utara
An. Sheila Mariana/ Nanang Sudrajat/ Dian Anggraeni
pada no tlp/ fax: 022 203 8030 atau email tersebut di atas
Web : www.kebijakankesehatanindonesia.net  dan www.fk.unpad.ac.id 

 

INFORMASI LAINNYA

Hotel di Bandung :

1.

Aerowisata (Grand Hotel Preanger)

Jl. Asia Afrika No. 81 Bandung

Rp. 700.000,-

2.

Arion Swiss Bel Hotel

Jl. Oto Iskandardinata No. 16

Rp. 750.000,-

3.

Aston Primera Pasteur

Jl. Djundjunan No. 96 Bandung

Rp. 800.000,-

4.

BTC Hotel

Jl. Djundjunan No. 143 – 149

Rp. 500.000,-

5.

Gino Feruci Hotel

Jl. Braga No. 67 Bandung

Rp. 600.000,-

6.

Cassadua

Jl. Cassa No. 2 Bandung

Rp. 200.000,-

7.

Galeri Ciumbuleuit Hotel

Jl. Ciumbuleuit No. 42 A

Rp. 600.000,-

8.

Grand Serela Setiabudi

Jl. Hegarmanah No. 9 – 15

Rp. 700.000,-

9.

Holiday Inn

Jl. Ir. H. Djuanda No. 31 – 33

Rp. 1.000.000,-

10.

Luxton Hotel

Jl. Ir. H. Djuanda No. 18

Rp. 750.000,-

11.

Horison

Jl. Pelajar Pejuang 45 No 121

Rp. 600.000,-

12.

Santika Hotel

Jl. Sumatera No. 52 – 54

Rp. 800.000,-

13.

The Majesty Hotel

Jl. Surya Sumantri No. 91

Rp. 600.000,-

Sesi Paralel, 24 September 2014

    sesi pleno    

 

Pembiayaan Kesehatan

 

icon bdg   Pokja Kebijakan Pembiayaan Kesehatan


24sept par1Salah satu sesi paralel dalam Fornas V JKKI yaitu mengenai kebijakan pembiayaan yang dimoderatori oleh Bapak Prawira. Sesi pertama kebijakan pembiayaan diawali dengan bahasan mengenai studi hambatan dalam pendanaan kesehatan di Puskesmas. Pada bahasan ini, M. Faozi Kurniawan (PKMK FK UGM) menjelaskan berbagai hambatan dalam fund-channelling beserta solusi alternatif yang kerap dilakukan Puskesmas. dr. Azhar Jaya, SKM, MARS selaku pembahas juga menegaskan bahwa kapasitas fiskal daerah perlu diperhatikan. Menurut beliau, kapasitas fiskal lebih cocok untuk mekanisme DAK. Ketersediaan SDM administrasi juga sangat diperlukan dalam penyesuaian kaidah keuangan di Puskesmas.

Sesi paralel kebijakan pembiayaan ini disertai beberapa presentasi oral. Analisis peran pemerintah dalam implementasi JKN oleh Putu Astri Dewi Miranti mengawali sesi presentasi oral tersebut. Putu menyimpulkan bahwa pemerintah belum melaksanakan peran dan tugas sesuai regulasi dalam implementasi JKN sampai dengan pelaksanaan bulan April 2014. Paper ini diikuti oleh pemaparan mengenai potensi peran lembaga sosial dalam sistem kesehatan di era JKN oleh Hilmi Sulaiman Rathomi.

Menurut Hilmi, lembaga yang berafiliasi dengan agama, cenderung lebih sustainable. Organisasi sosial di negara maju pun mulai bergeser dari fokus pelayanan menjadi penyusun kebijakan. Fasilitas kesehatan primer memiliki jumlah paling besar dalam organisasi sosial. Di akhir penjelasan, Hilmi kembali menegaskan bahwa peran lembaga sosial dapat sebagai fasilitas kesehatan, membantu pembiayaan masyarakat miskin non PBI, penguatan promosi dan preventif, dan upaya pemberdayaan masyarakat.

Faisal Mansur menyusul sesi paper mengenai layanan gratis pun ditolak masyarakat miskin. Kajian tersebut dilakukan di NTT dan Jatim yang berkesimpulan bahwa masyarakat miskin yang memiliki jamkesmas yang tidak memanfaatkan jamkesmas, cenderung lebih banyak di Jatim dibandingkan NTT. Adapun penyebabnya, diantaranya : administrasi ribet, kekhawatiran adanya perbedaan pelayanan, dan masyarakat yang masih merasa penyakit yang diderita adalah ringan.

Berbeda dengan penyaji sebelumnya, Vini Aristianti lebih menjelaskan mengenai analisis kebijakan dan hubungan purchaser dengan provider dalam era JKN. Vini menilai bahwa hubungan antara pembeli dan pemberi layanan belum dilaksanakan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang dan peraturan yang ada. Adanya mobil khusus sosialisasi JKN menjadi salah satu saran yang dikemukakan Vini dalam meningkatkan hubungan tersebut.
Advokasi keberlanjutan program JKN dengan pendekatan economic lost (studi kasus di provinsi Sulawesi Barat) oleh Kasman Makkasau melanjutkan sesi berikutnya. Hal ini juga dilengkapi dengan paper dari Haerawati Idris mengenai utilisasi jaminan kesehatan wilayah timur Indonesia yang dianalisis berdasarkan IFLS 2012. Berdasarkan kajian, peserta askeskin paling banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Haerawati menjelaskan bahwa sekitar 17% dana askeskin justru dinikmati oleh masyarakat menengah ke atas.

Pada sesi diskusi, komitmen 10% APBD dan 5% APBN di luar gaji dipertanyakan. Bapak Azhar membenarkan adanya tantangan besar, bahkan hampir terjadi pada semua wilayah di Indonesia. Ibu Via dari Dinkes Bandung mengutarakan rendahnya BOK akibat kebijakan keuangan yang seringkali berubah dan terkadang berbenturan dengan juknik BOK. Bapak Fauzi menilai bahwa kendala birokrasi tersebut juga sering dialami Puskesmas di daerah lainnya. Menurut beliau, setidaknya juknis berusaha diterbitkan lebih awal, tetapi tetap menunggu DIPA keluar. Pada akhirnya dana internal pun digunakan untuk membiayai operasional Puskesmas.

Ibu Selly dari konsorsium perempuan Sumatera mengungkapkan pendataan yang masih belum akurat dalam menentukan penerima manfaat jaminan bahkan masih rumitnya birokrasi sering mengganggu pelayanan kesehatan. Bapak Azhar setuju dengan hal tersebut dan menegaskan bahwa mulai saat ini fee atau jasa pelayanan dokter sudah disesuaikan per tindakan, bukan berdasarkan kelas perawatan.

Sesi Paralel 1 : Kebijakan Pembiayaan

Analisis Peran Pemerintah dalam Implementasi JKN 

Putu Astri Dewi Miranti
  Materi 

Analisis Kebijakan dan Hubungan Purchaser dengan Providers dalam Era JKN di Indonesia tahun 2014

Vini Aristianti, dkk
  Materi

 

Sesi Paralel, 25 September 2014

    sesi pleno    

 

kesehatan Ibu & Anak

 

icon bdg   Pokja Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak


25septkiapara pembicara dalam kelompok KIAPemaparan pokja KIA pada sesi ini memfokuskan pada program penurunan AKI, AKB dan AKABA. Beberapa langkah telah diilakukan, salah satunya melalui kerja sama dengan perusahaan. Hal ini seperti yang dipaparkan oleh Dwi Endah, MPH. Menurut Dwi kerjasama dengan CSR dengan pengadaan program mobil sehat sebagai suatu implementasi untuk menurunkan AKI, AKB dan persalinan nakes di daerah dengan akses sulit. Dengan adanya program ini cakupan persalinan nakes mencapai 100%. Selain dengan program mobil sehat penurunan AKI dan AKB dapat dilakukan dengan cara prediksi kematian neonatal dengan data rekam medik yang dipaparkan oleh Herlin Priscila Pay. Herlin memaparkan dengan rekam data medik dapat memprediksikan bagaimana resiko kematian ibu dan anak oada waktu persalinan.

Penurunan AKI dan AKB dapat juga dilakukan dengan pengembangan pengetahuan dan sikap dalam kondisi resiko tinggi. Hal ini dikarenakan masih banyak ibu hamil yang belum mengetahui bahwa dirinya mempunyai resiko tinggi. Oleh karena itu menurut Esti Hitatami perlu adanya sosialsasi yang aktif mengenai resiko tinggi dengan memanfaatkan layanan pesan singkat. Capaian yang dihasilkan dengan metode ini meningkatkan pengetahuan tentang kehamilan dan resiko-resiko tinggi yang terdapat dalam ibu hamil.

Pemerintah daerah turut andil dalam penurunan AKI dan AKB seperti yang dipaparkan oleh Deni Harbianto. Deni memaparkan bahwa Perencanaan dan pelayanan KIA merupakan persan daerah dan membutuhkan tanggung jawab bersama antar lintas sektor, namun yang terjadi sekarang terjadi tumpang tindih program di pemerintah. Oleh karena itu perlu adanya perencanaan yang berbasis bukti dan menempatkan Bappeda sebagai koordinator utama dalam perencanaan daerah.

Sementara ini, jarang program penurunan AKI dan AKB dengan memanfaatkan faktor sosial budaya. Menurut Dr. Marten Sagrim, penurunan AKI dan AKB dapat dilakukan dengan pelatihan kader kesehatan dan ibu adat dalam persalinan, menyekolahkan orang daerah menjadi bidan, perawat dan tenaga kesehatan lainnya dan promosi media kesehatan. Hal ini dikarenakan beberapa masyarakat tidak mau dibantu kelahirannya oleh orang lain yang bukan berasal dari komunitas sendiri.

 

Sesi Paralel 3 : Kebijakan KIA

Tantangan dalam Perencanaan dan Penganggaran Program Kesehatan Ibu dan Anak di Provinsi Papua
Deni Harbianto, et al.

  Materi

Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Kehamilan Risiko Tinggi Melalui Layanan Pesan Singkat terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil - Esti Hitatami dkk

  Materi

Model Integratif Kemitraan Kader Kesehatan, Ibu adat, dan Petugas Kesehatan dalam Pertolongan Persalinan pada Perempuan Suku Taburta di Kawasan Adat Terpencil (KAT) Kabupaten Mamberamo Tengah Propinsi Papua - Dr. Marthen Sagrim

  Materi

Prediksi Kematian Neonatal Menurut Penyebab Kematian dengan Model ARIMA Box Jenkins Tahun 2008-2013 di RSUD Prof DR. W. Z. Johannes Kupang - Herlin Pricilia Pay

  Materi

Kontribusi Program CSR Perusahaan dalam KIA (Studi Implementasi Mobil Sehat di Daerah Sulit)
Dwi Endah, SKM

  Materi

 

 

Sesi Paralel, 24 Agustus 2015

Reportase Pleno hari 1  |  Pleno 2  |  Paralel hari 2

KIA

 

Kesehatan Ibu dan Anak


Salah satu bidang yang sangat diutamakan Indonesia ialah kesehatan terutama masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Fokus pemerintah untuk memenuhi target MDGs dalam bidang ini ialah dengan menekan angka kematian ibu dan anak (AKI). Dalam sesi paralel pokja Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) akan membahas beberapa policy brief yang sudah dikirimkan oleh peserta. Moderator diskusi siang ini adalah Dr. dr Hafni bachtiar, MPH dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas.

Diskusi pertama dibawakan dari Balitbangkes Jawa Barat dengan tema "Program Pendampingan Persalinan oleh Tenaga Bidan Sebagai Upaya Pendekatan Etnis Baduy Dalam". Penelitian ini merupakan penelitian etnografi yang dilaksanakan di suku Baduy. Latar belakangnya yaitu ada beberapa budaya daerah yang masih membahayakan kesehatan ibu anak. Di suku Baduy ibu melahirkan secara mandiri, dan tenaga kesehatan hanya membantu pada saat setelah melahirkan. Dampak dari budaya tersebut yaitu tidak sedikit bayi baru lahir hanya bertahan 0-48 jam. Oleh karena itu, diharapkan bidan bisa menjadi barisan terdepan dalam membantu proses persalinan di suku Baduy.

Selanjutnya diskusi dibawakan oleh perwakilan dari Fakultas Kedokteran UGM. Dengan tema Pengembangan Kebijakan Manual Rujukan Khusus KIA di Tingkat Kabupaten/Kota" . Tujuan dibuatnya manual rujukan yaitu untuk menolong persalinan pada ibu baik normal maupun dengan kasus kegawatan dengan sedini mungkin. Manual rujukan juga merupakan salah satu cara untuk menekan angka kematian ibu dan anak. Ada 10 langkah dalam menyusun manual rujukan KIA, semuanya melibatkan para tenaga kesehatan untuk saling berkolaborasi. Dengan adanya manual rujukan diharapkan Rumah Sakit menyiapkan jejaring PONEK 24 jam.

Reporter : Elisa Sulistyaningrum. 

List Presentasi dan Policy Brief

  

 

 

Sesi Paralel, 25 Agustus 2015

Reportase Pleno hari 1  |  Pleno hari 2  |  Paralel hari 1  |  workshop hari 3

 

FKTP

 

Kelompok Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama


25ags-fktp

Fasilitas kesehatan tingkat pertama merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan sistem kesehatan di negeri ini. Perannya menjadi sangat sentral di masyarakat dalam menciptakan masyarakat yang sehat dan mandiri. Bukan hanya upaya kuratif dan rehabilitatif yang terus dilakukan namun juga upaya promotif dan preventif juga harus terus didorong untuk dikesinambungkan.

Pada pembicara pertama di sesi ini oleh Mariati Rahmat, SKM., MPH memaparkan hasil penelitiannya yang dilaksanakan di Kab. Sinjai Pov. Sulawesi Selatan tentang peran Posbindu di Desa dalam pengendalian faktor resiko penyakit tidak menular dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pencegahannya. Beliau memberikan penekanan bahwa ada penghematan anggaran yang jauh lebih murah pada proses intervensi di Posbindu daripada biaya yang mesti dikeluarkan setelah terpapar penyakit tidak menular.

Pembicara selanjutnya oleh Tri Astuti Sugiyatmi membahas tentang perlunya evaluasi kebijakan pemerintah tentang layanan puskesmas 24 jam di Kota Tarakan Prov. Kalimantan Utara. Di wilayah tersebut terdapat 3 dari 7 puskesmas yang telah memberikan layanan 24 jam dengan berbagai variasi. Layanan ini bukan hanya untuk UGD namun juga berlaku bagi poliklinik. Pelayanan 24 jam ini sangat menyita waktu para tenaga kesehatan ke program-program UKP sehingga upaya promotif dan preventif cenderung terabaikan. Dalam sesi diskusi tersampaikan bahwa kebijakan layanan puskesmas 24 jam ini lebih cocok di perkotaan namun dipertanyakan bagaimana sisi keadilannya di pedesaan.

dr. Suryani Yulianti, M.Kes melanjutkan topik tentang gambaran pelaksanaan pelayanan BPJS kesehatan di FKTP Kota Semarang Prov. Jawa Tengah. Pengumpulan data diambil melalui proses observasi dan wawancara terhadap 20 dokter dan 100 pasien yang sedang memeriksakan dirinya atau keluarganya di FKTP. Hasilnya menegaskan bahwa pelaksanaan BPJS kesehatan oleh FKTP sudah dilaksanakan secara komprehensive dan sesuai ketentuan serta dianggap memberikan manfaat baik bagi pasien maupun dokter pemberi layanan.

Pembicara terakhir oleh Budi Eko Siswoyo, SKM., MPH membahas tentang alokasi dan pemanfaatan dana kapitasi di puskesmas perawatan dan non perawatan di Kab. Ngada Prov. Nusa Tenggara Timur. Disampaikan bahwa alokasi kapitasi puskesmas perawatan lebih besar dari puskesmas non perawatan dengan rerata pemanfaatan jasa pelayanan sebesar 60% dan belanja modal justru menjadi biaya operasional paling tinggi. Studi ini menemukan adanya subsidi silang antar puskesmas dalam pemanfaatan dana kapitasi namun belum terlihat indikasi subsidi terbalik dalam pola utilisasi di puskesmas, hal ini memerlukan kajian lebih lanjut. Harapannya peningkatan dana kapitasi diiringi dengan tidak menurunnya anggaran kesehatan daerah dan dukungan regulasi dari daerah dalam perencanaan dan penganggaran sesuai kebutuhan.

list presentasi dan policy brief

 

Reportase: Surahmansah Said