Pada Jum’at (9 April 2021) telah diselenggarakan webinar tentang “Pengelolaan KIA yang Aman Selama Pandemi COVID-19: Sistem Manual Rujukan Selama Pandemi COVID-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta” yang berisi penjelasan tentang pelayanan KIA selama pandemi COVID-19 serta tanggapan dari Dinas Kesehatan yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Webinar ini diselenggarakan oleh Kelompok Pokja KIA, FK - KMK UGM, Academic Health System UGM, PKMK FK - KMK UGM, dan didukung oleh WHO Indonesia.
Narasumber pada webinar ini adalah dr. Irwan Taufiqur Rachman, SpOG(K)-KFM (FK - KMK UGM) dan dr. Alifah Anggraini, MSc, Sp.AK (FK - KMK UGM), dengan pembahas dari Dinas Kesehatan Provinsi DI Yogyakarta, Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, dan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Diskusi pada webinar ini dimoderatori oleh dr. Sandra Frans, MPH.
Sambutan dan Pembukaan
Oleh: Prof. Ova Emilia
Ova memberikan selamat atas terselenggaranya acara hari ini yang berkaitan dengan pengelolaan KIA di masa pandemi COVID-19. Berbagai diskusi dan upaya telah dilakukan agar pandemi COVID-19 tidak membawa musibah baru, yaitu terjadinya lonjakan morbiditas dan mortalitas ibu dan anak. Hal ini diperlukan penanganan dari berbagai pihak sehingga harapannya akan ada konsolidasi penggunaan sistem manual rujukan sehingga terwujud pelayanan KIA yang lebih serasi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sambutan dari Konsultan Senior PKMK FK - KMK UGM
Oleh: Prof. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D.
Laksono memberikan sedikit refleksi bahwa pandemi COVID-19 telah berlangsung selama 1 tahun terakhir. Selama 2020, terdapat peningkatan kematian ibu dari 36 menjadi 40 kasus yang belum diketahui penyebabnya apakah karena terinfeksi COVID-19 atau mendapat pengaruh secara tidak langsung dari pandemi COVID-19. Penelitian yang telah dilakukan oleh Kemenkes RI bersama PKMK FK - KMK UGM terhadap 120 kabupaten/kota di Indonesia, menunjukkan bahwa terdapat gangguan akibat pandemi COVID-19 yang diperlukan respon dari kita agar angka kematian ibu dan bayi tidak meningkat. Dengan demikian, harapannya program KIA akan terus berjalan sesuai RPJMN.
Sambutan dari Direktur Kesehatan Keluarga, Kemenkes RI
Oleh: dr. Erna Mulati, M.Sc., CMFM
Erna menyampaikan bahwa kegiatan ini disambut baik oleh pihak Direktorat Kesehatan Keluarga, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Target penurunan AKI dan AKB diperberat dengan adanya pandemi COVID-19. Terdapat beberapa kajian yang menunjukkan dampak COVID-19 pada pelayanan KIA - KB dan Gizi yang telah dilakukan sejak Juli 2020. Seiring berjalannya waktu, pelayanan tersebut semakin membaik didukung dengan adanya ketersediaan fasilitas, kesadaran masyarakat, serta pemanfaatan teknologi yang semakin meningkat.
Materi ke-1: Pelayanan Antenatal Care dan Posnatal Care di Masa Pandemi COVID-19
Oleh: dr. Irwan Taufiqur Rachman, SpOG(K)-KFM
Irwan memulai penjelasan dengan menyampaikan bahwa peningkatan AKI dan AKB yang terjadi di Indonesia adalah akibat dari pandemi COVID-19, baik akibat secara langsung maupun tidak langsung. Kasus COVID-19 di dunia sudah dimulai sejak Desember 2020 dan masih berlanjut sampai sekarang. Penyebaran virus COVID-19 dapat dilakukan melalui (1) kontak langsung maupun tidak langsung, (2) percikan kecil dalam jarak transmisi dekat (<2 meter), dan (3) aerosol dalam jarak transmisi jauh (airborne) sekitar 6 meter atau lebih. Hal ini perlu diperhatikan ketika memberikan pelayanan di rumah sakit. Saat ini, kasus COVID-19 di Indonesia semakin menurun, begitu juga dengan kasus COVID-19 yang ditangani di RSUP dr. Sardjito mengalami penurunan dengan puncak sebanyak 20 kasus di Februari 2021.
Permasalahan maternal selama pandemi COVID-19 berlangsung yaitu terjadinya perubahan dan pembaruan pedoman nasional terkait COVID-19 pada ibu hamil mengikuti kondisi terkini sesuai dengan bukti saintifik yang ada. Selain itu, tidak semua FKTP dan FKRTL di Indonesia memiliki SDM dan fasilitas kesehatan yang sama dalam mengelola maternal dengan kondisi COVID-19. Pemeriksaan swab masih terbatas dan tidak tersedia di semua fasilitas kesehatan, serta memakan biaya yang cukup mahal dan hasil pemeriksaan keluar dalam waktu yang cukup lama. Wanita hamil lebih berpotensi dirawat di RS dan lebih berisiko untuk masuk ICU dengan ventilasi mekanis dibandingkan dengan wanita tidak hamil, tetapi memiliki risiko terjadi kematian yang serupa.
Salah satu hal dalam modifikasi asuhan antenatal selama pandemi COVID-19 yang direkomendasikan adalah melakukan konsultasi tatap muka selama kehamilan sebanyak minimal 6 kali. Pertemuan awal (UK <12 minggu) dapat dilakukan melalui telemedicine, kemudian pertemuan - pertemuan selanjutnya (UK >12 minggu) direkomendasikan untuk melakukan tatap muka secara langsung sehingga dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi yang diperlukan.
Pada algoritma terapi COVID-19 pada kehamilan dijelaskan bahwa ibu hamil yang disertai gejala klinis COVID-19 diharuskan rawat inap. Rawat inap dilakukan untuk melakukan pemantauan terhadap ibu, janin, serta mengevaluasi kemajuan persalinan. Jika ditemukan gejala lain terkait pernapasan pada ibu, maka dapat diberikan bantuan pernapasan (maternal respiratory support) yang bisa dilanjutkan dengan pemberian terapi oksigen sampai target saturasi minimal adalah 95%. Sedangkan apabila ditemukan gejala lain pada janin, maka dapat diberikan pelayanan DJJ, CTG, atau USG.
Metode persalinan yang direkomendasikan yaitu dengan memperhatikan penilaian saat admisi sesuai standar (tingkat keparahan COVID-19, tanda vital, kesejahteraan janin), kasus COVID-19 terkonfirmasi dirawat di ruang isolasi, melakukan pengawasan saturasi oksigen pada ibu, meminimalkan jumlah staf dalam ruangan, serta apabila memungkinkan bisa dilakukan continuous NST. Perawatan pasca persalinan pada ibu dapat dibuat menjadi 4 kategori, yaitu perawatan ibu, perawatan neonatus dan bayi, rawat gabung dan menyusui, serta perawatan setelah pulang dari RS. Masing - masing perawatan tersebut memiliki rincian tahapannya masing - masing.
Materi ke-2: Layanan Kesehatan Neonatal Esensial di Masa Pandemi
Oleh: dr. Alifah Anggraini, MSc, Sp.AK
Alifah memulai materi dengan menyebutkan terdapat sebuah panduan yang diterbitkan pada akhir 2020, namun tidak mendukung perawatan esensial neonatal terutama dalam hal menyusui. Hal ini berkaitan dengan bayi yang baru lahir memerlukan perawatan dasar untuk tetap bertahan, yaitu perawatan neonatal esensial.
Perawatan neonatal esensial terbagi berdasarkan waktu, yaitu perawatan neonatus pada 0-30 detik, 30 detik - 90 menit, dan 90 menit - 6 jam. Tahap pertama (0-30 detik) dilakukan untuk memastikan apakah bayi memerlukan ventilasi atau tidak. Inisiasi menyusui dini dilakukan pada tahap kedua apabila tidak ada kegawatan maternal. Di RSUP dr. Sardjito, inisiasi menyusui dini pada bayi baru lahir dari ibu terduga/terkonfirmasi COVID-19 masih belum dapat dilakukan karena adanya keterbatasan jumlah SDM. Pada tahap ketiga (90 menit - 6 jam), terdapat pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lainnya yang dilakukan pada bayi baru lahir.
Perawatan gabung pada bayi baru lahir memiliki manfaat untuk mendukung ibu dalam menyusui bayinya. Perawatan gabung/terpisah antara ibu dan bayi tergantung berdasarkan kondisi ibu dan bayi, serta lokasi atau ruang isolasi perawatan ibu. Jika keduanya dalam kondisi baik/stabil, maka dapat dilakukan rawat gabung. Namun jika salah satu ibu atau bayi dalam kondisi sakit berat, maka dilakukan rawat terpisah. Terkait pemberian ASI, tidak ada penelitian yang menunjukkan adanya SARS-CoV-2 di payudara, sehingga ASI masih bisa diberikan oleh ibu pada bayi secara langsung maupun dengan cara diperah. Wadah ASI yang digunakan harus diperhatikan kebersihannya karena virus COVID-19 dapat mencemari permukaan dari penyebaran droplet pernapasan.
Pembahasan oleh Dinkes Provinsi DI Yogyakarta Oleh: Hesti
Hesti menyampaikan bahwa dari pihak Dinkes DIY beserta pihak lainnya membuat rekomendasi sistem manual rujukan, saat ini belum berbentuk Peraturan Gubernur dan akan dibuat versi surat edaran terlebih dahulu. Terkait maternal dan neonatal, terjadi kenaikan AKI menjadi 40 kasus, dan pada bayi usia 0 - 28 hari yaitu sebanyak 25 kasus. Sebanyak 75% kasus AKB di DIY terjadi pada bulan pertama, dalam persentase tersebut terdapat 70% kejadian di minggu pertama, dilanjutkan dengan 53% kejadian di hari pertama.
Pembahasan oleh Dinkes Kabupaten Sleman Oleh: dr. Esti Kurniasih
Esti menyampaikan bahwa sudah ada sistem manual rujukan yang sudah diterbitkan sejak 2013 dan menjadi acuan di Kabupaten Sleman. Revisi sudah dilakukan sejak akhir 2019 dan sudah ditandatangani oleh Bupati Sleman pada Maret 2021. Revisi ini menjadi rujukan terbaru yang digunakan di Kabupaten Sleman. Pelayanan KIA selama pandemi COVID-19 tidak jauh berbeda dengan pelayanan yang ada di provinsi. Sudah selesai dan akan dikirimkan ke tim klinis yang berkaitan.
Pembahasan oleh Dinkes Kabupaten Bantul Oleh: dr. Fauzan
Fauzan menyampaikan bahwa di Bantul sudah ada sistem manual rujukan yang diterbitkan pada 2013 dan revisi pada 2018. Terkait pedoman di masa pandemi, Bantul sudah dilakukan pendataan ibu hamil yang terkonfirmasi positif COVID-19. Saat ini di Bantul sudah ada rumah sakit rujukan khusus COVID-19. Terkadang di lapangan masih kebingungan, namun tetap melakukan koordinasi dengan tim medis terkait.
Pembahasan oleh Dinkes Kabupaten Gunung kidul Oleh: dr. Trianawati, MPH
Trianawati menyampaikan bahwa saat ini di Gunungkidul belum ada sistem manual rujukan khusus COVID-19. Sedangkan untuk sistem manual rujukan reguler sudah ada sejak 2015 yang ditetapkan melalui Peraturan Bupati. Ada regulasi lain yang telah dilaksanakan yaitu surat edaran mengenai skrining pada ibu hamil dengan melakukan rapid antibodi di Puskesmas. Jika hasilnya reaktif, maka dilanjutkan dengan PCR di Puskesmas. Kemudian akan diputuskan untuk dirujuk ke rumah sakit atau diberikan tindak lanjut di fasilitas primer. Ketersediaan pelayanan maternal neonatal COVID-19 masih terdapat keterbatasan, karena hanya ada satu RS PONEK yaitu RSUD di Wonosari. Pelayanan ANC rutin dilakukan secara virtual, namun untuk ANC terpadu trimester 1 wajib dilakukan secara langsung.
Pembahasan oleh Dinkes Kota Yogyakarta Oleh: Markhistun
Markhistun menyampaikan situasi yang terjadi di Kota Yogyakarta pada masa COVID-19, yaitu telah terjadi 4 kasus kematian ibu. Beberapa upaya skrining COVID-19 pada ibu hamil telah dilakukan di Kota Yogyakarta. Selama menunggu hasil pemeriksaan, ibu hamil disarankan untuk melakukan isolasi mandiri. Apabila ibu hamil dinyatakan negatif COVID-19, maka proses rujukan dilanjutkan seperti biasanya. Sedangkan apabila ibu hamil dinyatakan positif COVID-19, maka diharuskan melakukan isolasi yang akan dipantau oleh Puskesmas. Apabila ada tanda - tanda persalinan saat isolasi, maka persalinan akan dirujuk menggunakan alur rujukan persalinan maternal COVID-19 di Kota Yogyakarta. Selain itu, saat ini sudah ada modifikasi pelayanan antenatal selama pandemi COVID-19 yang tertuang pada juknis pelayanan Puskesmas di Kota Yogyakarta.
Pembahasan oleh Dinkes Kabupaten Kulon Progo Oleh: dr. Joko Santoso
Joko menyampaikan terkait pasien positif COVID-19 tanpa gejala dan pasien positif COVID-19 dengan gejala ringan pada ibu hamil yang disarankan masuk RS tipe C dan D, saat ini RS masih sedang dipersiapkan. Dalam proses persiapan tersebut, beberapa Puskesmas dapat ditunjuk untuk menangani ibu hamil terkonfirmasi COVID-19 tanpa gejala, apakah hal ini diperbolehkan? Jika memungkinkan, maka bisa memanfaatkan fasilitas kesehatan swasta. Selain itu perlu diperhatikan juga PMK 4239 terkait pemberian insentif serta rangkaian persiapan yang perlu dilakukan untuk menangani kasus yang terjadi.
Reporter: Rokhana Diyah Rusdiati
Link Terkait
(Peserta Zoom: 145 participants)