STUDI EFEKTIVITAS PENERAPAN KEBIJAKAN PERDA KOTA TENTANG KAWASAN (KTR) DALAM UPAYA MENURUNKAN PEROKOK AKTIF DI SUMATERA BARAT TAHUN 2013

STUDI EFEKTIVITAS PENERAPAN KEBIJAKAN PERDA KOTA TENTANG KAWASAN (KTR)
DALAM UPAYA MENURUNKAN PEROKOK AKTIF DI SUMATERA BARAT TAHUN 2013

Nizwardi Azkha

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Padang


 Latar Belakang

Kawasan yang bebas dari asap rokok merupakan satu-satunya cara efektif dan murah untuk melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok orang lain. di Sumatera Barat telah ada dua kota yang memiliki Perda KTR yaitu Kota Padang Panjang, dan Kota Payakumbuh sedangkan Kota Padang berupa Peraturan Wali Kota, namun dalam kenyataannya belum dapat menurunkan perokok aktif.
 

 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas kebijakan KTR dalam upaya menurunkan perokok aktif di Sumatera Barat.
 

 Metode

Penelitian ini dilakukan dengan mix method yaitu berupa penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan design explanatory. Pengumpulan data dilakukan di Kota Padang, Kota Padang panjang dan Kota Payakumbuh. Data kuantitatif dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan FGD, data didapatkan melalui telaah dokumen yang terkait pelaksanaan KTR. Analisis data kuantitatif melalui univariat dan kualitatif menggunakan content analysis.
 

 Hasil

Berdasarkan data kuantitatif dapat dilihat bahwa di Sumatera Barat perokok 59%. Di Padang Panjang ada penurunan perokok karena adanya komitmen dari Walikota dan DPR, Tidak ditemukan lagi iklan rokok serta adanya sanksi bagi perokok terutama bagi pegawai yang merokok dikantor atau di sekolah berdasarkan Perda no. 8 Tahun 2009, dana yang tersedia untuk sosialisasi dan pengawasan KTR berjumlah Rp. 24.000.000 dari APBD dan Rp. 75.000.000 dari cukai rokok. Di Kota Payakumbuh juga adanya komitmen dari Walikota dan dukungan dari Dinas Kesehatan berdasarkan Perda KTR No. 15 tahun 2011. Dibentuknya Tim Pengawas KTR dengan dialokasikan dana untuk sosialisasi dan pengawasan sebesar Rp. 341.278.129,-. Kota Padang belum ada perobahan seperti mengenai iklan rokok, sudah ada penentuan lokasi KTR tapi belum terlaksana dengan baik, belum ada sanksi bagi perokok. Peraturan baru berupa Peraturan Walikota (Perwali) KTR sudah ada No. 14 tahun 2011 dengan dana yang disediakan Rp. 85.000.000,-.

Pendapat masyarakat tentang penerapan KTR, sebagian besar (40%) belum mendukung diterapkannya KTR, 51% masyarakat mengatakan KTR cukup efektif untuk mengurangi perkok aktif, responden berpendapat lebih separuh (80%) mengatakan bahwa sebaiknya KTR diterapkan pada kantor pemerintahan. Pendapat responden terhadap perokok ditempat umum lebih separuh (58%) diberikan sanksi. Di Padang Panjang melalui SMS dan telepon dilayani pelapor sehingga Walikota dapat memberikan sanksi, begitu juga di Payakumbuh melalui laporan dan inspeksi mendadak dan bila ketahuan diberikan sanksi oleh walikota sedangkan di Kota Padang masih pada tingkat sosialisasi KTR..

Peranan pemerintah daerah dalam melarang iklan, promosi rokok hanya dapat dilaksanakan pada dua kota yaitu Kota Padang Panjang dan Kota Payakumbuh, faktor yang mempengaruhi pelaksanaan KTR adalah tergantung dari komitmen Kepala Daerah dan Peran dari Dinas Kesehatan, serta perlu adanya pemberdayaan masyarakat.
 

 Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa KTR tanpa adanya komitmen dan dukungan dari semua pihak sulit untuk penerapan KTR ini.
 

 Saran

Untuk itu diharapkan Walikota, DPR dapat menentukan lokasi KTR dengan diterapkannya dan diberlakukan sanksi bagi yang melanggarnya.

Kata Kunci : Efektif – Kebijakan KTR – Penurunan Perokok Aktif

Powerpoint 

PERTEMPURAN PESAN DI RUANG PUBLIK DAN PERLUNYA PEMBATASAN INFORMASI PRODUK ROKOK PADA MASYARAKAT

PERTEMPURAN PESAN DI RUANG PUBLIK DAN PERLUNYA
PEMBATASAN INFORMASI PRODUK ROKOK PADA MASYARAKAT

Alfarabi

Dosen Ilmu Komunikasi Fisip Universitas Bengkulu


 Latar Belakang

Informasi tidak berada pada ruang hampa. Ada kepentingan dibalik pesan yang disampaikan, khususnya pesan yang ditujukan kepada khalayak ramai. Tujuan dari pesan komunikasi sendiri dapat dibedakan dalam beberapa tingkatan, yaitu perubahan persepsi, perubahan sikap dan perubahan prilaku. Dengan demikian pesan yang diterima itu sebenarnya berkerja dalam mempengaruhi otak manusia. Kondisi tersebut betul-betul dipahami oleh perusahaan dalam memasarkan produk mereka, termasuk didalamnya adalah rokok. Alih-alih menangkal pesan dari bidang kesehatan yang memberi label buruk, perusahaan rokok justru menunjukan citra lain untuk ditangkap oleh masyarakat umum. Ditenggarai strategi perusahaan rokok ini membimbing masyarakat untuk menjadi konsumen dan setia terhadap produk yang ditawarkan. Di sisi lain kelompok yang kontra terhadap rokok juga tidak tinggal diam dan terus gencar menginformasikan bahaya rokok pada masyarakat. Sehingga pada saat yang hampir bersamaan masyarakat menerima pesan dari dua sudut pandang yang berbeda. Kedua pesan tersebut berkepentingan untuk mempengaruhi masyarakat.
 

 Tujuan

Penelitian ini bertujuan membandingkan pesan yang disampaikan oleh perusahaan rokok dengan pesan yang disampaikan oleh kelompok kesehatan. Kedua pesan dari dua sudut pandang itu juga digunakan untuk melihat sejauh mana pesan tersebut diterima dan mempengaruhi masyarakat, khususnya remaja.
 

 Metode

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif di mana wawancara mendalam dan observasi menjadi tehnik pengumpulan data. Pendekatan kualitatif menghasilkan data secara mendalam karena berada dalam kondisi natural setting dengan tehnik analisis data yang bersifat sirkuler.
 

 Hasil

Hasil penelitian menemukan bahwa faktor kedekatan menjadi kunci dalam penyampaian pesan. Realitas dan pesan yang diterima difilterisasi dan dipilih sesuai dengan apa yang paling dianggap rasional. Pesan dalam iklan produk rokok dianggap lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari, baik budaya ataupun lingkungan sosial. Selain itu frekuensi pesan iklan rokok di ruang public jauh lebih tinggi menerpa masyarakat dibandingkan informasi kesehatan. Terpaan pesan yang tinggi diakui informan mampu merekam pesan iklan rokok dalam memori mereka. Sementara itu pesan kesehatan masih terkendala dengan brand mewah. Kesehatan juga diidentikan dengan biaya, pendidikan tinggi dan ekonomi kuat. Hal inilah yang menghambat pesan-pesan kesehatan diterima dengan baik oleh masyarakat khususnya remaja. selain itu tidak bisa dipungkiri bahwa pesan-pesan produk rokok lebih kreatif dalam mempersuasi masyarakat dibandingkan pesan kesehatan.
 

 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Pertempuran pesan perusahaan rokok dengan kelompok kesehatan terjadi di ruang publik dengan target sasaran yang sama yaitu masyarakat, khususnya remaja.
  2. Terpaan pesan perusahaan rokok di ruang public lebih tinggi jika dibanding pesan yang dikeluarkan kelompok kesehatan. Tingginya terpaan pesan ternyata berpengaruh kepada rekaman pesan pada memori remaja.
  3. Pesan dari perusahaan rokok lebih mudah diterima karena dekat dengan kehidupan sehari-hari. Sedangkan pesan dari kelompok kesehatan dipahami secara berbeda karena brand kesehatan lebih dekat dengan pendidikan tinggi, biaya mahal, dan ekonomi kuat.
  4. Pesan perusahaan rokok lebih mudah diingat oleh remaja dibandingkan dengan pesan dari kelompok kesehatan. Kondisi ini muncul karena pesan perusahaan rokok dianggap lebih kreatif dalam mempersuasi remaja.

 Saran

Berdasarkan hasil kajian lapangan maka diperlukan strategi komunikasi ke dalam dan keluar bagi kelompok kesehatan.

  1. Ke luar : Pentingnya mendorong pemangku kebijakan untuk membatasi pesan-pesan perusahaan rokok di ruang publik.
  2. Ke dalam : Dibutuhkan kajian secara mendalam untuk membuat pesan kesehatan yang kreatif dan menarik serta dekat dengan kehidupan remaja.

Kata Kunci : pesan, iklan, rokok, brand, terpaan

Powerpoint 

TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN MASYARAKAT DIY TERHADAP PERATURAN GUBERNUR NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK

TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN MASYARAKAT DIY
TERHADAP PERATURAN GUBERNUR NOMOR 42 TAHUN 2009
TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK

Didik Joko Nugroho & Tutik Istiyani

Center for Bioethics and Medical Humanities, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada


 Latar Belakang

Upaya perlindungan terhadap paparan asap rokok sudah dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, masalah bahaya asap rokok ini sudah diatur oleh Pemerintah DIY, dengan mengeluarkan Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2007 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang salah satu pasalnya mengamanatkan Kawasan Dilarang Merokok. Berdasarkan amanat Pasal tersebut, maka ditetapkanlah Peraturan Gubernur Nomor 42 Tahun 2009 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Studi ini ingin melihat sejauhmana pengetahuan dan tingkat kepatuhan masyarakat DIY terhadap Pergub nomor 42 Tahun 2009 tentang Kawasan Dilarang Merokok.
 

 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang tingkat pengetahuan dan kepatuhan masyarakat DIY terhadap Pergub Nomor 42 Tahun 2009 tentang Kawasan Dilarang Merokok di wilayah Provinsi DIY

 

 Metode

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan mixed methodology, yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatif. Total responden yang diambil adalah 1032 responden (Puskesmas, terminal, stasiun KA, arena bermain anak, dan tempat ibadah). Sedangkan untuk indepth interview sebanyak 14 informan dan 4 kelompok FGD.
 

 Hasil

Sebagian besar responden manyatakan bahwa sudah mengetahui apabila di DIY ada peraturan tentang larangan merokok tetapi tidak tahu jenis peraturannya. Tingkat pengetahuan responden tentang Pergub ini sangat beragam, ada yang tahu secara detail, ada yang hanya mengetahui substansinya saja, dan ada juga yang tidak tahu sama sekali. Untuk tingkat kepatuhan masyarakat ternyata masih ditemui perokok di 7 kawasan yang dinyatakan sebagai Kawasan Dilarang Merokok. Sebagian besar responden juga menyatakan bahwa Pergub ini belum dipatuhi oleh masyarakat DIY.

 Kesimpulan

Masyarakat DIY belum begitu tahu tentang Pergub nomor 42 Tahun 2009 yang mengatur Kawasan Dilarang Merokok. Berdasarkan data juga dapat dinyatakan bahwa kawasan dilarang merokok yang mencakup 7 kawasan belum dipatuhi oleh masyarakat DIY. Masih ada perokok yang merokok di Kawasan Dilarang Merokok.
 

 Saran

Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang peraturan ini maka diperlukan adanya sosialisasi yang lebih gencar disemua kalangan masyarakat. Sosialisasi diharapkan juga dilakukan sejak dini melalui pendidikan anak usia dini (PAUD) sehingga dapat menimbulkan kesadaran sejak awal. Selain itu diperlukan adanya peraturan yang lebih tegas untuk mengatur perilaku merokok masyarakat DIY. Hal ini karena Pergub nomor 42 Tahun 2009 tidak memuat sanksi yang tegas.

Kata Kunci : Tingkat pengetahuan, kepatuhan, peraturan gubernur, kawasan dilarang merokok

Powerpoint 

KAJIAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT TIDAK MENULAR (HIPERTENSI DAN DIABETES MELLITUS) DI KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2011

KAJIAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT TIDAK MENULAR
(HIPERTENSI DAN DIABETES MELLITUS) DI KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2011

Rini Anggraeni, Yohana P.

Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular Kelas I Makassar


 Latar Belakang

Hipertensi merupakan penyakit tidak menular (PTM) yang mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat. Hipertensi adalah penyebab kematian 7,1 juta orang di dunia karena hipertensi merupakan risiko utama penyakit stroke, gagal jantung dan ginjal. Kasus diabetes mellitus dari hasil SKRT tahun 2003 oleh Badan Pusat Statistik sebesar 14,7% di perkotaan dan 7,2% di pedesaan. Dengan demikian diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius di masa mendatang dan perlu penanganan yang lebih komprehensif dan multidisiplin. Hal ini berkaitan erat dengan perubahan gaya hidup masyarakat akibat urbanisasi, modernisasi dan globalisasi.
 

 Tujuan

Penelitian ini bertujuan mempelajari faktor risiko hipertensi dan Diabetes Mellitus di Kab. Tana Toraja berdasarkan umur, jenis kelamin, obesitas, riwayat keluarga, pola makan/diet, dan konsumsi alcohol pada Pegawai Negeri Sipil di Kab. Tana Toraja.
 

 Metode

Desain penelitian ini adalah cross-sectional dengan sampel pegawai Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Tana Toraja. Pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling dan diperoleh 100 sampel. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan program SPSS for window.
 

 Hasil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pemeriksaan tekanan darah, diperoleh 72% responden dikategorikan normal, 11% prehipertensi, 12% hipertensi tingkat I dan 5% hipertensi tingkat II. Responden yang masuk kategori hipertensi sebanyak 17 orang (17%), dimana ditemukan 70,59% berumur > 40 tahun, 58,82% adalah laki-laki, 58,82% obesitas, 52,94% responden tidak mempunyai riwayat hipertensi dalam keluarga, 70,59% tidak menyukai makanan asin, dan 76,47% tidak mempunyai kebiasaan mengonsumsi alkohol. Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar Gula Darah Sewaktu (GDS), diperoleh bahwa 56% responden bukan DM, 42% belum tentu DM dan hanya 2% menderita DM. Responden yang masuk kategori diabetes mellitus sebanyak 2 orang (2%), dimana ditemukan 50% berumur <40 tahun ( > 40 tahun), 50% adalah laki-laki, 100% tidak obesitas, 100% responden tidak mempunyai riwayat DM dalam keluarga, 50% tidak menyukai makanan manis, dan 50% tidak mempunyai kebiasaan mengonsumsi alkohol.
 

 Kesimpulan

Variabel yang tinggi pada penderita hipertensi dan DM adalah umur dan obesitas untuk hipertensi dan untuk Dm hanya pada variable umur.
 

 Saran

Melakukanscreening dalam usaha pengendalian factor risiko terhadap penyakit hipertensi dan DM, perlunya pencegahan terjadinya penyakit hipertensi dan DM sedini mungkin terutama pada masyarakat yang memiliki faktor risiko untuk terjadinya penyakit tersebut, Perlunya kebijakan untuk lebih menggalakkan program promosi kesehatan mengenai faktor-faktor risiko dari kejadian hipertensi dan DM mengingat angka kejadian penyakit tidak menular semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Kata Kunci : Faktor risiko PTM, hipertensi dan diabetes mellitus

Powerpoint 

PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT SEBAGAI BENTUK TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT DALAM PERLINDUNGAN KESEHATAN LINGKUNGAN PADA RSUD. PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG.

PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT SEBAGAI BENTUK TANGGUNG JAWAB
RUMAH SAKIT DALAM PERLINDUNGAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PADA RSUD. PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG.

Appolonaris Tomas Berkanis

RSUD Prof. Dr. Z. Johannes Kupang


 Latar Belakang

Penyelenggaraan rumah sakit merupakan salah satu bentuk pembangunan di bidang kesehatan. Pengaturan penyelenggaraan rumah sakit bertujuan memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit. Rumah sakit dikenal dengan trias padat (tenaga, modal dan masalah). Penelitan Depkes RI, (2006) baru 26,43% rumah sakit di Indonesia telah melaksanakan manajemen pengelolaan limbah padat medis dengan baik.Pantauan koran Timor Expres tanggal 16 Juli 2009 menggambarkan pengelolaan limbah rumah sakit di Kota Kupang masih jauh dari yang diharapkan.
 

 Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan Pengelolaan Limbah Medis Padat Sebagai Bentuk Tanggung Jawab Rumah Sakit dalam Perlindungan Kesehatan Lingkungan Pada RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
 

 Metode

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis sosiologis dengan spesifikasi deskriptif analitis.
 

 Hasil

Pelaksanaan pengelolaan limbah medis sudah sesuai dengan Perda Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup dan Pergub Nusa Tenggara Timur Nomor : 04 Tahun 2010 tentang Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital ByLaws) RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Hambatan dalam pelaksanaan pengelolaan limbah adalah belum ada regulasi khusus tentang pengelolaan limbah rumah sakit; petugas belum maksimal melakukan pemilahan limbah medis; perlindungan kepada petugas kebersihan belum maksimal khususnya kelengkapan kerja; penyediaan kantong plastik limbah masih kurang; dan pengangkutan limbah ke TPA menggunakan truk sampah yang terbuka, memungkinan limbah rumah sakit bisa tercecer di jalan.
 

 Kesimpulan dan Saran

Perlu segera menyusun Perda atau Pergub tentang pegelolaan limbah rumah sakit, Manajemen RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang perlu memberikan reward dan sanksi bagi petugas serta ruangan yang memproduksi limbah khususnya limbah medis.

Kata Kunci : Limbah Medis Padat, Tanggung Jawab Rumah Sakit, Kesehatan Lingkungan.

powerpoint 

FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN OBESITAS PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI INDONESIA: STUDI KASUS DARI INDONESIA FAMILY LIFE SURVEY (IFLS)

FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN OBESITAS PADA LAKI-LAKI
DAN PEREMPUAN DI INDONESIA:
STUDI KASUS DARI INDONESIA FAMILY LIFE SURVEY (IFLS)

Nursuci Arnashanti1, Edy Purwanto1, Jeffrey A. Sine2,

Asal peneliti: SurveyMETER, Yogyakarta
                       2RTI International, Jakarta


 Latar Belakang

Berdasarkan temuan beberapa penelitian yang dilakukan, peningkatan prevalensi obesitas di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Biasanya, peningkatan obesitas diikuti dengan meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif, seperti jantung koroner, diabetes mellitus, dan hipertensi yang beresiko kematian.
 

 Tujuan

Dengan latar belakang tersebut, kami melakukan studi analisis dengan tujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan peningkatan obesitas pada laki-laki dan perempuan. Dengan analisis ini diharapkan dapat ditemukan metode-metode dan solusi untuk mengurangi faktor-faktor resiko terjadinya obesitas.
 

 Metode

Analisis studi ini menggunakan data Indonesia Family Life Survey (IFLS) 2007. Responden dalam analisis ini berumur 15 tahun keatas berjumlah 29.183 terdiri dari 13.812 laki-laki dan 15.371 perempuan. Sebagai variabel dependent utama untuk mengukur obesitas adalah berat badan, tinggi badan dan lingkar pinggang. Untuk variabel independent digunakan karakteristik individu seperti umur, status perkawinan, pendapatan, pendidikan, suku, status kota-desa dan pola hidup responden seperti kebiasaan makan, merokok, kebahagiaan dan stress. Selanjutnya, untuk mengetahui ukuran risiko atau kecenderungan mengalami obesitas digunakan metode analisis regresi logistik.
 

 Hasil

Hasil analisis menunjukkan bahwa berdasarkan karakteristik individu dan pola hidup diatas, resiko tinggi obesitas terjadi pada beberapa kelompok responden, yaitu umur 30-54 tahun, perempuan menikah, tinggal di wilayah perkotaan, Suku Batak, perempuan Suku Betawi, berpendapatan tinggi, perempuan dengan pendidikan sampai SD, laki-laki dengan pendidikan jenjang SMP keatas, pengonsumsi makanan berkualitas rendah, pekerja dengan aktivitas sedikit, dan perempuan yang merasa bahagia. Sedangkan resiko rendah obesitas terjadi pada perempuan bermigrasi, pengonsumsi makanan berkualitas tinggi, dan perokok aktif.
 

 Kesimpulan

Peningkatan pendidikan pada responden laki-laki yang dibarengi dengan peningkatan prevalensi obesitas menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang tidak menjamin pengetahuan serta perilaku orang tersebut akan gizi dan kesehatan juga baik. Hal ini berlaku juga bagi yang berpenghasilan tinggi (quantil 5). Peningkatan konsumsi makanan berkualitas rendah juga akan meningkatkan resiko obesitas dengan signifikan. Berbeda dengan mengkonsumsi makanan berkualitas tinggi, adanya peningkatan konsumsi tidak menimbulkan perbedaan signifikan terhadap resiko obesitas. Penurunan resiko obesitas secara signifikan terjadi pada responden yang mempunyai aktifitas fisik dalam pekerjaan.
 

 Saran

Dengan melihat hasil analisis tersebut, rekomendasi yang dapat kami sampaikan antara lain, pertama, menciptakan program untuk mengurangi resiko obesitas dikalangan usia 30-54 tahun seperti aktifitas fisik di kantor-kantor maupun di lingkungan masyarakat. Kedua, di wilayah perkotaan perlu dibangun lebih banyak fasilitas untuk berjalan kaki sehingga merangsang warga kota untuk lebih banyak bergerak. Ketiga, perlu adanya pendidikan pola hidup sehat di kalangan institusi pendidikan termasuk di dalamnya Suku Batak. Keempat, pihak berwenang seperti dinas perdagangan dapat mendorong pihak retail seperti supermarket ataupun minimarket untuk lebih mempromosikan makanan berkualitas tinggi misalnya dengan memajang buah, salad, atau yogurt di etalase dekat kasir dibanding memajang junk food sejenis permen atau cokelat.

Kata Kunci Faktor Resiko, Obesitas, IFLS, OLS

Data Peneliti Utama / Presenter : Nur Suci Arnashanti
Alamat email                            : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Telepon                                   : (0274)4477464, 08156888476

 

Powerpoint 

Desentralisasi dan Pengambilan Keputusan Kebijakan Peningkatan Gizi Balita: Studi Kasus Kota Depok dan Kota Bogor

Desentralisasi dan Pengambilan Keputusan Kebijakan Peningkatan Gizi Balita:
Studi Kasus Kota Depok dan Kota Bogor

Candra Dewi Purnamasari, Dumilah Ayuningtyas, Riastuti Kusumawardhani

Universitas Indonesia


 Latar Belakang

Desentralisasi dalam sistem kesehatan dapat dikatakan berhasil bila mencapai tujuan yang diharapkan yaitu mewujudkan keseimbangan politik, akuntabilitas pemerintah lokal dan kemampuan pemerintah daerah merespon kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat termasuk dalam bidang pelayanan kesehatan. Selama perjalanan desentralisasi di Indonesia bisa dikatakan bahwa tujuan desentralisasi belum tercapai. Heywood dan Choi (2010) dalam studinya menemukan bahwa secara umum hanya terjadi sedikit peningkatan kinerja sistem kesehatan pasca desentralisasi.
 

 Tujuan

Penelitian ini bertujuan menggambarkan kisaran decision space, kapasitas institusi dan akuntabilitas dalam program Peningkatan gizi Balita di Kota Depok dan Kota Bogor Propinsi jawa Barat
 

 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus. Pemahaman secara mendalam mengenai pengambilan keputusan pada penyusunan kebijakan kesehatan pada era desentralisasi akan ditelusuri dengan cara melakukan wawancara mendalam (indepth interview).
 

 Hasil

Terdapat peningkatan kisaran Decision space, kapasitas institusional dan akuntabilitas dalam proses pengambilan keputusan kebijakan Peningkatan Gizi Balita di Kota Bogor setelah desentralisasi. Proses pengambilan keputusan Kebijakan Kota Depok menggunakan decision space yang lebih besar dan memiliki akuntabilitas yang lebih besar yang dilihat dari peran kepala daerah dan masyarakat dan non state actor(universitas, LSM) mendorong keberhasilan Kota Depok menghapus kasus gizi Buruk. Sementara itu Kota Bogor menjadi salah satu daerah rawan Gizi buruk karena proses pengambilan keputusan kebijakan yang tidak tepat sasaran yang disebabkan karena rendahnya decision space yang dimanfaatkan dan rendahnya akuntabilitas pengambilan kebijakan. Kota Depok dan Kota Bogor mengharapkan Decision space dalam bidang sumberdaya manusia dan pembiayaan yang lebih besar.
 

 Kesimpulan

Desentralisasi memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah dalam pengambilan keputusan kebijakan. Namun diskresi yang diberikan seringkali tidak ditunjang oleh sumberdaya yang dialokasikan. Kapasitas Pemerintah daerah yang rendah dalam menyusun kebijakan dan mengimplementasikannya, rendahnya tata kelola dan rendahnya penyelenggaraan pelayanan kesehatan menyebabkan kebijakan yang tidak tepat. local democratic structure dan civil society dalam pengambilan keputusan akan menghasilkan pelayanan yang disampaikan kepada masyarakat menjadi lebih responsive terhadap kebutuhan kesehatan di daerah dan mengurangi risiko penyalahgunaan kewenangan oleh sekelompok elit

Kata Kunci: Desentralisasi, Decision Space, Akuntabilitas, Kapasitas Institusi

powerpoint 

MANFAAT PROGRAM PRO IBU DALAM MENINGKATKAN KUALITAS GIZI KELUARGA DI KECAMATAN PONDOK MELATI KOTA BEKASI TAHUN 2013

MANFAAT PROGRAM PRO IBU DALAM MENINGKATKAN KUALITAS GIZI KELUARGA
DI KECAMATAN PONDOK MELATI KOTA BEKASI TAHUN 2013

Siti Masyitah

Universitas Respati Indonesia Jakarta


 Latar Belakang

Keterpurukan ekonomi yang ditandai dengan adanya ketidak mampuan mengelola sumber daya ekonomi dan atau rendahnya akses kontrol masyarakat terhadap sumber–sumber keuangan/permodalan niscaya berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan, kesehatan dan gizi serta mutu perumahan atau lingkungan. Lembaga keuangan mikro sebagai salah satu lembaga yang telah diakui memiliki metode yang efektif untuk menjangkau dan membuka akses permodalan bagi masyarakat berpenghasilan rendah secara massif tetapi aman. Program ini dinamakan Pro IBU (Program Indonesia Berdaya Ukhuwah ) yaitu sebuah program pemberdayaan ekonomi keluarga miskin di daerah perkotaan dengan pola pendekatan berbasis kelompok atau komunitas.
 

 Tujuan

Mengetahui manfaat program Pro Ibu terhadap peningkatan kualitas gizi keluarga
 

 Metode

Rancangan penelitian ini menggunakan desain cross sectional, yang dilakukan setelah program berjalan selama 6 bulan pada tahun 2013. Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu yang memenuhi kriteria keluarga miskin dan menjadi peserta program Pro Ibu yang tinggal di wilayah Kecamatan Pondok Melati Kota Bekasi yaitu sebanyak 298 orang yang terbagi dalam 25 himpunan. Dengan metode purposif memilih didapatkan 5 himpunan, masing-masing 25 orang/himpunan sehingga total sampel dibutuhkan 125 orang. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner.
 

 Hasil

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara program Pro Ibu dengan peningkatan kualitas gizi keluarga. Terdapat peningkatan kualitas gizi keluarga dari sebelum mengikuti program pro Ibu hanya 30,9% responden, dibandingkan setelah mengikuti program pro Ibu menjadi 59,3%, dengan perbedaan rata-rata sebelum dan sesudah ikut Pro Ibu 0,285 dengan standar deviasi 0,538 dan nilai p = 0,000. Selisih peningkatan kualitas gizi keluarga cukup signufikan yaitu sebesar 28,4%, artinya program Pro Ibu dapat meningkatkan kualitas gizi keluarga sebesar 28,4%.
 

 Kesimpulan

Ada hubungan antara Program Pro Ibu dengan peningkatan kualitas gizi keluarga dimana Pro Ibu dapat meningkatkan kualitas gizi keluarga sebesar 28,4%.
 

 Saran

Pro Ibu diharapkan dapat terus berjalan dengan jangkauan wilayah yang lebih luas.

Kata kunci: keluarga miskin perkotaan, Pro Ibu, kualitas gizi keluarga.

Powerpoint