Simposium 2, 2 Oktober 2014

 

Breakfast

Breakfast Launches

breakfDok. Putu ekaPada rangkaian acara Global Symposium, terdapat beberapa acara breakfast launches. Acara biasanya dilakukan pada pagi hari, satu jam sebelum acara plenary atau symposium dimulai, dan untuk yang hadir disediakan makan pagi . Program ini biasanya berupa launching suatu suplemen jurnal, proyek penelitian baru, atau organisasi atau kelompok kerja baru. Peserta diminta mendengar dan berdiskusi tentang apa yang sudah mereka lakukan.

Pada breakfast launches tanggal 2 Oktober, terdapat lima kelompok yang berbagi pengalamannya. Pertama mengumumkan supplement journal untuk Health Policy and Planning untuk "Science and Practice on people-center health system,". Kedua untuk seri penelitian baru tentang "Universal Health Coverage (UHC)" dari UNICEF, dan ketiga tentang joint group WHO dan World Bank untuk pengukuran kemajuan UHC dalam konteks post MDG 2015. Selanjutnya adalah book launching untuk "African Health Leaders: making change and claiming the future", dan yang terakhir adalah launching dari Chatam House report terkait health financing.

Reporter mengikuti launching dari supplement journal untuk "Health policy and planning" untuk tema Global Symposium tahun ini aitu, "Science and Practice on People-center Health System." Beberapa penulis publikasi dan chief editor mempresentasikan proses penerbitan dan isi dari supplement tersebut. Semua peserta mendapatkan satu eksemplar jurnal yang sudah terbit tersebut.

Dalam pengantarnya, Sarah Bennet, editor in chief dan Kabir Sheikh (Public Health Foundation of India) mengatakan bahwa sistem kesehatan harus mencari cara untuk melayani orang dan masyarakat. Sistem kesehatan harus membawa nilai-nilai dalam kehidupan manusia, bukan hanya dengan merawat dan melayani mereka, melainkan juga secara lebih luas menawarkan janji untuk keamanan ekonomi dari waktu ke waktu dan keluar dari kerentanan yang berat.

Upaya tersebut dilakukan dengan, pertama, mengedepankan suara dan kebutuhan masyarakat, karena seharusnya keinginan dan kebutuhan masyarakatlah yang membentuk "health system." Nandi dan Scheneider dalam jurnal ini mencontohkan keikutsertaan Mitanin (pekerja kesehatan di masyarakat) dalam mempengaruhi "social determinant of health di India. Demikian juga Abimbola yang hadir dalam launching tersebut mencontohkan bahwa sumber daya masyarakat dapat mengatasi kegagalan pemerintah dalam penyediaan layanan kesehatan.

Kedua adalah "people-centredness in service delivery," yaitu pelayanan hendaknya dirancang dan diberikan berdasarkan kebutuhan masyarakat, bukan klinisi atau penyedia layanan. Prinsip yang dianut adalah quality, safety, longitudinality, closeness to community dan responsiveness terhadap perubahan. Manu dalam publikasinya dalam jurnal suplemen ini mengemukakan bahwa petugas surveilan masyarakat yang bekerja secara sukarela dalam suatu intervensi dapat mempromosikan perawatan esensial bagi bayi baru lahir dan mengidentifikasi tanda-tanda vital bayi dan kemudian merujuk ke fasilitas kesehatan.

Ketiga, kita harus menyadari bahwa sistem kesehatan adalah insititusi sosial, dimana semua aktor di dalamnya seharusnya bertindak sesuai dengan tanggungjawabnya. Penelitian Aberese-Ako dkk. di Ghana menggarisbawahi kerjasama yang baik antara administrator kesehatan dan petugas kesehatan serta masyarakat atau pasien, namun hubungan antara pengetahuan dan kebijakan orang-orang dalam health system sangat jarang untuk diteliti.

Kemudian yang keempat adalah prinsip bahwa nilai-nilai akan mengarahkan sistem kesehatan yang bersumber pada masyarakat dan pada akhirnya reformasi sistem dapat berdampak pada nilai-nilai dalam sistem itu sendiri. Menghormati dan mencapai " equal treatment" bagi mereka yang berlainan gender, agama, kelompok sosial dan ekonomi adalah prinsip yang penting untuk mempertimbangkan bagaimana pelayanan harus dirancang dan diberikan kepada masyarakat.

Suplemen jurnal ini pada akhirnya menunjukkan cara-cara yang berbeda dalam melakukan riset dalam sistem kesehatan yang berfokus pada masyarakat dan bagaimana memahami mereka. Selain itu, jurnal ini juga mencoba melihat tantangan para peneliti sendiri dalam melihat perannya dalam sistem itu senndiri.

Reporter: Retna Siwi P

 

 

Simposium 3, 3 Oktober 2014

 

Plenary 4

Future scenarios: Health system development and research beyond the MdGs

Chair: Tim Evans, Member of the Board, Health Systems Global

PA030411Tim Evans (Dok. Tiara)Panelis dalam plenary ini antara lain, Sara Bennett, Associate Professor, Johns Hopkins School of Public Health, USA; Keith Cloete, Chief Director, Metro District Health Services, Western Cape Government, South Africa; Abdul Ghaffar, Executive Director, Alliance for Health Policy and Systems Research, WHO, Geneva; Sharmila Mhatre, Programme Leader, International Development Research Centre, Canada, dan Amit Sengupta, Associate Global Coordinator, People's Health Movement, India. Anne Musava, a representative of the Emerging Voices

Sebagai sesi penutup dari simposium global ini, beberapa poin penting perlu digarisbawahi. Apa yang harus dilakukan setelah ini? Baik dalam menyambut berakhirnya era MDG dan juga dalam mengembangkan sistem kesehatan yang lebih berpusat pada masyarakat ("people centred health system"). Dalam sesi plenary ini, beberapa poin penting akan diangkat dan diharapkan dapat menjadi agenda utama para peneliti, pembuat kebijakan, dan praktisi kebijakan dalam peran masing-masing dalam meningkatkan kinerja sistem kesehatan global.

Sesi dimulai dengan pembukaan oleh Tim Evans selaku moderator. Tim Evans menggarisbawahi bahwa walaupun simposium ini akan segera ditutup, pekerjaan sebagai peneliti sistem kesehatan baru saja mulai dan menghasilkan banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama. Apa yang harus dilakukan bersama dengan masyarakat, pelaku dan pengambil kebijakan, agar sistem kesehatan global yang ada menjadi lebih baik dan berpusat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat? Para panelis diminta untuk memberikan beberapa poin kunci yang didapatkan dari simposium ini dan dari berbagai diskusi yang harus dilanjutkan dengan praktek nyata di bidang masing-masing.

Poin penting yang dikemukakan antara lain pembuat kebijakan dan praktisi di level distrik adalah kunci penting dalam pengembangan sistem kesehatan. Lalu, membentuk people-centred health system. Pentingnya penguatan kapasitas riset baik di level peneliti maupun praktisi dan pembuat kebijakan dalam hal sistem kesehatan yang lebih berpihak pada masyarakat dan menempatkan masyarakat sebagai pusat sistem kesehatan. Peneliti seringkali merasa berada di luar sistem kesehatan, dan justru tidak menempatkan dirinya sebagai bagian dan juga mengalami dampak dari sistem kesehatan yang belum baik. Peneliti seharusnya tidak berada di luar sebagai pengamat, tapi serharusnya menjadi advokator yang membawa suara keadilan sosial melalui advokasi kesehatan dan masukan yang dapat memfasilitasi suara masyarakat dan pelaku kebijakan. Satu hal yang juga penting adalah people-centred health system tidak hanya sekedar menempatkan masyarakat di tengah, tapi dengan menjadikan masyarakat sebagai partner utama dan membantu menyuarakan kepentingan masyarakat dalam memperbaiki sistem kesehatan itu sendiri.

Peneliti cenderung terkotak dan menjadikan publikasi di jurnal internasional sebagai target penting dalam penelitian, termasuk dalam penelitian tentang sistem kesehatan. Namun, siapa sebenarnya yang mendapatkan manfaat dari publikasi-publikasi ini? Apakah publikasi ini dibaca oleh para pengambil kebijakan? Apakah publikasi tersebut memberikan perubahan terhadap implementasi kebijakan dan membantu perbaikan sistem kesehatan? Mungkin ini saatnya untuk mempertimbangkan cara-cara komunikasi lain yang lebih efektif, yang lebih mengarah pada solusi praktis yang dapat digunakan bersama dengan masyarakat, manajer kesehatan, dan pengambil kebijakan di level lokal serta nasional, dan bahkan global.

Dalam Sustainable Development Goals (SDGs), terdapat 17 target global. Namun, tidak seperti halnya MDGs, kesehatan hanya memiliki satu target, yaitu target nomor 3. Konsekuensi penting dari SDGs ini adalah kini saatnya kesehatan dilihat tidak hanya sebagai beberapa target penting, tetapi justru sebagai tujuan utama dari seluruh kegiatan kemanusiaan yang ada. Apabila kegiatan pendidikan dilakukan dengan baik, kegiatan di area gender dicapai dengan optimal, dan kegiatan di bidang sosial dapat diwujudkan dengan baik, maka kesehatan global pun akan tercapai secara optimal.

Tantangan dalam perbaikan sistem kesehatan yang sangat penting untuk diperhatikan adalah:

  • Bagaimana caranya kolaborasi dapat terbangun antara pembuat kebijakan, peneliti, dan praktisi di level daerah untuk dapat bersama-sama mengembangkan sistem kesehatan bersama? Salah satunya adalah melalui interkolaborasi yang dibangun terus-menerus, mulai dari pengembangan penelitian, pembuatan kebijakan, implementasi, dan evaluasi program kesehatan.
  • Kesinambungan penguatan kapasitas pengembangan sistem kesehatan antar stakeholder yang berbeda-beda
  • Menyamakan "bahasa" yang digunakan dalam interpretasi pengembangan sistem kesehatan dan saling berbagi pengalaman antar praktisi kesehatan, pembuat kebijakan dan peneliti sistem kesehatan

 Reporter : Tiara Marthias

 

 

Refleksi untuk Indonesia dan Follow-up

 

Sara BennetSimposium ini ditutup oleh Sara Bennet dari Johns Hopkins University selaku Ketua Health Systems Global yang baru pada Jumat, 3 Oktober 2014 sore. Sebagai kesimpulan, sistem kesehatan global akan dan harus mengarah pada people-centred health system. Pergerakan ini harus didukung oleh para peneliti, pembangunan kapasitas di semua level (masyarakat, pelaku program kesehatan, pengambil kebijakan, dan peneliti sistem kesehatan), dan menjadikan pergerakan ini sebagai sesuatu inklusif dan tidak eksklusif seperti banyak program atau penelitian kesehatan yang selama ini telah berlangsung. Hal yang perlu diingat oleh setiap anggota sistem kesehatan adalah untuk selalu melakukan aksi setiap harinya di level lokal, agar dapat mempengaruhi perbaikan di level global.

 

 

Berikut ini beberapa rekomendasi hasil Simposium antara lain:

  1. Perlu inklusivitas masyarakat dalam pengembangan sistem kesehatan global;
  2. Perlu dilakukan pengembangan metodologi penelitian yang kuat dalam mendukung penelitian sistem kesehatan;
  3. Perlu dilakukan pengembangan kapasitas penelitian di semua level;
  4. Keberlangsungan kerjasama intersektoral dan lintas pemangku kepentingan-masyarakat-peneliti kesehatan untuk pengembangan riset sistem kesehatan.

Rekomendasi di atas termuat dalam pernyataan Health System Global dari pertemuan di Cape Town dan dapat diunduh melalui link berikut: http://hsr2014.healthsystemsresearch.org/.

Lucy GilsonSara Bennet mengumumkan pemenang kontes poster penelitian serta mengucapkan terima kasih khusus kepada para panitia yang telah bekerja keras menyukseskan acara ini, terutama kepada Prof. Lucy Gilson dan Prof. Di McIntyre.
Simposium Health System Research yang akan datang akan diadakan di Vancouver pada bulan November 2016. Suarakan hasil penelitian dan advokasi Anda di perayaan global mendatang dan lakukan aksi nyata di level lokal untuk perubahan global.

 

 

 

Refleksi untuk Indonesia

Sebagai penafsiran selama mengikuti Simposium di Cape Town, anggota tim PKMK FK UGM mengambil beberapa hal yang menarik. Dua isu penting yang dapat direfleksikan dengan keadaan di Indonesia mencakup:

A. Topik "People-Centered dalam Sistem Kesehatan"

Dalam refleksi ini ada beberapa pertanyaan yang pada sesi pengantar mengikuti Simposium sudah ditekankan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah:

  1. Apakah sistem kesehatan di Indonesia sudah menempatkan masyarakat sebagai hal yang utama?
  2. Apakah sistem kesehatan di Indonesia mencerminkan hubungan antar lembaga yang baik dan mempunyai aspek-aspek kemanusiaan?
  3. Apakah kebijakan-kebijakan besar di sistem kesehatan Indonesia (misal kebijakan JKN, desentralisasi kesehatan, penurunan kematian ibu dan bayi, penanganan AIDS, kesehatan jiwa, dan lain-lain) sudah menempatkan masyarakat di tempat yang utama?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, secara garis besar memang people center sudah mulai dibahas dalam kebijakan kesehatan di Indonesia, walaupun belum masuk secara mendalam. Sebagai gambaran dalam berbagai kebijakan pemerintah sudah digambarkan mengenai pentingnya pelayanan terhadap masyarakat miskin, atau terpinggirkan dalam pembiayaan kesehatan Askeskin, Jamkesmas, atau sekarang JKN. Namun perlu dicatat bahwa apa yang tertulis dalam kebijakan perlu untuk dipantau dan dimonitoring pelaksanaannya.

Dalam konteks adopsi People Centered oleh peneliti kebijakan, pada Forum Nasional ke V Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia di Bandung pada tanggal 24-26 September 2014, topik ini telah banyak dibahas. Sebagai gambaran berbagai Policy Brief yang sedang dikembangkan pasca pertemuan nasional di Bandung pada hari Jumat tanggal 26 September 2014 banyak membahas People-Centered Health System, misal:

  • Bagaimana agar masyarakat di daerah sulit dapat memperoleh keadilan dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional?
  • Bagaimana kelompok marginal dalam masalah AIDS dan kesehatan jiwa dapat memperoleh perhatian cukup dari pemerintah?
  • Bagaimana pendidikan tenaga kedokteran dan kesehatan dapat disiapkan untuk melayani mereka yang berada di daerah sulit?

Namun aspek people-centre ini masih perlu dikembangkan lebih lanjut di Indonesia. Kebijakan-kebijakan kesehatan perlu dianalisis dan juga penelitian-penelitian kebijakan kesehatan apakah sudah menggunakan konsep ini atau belum. Faktanya, memang ada kemungkinan hanya masalah istilah saja.

B. Untuk Peneliti Kebijakan Kesehatan

Relevansi isi Simposium di Cape Town dengan penelitian di Indonesia adalah seringkali sebagai peneliti, kelompok peneliti belum menempatkan masyarakat dan praktisi program kesehatan sebagai mitra utama. Agenda penelitian masih banyak yang diarahkan oleh kepentingan donor atau tidak diangkat oleh mereka yang ada di lapangan dan masyarakat yang merasakan di titik hilir, keberhasilan (atau kegagalan) sistem kesehatan tersebut.

Simposium ini menekankan bahwa sudah saatnya para peneliti, pembuat kebijakan, dan masyarakat bergerak ke arah kolaborasi yang benar-benar menjawab permasalahan sistem kesehatan di lapangan.

Salah satu pertanyaan dan pesan penting yang disuarakan dalam sesi penutup ini adalah: pengetahuan seperti apa yang berguna? Jawabannya adalah: pengetahuan yang membawa perbaikan dalam sistem kesehatan.

Hal ini yang menjadi tantangan bagi peneliti kebijakan kesehatan di Indonesia. Apakah hasil penelitiannya dapat memperbaiki kebijakan yang ada sehingga memberikan manfaat yang lebih besar untuk masyarakat? Ataukah penelitiannya cenderung lebih banyak memberi manfaat pada peneliti dan lembaga penelitiannya untuk naik pangkat ataupun mendapat penghasilan dari penelitiannya.


Catatan akhir

Sebagai catatan akhir tim PKMK FK UGM selama mengikuti Simposium, ada beberapa hal yang dapat dikembangkan di Indonesia:

Penguatan kapasitas dalam praktek dan penelitian kebijakan

  1. Ideologi kebijakan perlu ditekankan, people-centered merupakan hal yang ideologis.
  2. Metode penelitian untuk kebijakan perlu lebih dikembangkan, tidak cukup metode kuantitatif saja.
  3. Pentingnya penggunaan ilmu-ilmu sosial dalam riset kebijakan. Penggunaan ini tidak terbatas pada ilmu ekonomi dan sosiologi, namun juga ilmu antropologi untuk memahami bagaimana proses pengambilan kebijakan dan keadaan pemberi pelayanan.
  4. Pengembangan think-tank untuk membantu kebijakan. Keberadaan think-tank perlu diperkuat dengan peneliti kebijakan yang handal.
  5. Perlunya pelatihan-pelatihan mengenai metode analisis kebijakan dan riset kebijakan.

Pendalaman berbagai aspek dalam sistem kesehatan

  1. Aspek Equity dalam asuransi kesehatan
  2. Aspek SDM dan insentif bekerja.
  3. Aspek governance dalam sistem pelayanan kesehatan.

Bagaimana tindak lanjut nyatanya?

Sebagai tindak lanjut keikutsertaan tim PKMK FK UGK dalam Global Simposium III di Cape Town, direncanakan akan dilakukan beberapa hal di UGM:

  • Diskusi Webinar apakah people-center dalam kebijakan kesehatan di Indonesia sudah diterapkan? Refleksi dari keikutsertaan tim PKMK di Cape Town akan dibahas secara mendalam. Waktu: Minggu ke-3 Oktober 2014.
  • Penguatan Peran Perguruan Tinggi dalam pengembangan kebijakan kesehatan yang akan dibahas dalam pertemuan IAKMI di Padang.
  • Workshop Pengembangan think-tank di sektor kesehatan yang akan dilaksanakan akhir November 2014. KSI
  • Diskusi Webinar: Pengembangan metode penelitian Kuantitatif dan Kualitatif untuk riset kebijakan kesehatan.
  • Pengembangan Modul-Modul untuk Pelatihan Analisis Kebijakan Kesehatan.
  • Pelatihan analisis kebijakan dan kebijakan. Awal tahun 2015.
  • Pelatihan Result Based Financing di tahun 2015.

Penulis:
Tim PKMK FK UGM di Cape Town

Laksono Trisnantoro, Tiara Marthias, Retno Siwi Padmawati, Putu Andayani, Faozi Kurniawan, dan Ari Probandari (FK UNS).

 

 

asdasdd

asdasd asdasdad asdasdasd asdasdad asdas asdasd

Your text...

Overview Kegiatan

 

Overview Kegiatan Forum Nasional V JKKI

 

 

Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak

Kebijakan HIV / AIDS



Kebijakan Pendidikan Tenaga Kesehatan

Kebijakan Pembiayaan Kesehatan / Asuransi



Kebijakan Gizi Masyarakat

Kebijakan Kesehatan Jiwa

 

 

 

Video Pameran

 

Pengantar Forum Nasional V JKKI
Bagian 1. Pendahuluan

Pengantar Forum Nasional V JKKI
Bagian 2. Landasan Teori




Pengantar Forum Nasional V JKKI
Bagian 3. Metode Penelitian

Pengantar Forum Nasional V JKKI
Bagian 4. Pembahasan Skenario 12 Propinsi



Pengantar Forum Nasional V JKKI
Bagian 5. Analisis dan Saran Kebijakan





 

 

 

 

Video Pameran

 



AIPHSS - Ria Febriany Arif

PML Papua - Sutedjo, SKM, M.Kes



AIPMNH
Dr. Ignatius Henyo Kerong


Program MAMPU - Asken Sinaga




Sister Hospital NTT
Dwi Handono Sulityo, M.Kes

 



 

 

 

Sesi Pleno, 24 September 2014

    sesi paralel

 

SESI PEMBUKAAN

Pembukaan Forum Nasional V JKKI 2014

Pembukaan Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia V dilakukan pada 24 September 2014 di Trans Luxury Hotel Bandung. Acara dimulai dengan sambutan dari laporan Ketua Panitia yang disampaikan oleh Dr. Deni KSunjaya, dr., dess, kemudian sambutan oleh ketua Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia yaitu Prof. Laksono Trisnantoro dr., M. Sc, PhD dan terakhir sambutan dari Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran yaitu Prof. dr. med Tri Hanggono Ahmad, .

deni ksDr. Deni K SunjayaDr. Deni menyampaikan selamat datang kepada semua peserta Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (Fornas JKKI) V, yang mana Forum JKKI yang kelima ini kebetulan bertepatan dengan ulang tahun Universitas Padjajaran yang ke 57.Hari ketiga Forum Nasional JKKI V akan diisi dengan pelatihan penyusunan policy brief pada tanggal 26 September 2014 di Gedung RSP FK Unpad. Tema FJKKI V ini adalah Monitoring pelaksanaan kebijakan jaminan kesehatan Nasional di Tahun 2014 : Kendala, Manfaat dan Harapan dengan kelompok-kelompok kerja yang terdiri dari (1) Kebijakan Pembiayaan Kesehatan, (2) Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak (3) Kebijakan HIV/AIDS (4) Kebijakan Gizi, (5) Kebijakan Kesehatan Jiwa Masyarakat (6) Kebijakan Pendidikan SDM Kesehatan (7) Kebijakan Palayanan Kesehatan.

Ketua Jaringan Kebijakan Kesehatan Prof. Laksono Trisnantoro dr., M. Sc, PhD menjabarkan apa yang terjadi dalam konteks jaringan dan tujuan pertemuan tiga hari FJKKI V. Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia adalah suatu kelompok informal yang berusaha menjadi jembatan penghubung antara para peneliti di perguruan tinggi, para peneliti di lembaga penelitian, NGO, LSM, dan semua pihak yang berkepentingan dalam pengembangan kesehatan. Fornas JKKI pertama kali bertemu di Jakarta masih 100 orang, masih belum banyak orang yang datang, kemudian terus berkembang di Makasar, Surabaya, Kupang dan host-nya oleh perguruan tinggi. Organisasi ini tidak memiliki EO, setiap kegiatan tahunan dikerjakan oleh perguruan tinggi dan saat ini diorganisir oleh Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Tahun ini merupakan tahun istimewa karena terkait dengan perubahan pemerintahan di negara kita ini sehingga diharapkan beberapa hal yang dibahas pada pertemuan pada tiga hari ini bisa dipakai oleh anggota DPR baru, Menteri Kesehatan yang baru dan daerah-daerah.

LTProf. Laksono TrisnantoroProf. Laksono menyampaikan monitoring JKN ini merupakan satu program besar yang memerlukan peneliti dan para praktisi, para peneliti harus menjadi pihak yang independen. Contohnya PU itu semua program pengembangan selalu mempunyai dana monitoring yang dikerjakan pihak Independen sekitar 5%-7%, tapi dis ektor kesehatan tidak ada dana monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh pihak Independen. Ini juga yang akan disampaikan ke tim Jokowi nanti, kita berharap di semua sektor kesehatan termasuk JKN ini ada 1%-2% anggaran untuk monitoring dan evaluasi oleh pihak Independen. Dengan cara ini, sektor kesehatan menjadi lebih akurat dalam membuat program-programnya. Kemudian, ada sub tema mengenai KIA, yang mana angka kematian Ibu masih tinggi sekali, yang merupakan juga salah satu pengalaman kami di NTT karena tidak adanya monitoring dan evaluasi program di KIA oleh lembaga Independen.

Prof. Laksono menjelaskan ada tujuh Pokja yang sangat penting untuk dikembangkan dan dalam konteks jaringan tahun lalu di Kupang hanya ada tiga Pokja dan sekarang berkembang menjadi tujuh Pokja dan itu atas inisiatif dari FK UNPAD. Kemungkinan tahun depan di padang dan semoga akan bertambah menjadi 10 pokja. Pada tahun ini FJKKI mencoba untuk membuat hari ketiga sebagai hari untuk finishing policy brief, yang mana kegiatan ini akan dilakukan pada hari Ju'mat (26 September 2014) di Gedung RSP FK Unpad, dan harapannya minggu depan sudah bisa kita kirimkan ke berbagai pihak yang mungkin relevan, termasuk tim transisi presiden.

Forum FJKKI V yang hanya tiga hari ini sebenarnya bukan hanya forum yang tiga hari tetapi forum permulaan untuk 1 tahun kedepan. Setelah policy brief disusun akan menjadi bahan yang disebut bahan advokasi ke pusat atau provinsi, policy brief ini akan ditampilkan di web yang bisa digunakan oleh teman-teman di daerah dan provinsi. dan pengambil kebijakan diseluruh Indonesia. Pertemuan hari ini di di-webinarkan sehingga bisa disaksikan oleh semua orang yang tidak berkesempatan hadir dalam forum ini.

triProf. Tri Hanggono AhmadSambutan ketiga adalah dari Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran oleh Prof. dr. med Tri Hanggono Ahmad, dr. Dekan FK Unpad menyambut para peserta FJKKI V dengan kata "Sampurasun" yang dibalas serempak oleh peserta dengan "Rampes", karena pada hari Rabu merupakan rabu nyunda di Jawa Barat untuk terus mempertahankan dan mengembangkan budaya Sunda ini. Prof Hanggono menyampaikan permohonan maaf atas absennya Rektor Unpad. Prof Hanggono menyampaikan upaya keras akan dilakukan karena pertemuan ini memiliki nilai yang strategik, tahun 2014 adalah tahun yang luar biasa utuk kita semua. Temanya pun ikut mendukung dalam mencapai MDGs. Jangan sampai membuat kebijakan yang tidak ada kesinambungannya dengan kebijakan lain. Mudah-mudahan apa yang dibangun dan dihasilkan dari pembicaraan hari ini mengenai implementasi JKN akan membahas mengenai tujuan pembangunan global. Harapannya adalah bagaimana berupaya bersama-sama menghasilkan produk kebijakan dalam forum ini. Selamat menikmati kota Bandung.

 

Laporan Ketua Panitia

Dr. Deni K Sunjaya, dr., DESS

Laporan Ketua Jaringan Kebijakan Kesehatan

Prof. Dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D

Pembukaan oleh Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Prof. Dr. Med Trihanggono Ahmad, dr

Keynote Speech   Reportase 

Kendala dan Tantangan Pencapaian MDGs di Indonesia: Apakah JKN merupakan Panasea?

Prof. Dr. Armida Alisjahbana, SE (Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas)

 

  Video Pembukaan